Anda di halaman 1dari 25

Accepting Loss and Death

Bagus Dwi Cahyono


Objectives
• Dapat menjelaskan esensi tentang kehilangan,
berduka, dying dan kematian
• Dapat menjelaskan informasi dan metode terkait
dengan mengkaji dying dan berduka
• Dapat menjelaskan diagnose keperawatan pada
pasien dengan kehilangan dan berduka
• Dapat menjelaskan fakta tentang ukuran keperawatan
untuk membantu seseorang dengan dying, berduka
dan perawatan tubuh setelah kematian
• Mengaplikasikan proses keperawatan pada pasien
yang mengalami kehilangan dan berduka
Tipe Kehilangan.....
1. ACTUAL LOSS.
◦ Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tsb merupakan suatu bentuk
kehilangan.
misal : kehilangan anggota badan ,kehilngan suami/ istri ,kehilangan pekerjaan.

2. PERCEIVED LOSS.
◦ Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain.
Misal : kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga .

3. PHYSICHAL LOSS.
◦ Kehilangan secara fisik. misal : seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka
yang parah tangan atau kaki harus diamputasi .

4. PSYCHOLOGICAL LOSS.
◦ Kehilangan secara psykologis. Misal : orang yang cacat akibat kecelakaan
membuatnya merasa tidak percaya diri.gambaran dirinya terganggu.

5. ANTICIPATORY LOSS.
◦ Kehilangan yang bisa dicegah. Misal : orang yang menderita penyakit ‘ terminal’.
Reaksi Kehilangan: Berduka

 Berduka adalah respon


normal
 Bereavement: suatu ke-
adaan individu sangat
kehilangan thd signi-ficant
other  mati
 Mourning: suatu proses
bgm berduka dapat
diselesaikan atau malah
mengganggu, ini hal yg
normal yg berkaitan dg
kematian
Karakteristik Berduka
1. Orang yang berduka mengalami reaksi shock dan tidak percaya
1. Orang yang berduka mengalami reaksi shock dan tidak percaya
2. Individu merasa sedih dan hampa saat individu teringat kehilangannya
2. Individu merasa sedih dan hampa saat individu teringat kehilangannya
3. Ketidaknyamanan individu sering meratapi, dada terasa sesak, leher tercekik,
3. Ketidaknyamanan individu sering meratapi, dada terasa sesak, leher tercekik,
napas pendek, menarik napas panjang
napas pendek, menarik napas panjang
4. Terbayang bayang yang meninggal
4. Terbayang bayang yang meninggal
5. Adanya perasaan bersalah atas meninggalnya seseorang, cth: “seaindainya dia di sini
5. Adanya perasaan bersalah atas meninggalnya seseorang, cth: “seaindainya dia di sini
mungkin keadaan akan lebih baik.....”
mungkin keadaan akan lebih baik.....”
6. Individu cenderung lebih mudah marah (iritable)
6. Individu cenderung lebih mudah marah (iritable)

Burgess and Lazare, 1976b: 421 - 422


Tahap Berduka
Tahap Respon Perilaku
1. Shock and disbelief Menolak kehilangan, perasaan terpukul,
akal menerima tetapi hati menolak
2. Developing awareness Realitas kehilangan dimulai utnutk
menetrasi kesadarannya, marah mungkin
thd direktur rs, perawat, staf, dokter dsb,
menangis dan menyalahkan diri sendiri
3. Restitution Ritual thd kehilangan seperti pemakaman
4. Resolving the loss Mencoba tegar, tidak mampu untuk
menerima cinta yg baru untuk
menggantikan yang telah tiada, mungkin
menerima dan lebih tergantung kpd
oranglain dalam relationship, memori dan
perkataannya selalu memikirkan yg telah
tiada

