Anda di halaman 1dari 31

PROBABILITAS

SIMONA LYDIA
19097050020
A. PENGANTAR
Banyak dijumpai fenomena yang dapat dibawa ke dalam model matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Secara garis besar dikenal ada 2 model yaitu model deterministic dan model
probabilistic.

1. Model Deterministik

Sebagai contoh model deterministik adalah kecepatan jatuhnya benda setelah waktu t. Model ini
membawa pengulangan eksperimen terhadap kondisi ideal yang akan menghasilkan secara
esensial kecepatan yang sama pada setiap waktu. Dalam kasus lain model deterministik
mungkin tidak tepat jika pengulangan eksperimen dibawa ke dalam kondisi ideal, karena
kemungkinan adanya variabel-variabel yang tidak terkontrol atau tidak diketahui.

2. Model Probabilistik

Yaitu kaitannya dengan model matematika dikenal sebagai model probabilistic. Model
probabilistik dapat digunakan ketika variable lainnya tidak diketahui atau untuk mengarah
model matematika pada situai nondeterministic, tetapi dapat ditemukan dengan menggunakan
distribusi probabilitas.
B. NOTASI DAN TERMINOLOGI
 
  Definisi 1.2.1

Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan disebut ruang sampel, dilambangkan
oleh S. Dengan catatan hanya ada minimal satu dari eksperiman (kemungkinan) yang akan
terjadi pada percobaan yang diberikan.

Contoh 1.2.1

Sebuah eksperimen dari melemparkan dua buah koin, dan diamati muka dari setiap koin yang

diharpakan. Himpunan hasil yang mungkin disajikan oleh ruang sampel    S = {HH, HT, TH, TT}.

Dimana simbol H (kepala) dan T (ekor).

 
  Contoh 1.2.2

Misalkan dalam Contoh 1.2.1 kita tidak memperhatikan hasil individu dari koin, tetapi jumlah total
H (kepala) yang diperoleh dari dua koin. Ruang sampel kemudian dapat ditulis sebagai S*= {0, 1, 2}.
Jadi, berbeda ruang sampel yang sesuai untuk percobaan yang sama, tergantung pada karakteristik
yang diharapkan.

Contoh 1.2.3
Jika koin dilemparkan berulang kali selalu muncul H (kepala), maka ruang sampel yang mungkin
adalah S = {H, TH, TTH,. . .}. Jika seseorang tertarik pada jumlah lemparan yang diperlukan untuk
mendapatkan kepala, maka ruang sampel yang mungkin untuk percobaan ini adalah himpunan dari
semua bilangan bulat positif, S* = {1, 2, 3 ,…}, langsung ke jumlah lemparan yang diperlukan untuk
mendapatkan H (kepala) pertama. Kami akan menunjukkan bab berikutnya bahwa hasil sesuai
dengan urutan lemparan di mana kepala tidak pernah diperoleh tidak perlu dimasukkan dalam
ruang sampel.

 
  Definisi 1.2.2
Jika ruang sampel S adalah berhingga atau tak berhingga jumlahnya, maka itu disebut ruang sampel
diskrit.

Contoh 1.2.4

Ruang sampel S dikatakan berhingga jika terdiri dari sejumlah berhingga datang,
katakanlah S = {e1, e2, ..., eN}, dan dikatakan tak berhingga jumlahnya jika dapat
dimasukkan ke dalam korespondensi satu-ke-satu dengan bilangan bulat positif (asli),
katakanlah S = {e1, e2, ...}.
  Contoh 1.2.5
Misalkan lampu panas diuji dan X, jumlah cahaya yang dihasilkan (dalam lumens), dan Y,
jumlah energi panas (dalam joule), diukur. Yang tepat ruang sampel akan menjadi produk Cartesian
dari himpunan semua real tidak negative angka dengan sendirinya, S = [0, ∞) × [0, ∞) = {(x, y) | 0 ≤
x < ∞ dan 0 ≤ y < ∞}

Setiap variabel akan mampu mengasumsikan nilai apa pun di beberapa subinterval [0, ∞).
Terkadang dimungkinkan untuk menentukan batasan pada variabel fisik seperti itu, tetapi seringkali
lebih nyaman untuk mempertimbangkan model konseptual di mana variable tidak dibatasi. Jika
kemungkinan variabel dalam model konseptual melebihi batas tersebut dapat diabaikan, maka tidak
ada kesulitan praktis dalam menggunakan model konseptual.

Contoh 1.2.6
Termograf adalah mesin yang mencatat suhu terus menerus dengan melacak sebuah grafik
pada gulungan kertas saat bergerak melalui mesin. Termografi rekaman dibuat selama periode 24
jam. Hasil yang diamati adalah grafik sebuah fungsi bernilai real kontinu f (t) didefinisikan pada
interval waktu [0, 24] = {t|0 ≤ t ≤ 24}, dan ruang sampel yang sesuai akan menjadi koleksi seperti itu
fungsi.
 

Definisi 1.2.3

Suatu peristiwa (event) adalah himpunan bagian dari ruang sampel S. Jika A adalah suatu peristiwa,
maka A telah terjadi jika berisi hasil yang terjadi.

