Anda di halaman 1dari 45

LEUKIMIA

Dr. Mustarim,Sp.A.,
Leukemia : merupakan bentuk keganasan
hematologi yang sering didapatkan pada anak-
anak .
Dibagi dalam dua tipe utama yaitu : akut (yang
berkembang cepat dengan dominasi sel leukosit
imatur) dan kronis (berkembang lambat dan
didomunasi sel matur).
Leukemia akut dibagi dalam dua kelompok yaitu :
leukemia myeloid akut (LMA) dan leukemia
limfoblastik akut (LLA) ( nathanoski).
LLA merupakan jenis leukemia yang paling banyak
diderita anak-anak dengan insidens tertinggi pada
anak usia 3 sampai 5 tahun (4).
Lekemia akut memiliki angka kejadian 25-
35% dari semua keganasan pada anak.
Dan diantara kelompok ini LLA merupakan
80% dari keseluruhan .
LLA adalah penyakit keganasan dengan
karakteristik infiltrasi sumsum tulang
progresif dan organ limfatik oleh sel limfoid
imatur yang disebut limfoblast.
Sampai tahun 2001 di Indonesia terdapat 80
juta anak usia kurang dari 15 tahun.
Diestimasikan 2000 sampai 3000 LLA baru
tiap tahunnya. (sumadiono/seminar L).
Etiologi pasti lekemi sampai saat ini belum diketahui.
Lekemia terjadi secara multifaktorial yaitu faktor lingkungan
( radiasi, infeksi ) maupun konstitusional atau predisposisi
genetik.
Faktor yang diduga sebagai penyebab adalah virus
onkogenik ( meskipun belum dapat dibuktikan ) , bahan
kimia karsinogenik ( misal ; benzen, arsen, alkeran ),
radiasi serta faktor herediter yang akan menentukan
kepekaannya ( misal ; sindroma Down, anemia Fanconi ).
Pada 20% dewasa dan 5 % anak-anak LLA mempunyai
kelainan genetik yang disebut kromosom Philadelphia (Ph),
dan pada anak dengan kelainan tersebut akan mengalami
LLA berat. ( Bambang pmono/seminarL,nathanoski ) .
Deteksi dini dan terapi yang tepat dapat
menurunkan angka kematiannya.
Pada awal penyakitnya lekemia dapat
menyebabkan gejala non spesifik yang mirip
dengan infeksi virus.
Lekemia harus dicurigai bila didapatkan gejala
yang samar yang menetap[ disertai dengan bukti
perdarahan yang abnormal, nyeri pada tulang,
limfadenopati atau hepatosplenomegali ( Young )
Selanjutnya akan disajikan kasus seorang anak
perempuan dengan lekemia limfoblastik akut yang
mengalami sindroma vena cava superior.
PEMBAHASAN
LEKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
A. DEFINISI
LLA adalah penyakit keganasan dengan
karakteristik infiltrasi sumsum tulang
progresif dan organ limfatik oleh sel limfoid
imatur yang disebut limfoblast.sumadiono
B. INSIDEN
lekemia akut merupakan 25-35% dari semua
keganasan pada anak.. diantara kelompok ini LLA
merupakan 80% dari keseluruhan .
insidennya adalah 3,5 per 100.000 anak < 15
tahun8. Sedangkan puncak insiden LLA, yaitu 3-5
tahun dan menurun pada dewasa1.
Diestimasikan 2000 sampai 3000 LLA kasus baru
tiap tahunnya. (sumadiono/seminar L). LLA
terjadi sedikit lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. (Karen )
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel ganas LLA yaitu limfoblas yang berhenti
pada stadium awal perkembangan.
Ini disebabkan ekspresi abnormal dari gen yang
sering diakibatkan oleh translokasi kromosom. Sel-
sel limfoblas menggantikan elemen sumsum
tulang normal sehingga terjadi penurunan yang
nyata dalam sel-sel darah normal.
Akibatnya anemia, trombositopenia dan netropenia
muncul dlam derajat yang bervariasi.
Limfoblas juga berproliferasi di organ-organ diluar
sumsum tulang seperti hepar, lien dan kelenjar
limfonodi. ( Karen )
D. DIAGNOSIS
Penyakit leukemia dibedakan menjadi bentuk akut dan
kronik 1,2. Leukemia akut terdiri dari Leukemia Limfoblastik
akut dan Leukemia Myeloblastik akut 1.
Pada anak, leukemia sebagian besar (95%) ditemukan
sebagai bentuk akut, dan sisanya (5%) dalam bentuk
kronik2.C
Kadang-kadang diagnosis LLA menjadi sulit dan terlambat.
