Anda di halaman 1dari 35

TOILET TRAINING

Fany Anitarini
TOILET TRAINING PADA USIA TODDLER

 Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih


anak agar mampu mengontrol dalam melakukan
buang air kecil dan buang air besar. Seperti halnya
pada usia toddler, kemampuan sfingter uretra untuk
mengontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani
untuk mengontrol rasa ingin defekasipun mulai
berkembang. Dimana  seiring kemampuan anak yang
telah mampu untuk berjalan yaitu antara usia 18 – 24
bulan. Namun kesiapan fisik, psikologi, dan
intelektual, itu semua sangat berpengaruh pada
sukses tidaknya toilet training.
 Beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan
seperti kesiapan fisik, emosional dan verbal.
Kesiapan fisik anak akan mulai menunjukkan
kontrol berkemih dan defekasi. Kesiapan
emosional anak akan menunjukkan rasa
percaya diri atau rasa ketakutan, karena toilet
training merupakan hal baru yang akan ia
pelajari. Kesiapan verbal anak harus mampu
mengkomunikasikan keinginan berkemih dan
defekasi, mampu mengikuti perintah
sederhana serta mampu memahami beberapa
kata yang digunakan dalam penggunaan toilet
training (Indriasari & Putri, 2018).
KARAKTERISTIK ANAK USIA TODDLER
 Kehidupan anak berpusat pada kesenangannya (selama
perkembangan otot sfingter ). Contoh : menahan dan
bermain-main dengan fesesnya.
 Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya
sendiri dengan menggunakan kemampuan yang sudah
mereka miliki. Contoh : berjinjit, berjalan, memanjat, dan
memilih mainan atau barang yang diinginkannya.
 Bersifat egosentris.
 Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air
kecil (toilet training).
 Menyusun/menumpuk kotak.
 Menyusun kata-kata.
 Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-
orang yang lebih besar.
 Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari
adanya lingkungan lain diluar dikeluarganya.
 Cara latihan toilet training Menurut
(Maidartati, 2018) pada anak toddler
merupakan suatu hal yang harus dilakukan
pada orang tua anak, mengingat dengan
latihan itu di harapkan anak mempunyai
kemampuan sendiri dalam melaksanakan
buang air kecil dan buang air besar tanpa
merasakan ketakutan atau kecemasan
sehingga anak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sesuai
tumbuh kembang anak.

 Dalam melatih anak untuk buang air besar


dan buang airkecil, di antaranya
1. TEKHNIK LISAN

 Merupakan usaha untuk melatih anak


dengan cara memberikan instruksi pada
anak dengan kata-kata, yaitu sebelum dan
sesudah buang air kecil dan besar. Cara ini
kadang-kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan pada orang tua, akan tetapi
apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar, dimana
dengan lisan ini persiapan psikologis pada
anak akan semakin matang dan akhirnya
anak akan mampu dengan baik dalam
melaksanakan buang air kecil dan buang air
besar.
2. TEKHNIK MODELLING