Engel 1964: 94 - 96
Tahap berduka ..... cont
5. Idealization Tidak ingin bayangan yang meninggal
selalu menghantuinya, menekan semua
hal yang negatif, dan rasa
bermusuhannya ditekan. Sangat
menyesal akan kurang hati – hati di masa
lalu, secara tidak sadar menginternalisasi
kekagumannya thd yang meninggal, jika
teringat yang meninggal menimbulkan
rasa sedih, menanamkan kembali
perasaan kepada orang lain.
6. Outcome Perilaku dipengaruhi oleh bbrp faktor
seperti: sbrp penting objek kehilangan sbg
sumber dukungan, derajat
ketergantungan thd orang lain, derajat
ambivalensi thd kematian, jumlah dan
jenis pengalaman berdukanya

From G.L Engel, Griev and grieving, American journal of nursing, september
1964: 64, 93 - 98
TAHAP BERDUKA (SCHULZ 1978: 143 – 149)
1. Fase initial
Shock and disbelief, perasaan dingin, mati rasa dan bingung.
Biasanya tjd bbrp hari, lalu digantikan oleh perasaan
dukacita, menangis dan menjadi tenang. Menjadi cemas dan
takut
2. Fase Intermediate
3 minggu setelah kematian s.d 1 th berikutnya. Ada 3 pola
perilaku: (a) obsesional  seandainya...., (b) mencari untuk
mengerti kematian  “mengapa hal ini terjadi pada dia..?”,
(c) mencari yang telah meninggal (a search for the
deceased) aktifitasnya terbawa oleh aktifitas
kebersamaan dg mendiang dan merasa yg mati masih ada
3. Fase recovery
Setelah sekitar 1 tahun, “life must go on” mulai
berpartisipasi secara sosial
Tahapan berduka menurut KUBLER ROSS ( 1969 ).

1. DENIAL ( PENOLAKAN ).
› Klien mencoba untuk melupakan atau menutupi kenyataan.
› Pengalaman yang diterima berdampak shock dan tidakpercaya.
› Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang
berkaitan dengan kematian, tetapi berbeda dengan tingkat emosi.
› Denial merupakandefense mekanisme pertahanan diri terhadap
rasa cemas.
2. ANGER ( BERONTAK DAN MARAH ).
› Berontak ,merasa Tuhan ‘ tidak adil ‘ atau tidak berperasaan
terhadap kenyataan harus dihadapi.
› Marah kepada Sang Pencipta.
› Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga.
› Kadang- kadang pasien rewel,mengkritik orangyang berhubungan
› Timbul berbagai pertanyaan : “ mengapa harus saya ? apa dosa
saya ? “.
3. BERGAINING ( TAWAR MENAWAR ).
◦ Menuju tahap menerima. Pasien tawar menawar untuk berbuat
baik jika diperpanjang hidupnya.
◦ Pasien menangis dan menyesal

4. DEPRESI
◦ Pasien sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak.
◦ Bila depresi meningkat, pasien menjadi semakin lemah, kurus
atau terjadi gangguan tanda-tanda vital.
◦ Pasien merasa sepi ,merasa bahwa semua orang
meninggalkannya.
◦ Merasa tidak berguna.
◦ Tidak menolak faktor yang harus dihadapi.
◦ Fokus pikiran pada orang yang dicintai.”Apa yang akan terjadi
dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada…?
5. ACCEPTANCE ( MENERIMA)
Masa depresi sudah berlalu.
Takut ditinggal sendiri.
Kadang ingin ditemani.
Legal Implications of death

• Transplantasi organ
• Euthanasia
Pengkajian
Tingkat Kesadaran Pasien
Closed Awareness Mutual Pretense Open Awareness
Pasien dan keluarga tidak Pasien, keluarga dan Pasien, keluarga dan orang
sadar bahwa akan terjadi petugas kesehatan tahu sekitar tahu akan
kematian akibat sakit yang bahwa prognosis datangnya kematian dan
diderita penyakitnya adalah merasa nyaman untuk
terminal mendisuksikannya
meskipun itu sulit.