Hal ini karena gejala awalnya yang tidak spesifik dan dapat
mirip dengan infeksi virus, seperti kehilangan nafsu makan
dan demam tidak tinggi. Gejala yang harus cepat
dipertimbangkan adalah adanya kepucatan, ptekie atau
ekimosis, nyeri pada tulang dan berat badan menurun
secara nyata.
(young)
Pemeriksaan fisik bisa saja tidak ada
kelainan, tetapi adanya limfadenopati atau
hepatosplenomegali harus meningkatkan
kecurigaan terhadap lekemia.
Pembesaran kelenjar limfe dapat saja
normal pada anak-anak, namun
hepatosplenomegali selalu merupakan
temuan yang abnormal. (young )
Pendekatan yang bijaksana terhadap
temuan tersebut dilengkapi dengan
pemeriksaan laboratorium darah rutin,
dengan hitung jenis dan hitung retikulosit.
Ditemukannya sel blast pada preparat darah
tepi mengindikasikan lekemia.
Namun kadang sel ini tidak ditemukan.
Temuan anemia terutama yang disertai
dengan retikulositopeni atau MCV yang
tinggi, trombositopeni, lekopeni atau
lekositosis maka kecurigaan terhadap
lekemi sangat tinggi. (young )
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan : D9,Karen
a. Akibat infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang
atau organ lain
Nyeri pada tulang karena adanya infiltrasi pada
subperiosteal, ekspansi sumsum tulang dan resorpsi
tulang
Sakit kepala, mual, muntah, papil edema, kelumpuhan
saraf kranial, kejang dan koma yang disebabkan infiltrasi
sel leukemia pada SSP
Nyeri abdomen yang disebabkan oleh lemfadenopati
generalisata, hepatomegali, splenomegali karen infiltrasi
sel leukemia. Karena pembesarannya kadang
menimbulkan sesak ketika bernafas.
Akibat lekostasis menyebabkan distress respirasi dan
penurunan kesadaran karena banyaknya sel-sel
limfoblas terdapat di sirkulasi perifer.
b. Akibat depresi sumsum tulang :
penderita tampak pucat, malaise, mudah lelah,
pusing,palpitasi akibat anemia
infeksi akibat neutropenia, dan panas karena
infeksi tersebut atau metabolisme sel neoplastik
Perdarahan spontan dapat berupa : petekie,
ekimosis, perdarahan gusi, epistkasis akibat
trombositopenia
10% penderita LLA mengalami PIM
( Perdarahan Intravaskuler Menyeluruh ) yang
terjadi akibat sepsis
c. Proliferasi abnormal dan metabolisme sel
leukemia
akan mengakibatkan hyperuricemia dan
gangguan metabolik yang lain
2. Pemeriksaan Penunjang :
Darah rutin dan hitung jenis
Anemia, trombositopeni, lekositosis atau lekopeni,
netropeni
Protrombin time, PTT, fibrinogen, FDP abnormal
Preparat darah tepi
Anemia normokromik normositik, anisositosis, dan
poikilositosis. Gambaran hipokromasi dapat dijumpai
akibat perdarahan.
Granulositopeni biasanya berat, meskipun hitung lekosit
bisa rendah, normal atau tinggi sampai 200.000/mm3.
Trombositopeni hampir selalu didapatkan, pada
umumnya kurang dari 50.000/mm3.
Gambaran berbagai variasi sel blas.
Profil kimia :
LDH dan asam urat meningkat
Tes fungsi hepar, BUN dan kreatinin diperlukan untuk memulai terapi
Kultur
Bila dicurigai ada infeksi
X foto thorax
Untuk melihat adanya pneumonia dan massa mediastinum
Foto tulang
Untuk mengetahui adanya proses litik pada tulang (LA6, LA9).
Pungsi lumbal
Melihat adanya sel lekemi pada cairan serebrospinal, diagnosis
lekemia serebral ditegakkan jika terdapat limfoblas lebih 5 sel.(LA6,
LA9)
ECG
Melihat adanya komplikasi kemoterapi ( beberapa agent bersifat
kardiotoksik
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi
Menegakkan diagnosis pasti LLA
Pengecatan denga Giemsa atau Wright untuk melihat
morfologi
Pengecatan dengan mieloperoksidase atau sudan
black dan TdT ( terminal deoksinukleotidil transferase )
hasil negatif dengan mieloperoksidase menunjukkan
LLA, namun LMA dapat juga menunjukan hasil negatif
sehingga harus dilakukan flow cytometri
Sitogenetik dan flow cytometri untuk melihat