 Merupakan usaha untuk melatih anak dalam


melakukan buang air besar dan buang air
kecil dengan cara meniru dengan
memberikannya contoh terlebih dahulu,
ataupun bisa dengan membiasakan buang
air kecil dan besar secara benar.
3. DTT (DISCRETE TRIAL TRAINING)
 Prinsip metode DTT menggunakan stimulus
untuk memicu respon. Stimulus diberikan
kepada anak sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya untuk memicu munculnya
respon positif. Respon positif ini berupa
perilaku mengikuti instruksi, berusaha pergi
ke toilet ketika akan BAK, upaya bantu diri
dalam perilaku BAK di toilet, dan upaya
mengkomunikasikan keinginan BAK baik
secara verbal maupun nonverbal. Metode
DTT banyak digunakan pada pembelajaran
untuk anak autistik.
4. TEKNIK ORAL
 Memberikan pengetahuan dengan
penyuluhan pada ibu meliputi kesiapan
balita, usia balita, dan metode yang tepat
untuk pelaksanaan toilet training serta
melakukan pelatihan seperti menggunakan
pispot yang memberikan perasaan aman
pada anak. Apabila pispot tidak tersedia,
anak dapat duduk atau jongkok di atas toilet
dengan bantuan. Perkuat toilet training
dengan memotivasi anak untuk duduk pada
pispot atau closed duduk dan jongkok dalam
jangka waktu 5 sampai 10 menit
5. METODE BAZELTON
 Strategi ini didasarkan pada pedoman
“pasif”, di samping kematangan fisiologis
anak, pelatihan harus ditunda sampai anak
menunjukkan minat dan kemampuan
psikososial untuk memulai pelatihan. Strategi
ini dirancang untuk meminimalkan konflik
dan kecemasan anak serta menekankan
pentingnya fleksibilitas. Pelatihan harus
dilakukan dengan cara yang relatif lembut
dan dengan keyakinan bahwa anak akan
belajar pergi ke kamar mandi sendirian, pada
waktu yang tepat.
6. METODE PELATIHAN ELIMINASI
DINI
 Metode ini kurang dikenal dalam masyarakat.
Metode ini dimulai selama minggu-minggu
pertama kehidupan, menggunakan strategi
pengamatan tanda-tanda eliminasi yang
berasal dari bayi. Setelah tanda-tanda ini
dikenali oleh ibu (atau pengasuh), bayi
diletakkan diatas pispot, sementara bayi
dipegang oleh ibu/pengasuh.
METODE SPOCK
 Metode ini muncul sebelum metode
Bazelton. Metode ini menggunakan strategi
dengan tidak memaksa anak dalam
melakukan toilet training
HAL-HAL YANG DI PERHATIKAN
DALAM LATIHAN TOILET TRAINING

 Mengajari anak menggunakan toilet adalah sebuah proses yang


membutuhkan kesabaran, pengertian, kasih sayang dan
persiapan. Mengajari cara buang air paling mudah adalah
ketika anak sudah merasa siap melaksanakan tahapan ini dan
dia mau bekerja sama
 Belajar menggunakan toilet tidak bisa dilakukan sampai anak
mampu dan ingin. Anak harus belajar mengenali kebutuhan
tersebut, belajar menahan air besar atau kecil sampai dia
berada di toilet, dan kemudian melepaskannya.
 Perilaku ibu dalam penerapan toilet training adalah ketika anak
sudah mampu melakukan toilet training dengan benar ibu
memberikan imbalan. Imbalan tersebut sebagai konsekuensi
dan penguatan atas perilaku positif anak dalam penerapan toilet
training
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Siapkan orang tua untuk perubahan perilaku
yang diperkirakan dari toddler, khususnya
negativisme dan ritualisme.
 Kaji kebiasaan makan saat ini dan dorong
penyapihan bertahap dari botol dan
peningkatan masukan makanan padat.
 Tekankan perubahan pola makan yang
diperkirakan dari anoreksia fisiologis.
 Kaji pola tidur di malam hari, terutama
kabiasaan sebelum tidur yang dapat
menunda-nunda waktu tidur.
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Siapkan orang tua terhadap potensial bahaya
dirumah.
 Diskusikan kebutuhan untuk disiplin yang
keras tapi lembut dan cara untuk
menghadapi negativisme, tekankan
keuntungan positif dari disiplin yang tepat.
 Tekankan pentingnya perpisahan singkat
yang periodik baik bagi anak dan orang tua.
 Diskusikan mainan baru yang menggunakan
pengembangan motorik kasar dan halus,
bahasa, kognitif dan keterampilan sosial.
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Diskusikan tanda-tanda kesiapan untuk
latihan toileting, tekankan pentingnya
menunggu kesiapan fisik dan psikologis.
 Diskusikan perkembangan rasa takut ,
tekankan normalitas dan perilaku yang
bersifat sementara ini.
 Siapkan orang tua untuk menghadapi tanda-
tanda mempengarui dikala stres.
 Kaji kemampuan anak untuk berpisah
dengan mudah dari orang tua untuk periode
singkat dalam situasi yang dikenal.
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Berikan kesempatan pada orang tua untuk
mengekspresikan perasaan aneh, frustasi
dan kejengkelan sadari bahwa seringkali sulit
untuk menyayangi toddler pada saat mereka
tidak tidur.
 Tunjukkan beberapa perubahan yang
diperkirakan pada tahun berikutnya, seperti
lapang perhatian memanjang, negativisme
berkurang dan meningkatnya perhatian
untuk menyenangkan orang lain.
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Diskusikan pentingnya imitasi dan peniruan
domestik serta kebutuhan untuk
menyertakan anak di dalam aktivitas.
 Diskusikan pendek ke arah latihan toileting.

 Tekankan keunikan proses berpikir toddler,


khususnya melalui penggunaan bahasa
mereka, pemahaman yang buruk tentang
waktu, hubungan sebab akibat dalam hal
kedekatan peristiwa dan ketidakmampuan
untuk melihat kejadian dari sudut pandang
orang lain.
PEDOMAN ORANG TUA SELAMA USIA
TODDLER ( 1-3 TAHUN)
 Tekankan bahwa disiplin masih harus
dibentuk dam dikonkritkan dan bahwa
kepercayaan pada semata-mata alasan
verbal dan penjelasan menimbulkan
kebingungan, kesalahpahaman dan bahkan
cidera.
 Diskusikan penyelidikan dan prasekolah atau
pusat perawatan sehari terhadap pencapaian
tahun kedua.
FAKTOR PENDUKUNG TOILET
TRAINING
1.Peragakan cara penggunaan toilet.
Kemudian anak dibiasakan duduk di toilet
dengan menggunakan popok saat akan BAB
dan BAK. Sehingga setelah tiba waktunya
untuk menggunakan toilet, anak sudah
mengenal toilet dan cukup paham
mengenai cara penggunaannya.
2. Sesuaikan ukuran toilet.
Ukuran toilet yang biasanya ada di rumah dan
tempat-tempat lain adalah ukuran yang
disesuaikan berdasarkan tinggi dan berat
badan orang dewasa. Maka ada
kecenderungan bahwa toilet berukuran jauh
lebih besar dari yang dibutuhkan anak. Untuk
mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan
meletakkan penyangga, kursi toilet, maupun
mengganti dudukan toilet menjadi ukuran
yang sesuai dengan anak.
3. Gunakan kursi toilet.
Kursi atau bangku toilet digunakan sebagai
panjatan anak menuju toilet yang tinggi dan
sebagai pijakan saat duduk di toilet. Hal ini
menjaga keamanan anak jika sedang tidak
diawasi dan perasaan mengendalikan diri
sendiri yang dimiliki seorang anak.
4. Jaga kebersihan
Untuk menjaga keseimbangannya saat BAB
dan BAK, ada kemungkinan seorang anak akan
menggunakan tangannya sebagai tumpuan
pada toilet. Maka dalam hal ini, toilet harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan
menggunakan antikuman. Selain itu anak
harus dibiasakan untuk mencuci tangan dan
berdiri dengan pijakan bangku.
5. Jangan paksakan pelatihan pada anak jika
anak belum siap atau masih ketakutan
menghadapi toilet. Hal ini akan berakibat pada
tidak optimalnya perlatihan toilet tersebut.
Pada keadaan ini, gunakan toilet mini sebagai
alternatif pilihan.
CARA TOILET TRAINING
1. Contohkan aktivitas bertoilet.
Sebelum melepas popok sekali pakai, contohkan kepada
anak tentang aktivitas bertoilet, baik itu pipis, buang air
besar, mandi juga cuci kaki dan tangan. Tujuannya supaya
anak memahami kalau mau bersih-bersih tubuh tempatnya
adalah toilet. Pemahaman ini sangat baik untuk melatihnya
melakukan toilet training.
2. Minta anak memberi tahu jika mau buang air kecil
atau besar.
Meski kemampuan bicaranya masih terbatas, namun kalau
diminta berulang-ulang ia mampu melakukannya. Tetapi kita
juga perlu memahami bahasa yang diungkapkan anak, bisa
lewat ucapan, ekspresi wajah, memegang perut atau alat
kelamin, diam di sudut ruangan, dan lainnya. Butuh
kesabaran ekstra karena kerapkali anak memberi tahu
setelah ia buang air kecil atau besar. Kuatkan hati dan
teruslah mengarahkan anak, lambat laun pasti berhasil. 
CARA TOILET TRAINING
3. Lihat pola berkemihnya. 
Berapa jam sekali biasanya ia pipis. Jika sudah tahu waktunya,
maka beberapa menit sebelumnya ajak anak ke toilet. Selain
membiasakan buang air kecil di toilet, juga menumbuhkan
motivasi anak agar terus melakukannya dengan baik. Anak
akan merasa bangga jika ia diperlakukan sebagai orang dewasa.
4. Bangun tengah malam.
Sulit bagi batita untuk tidak mengompol saat tidur malam,
tetapi kita bisa mengatasi dengan mengajaknya untuk pipis
sebelum tidur, tidak tidur sambil minum susu, dan siap bangun
tengah malam untuk mengajaknya pipis di toilet. Khusus
bangun malam, butuh kesabaran tinggi karena tak mudah
melakukannya. Biasanya anak rewel karena ia sedang
mengantuk atau sebaliknya ia malah tidak mau tidur lagi
sehingga membuat orangtua ikut bergadang. Namun, kita juga
perlu melihat kesiapan anak, biasanya di awal proses
pembelajaran, membangunkan anak untuk pipis di toilet tidak
dilakukan.
CARA TOILET TRAINING
5. Beri penghargaan.
Jika anak mampu melakukan toilet training, ingatlah selalu
untuk memberinya penghargaan. Misal, ia mampu menahan
pipisnya hingga ia mampu menyampaikan keinginan pipis
atau pup dan tidak mengompol. Penghargaan bisa berupa
pujian, kecupan, pelukan, atau belaian.Setelah itu, beri ia
semangat untuk melakukan toilet training lebih baik lagi.

