Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DAN HAM

DALAM ISLAM DAN KONSEP PENEGAKAN


NEGARA MADANI

Disusun Oleh Kelompok 10 :


1. Ahmad Rizal (1904030069)
2. Syarif Ansori Rasyid (1904030059)
SUB MATERI PENJELASAN
1. Pengertian Demokrasi dan Islam
2. Pengertian Masyarakat Madani
3. Islam dan Demokrasi
4. Islam dan Ham
1. PENGERTIAN DEMOKRASI DAN
A. Pengertian Demokrasi
ISLAM
Demokrasi berasal dari bahasa yunani “demos” yang berarti rakyat dan“kratos/Kratein”
yang berarti kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasiadalah “rakyat berkuasa”
(Goverment of rule by the people). Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat dandijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil
yang mereka pilihdibawah sistem pemerintahan bebas.
Menurut konsep Demokrasi, kekuasaan-kekuasaan menyiratkan arti politikdan
pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat yangdidefinisikan sebagai
warganya. Kenyataan nya baik dari segi konsep maupun praktik, “demos” menyiratkan makna
diskriminatif.
Karena demos bukanlah rakyat secara keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yakni
mereka yangberdasarkan tradisi atau kesepakatan formal dari para pengontrol akses
kesumber-sumber kekuasaan, yang diakui dan bisa mengklaim memiliki hak-hakprerogatif
dalam proses pengambilan pembuatan keputusan menyangkut urusanpublik atau
pemerintahan
D. Demokrasi Dalam Islam
Q. S. ALI IMRAN: 159

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembutterhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan merekadalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, makabertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yangbertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 159)
Q. S. ASY-SYURA: 38

