Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH VAKSIN

DAN JENIS VAKSIN


KELOMPOK 1

1. RIZKY FARADILA TANRIONO G701 16


214

2. ANDI TENDRI ABENG G701 17 001

3. YAN YAN KATRIANI G701 16 090

4. WIRDA G 701 14 163


Vaksin

Vaksin adalah segala persiapan dimaksudkan untuk menghasilkan kekebalan


terhadap penyakit dengan merangsang produksi antibodi. Vaksin termasuk,
misalnya, suspensi mikroorganisme dibunuh atau dilemahkan, atau produk atau
turunan dari mikroorganisme.

Vaksinasi, yang merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang dengan
sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan menstimulasi
sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak yang telah
mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpapar oleh antigen serupa.
Awal Ditemukannya
vaksin

Pada tahun 1718., Lady Mary Wortley Montagu melaporkan bahwa Turki memiliki tradisi sengaja
inokulasi diri dengan cairan yang diambil dari kasus-kasus ringan cacar, dan bahwa ia telah
menginokulasi anak-anaknya sendiri.

Meskipun inokulasi terhadap cacar disengaja lebih dari 2000 tahun yang lalu di China dan India,
seorang dokter inggris, Edward Jenner, dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan
konsep imunisasi modern pada tahun1796.
Sebelum 1796, ketika dokter Edward Jenner dari Inggris menguji adanya kemungkinan
menggunakan vaksin cacar sapi sebagai imunisasi untuk cacar pada manusia untuk pertama
kalinya., sedikitnya enam orang telah melakukan hal tersebut dan beberapa tahun yang sama
sebelumnya : seseorang yang identitasnya tidak diketahui, Inggris, (sekitar 1771), Ibu Sevel, Jerman
(sekitar 1772), Jensen Mr, Jerman (sekitar 1770); Benyamin Jesty, Inggris, pada tahun 1774,
Rendall Ibu, Inggris (sekitar 1782);. dan Peter Plett, Jerman, tahun 1791.
Sejarah ditemukannya vaksin?

Kata Vaksinasi pertama kali digunakan oleh Edward Jenner pada tahun 1796. Vaksinasi (Latin: Vacca-sapi) ini
dinamakan demikian karena vaksin pertama berasal dari virus yang mempengaruhi sapi (cacar sapi) yang relatif jinak
terhadap kekebalan terhadap cacar, penyakit menular dan mematikan

Vaksin pertama dibuat pada tahun 1877 oleh Louis Pasteur dengan menggunakan kuman hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin ini terutama digunakan untuk vaksinasi cowpok dan smallpox. Pada tahun 1881 kemudian dibuat vaksin anthrax,
sedangkan vaksin rabies dibuat pada tahun 1885.

Pada tahun 1900, ada dua jenis vaksin virus untuk manusia, yakni vaksin cacar dan vaksin anti rabies, dan tiga vaksin
dari bakteri untuk tifoid, kolera dan wabah.

Program deteksi kasus dan vaksinasi melawan cacar di seluruh dunia berkumpul dan di tahun 1979, Majelis kesehatan
dunia secara resmi menyatakan cacar telah diberantas. Ini menjadi salah satu prestasi dalam sejarah kesehatan
masyarakat.

Pada abad ke 20 beberapa jenis vaksin lain ditemukan seperti vaksin pertusis (batuk rejan). Berikutnya ditemukan vaksin
polio dan vaksin campak. Begitu vaksin-vaksin tersebut diatas tersedia di pasaran, negara-negara maju menganjurkan
pemberian imunisasi rutin kepada bayi-bayi mereka. Sampai saat ini ada lebih dari 20 jenis vaksin untuk PD3I.
JENIS – JENIS VAKSIN
Ada berbagai jenis vaksin tersedia saat ini di pasaran.Vaksin ini diklasifikasikan menurut jenis antigen yang
terkandung didalamnya. Formulasi yang terkandung di dalam vaksin mempengaruhi cara pemakaiannya, cara
penyimpanan dan cara pemberian vaksin tersebut. vaksin-vaksin ini masuk kedalam 4 kategori jenis antigen.

hjj
1. Monovalen dan polivalen
Vaksin ada yang monovalen dan polivalen.
Vaksin monovalen berisi satu jenis strain atau
satu jenis antigen (contoh: vaksin campak),
sedangkan vaksin polivalen berisi dua atau lebih
strain /serotipe dari antigen yang sama
(contohnya : oral polio vaksin/OPV).
hjj
2. Vaksin Kombinasi
Sebagian dari antigen yang disebutkan diatas dapat
dikombinasikan menjadi satu sediaan suntikan untuk
mencegah beberapa jenis penyakit PD3I yang berbeda
(contohnya : vaksin DPT yang berisi 3 jenis antigen yaitu :
difteri, pertusis dan tetanus). Penggabungan beberapa
jenis antigen sangat bermanfaat untuk mengatasi
masalah logistik apabila vaksin ini dikemas dalam satu
kemasan satu jenis antigen saja dan untuk mengatasi
ketakutan anak-anak akan rasa sakit akibat suntikan
yang berulang-ulang.
a. Vaksin hidup yang dilemahkan
Vaksin hidup yang dilemahkan (LAV=Live Attenuated Vaccine) sudah
ada sejak tahun 1950. Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar
penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di
laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Vaksin
hidup attenuated bersifat labil dan mudah mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, oleh karenanya vaksin golongan ini harus
dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Mereka akan tumbuh dalam tubuh penerima vaksin tetapi tidak akan
menyebabkan sakithjj
atau hanya sakit ringan, karena sudah dilemahkan.

Dibawah ini adalah 5 jenis vaksin vaksin dengan teknologi vaksin hidup
yang dilemahkan yang telah direkomendasikan oleh WHO untuk
dipakai :

1. Vaksin tuberculosis (BCG)


2. Vaksin polio oral
3. Vaksin campak
4. Vaksin rotavirus
5. Vaksin demam kuning
b. Inaktivasi (antigen mati)
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam
media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia
(biasanya formalin) atau secara fisik. Mikroorganisme yang sudah mati ini tidak
dapat menyebabkan penyakit.
c. Subunit (antigen murni)

Vaksin subunit, seperti vaksin inaktivasi sel utuh, tidak mengandung komponen
patogen hidup. Berbeda dengan vaksin inaktivasi yang berisi sel utuh,vaksin subunit
hanya mengandung sebagian dari komponen patogen.

Bagian dari patogen ini dapat merangsang pembentukan respon kekebalan.


Untuk mendapatkan vaksin subunit, maka bagian mana dari patogen yang dapat
berfungsi sebagai antigen untuk merangsang respon kekebalan harus diteliti dengan
tepat untuk mendapatkan respon kekebalan melalui cara pemberian yang tepat pula.

Sering kali respon kekebalan dapat diperoleh tetapi tidak ada jaminan bahwa memori
kekebalan terbentuk dengan cara yang tepat dan benar.
a Vaksin subunit berbasis Protein.

Vaksin subunit yang berbasis protein, berisis protein spesifik yang diisolasi
dari patogen, dan tidak mengandung partikel dari virus. Kelemahan dari teknik
ini adalah apabila dilakukan denaturasi, maka protein ini dapat berikatan
dengan antibodi-antibodi lain tidak spesifik dengan antibodi terhadap protein
patogen.Vaksin subunit berbasis protein yang sering kali digunakan adalah
sbb :

Vaksin pertusis aseluler (aP) mengandung toksin (protein) pertusis yang


sudah diinaktivasi, dan mungkin juga mengandung satu atau lebih komponen
bakteri pertusis. Toksin pertusis didetoksifikasi dengan cara menggunakan
bahan kimia tertentu atau dengan teknik genetik molekuler.