6. Harus konsisten.
Lakukan pelatihan secara konsisten dan terus menerus
sehingga anak bisa terus belajar dan memperbaiki
kesalahannya. Jika tak konsisten, misal, kita sering
membiarkan anak pipis sembarangan, akan membuat
pelatihan tidak efektif. Anak pun bingung, mana yang harus
ia lakukan. Akhirnya, pelatihan pun menjadi sangat lama
dan bisa saja tak berhasil.
KESALAHAN YANG UMUM TERJADI
SAAT TOILET TRAINING
1. Terlalu Dini
Sebaiknya jangan mengajari si kecil melakukan toilet training
jika memang dia belum siap. Kalau anak diajari terlalu dini,
kemungkinan proses belajar itu akan selesai lebih lama.
Seperti sudah dijelaskan di atas, tidak ada yang tahu di usia
berapa tepatnya anak mulai diajari BAB dan BAK di toilet,
semuanya tergantung dari perkembangan anak. Namun
sebagian besar balita memiliki kemampuan untuk mempelajari
hal tersebut di usia 18 dan 24 bulan. Ada juga beberapa balita
yang belum siap sampai usianya tiga atau empat tahun. Jadi
sebenarnya orangtualah yang tahu kapan waktu paling tepat
mengajari anak toilet training dengan mengamati
perkembangan fisik, kognitif dan perilakunya.Oleh karena itu
Anda harus banyak bersabar dan tetap mendukung anak
melaluinya. Kalau ternyata proses belajar ini tidak sukses
setelah beberapa minggu dijalankan, bisa jadi anak memang
belum siap. Tunggu beberapa minggu dan coba lagi dari awal.
KESALAHAN YANG UMUM TERJADI
SAAT TOILET TRAINING
2. Memulai di Waktu yang Salah
Bukan ide yang baik jika mulai mengajari anak untuk toilet
training ketika ternyata dia akan memiliki adik dalam waktu
dekat. Waktu lainnya yang tidak tepat misalnya ketika anak
berganti pengasuh atau masa-masa peralihan lain dalam
hidupnya.