translokasi t(22;9) (kromosom Philadelphia ) atau
pada t(4;11), t(2;8) , t(8;14)
Selain untuk diagnosis juga untuk memantau sisa sel
lekemi, dan prognosis. Adanya kromosom Ph+
prognosis jelek, hiperdiploidi pada LLA prognosis baik
(LA6).
PENGELOLAAN
Pengelolaan penderita LLA meliputi :
1. Terapi kausatif
Kemoterapi antilekemia tidak boleh ditunda, setelah problem klinis
penting seperti perdarahan, ketidakseimbangan metabolik,
komplikasi dan infiltrasi sel lekemia ke organ-organ telah terkontrol.
(D3)
Sebelum mengawali terapi, penderita harus ditentukan dulu sebagai
resiko standar atau resiko tinggi dengan kriteria : (D22)
Resiko standard, bila tidak ada tanda/gejala seperti pada resiko
tinggi.
Resiko tinggi :
- pada saat diagnosis : - usia < 1 tahun atau > 10 tahun
- sel lekosit > 50.000 X 109/L
- sel blas lebih dari 1000/mm3 pada darah tepi setelah 1 minggu
pengobatan
dengan monoterapi.
Tujuan terapi LLA adalah untuk eradikasi invasi sel
lekemia beserta progenitornya dan memelihara
ekspresi progenitor normal. (WK) Selanjutnya
diharapkan adanya perbaikan insufisiensi
hemopoetik yang terjadi pada fase akut. Dalam hal
ini diusahakan remisi komplit, yaitu suatu situasi
yang tidak lagi dapat ditemukan sel-sel lekemia
dalam aspirat sumsum tulang atau dalam material
biopsi sumsum tulang pada pemeriksaan
mikroskopik.(D20) Diharapkan tercapai long-term
disease free survival pada penderita LLA yang
memperoleh serangkaian terapi sitostatika.(D21)
Terapi dibagi menjadi 4 tahap yaitu : induksi remisi
,intensif, pengelolaan SSP, dan terapi lanjutan .
(WK).
2. Terapi suportif
Perawatan terhadap bekas tindakan invasif seperti tusukan jarum
untuk pengambilan darah, pemasangan infus seharusnya dilakukan
dengan lebih seksama dan diberi salep antibiotika.
Penderita dengan penyakit keganasan yang telah mengalami infiltrasi
atau metastasis sel-sel ganas dalam sumsum tulangnya dan
mendesak sistem hematopoeiesis yang normal,seperti pada lekemia
atau beberapa jenis tumor ganas padat,umumnya akan menderita
anemia,demam karena granulositopenia atau pun perdarahan akibat
trombositopenia pada saat diagnosis ditegakkan. Selain itu
pengobatan yang intensif dengan sitostatika kombinasi dan atau
radiasi akan menambah berat keadaan pansitopenia,sehingga
memerlukan dukungan transfusi dengan komponen darah yang
diperlukan sejak awal maupun selama pengobatan berlangsung.( 23)
Anemia yang umumnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit keganasan disebabkan oleh
produksi sel darah merah yang berkurang atau
aplasia yang disebabkan adanya pendesakan
sumsum tulang oleh metastasis sel-sel ganas
ataupun karena penekanan oleh sitostatika yang
umumnya bersifat sementara. Selain itu anemia
dapat pula disebabkan karena nutrisi yang sangat
terbatas, adanya inhibitor imunologik yang khas
(spesifik) terhadap eritropoiesis serta karena
perdarahan akibat trombositopenia.(23)
Produksi trombosit yang berkurang pada penyakit
keganasan misalnya lekemia paling sering dijumpai dan
disebabkan oleh penurunan jumlah megakariosit dalam
sumsum tulang akibat pendesakan oleh sel-sel ganas,
kegagalan sumsum tulang (aplasia) dapat diakibatkan
karena imunoterapi dan Pembekuan intravaskuler
menyeluruh (PIM).(23,24)
Indikasi transfusi suspensi sel darah merah pada penderita
keganasan yaitu bila anemia diperkirakan mengganggu
oksigenasi jaringan , dapat pula pada beberapa keadaan
klinik yang memerlukan terapi suportif seperti penderita
yang sedang dalam kemoterapi yang agresif dan intensif
dan diperkirakan akan mengalami aplasia sumsum tulang
untuk beberapa waktu.(23)
Dosis dan cara pemberian transfusi suspensi sel darah merah
biasanya disesuaikan dengan kadar hemoglobin awal seperti pada
tabel dibawah (23)

Hb penderita (g/dl) Jumlah suspensi SDM yang diberi-kan dalam 3-4 jam

7 – 10 10 ml/kgBB

5–7 5 ml/kgBB*

< 5,tanpa payah jantung 3 ml/kgBB*

< 5, dg kemungkinan payah jantung 3 ml/kgBB + furosemide

< 5,dengan payah jantung Transfusi tukar parsial atau lengkap

Keterangan : * dosis yang sama dapat diberikan lagi dengan interval 6-12 jam.
Transfusi suspensi trombosit mutlak diperlukan oleh
penderita dengan lekemia akut, khususnya yang sedang
mendapat kemoterapi, yang mengalami trombositopenia
berat (jumlah trombosit < 20.000/l) dengan atau tanpa
perdarahan di kulit, mukosa atau alat dalam.(1) Jumlah
trombosit yang diperlukan, bila menggunakan luas
permukaan badan, dalam waktu 1 jam setelah transfusi 1
unit akan meningkatkan trombosit sebanyak 10.000/m2.
(25) Pemberian Faktor koagulasi pada PIM berat dapat
secara efektif mengganti dan memperbaiki hemostasis. Bila
masalah utamanya adalah trombositopenia, pemberian
trombosit konsentrat dapat secara efektif tidak hanya
mningkatkan jumlah trombosit tetapi juga menambah faktor
V.(24)
Pada kasus ini,selama dirawat penderita
mendapat beberapa kali transfusi Packed
Cell (PC) dan Trombosit Concentrat (TC)
untuk mengatasi anemia dan
trombositopenianya dengan jumlah yang
sesuai. Namun pada perjalanan penyakitnya
penderita ini mengalami penurunan kadar
Hb dan trombosit yang begitu cepat.Hal ini
disebabkan selain oleh karena proses
penyakitnya serta akibat kemoterapinya
kemungkinan juga karena proses reaksi
transfusinya.
Trombosit pekat selain berisi trombosit juga
mengandung beberapa lekosit, sel darah merah
dan plasma. Penderita yang membutuhkan
transfusi trombosit berulang-ulang sebaiknyai set
transfusi ditambah filter yang dapat mengurangi
jumlah lekosit agar dapat dihindari reaksi
aloimunisasi dan pengulangan transfusi trombosit
(platelets refractoriness) dapat juga diberikan
trombosit yang telah diiradiasi.(25,26) Sayangnya
pada penderita ini transfusi trombosit tidak selalu
menggunakan filter khusus dan trombosit yang
akan diberikan tidak diiradiasi terlebih dahulu
karena faktor biaya dan fasilitas yang kurang.
Pemantauan diuresis tidak dilakukan pada penderita ini, padahal
pengawasan akan kecukupan hidrasi sangat diperlukan, apalagi
penderita ini mengalami panas badan yang terus menerus yang tentu
saja kebutuhan akan cairanpun meningkat sesuai kenaikan suhunya.
Pada kasus ini diagnosis LLA didasarkan pada riwayat adanya panas
yang tidak tinggi dan berlangsung selama 2 minggu dengan sebab
yang tidak jelas, dan pucat. Anak juga merasa lemah, nyeri
kepala/pusing. Dikeluhkan juga adanya benjolan pada perut yang
makin lama makin besar yang merupakan manifestasi dari
organomegali yaitu hepatosplenomegali. Tdiak didapatkan informasi
lain seperti anoreksi, nyeri sendi dan manifestasi perdarahan serta
riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti ini. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pucat, hepatosplenomegali,
limfadenopati multipel. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan
anemia, hiperleositosis, trombositopenia dan dari preparat darah apus
ditemukan gambaran dominasi seri limfosit dengan limfoblas lebih dari
50%.
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang
merupakan pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis pasti belum sempat dilakukan, karena
pada hari I orang tua belum setuju dan penderita
dalam perjalanan penyaktinya mengalami
perburukan. Pemeriksaan x foto jantung
diakatakan cenderung membesar dan paru dalam
