Anda di halaman 1dari 36

KELAINAN REFRAKSI

disusun oleh:
Maulana yusup
18360214

Pembimbing:
Dr wina fuad lubis, SpM
I.Anatomi Media
Refraksi
I. Kelainan Refraksi
Emetropia
Mata dengan sifat emetrop adalah mata tanpa adanya kelainan
refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Daya bias mata
adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna didaerah makula
lutea tanpa bantuan akomodasi
I. Kelainan Refraksi
Ametropia
Dalam bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau
seimbang, ops berarti mata. Dikenal beberapa bentuk:
◦ Ametropia aksial : terjadi akibat sumbu bola mata lebih panjang atau
lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan didepan atau
dibelakang retina
◦ Ametropia refraktif : terjadi akibat kelainan sistem pembiasan sinar
dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak didepan
retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan
terletak dibelakang retina (hipermetropia refraktif)
I. Kelainan Refraksi
Yang termasuk dalam ametropia:
•Miopia
•Hipermetropia
•Astigmatism
I.1. Miopia
Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan
kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik
fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
I.1.a. Jenis Miopia
I.1.b. Klasifikasi Miopia
I.1. Miopia
I.1.c. Manifestasi Klinik
Miopia
Manifestasi klinik:
Penglihatan kabur saat melihat jauh,
dan jelas pada jarak tertentu/dekat
Selalu ingin melihat dengan
mendekatkan benda yang dilihat pada
mata
Gangguan dalam pekerjaan
Nyeri kepala akibat akomodasi kuat
untuk melihat jelas
Cendrung memicingkan mata bila
melihat jauh
Astenopia konvergensi (kelelahan
mata)
I.1.d. Diagnosis Miopia
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
◦ Visus dasar utk melihat jauh
◦ Visus dengan pinhole untuk mengetahui apakah penglihatan yang buram
disebabkan kelainan refraksi atau kelainan anatomi
◦ Metode “trial and error”, snellen chart dan lensa sferis negatif sampai
didapatkan visus 6/6

3. Pemeriksaan penunjang
◦ Funduskopi
◦ Auto refraktometer
I.1.e. Tatalaksana Miopia
Koreksi non bedah
◦ Kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan
maksimal agar memberikan istirahat
mata dengan baik sesudah dikoreksi

Koreksi bedah
◦ Fotorefraktif Keratektomi (PRK)
◦ Laser in situ Keratomileusis (LASIK)
◦ Laser Subepitelial Keratomileusis
(LASEK)
◦ Keratomi Radikal
I.1. Miopia
I.1.f. Komplikasi Miopia
Ablasio retina

Strabismus/ mata juling


I.2. Hipermetropia
Keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan
dibelakang retina . Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
panjang sumbu atau menurunnya indeks refraksi
Hipermetropi berdasarkan etiologi:
◦ Hipermetropi aksial
◦ Hipermetropi kurvatur
◦ Hipermetropi refraktif
I.2.b. Bentuk Hipermetropia
I.2.b. Klasifikasi Hipermetropia
I.2. Hipermetropia
I.2.c. Manifestasi Klinik Hipermetropia

Manifestasi klinik:
Gejala subyektif
◦ Penglihatan kabur bila melihat dekat dan
jauh
◦ Astenopia akomodativa : sakit kepala, mata
cepat lelah, cepat mengantuk sesudah
membaca dan menullis
Gejala obyektif
◦ Terjadi strabismus
◦ COA dangkal, karena hipertofi otot-otot
siliaris
◦ Ambliopia pada mata yang tanpa
akomodasi; tidak pernah melihat obyek
dengan baik
I.2.d. Diagnosis Hipermetropia

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
◦ Visus dasar dengan snellen chart, visus
dengan pinhole
◦ Refraksi subyektif dengan cara trial and error