Balita sangat perlu rutinitas agar dia bisa memahami apa


yang sedang diajarkan padanya. Sehingga perubahan
apapun yang tidak sejalan dengan kesehariannya atau
rutinitasnya itu bisa jadi kemunduran untuknya. Jadi
sebaiknya tunggu hingga situasi memungkinkan, misalnya
ketika si bungsu sudah lahir atau baby sitter baru sudah
datang, baru mulai mengajarinya toilet training.
KESALAHAN YANG UMUM TERJADI
SAAT TOILET TRAINING
3. Membuatnya Menjadi Beban
Ketika anak sudah menunjukkan ketertarikannya untuk
buang air kecil atau besar di kamar mandi, itu tentu sangat
baik. Namun sebaiknya jangan terlalu mendorong atau
menekannya untuk terus melakukan langkah tersebut.
Hindari juga memaksa anak untuk belajar dengan cepat.
Kalau anak tertekan, dia bisa jadi sulit BAB atau mengalami
masalah lainnya.

Berikan anak waktu dan biarkan dia menjalani proses belajar


tersebut sesuai kemampuannya. Anak akan belajar setahap
demi setahap, misalnya awalnya dia sudah mau
menunjukkan ekspresi berbeda ketika ingin BAB atau BAK,
tahap berikutnya, anak mengungkapkan keinginannya,
tahap lanjutan si kecil mengajak ke kamar mandi, dan
seterusnya.
KESALAHAN YANG UMUM TERJADI
SAAT TOILET TRAINING
4. Mengikuti Aturan Orang Lain

Melatih anak untuk BAB atau BAK di toilet butuh kesabaran


dan waktu. Setiap minggunya juga bisa semakin sulit
apalagi jika orang tua mengikuti aturan orang lain yang
merasa lebih tahu. Seperti sudah dikatakan sebelumnya,
jika ternyata anak belum siap, proses toilet training ini
malah bisa berlangsung lebih lama.
KESALAHAN YANG UMUM TERJADI
SAAT TOILET TRAINING
5. Menghukum Anak
Menghukum atau marah pada anak ketika dia tidak benar-
benar mau toilet training justru tak akan menyelesaikan
masalah dan bisa membuatnya belajar. Pahamilah kalau
penolakan anak ini wajar dan jika memberi hukuman hanya
akan membuatnya semakin malas belajar BAB atau BAK di
toilet. Anak malah akan takut jika dia berbuat kesalahan.
Berikan respon dengan bijak dan tenang ketika anak
misalnya lupa ke kamar mandi untuk BAK.
KASUS
 An. S usia 20 bulan dengan gender pempuan tinggal bersama
ayah dan ibunya beserta 2 ART nya. Ayah dan ibunya seorang
karyawan swasta salah satu bank BUMN yang berbeda.,
setiap hari pulang dipukul 20.00wib, sedangkan sabtu mereka
harus mengurus bisnis butik yang mereka punya sehingga
jarangsekali ketemu dengan putrinya. Seharusnya dimana an.
S ini mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya dalam
meningkatkan proses tumbuh kembangnya. An. S diurus oleh
ART nya dan bermain dengan mereka. Anak hanya ketemu
ibu hari minggu, anak selalu menggunakan popok, sehingga
defekasi anak selalu dipopok, saat si anak diajari oleh ibu nya
defekasi ke toilet anak tidak mau dan selalu menangis,
anakpun tak jarang terlihat malas untuk membuka popoknya.
Anak juga sering terlihat rewel jika ibunya yang
mengajarinya.
SURPRISE……
1. Dari kasus diatas metode apa yang seharusnya dilakukan oleh
si ibu? Jelaskan!
2. Apa yang dilakukan ibu dalam memberi pelajaran tentang
toilet training kepada anak tersebut? Jelaskan!
3. Kesimpulan apa yang dapat di ambil dari kasus diatas?
Jabarkan!
4. Kerjakan poin 1,2,3 dilembar word jangan lupa NAMA, NIM dan
kelas mahasiswa. (dengan ide yang berbeda)
5. Silahkan tugas dijadikan satu menjadi 1 halaman perkelasnya,
kemudian silahkan dikumpulkan dan dikirim ke alamat email
fanyani.fa@gmail.com pada waktu jam ajar mata kuliah
keperawatan anak selesai.
6. Selamat mengerjakan., semoga bahagia selalu., stay positive
think, stay safety, stay healty, stay smile.

Anda mungkin juga menyukai