MANIFESTASI KLINIS
PATOFISIOLOGI
mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit
Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-
bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal
berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung
bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi
degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron
terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia
basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik
tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar
neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi
dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan
ventrikel-ventrikel serebral.
DIAGNOSTIK TEST
a. Neuropatologi
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
c. CT Scan dan MRI
d. Laboratorium darah
PENATALAKSANAAN MEDIS
Inhibitor kolinesterase : Untuk mencegah penurunan
kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral
Thiamin: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
Nootropik : memperbaiki fungsi kognisi dan proses
belajar.
Klonidin: Gangguan fungsi intelektual pada penderita
alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal.
Haloperiodol
Acetyl L-Carnitine (ALC) : meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. memperbaiki atau
menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
PENGKAJIAN
1. Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot
Bantu nafas.
2. Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
3. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh
lapangan paru
4. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas
berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien
dengan inaktivitas.
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak
ada kelaianan fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami
perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut
biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan
ketajaman penglihatan
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada saraf ini
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada
saraf ini.