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruanTuhannya dan


mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) denganmusyawarat antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy
Syura : 38)
2. PENGERTIAN MASYARAKAN MADANI
Pengertian Masyarakat MadaniIstilah masyarakat madani (civil society)
merupakan terjemahan dari bahasalatin civilis sociatos yang berarti
komunitas public, yaitu suatu masyarakatyang didasarkan pada hukum dan
hidup beradab. Pada masa sekarang civilsociety digunakan untuk
membudayakan suatu komunitas diluar Negara ataudiluar lembaga politik.
Masyarakat madani merupakan wujud dari masyarakat yang
memilikiketeraturan hidup dalam suasana perkehidupan yang mandiri,
berkeadilansosial, dan sejahtera. Masyarakat madani mencerminkan tingkat
kemampuandan kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan
partisipatifdalam menghadapi persoalan sosial.
Konsep civil society mulai berkembang di barat. Yang selanjutnya
olehbangsa dan masyarakat di Negara berkembang termasuk Indonesia
secaraantusias dikaji, dikembangkan, dan dieliminasi, sesuai dengan
realisasi empirisyang dihadapi oleh Negara berkembang.Menurut Seligmen,
munculnya gagasan masyarakat madani diinspirasi olehempat sumber
pemikiran utama, yaitu :1.
- Hukum kodrat (hukum alam)
- Doktrin kristiani protestan
- Kontrak social
- Teori pemisahan masyarakat
Ciri-Ciri Masyarakat MadaniCiri-ciri masyarakat madani setelah tumbuh dan
berkembangnyademokrasi, yaitu :
1.Kualitas Sumber daya manusia yang tinggi tercermin dari kemampuantenaga-tenaga
profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunanserta penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2.Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri ( mampumengatasi
ketergantungan) agar tidak menimbulkan kerawanan, terutamadibidang ekonomi.
3.Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negri
semakin kecil atau tidak ada sama sekali.
4.Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sosial budaya, danperlahan keamanan
yang dinamis, tangguh, dan berwawasan global.
Selain itu ada enam karakter yang menjadi ciri khas masyarakat
madani,yaitu :
1.Ruang Public yang Bebas ( Free Public Sphere)Adanya ruang sebagai
sarana untuk mengemukakan pendapat.
2.DemokratisDalam arti luas mencakup system politik, ekonomi, dan
sistem social yangmerupakan syarat mutlak bagi penegakkan civil society.
3.ToleranKesedian individu dalam menerima pandangan dan sikap politik
yangberbeda.
4.Pluralis.
5.Tegaknya Supremasi Hukum.
Keadilan Sosial.
Beberapa tiang penyangga yang menjadi pendukung utamanya, antara lain:
1.Partai politik yang independen.
2.Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
3.Pers bebas yang berperan sebagai control social.
4.Perguruan tinggi yang memerankan diri sebagai moral force
untukmenyalurkan berbagai aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah.
3. ISLAM DAN DEMOKRASI
Demokrasi adalah suatu system pemerintahan yang ditunjukan untuk
rakyat dan oleh rakyat, yang mempunyai hakekat pengakuan hakikat dan
martabat manusia dalam hubungan social.
Artinya setiap manusia memiliki kemampuan dan porsi yang sama dalam
menentukan suatu keputusan.
Dalam demokrasi diperlukan suatu ukuran atau parameter untuk mengukur
apakah suatu negara atau pemerintahan bisa dikatakan demokratis atau
sebaliknya. Parameter tersebut adalah pemilihan umum sebagai proses
pembentukan, susunan kekuasaan Negara, dan kontrol rakyat.
Dapat diketahui bahwa konsep demokrasi di Indonesia tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya pula sesuai dengan ajaran Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan ajaran Islam adalah
keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan
pemerintah, serta dalam menentukan suatu kebijakan melalui wakilnya.
Sedangkan yang tidak sejalan dengan Islam adalah suara rakyat yang diberikan
kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan
kebijakan yang keluar dari ketetapan Hukum Allah SWT.
4. ISLAM DAN HAM
Menurut Jumana Shehata, ada dua pandangan mengenai HAM dalam Islam,
pandangan kaum relativis dan kaum universalis. Kaum relativis mengatakan bahwa HAM
dan Islam adalah perdebatan kultural yang tak pernah berhenti. Sebagian ilmuwan
mengatakan bahwa Hak Asasi Manusia lahir dari peradaban Barat yang dipengaruhi
keinginan menghapus imperialisme era Imperium Kristen saat itu.
Oleh karena lahir dari Barat yang sekarang dominan dengan asas liberalisme dan
individualisme inilah beberapa orang menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia tidak bisa
diberlakukan di negara-negara Islam dimana kepatuhan seseorang kepada aturan dan
nilai-nilai keluarganya menjadi barometer yang sangat penting bagi penilaian di mata
masyarakat sekitarnya. Ini jelas berbeda dengan asas liberalisme dan individualisme yang
membebaskan seseorang untuk memilih jalan hidupnya, sekalipun itu bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang sakral dalam keluarganya.