batas normal serta tidak didapatkan massa
mediastinum. Saat post mortem dilakukan pungsi
lumbal untuk mengetahui apakah terjadi leukemia
otak dan dari hasil pemeriksaan tersebut tidak
dijumpai sel limfoblast atau sel ganas pada cairan
serebrospinal.
HIPERLEKOSITOSIS
Yaitu bila jumlah leukosit pada sirkulasi
perifer > 100.000/l, yang terjadi pada 9%
sampai 13% anak dengan LLA dan 5 %
sampai 22% pada leukemia non limfoblastik
akut. Keadaan hiperleukositosis dapat
menyebabkan kematian karena perdarahan
SSP atau trombosis, lekostasis pulmoner
dan gangguan metabolik akibat tumor lisis
sindrom. Resiko kematian akan meningkat
jika leukosit > 300.000/l.C 7,9,15
Endapan sel leukemia akan mengganggu
rheology dan menyumbat aliran darah pada
pembuluh darah kecil sehingga
mengakibatkan gangguan berupa
perdarahan SSP, keluhan sakit kepala,
gangguan mental, juga menyebabkan
sumbatan alveoli kapiler di paru dan
menyebabkan gagal napas. Manifestasi
klinis lekostasis yang nyata adalah papil
edema dan perdarahan retina.16
Keadaan hiperleukositosis akan
menyebabkan 3 sindrom yang berbeda10 :
a. Sindrom hiperviskositas
Diketahui bahwa peningkatan cytokrit akan
meningkatkan vsikositas. Pada peningkatan
eritrokit, viskositas akan meningkat secara linear,
tetapi pada peningkatan lekokrit > 20% maka
viskositas akan sangat meningkat (Litchman and
Kearney. J.Clin.Invest. 1973.52:350). Peningkatan
viskositas tersebut akan menyebabkan mudah
terjadinya agregasi sel blast dan menyebabkan
terbentuknya trombus dalam mikrosirkulasi. Gejala
yang timbul adalah gejala neurologi seperti :
penuruann kesadaran, delirium, pusing, tinitus,
ataksia, gangguan penglihatan, papil edema dan
perdarahan intrakranial.
b. Lekostasis dan pembentukkan trombus
Leukosit memiliki inti yang tidak mudah berubah
bentuk. Terlebih pada lekosit muda, intinya lebih
besar dan tidak mudah berubah bentuk
dibandingkan eritrosit. Sehingga pada saat melalui
mikrosirkulasi akan menyebabkan oklusi dan
stasis yang disebut dengan keadaan
lekostasis.Yang dapat menyebabkan hipoksia,
perdarahan dan infark pada jaringan atau organ
yang terlibat. Yang tersering adalah paru dan
SSP. Gejala yag dapat dilihat adalah : gangguan
mental, perdarahan retina, parestesia, pusing,
nyeri dada, sesak, hipoksia, edema pulmoner,
sampai menyebbakan kematian.
c. Tumor lisis sindrom
Dapat terjadi jika sejumlah besar sel hancur
sehingga kandungan intra sel akan keluar.
Sering dijumpai pada LLA karena
merupakan kombinasi jumlah sel yang besar
dan sesitifitasnya terhadap kemoterapi.
Ditandai dengan keadaan hiperuricemia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipocalcemia,
terbentuk kristal batu urat dan dapat
menyebabkan gagal ginjal serta disaritmia
jantung.
Penderita yang mengalami keadaan ini harus
mendapatkan hidrasi yang baik dan jika perlu
diberikan lasix untuk mencegah overload cairan.
Cairan yang dipilih adalah cairan hipotonik. USG
dikerjakan untuk menyingkirkan uropati obstruktif.
Pemberian allopurinol menormalkan asam urat
serum dan alkalinisasi pH dengan bicarbonat
intravena. Yang juga penting adalah monitoring
terhadap elektrolit, asamurat, ureum,kreatinin
,fosfor tiap 6 sampai 12 jam serta diuresis dan
balans cairan . Bahkan jika perlu dapat dilakukan
hemodialisis jika abnormalitas metabolik tak dapat
dikoreksi dengan cara biasa. (oscar )
Secara singkat dapat dilihat bagan pengelolaan
hiperleukositosis di subbagian hematologi IKA
RSUP Dr. Kariadi sbb:
Hiperleukositosis (leukosit > 100.000/l