Strauss et all. 1970: 300


Tanda – tanda klinis akan terjadi kematian

1. Loss of muscle tone, menghasilkan:


a. Relaksasi otot fasial
b. Sulit berbicara
c. Kesulitan menelan dan secara gradual kehilangan gag
refleks
d. Menurunnya aktifitas GI tract, mual, sering flatus,
distensi abdomen, retensi feses, terlebih jika mendapat
obat sedatif hipnotik.
e. Inkontinensia urine dan alvi  kontrol spincter melemah
f. Pergerakan tubuh berkurang
2. Sistem sirkulasi melambat menghasilkan :
a. Penurunan sensasi
b. Ekstremitas sianosis dan belang – belang
c. Kulit dingin, diawali dari kaki lalu ke tangan, telinga dan
hidung. (tetapi pasien biasanya merasa hangat oleh karena
meningkatnya suhu tubuh)
3. Perubahan tanda vital
a. Nadi frekuensinya menurun dan kualitasnya melemah
b. Tekanan darah menurun
c. Napas pendek dan cepat, ireguler, atau abnormalitas
pernapasan lambat, membran mukosa kering
4. Kerusakan sensori
• Penglihatan kabur
• Mati rasa dan kerusakan fungsi pembauan

Tingkat kesadaran bervariasi ... Beberapa pasien bisa


stupor maupun coma.
TANDA – TANDA KLINIS SEGERA
AKAN TERJADI KEMATIAN
1. Dilated, fixed pupil (midriasis) Mata mungkin
sebagian
2. Tak mampu bergerak terbuka atau
tertutup
3. Kehilangan refleks
4. Nadi cepat dan lemah
5. Respirasi cheyne stokes
6. Mendengkur , banyaknya sekret di tenggorokan
7. Tekanan darah makin rendah
Tanda klinis mati

(World Medical Assembly 1968) Harvard Medical School 1968

1. Total lack of response to • Unreceptivity and


external stimuli unresponsivity
2. No muscular movement, • No movement or breathing
especially breathing • No reflexes
3. No reflexes • Flat encephalogram (ibid,
4. Flat enchepalogram p.18)
(Benton 1978: 18)
Definisi Mati
Adalah kematian otak, dimana terjadi ketika
otak tengah, corteks serebri mengalami
kerusakan ireversible . Pasien mungkin masih
bisa bernapas tetapi kesadaran menurun
ireversible....... (Schulz 1978: 92)
Pengkajian Pasien berduka
1. Reaksi terhadap kehilangan
Tanda klinisnya: (Schulz 1978: 142-143)
a. Distress somatis yang berulang
b. Dada terasa sesak
c. Tercekik atau napas pendek
d. Menarik napas panjang
e. Perasaan kosong di abdomen
f. Kehilangan kekuatan otot
g. Distress subyektif yang amat kuat
Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi
kehilangan
• Signifikansi kehilangan
• Umur
• Kultural
• Keyakinan spiritual
• Sex roles
• Status sosio ekonomi
Diagnosa Keperawatan
Dying Patient Grieving Patient

• Fear of pain • Lower self esteem


• Loneliness • Guilty
• Dependence • Anger
• Alteration in concentration,
libido, patterns of sleeping,
activity and communication
PLANNING
Dying Patient Grieving Patient
 Membantu kesendirian,  Membantu pasien untuk
ketakutan dan depresi mengungkapkan perasaan
 Menjaga perasaan pasien dukacita, marah dan
kehilangan
aman, percaya diri,  Membantu pasien
kehormatan, harga diri mengungkapkan secara
 Menjaga harapan verbal mengerti
perasaannya
 Membantu penerimaan
 Mendukung pasien dalam
kehilangan pasien melanjutkan aktifitasnya lagi
 Membantu kenyamanan  Membantu pasien untuk

fisik menjalin hubungan yang


baru
Perubahan Tubuh Setelah meninggal
• Rigor mortis
2 – 4 jam setelah kematian, kehilangan ATP krn tdk dpt disintesa
lagi oleh tubuh akibat kekurangan glikogen  otot – otot
kontraksi dan kaku. Diawali otot - otot involunter jantung,
bladder dsb lalu ke kepala, leher, tubuh dan terakhir ekstremitas.
• Algor Mortis
Penurunan suhu tubuh secara gradual sampai sama dengan suhu
ruangan, kulit kehilangan elastisitas dan mudah rusak (mrotol)
•Post Mortem decomposition
Sel darah merah rusak, warna kulit pucat = livor mortis

Anda mungkin juga menyukai