Pendapat relativis yang lain disampaikan oleh Fred Halliday yang mengatakan bahwanilai-nilai
Islam tidak bisa masuk dalam nilai-nilai HAM. Islam tidak memberikan kebebasan yang mutlak
kepada setiap individu dan Islam tidak menerima sekulerisasi yang mana itu merupakan ciri dari
HAM. Tapi pendapat ini kemudian dinyatakan.
Sebaliknya, kaum universalis mengatakan bahwa Islam seharusnya menjadi bagian yang aktif
dalam perdebatan mengenai penerapan nilai-nilai HAM ini karena HAM bukanlah dibentuk
berdasarkan hasil pemikiran Barat saja, untuk kalangan khusus saja (non-muslim), tapi juga untuk
seluruh penghuni bumi ini, termasuk didalamnya adalah umat Islam.
Universalitas nilai-nilai HAM ini sebenarnya telah menjadi penyataan resmi dalam Deklarasi
Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human Rights) yang mengatakan: “a common
standard of achievement for all peoples and all nations”. Dalam artikel I dalam deklarasi juga
disebutkan bahwa “all human beings are born free and equal in dignity and in rights”.
Islam juga agama yang terus memperjuangkan kesamaan dan keadilan, tapi memang keadilan
akan berarti tidak sama, karena keadilan itu meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya dan porsinya.
Tapi bagaimanapun, hukum Islam yang demikian sangatlah minim dibanding dengan hukum-hukum
yang memiliki kesamaan dengan prinsip HAM. Oleh karenanya, yang terpenting adalah bagaimana
memadukan prinsip-prinsip Islam dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati dalam deklarasi HAM
dengan tetap menghormati kultur-kultur keagamaan. Oleh karena itu, Abdullah an-Naim berpendapat
perlu adanya rejuvenasi atau redefinisi nilai-nilai Islam dalam konteks HAM untuk merukunkan konflik
yang seharusnya dapat disatukan ini.
Memang sulit menyatukan hukum syariah dengan prinsip HAM, khususnya ketika membahas
tentang hak kebebasan perempuan, tapi bukan berarti itu tidak mungkin. Islam adalah agama yang
malah memberikan wewenang kepada kaum perempuan yang itu tidak didapatkannya saat Islam
belum datang di jazirah Arab. Bahkan melalui Islam, perempuan mendapatkan perlindungan saat
pernikahan melalui kontrak pra nikah dan juga keharusan suami memberikan nafkah kepada istri, dan
tidak berlaku sebaliknya.
Tidak hanya itu, Islam sebenarnya juga memberikan kebebasan yang sama antara laki-laki dan
perempuan dalam hak berpolitik dan melakukan kegiatan sosial. Hal ini persis dengan apa yang telah
dirumuskan dalam hukum internasional dan juga dalam prinsip-prinsip HAM.
Maka menyatukan Islam dan HAM bukan hanya perlu, tapi merupakan suatu
keharusan.Islam adalah agama yang ajarannya diturunkan secara bertahap pada tempat,
waktu dan situasi yang berbeda-beda yang kemudian diinterpretasikan melalui jalur fikh.
Fikh menjadi satu-satunya dasar hukum dalam Islam yang harus mampu mengakomodir
temuan-temuan baru dan memberikan penegasan hukum atas temuan tersebut, sehingga
hukum Islam tidak stagnan dan tetap terbuka dalam menerima perubahan interpretasi.
Di sisi lain, diperlukan juga redefinisi dalam tubuh HAM itu sendiri, sehingga HAM pun
tidak hanya mengutarakan konsep-konsep yang tidak menghormati nilai-nilai Islam. Salah
satu contoh, dalam deklarasi dinyatakan bahwa negara diperbolehkan tidak mengikuti
aturan HAM dalam kondisi-kondisi darurat. Dan itu tidak ada dalam prinsip hukum Islam,
karena hukum Islam berlaku tetap dan seterusnya.
HAM seringkali diinterpretasikan ke dalam bentuk hukum yang berbeda-beda dalam
setiap negara yang itu membuat jarak (gap) antara Islam dan politik semakin jauh.
Rasionalisasi penerapan nilai-nilai HAM ini memang terkadang menyebabkan tersingkirnya
nilai-nilai lain, termasuk nilai agama. Maka perlu adanya refleksi HAM dalam kerangka
berpikir yang Islami sehingga nilai keduanya dapat disatukan.
Melihat kesamaan-kesamaan diatas, maka perdebatan mengenai dua prinsip ini
sebenarnya terjadi di arena perspektif umat Islam dan Barat. Banyak yang mengira bahwa
kesepakatan-kesepakatan internasional dalam deklarasi HAM merupakan ide-ide yang
berasal dari agama Kristen atau dari pandangan Barat. Sebenarnya kalau diamati, sebagian
besar dari prinsip-prinsip tersebut juga merupakan prinsip dasar dalam Islam. Maka
diperlukan adanya dialog internasional antara dunia Barat dan dunia Islam untuk merevisi
HAM agar menjadi prinsip yang benar-benar universal. Selain itu, untuk menghindari
kesemena-menaan hukum terhadap perempuan, para perempuan muslim juga harus
berpartisipasi aktif dalam mempengaruhi proses pembuatan hukum baik dalam negeri
maupun internasional.
Tapi Shehata juga menegaskan bahwa perdebatan antar nilai ini tidak akan berakhir
begitu saja, karena pasti akan ditemukan nilai-nilai yang bertentangan. Oleh karenanya, pintu
dialog, evaluasi dan analisa kritis terhadap “apa itu nilai-nilai kemanusiaan yang universal”
harus tetap dibuka. We need more wisdom!!
TERIMA KASIH
Wassalamualaikum.wr.wb

#StayHealthyKeepCleanandPray

#WashYourHand

#DirumahAjaDulu

Anda mungkin juga menyukai