Untuk menggambarkan konsep ini, pertimbangkan Contoh 1.2.1. Subset A = {HH, HT, TH} berisi hasil yang
sesuai dengan memperoleh "setidaknya satu kepala. "Seperti yang disebutkan sebelumnya, jika salah satu
hasil dalam A terjadi, maka kita mengatakan itu peristiwa A telah terjadi. Demikian pula, jika salah satu hasil
dalam B = {HT, TH, TT} terjadi, maka kita mengatakan bahwa peristiwa "setidaknya satu ekor" telah terjadi.
 
Definisi 1.2.4
Suatu peristiwa disebut peristiwa sederhana jika memuat persis satu hasil dari percobaan.

Dalam ruang sampel yang terpisah, setiap subset dapat ditulis sebagai gabungan peristiwa sederhana yang
dapat dihitung, dan kita tidak mengalami kesulitan dalam mengaitkan setiap subset dengan peristiwa dalam
kasus diskrit.

Dalam Contoh 1.2.1, peristiwa sederhana seperti {HH}, {HT}, {TH}, dan {TT}, dan setiap peristiwa lain
dapat ditulis sebagai gabungan terbatas dari peristiwa-peristiwa elementer ini. Demikian pula dalam Contoh
1.2.3, peristiwa elementer adalah {H}, {TH}, {TTH},. . . , dan setiap peristiwa dapat direpresentasikan sebagai
persatuan yang dapat dihitung dari peristiwa-peristiwa dasar ini.

Contoh ril : Misalkan pada pelemparan sebuah koin akan muncul H (kepala) atau T (ekor).
Definisi 1.2.5

• 
Dua peristiwa A dan B disebut saling lepas jika A B = Ø.

 
Pada kasus pelemparan dua koin,

A : Peristiwa munculnya paling sedikit 1 kepala dan

B : Peristiwa munculnya 2 ekor.

Karena A B = Ø , jadi A dan B dikatakan saling lepas.

Kasus diatas akan berakibat pada definisi berikut :

Definisi 1.2.6

Peristiwa A1, A2, A3, ..., dikatakan saling eksklusif jika berpasangan saling eksklusif Yaitu jika Ai Aj  =

Ø setiap kali i ≠ j

   

 
3. PENGERTIAN PROBABILITAS

Pengambilan obyek secara random menjadi syarat perlu dalam statistika


parametrik. Pengertian random mudah dipahami tetapi dalam prakteknya sering
mengalami kesulitan untuk dilaksanakan. Sehingga kasus random dalam
pengambilan sampel akan didekati dengan berbagai cara. Kasus pengambilan
sampel dibahas tersendiri dalam teknik pengambilan sampel (teknik sampling)
4. SIFAT-SIFAT PROBABILITAS
Teorema 1.4.1
Ada beberapa sifat peluang yang perlu diketahui untuk mendukung pemahaman lebih lanjut.

Jika A adalah suatu peristiwa dan A’ adalah komplemennya, maka P(A) = 1 - P(A’) 

Bukti :

S= A ∪ A’ dan A∩ A’= Ø

1 = P(S) = P(A ∪ A’) = P(A)+P(A’)⇒ P(A) = 1 – P(A’)

Teorema 1.4.2
Untuk sebarang peristiwa A, P(A)≤1 Bukti :
P(A) = 1 – P(A’) 
Karena P(A’) ≥ 0 maka P(A) ≤ 1
Contoh Soal Teorema 1.4.1

Pada intinya, P(A) = 1 – P(A’) ,


begitupun sebaliknya P(A’) = 1 – P(A)
Teorema 1.4.3
Untuk sebarang dua peristiwa A dan B, P(A∪B) = P(A) + P(B) - P(A∩B). Bukti :

A∪B = (A∩B’) ∪ B , dimana (A∩B’) dan B saling lepas.

A = (A∩B) ∪ (A∩B’), dimana (A∩B) dan (A∩B’) saling lepas.

P(A∪B) = P(A∩B’) + P(B) dan P(A) = P(A∩B) + P(A∩B’)

P(A∪B) = P(A∩B’) + P(B)

= P(A) - P(A∩B) + P(B)

= P(A) + P(B)- P(A∩B)

Teorema 1.4.4
Untuk sebarang tiga peristiwa A, B, dan C
P(A∪B∪C) = P(A) + P(B)+P(C) - P(A∩B) -P(A∩C) -P(B∩C) +P(A∩B∩C).

Bukti :

Untuk latihan.
Contoh Soal Teorema 1.4.3
Contoh Soal Teorema 1.4.4
Dua buah dadu dilemparkan secara bersamaan. Berapakah peluang munculnya jumlah mata dadu
faktor dari 4 atau faktor dari 6 atau jumlah mata dadu prima?

Pembahasan :
Teorema 1.4.5

Teorema 1.4.6
Bukti Teorema 1.4.5
Teorema 1.4.7
Bukti Teorema 1.4.7
5. PROBABILITAS BERSYARAT
Definisi 1.5.1

Teorema 1.5.1
Contoh Teorema 1.5.1
Teorema 1.5.2
Teorema 1.5.3
6. PERISTIWA-PERISITIWA SALING BEBAS
Definisi 1.6.1

Teorema 1.6.1

Teorema 1.6.2
Definisi 1.6.2
7. TEKNIK MENGHITUNG/MENCACAH

Teorema 1.7.1
Permutasi dan Kombinasi

Teorema 1.7.2
Contoh 1.2.1

Teorema 1.7.3

Teorema 1.7.4
Teorema 1.7.5
Menghitung Probabilitas suatu Peristiwa

Anda mungkin juga menyukai