Hidrasi Alkalinisasi Allupurinol


3000/m2/24 jam NaHCO3 50-100 mEq/L 10 mg/BB/hari

Monitoring : elektrolit (K,Na,Phosphat,Ca),


imbang cairan, diuresis, ph urin, ureum, kreatinin,
asam urat (tiap 6 jam), jumlah leukosit, Hb,Ht, LED
Diharapkan hasil : penurunan jumlah leukosit,
viskositas darah normal, pH urin 7,0 – 7,5,
elektrolit normal, selanjutnya kemoterapi
SINDROMA VENA CAVA SUPERIOR
Sindroma Vena Cava Superior ( SVCS )
adalah kumpulan gejala yang disebabkan
obstruksi aliran darah dalam vena cava
superior menuju atrium kanan. Ini
merupakan keadaan kegawatdaruratan dan
kebanyakan disebabkan proses keganasan
termasuk LLA. (andre, NCI ). Terjadi pada
12 % penderita dengan tumor mediastinum.
Penyebab terbanyak pada anak-anak
adalah Limfoma Maligna Non Hodgkin
(NCI )
Patofisologi :
Vena cava superior adalah pembuluh darah balik utama
yang menerima darah dari kepala , leher, anggota gerak
atas dan thorax atas. Terletak di begian tengah
mediastinum dan dikelilingi oleh sternum, trachea, bronkus
utama kanan, aorta dam srteri pulmonalis serta kelenjar
limfonodi perihiler dan paratrakheal. Berjalan kekaudal
sepanjang 6-8 cm masuk ke atrium kanan, berada di
anterior cabang utama bronkus kanan. Mempunyai struktur
dinding pembuluh darah yang tipis dan tekanannya rendah.
Obstruksi pada vena cava superior disebabkan invasi
neoplastik yang mengakibatkan kompresi ektrinsik pada
pembuluh darah atau akibat thrombosis intravaskuler.
(andre ,NCI)
Gejala dan tanda :
Pada awalnya seringkali asimtomatik. Kemudian
dapat timbul gejala kepala terasa penuh, sembab
pada wajah dan lengan, nyeri dada, disfagi,
orthopneu, mata kabur, serak, stridor, hidung
tersumbat, batuk-batuk, nausea dan sakit kepala
ringan. Gejala lain seperti bingung, kecemasan,
letargi, rasa penuh dalam telinga atau sinkope.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan distensi
pembiuh darah leher, edema muka dan
ekstremitas atas, perubahan status mental,
pletora, sianosis, papil edema, stupor sampai
koma. (andre,NCI )
Diagnosis :
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
juga memerlukan pemeriksaan penunjang, yaitu :
x foto thorak untuk melihat adanya massa
mediastinum dan temuan lain seperti efusi pleura,
kolaps lobus paru atau kardiomegali, CT scan
untuk mengetahui lokasi obstruksi, limfonodi
mediastinum yang terlibat. Jika memungkinkan
dilakukan bronkoskopi , biopsy kelenjar limfe yang
membesar dan “fine needle biopsy” limfonodi
mediastinum.
Pengelolaan :
Pengelolaan SVCS adalah bertujuan
mengurangi gejala dan pengobatan
terhadap penyakit yang mendasarinya.
Sedangkan terapi terhadap kegawatan yaitu
bila terjadi edema otak, penuruna cardiac
output dalam bentuk hipotensi atau bahkan
syok , edema jalan nafas atas.
Kortikosteroid dan diuretik sering digunakan
untuk mengurangi edema otak maupun
edema laring. Dapat diberikan prednison 10
mg/m2 , 4 kali sehari.
Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium sejak masuk
sampai meninggal jumlah leukosit selalu > 100.000/l.
Padad hari I dijumpai leuksoti mencapai 553.000/l dan
dalam perjalanannya pernah mencapai 608.000/l,
mesipun pernah turun menjadi 395.000/l. Hal ini
menunjukkan bawha hidrasi yang dilakukan untuk
mengatasi hyperlekositosis yang terjadi tidak berhasil.
Sehingga pasien kemungkinan mengalami lekostasis yang
mengenai organ SSP dan paru. Dijumpai keluhan nyeri
kepala, muntah dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik dari fundoskopi ditemukan perdarahan
retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan
intra kranial dan manifestasi klinis lekostasis pada SSP.
Pasien diduga mengalami lekostasis pulmoner dengan
manifestasi sesak napas bahkan gagal napas dengan hasil
BGA didapatkan hipoksemia berat dan ARDS
Berdasarkan kriteria tersebut, penderita ini pada
saat perawatan pertama di RSDK termasuk
kelompok risiko tinggi dan dikelola sesuai kriteria
tersebut dengan protokol Wijaya Kusuma-ALL-
2000 HR, yang dibagi menjadi 4 komponen :
induksi remisi,intensifikasi,pengobatan susunan
saraf pusat, dan pengobatan lanjutan.(D22)
Regimen induksi saat ini terdiri dari Metotrexat
Intra tekal, Vincistin IV, Danorubicine IV,
Dexametasone P.O dan L- asparaginase IV.
Secara klinis reduksi sel-sel saat awal secara
cepat dapat meningkatkan free-survival.
Pengobatan susunan saraf pusat saat awal
merupakan komponen dari pengobatan induksi
secara keseluruhan.
Pada fase lanjutan penderita ini diberikan Injeksi
Vincristine 1,4 mg/m2, dexamethasone 6
mg/kgBB dan untuk memberantas sel leukemia di
susunan saraf pusat diberikan injeksi methotrexate
intratekal dengan dosis 12 mg. Akan tetapi pada
perjalanan penyakitnya, setelah pemberian
sitostatika metotrexat intra tekal dan vinkristin
intra vena penderita panas dengan suhu rata-rata
38,5C dengan hitung netrophil absolut
<500/mm3. Penderita dirawat di ruang isolasi.
Hasil pemeriksaan darah rutin ulang paska
pemberian sitostatika metotrexat intra tekal dan
vinkristin intra vena adalah; Hb = 7,7; ANC = 100 ;
trombosit = 9.000/mm3, dan lekosit turun menjadi
4.600/mm3.
LIMFADENOPATI ( richard )
Kebanyakan limfadenopati pada anak-anak
disebabkan infeksi virus atau bakteri.
Limfadenopati dapat disebabkan karena
peningkatan limfosit normal dan makrofag selama
respon terhadap antigen ( misalnya infeksi virus ),
infiltrasi sel-sel inflamasi sebagai respon terhadap
infeksi di limfonodi itu sendiri ( misal limfadenitis ),
proliferasi limfosit neoplasma atau makrofag
( misal limfoma ). Karena diagnosis bandingnya
sangat luas, untuk menentukan penyebabnya,
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
cermat sangat diperlukan.
Adanya eritem, rasa sakit, teraba panas dan fluktuasi
menunjukkan suatu limfadenitis. Meskipun tidak spesifik
adanya penyatuan beberapa kelenjar, berbatas tegas, tidak
sakit dan tidak mobile meningkatkan resiko keganasan.
Pada limfadenopati sebagai akibat dari keganasan, dapat
ditemukan gejala yang lain seperti nafsu makan berkurang,
demam yang tak jelas, rasa sakit yang tidak spesifik,
menurunnya berat badan dan keringat pada malam hari.
Limfadenopati yang cukup luas didapatkan pada 70%
penderita LLA dan 30% dengan LMA. Pada limfoma
biasanya limfadenopati bersifat regional . Sampai usia 6
tahun penyebab keganasan yang menunjukkan
limfadenopati di leher dan kepala adalah neuroblastoma,
lekemia dan limfoma non hodgkin.
3. Penyebab kematian
Permasalahan pada penderita ini adalah febril
netropeni yang kemungkinan terjadi akibat dari
proses lekemia maupun sitostatika yang
didapatkannya. Berdasarkan analisa, maka
kemungkinan penyebab kematian pada penderita
ini karena infeksi yang mungkin sudah menjadi
sepsis yang menyebabkan keadaan hipoksia dan
akhirnya meninggal, tetapi masih mungkin juga
keadaan trombositopeni yang terjadi
menyebabkan perdarahan termasuk pada serebral
sehingga menyebabkan hipoksia dan dapat
langsung menyebabkan gagal kardiorespirasi
kemudian meninggal.

Anda mungkin juga menyukai