Vaksin hepatitis B terdiri dari antigen permukaan dari virus hepatitis B


(antigen permukaan virus hepatitis B / HBsAg) , yaitu protein yang dibuat oleh
virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B generasi awal dibuat dengan cara
memurnikan plasma orang yang terinfeksi oleh virus hepatitis B
(pengidap/karier hepatitis B). Cara pembuatan vaksin hepatitis B dengan
plasma penderita, sekarang sudah diganti dengan teknologi rekombinan.
Teknologi rekombinan meningkatkan keamanan vaksin karena terhindar dari
kemungkinan kontaminasi plasma manusia.
b. Vaksin subunit berbasis Polisakarida

Jenis bakteri tertentu apabila menginfeksi seseorang kerap kali diproteksi oleh kapsul polisakarida (gula)
untuk bertahan dari sistem pertahanan tubuh seseorang, terutama pada bayi dan anak-anak.

Vaksin jenis polisakarida ini dapat merangsang respon kekebalan terhadap molekul dalam kapsul patogen.
Molekul ini sangat kecil dan sangat imunogenik. Oleh karena sifat-sifat molekul ini maka :

•Vaksin ini tidak efektif jika diberikan kepada bayi dan anak-anak (kurang dari 18–24 bulan).

•Vaksin jenis polisakarida ini hanya menimbulkan kekebalan jangka pendek (imun respon yang lambat,
peningkatan titer antibodi yang lambat dan tidak ada memori kekebalan).

Contoh vaksin polisakarida adalah vaksin untuk penyakit meningitis meningokokus yang disebabkan oleh
Niseria meningitidis group A, C, W135 dan Y, serta vaksin untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
pneumokokus.
c. Vaksin subunit berbasis Konjugasi

Vaksin subunit konjugasi merangsang terjadinya respons terhadap molekul kapsul


dari patogen. Jika dibandingkan dengan vaksin polisakarida murni, maka vaksin
dengan teknologi subunit konjugasi ini dapat mengikat polisakarida dengan protein
karierProtein karierProtein yang terikat dengan antigen yang lemah untuk
meningkatkan imunogenitas pada saat vaksin digunakan. dan dapat menimbulkan
respon kekebalan jangka panjang walaupun pada bayi.

Berbagai jenis protein karier dipakai dalam teknologi konjugasi ini antara lain
toksoid difteri dan toksoid tetanus. Dengan demikian vaksin subunit konjugasi ini
dapat melindungi populasi paling berisiko (bayi) dari infeksi bakteri, dimana vaksin
polisakarida murni tidak efektif atau memberikan perlindungan jangka pendek.

Ditemukannya vaksin subunit konjugasi menandai babak baru imunisasi terhadap


penyakit oleh bakteri berkapsul seperti meningokokus, Haemophilus influenzae
type b (Hib), dan pneumokokus.

WHO merekomendasikan pemberian vaksin konjugasi, Hib dan pneumokokus bagi


anak-anak. Sebagai tambahan, vaksin meningokukus A yang diintroduksi di Afrika
juga berupa vaksin subunit konjugasi.
d. Toksoid (toksin yang diinaktivasi)
Vaksin toksoid dibuat dari toksin(racun) yang dihasilkan oleh bakteri tertentu
(tetanus atau difteri) yang tidak berbahaya lagi, amun masih merangsang sistim imun
untuk melawan toksin tersebut. Toksin ini masuk dalam aliran darah dan
menyebabkan gejala penyakit.Toksin berbasis protein tidak berbahaya (toksoid) dan
digunakan sebagai antigen yang dapat merangsang kekebalan. Untuk meningkatkan
respon kekebalan, toksoid dilekatkan pada garam aluminium atau garam kalsium
yang berperan sebagai ajuvant.
hjj
Vaksin

.
01 02

03 04
THANK
YOU
Any Quetion ?
2019-12-12

Anda mungkin juga menyukai