3. Pemeriksaan penunjang
◦ Funduskopi
◦ Refraktometer
I.2.e. Tatalaksana
Hipermetropia
Non bedah
◦ Koreksi dengan lensa sferis terbesar
yang memberikan visus terbaik dan
dapat melihat dekat yanpa kelelahan
◦ Tidak diperlukan lensa sferis positif
pada hipermetropia rinagn, tidak ada
astenopia akomodatif, tidak ada
strabismus
Bedah
◦ LASIK (Laser in situ keratomileusis)
◦ LASEK (Laser sebepithelial
keratomileusis)
◦ PRK
I.2.f. Komplikasi
Hipermetropia
Strabismus (Esotropia)

Glaukoma sekunder
I.3. Astigmatisme
Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar
cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua
meridian dan berkas cahaya difokuskan pada 2 garis
titik yang seling tegak lurus akibat kelainan
kelengkungan kornea
I.3. Astigmatisme
I.3.a. Klasifikasi
Astigmatisme
Astigma dapat terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi
yang lain termasuk:
1. Miopia : bila kurvatura kornea selalu melengkung atau jika
aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus
didepan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat
kabur
2. Hipermetropia : ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu
sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal. Bayangan
terfokus dibelakang retina dan menyebabkan objek dekat
terlihat kabur
I.3.a. Klasifikasi
Astigmatisme
Bentuk Astigmatisme:
1. Astigmatisme reguler : astigmatisme
yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang
perlahan-lahan secara teratur dari
satu meridian ke meridian
berikutnya. Dibedakan atas Astigmat
‘with the rule’ dan Astigmat ‘against
the rule’
2. Astigmatisme irreguler : Astigmat
yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian yang saling tegak lurus
I.3.a. Klasifikasi
Astigmatisme
Klasifikasi astigmatisme dilihat dari kondisi optik:
1. Simple hypermetropia astigmatism
2. Simple myopia astigmatism
3. Compound hypermetropia astigmatism
4. Compound miopic astigmatism
5. Mixed astigmatism
I.3.b. Manifestasi Klinik Astigmatisme

Manifestasi klinik:
1. Distorsi bagian-bagian
lapang pandang
2. Tampak garis vertikal,
horizontal atau miring yang
tidak jelas
3. Memegang bahan bacaan
dari dekat
4. Sakit kepala, mata berair
dan cepat lelah
5. Memiringkan kepala agar
dapat melihat jelas
I.3.c. Diagnosis Astigmatisme
• Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme
• Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visusdengan menggunakan Snellen Chart
b. RefraksiPasien diminta untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme
dan menentukan garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain.
untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan
videokeratoskop
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum termasuk reflek
cahaya pupil, tes konfrontasi, 27 penglihatan warna, tekanan intraokular,
dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan
posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan
ophthalmoskopi indirect
I.3.d. Penatalaksanaan Astigmatisme

Penatalaksanaan non bedah: dapat


dikoreksi dengan sferis silindris
sesuai aksis yang didapatkan, untuk
astigmatisme yang kecil tidak perlu
dikoreksi. Untuk astigmatisme
miopi, diperlukan lensa silinder
negatif, untuk astigma hipermetropi
diguunakan lensa silinder positif.
Astigma juga dapat dikoreksi
dengan keratektomi, fotorefraktif,
dan LASEK
I.4. Presbiopia
Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat
terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal
atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
I.4. Presbiopia
I.4.a. Gejala Klinik Presbiopia
Keluhan pasien berupa mata lelah,berair, dan sering panas
setelah membaca
I.4.b. Penatalaksanaan Presbiopia

Pada pasien presbiopi, kacamata atau addisi diperlukan untuk


membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:
o+1,0 D untuk usia 40 tahun
o+1,5 D untuk usia 45 tahun
o+2,0 D untuk usia 50 tahun
o+2,5 D untuk usia 55 tahun
o+3,0 D untuk usia 60 tahun
• Karena jarak baca biasanya 33cm maka addisi +3,0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada
seseorang, pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 2001
Ilyas sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
2010
Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI). Kelainan Refraksi.
Available at http:/www.Perdami.or.id/?Page=news_seminat detail&Id=3. 22
November 2010
Vaughan Daniel.MD Asbury Taylor, MD Rordan Eva Paul FRCS.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta, 2009
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai