Anda di halaman 1dari 82

PATOFISIOLOGI DAN

FARMAKOTERAPI PENYAKIT
INTEGUMEN

N I L D A L E LY
KLASIFIKASI PENYAKIT INTEGUMEN

1. Infeksi
2. Iritasi
3. Alergi
INFEKSI KULIT

• 1. Infeksi oleh jamur


• 2. Infeksi oleh bakteri
• 3. Infeksi oleh virus
INFEKSI JAMUR

• Infeksi oleh jamur disebut mikosis.


• Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri
atau virus.
• Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi apabila
ada kondisi yang menghambat salah satu
mekanisme pertahanan tubuh.

Infeksi jamur dibagi menjadi 2 :


1. Infeksi superfisial
2. Infeksi sistemik (infeksi jaringan dan organ yang
lebih dalam)
MIKOSIS SUPERFISIAL

 DERMATOFITOSIS

 NON DERMATOFITOSIS
DERMATOFITOSIS

• Dermatofitosis adalah :

Penyakit yang disebabkan oleh jamur pada


jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita.
ETIOLOGI

• Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan


dermatofitosis.
• Golongan jamur ini mempunyai sifat
mencernakan keratin (keratofilik).
• Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus, yaitu :
1. Microsporum
2. Trichophyton
3. Epidermophyton.
KLASIFIKASI

• Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:


1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut
kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural,
sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut
bagian bawah.
4. Tinea pedis, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan
dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang
tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.
TINEA KAPITIS

• Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit


kepala, alis mata dan bulu mata
EPIDEMOLOGI

• Insiden dari tinea kapitis sulit diketahui, namun


paling sering di jumpai pada anak anak usia 3
sampai 14 tahun.
• Transmisi meningkat pada personal hygiene
yang buruk, penduduk yang padat dan status
sosial ekonomi rendah.
ETIOLOGI

• Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita


dari genus Trichophyton dan Microsporum
seperti :
• Trichophyton violaceum,
• Trichophyton gourvilii,
• Trichophyton mentagrophytes,
• Trichophyton tonsurans,
• Microsporum audoinii,
• Microsporum canis,
• Microsporum ferrugineum.
PERJALANAN PENYAKIT

• Infeksi dimulai pada kulit kepala, yang


selanjutnya dermatofita tumbuh kebawah
mengikuti dinding keratin folikel rambut.
• Infeksi pada rambut berlangsung tepat diatas
akar rambut.
• Jamurnya akan terus tumbuh kebawah pada
batang rambut yang tumbuh keatas.
• Sebagian memasuki batang rambut (endodotrix),
yang dapat membuat rambut mudah patah
didalam atau pada permukaan folikel rambut
GEJALA KLINIK
Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang
jelas
1. Grey patch ringworm.
• Sering ditemukan pada anak – anak.
• Awal penyakit mulai timbul papul merah yang kecil di sekitar
rambut.
• Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan
bersisik. Warna rambut menjadi abu – abu ,kusam. Rambut mudah
patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut tanpa
rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh
jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.
• Tempat – tempat ini terlihat sebagai grey patch.
2. Kerion (inflammatory type)
adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea
kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan serbukan sel radang yang
padat disekitarnya.
Lesi inflamasi biasanya gatal dan biasa disertai
nyeri, limfadenopaty servikal posterior, demam.
• Bila penyebabnya Microsporum caniis dan
Microsporum gypseum, pembentukan kerion
ini lebih sering dilihat, kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat
alopesia yang menetap.
• 3. Black dot ringworm

• Terutama disebabkan oleh Trichophyton


tonsurans dan Trichophyton violaceum.
Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada
rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang
hitam di dalam folikel rambut ini memberi
gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut
yang patah kalau tumbuh kadang – kadang
masuk ke bawah permukaan kulit.
• Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi
peradangan yang lebih berat, bila disebabkan
oleh Trichophyton mentagrophytes dan
Trichophyton verrucosum, yang keduanya
bersifat zoofilik.
DIAGNOSIS

1. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran


klinis

2. Pemeriksaan labor
a. kultur jamur (KOH)
b. lampu Wood
• 1. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat
spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam
rambut endotriks . Diagnosis laboratorium dari
dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan
kultur dari kikisan lesi. Lesi dapat dilepaskan
dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan – potongan yang
halus. Sampel rambut terpilih di kultur atau
dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium
hydroxide ( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah
mikroskop.
• GGGH

Mikroskopik T.rubrum Mikroskopik


M.cani
• 2). Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan
infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum,
akan memberikan flouresensi cahaya hijau
terang hingga kuning kehijauan. Infeksi
rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna
hijau pudar atau biru keputihan, dan hitam
didapatkan di dalam batang rambut.
WOOD’S LAMP
TERAPI

Tujuan utama
Pengobatan infeksi jamur adalah
menghilangkan atau membunuh organisme
yang patogen dan memulihkan kembali
flora normal kulit dengan cara memperbaiki
ekologi kulit atau membran mukosa yang
merupakan tempat berkembangnya koloni
jamur.
• Terapi Topikal
• Penanganan secara topical saja tidak
direkomendasikan untuk pengobatan tinea
capitis. Namun hal tersebut mungkin dapat
mengurangi penularan kepada orang lain dalam
tahap awal pengobatan secara sistemik.

• Penggunaan Selenium sulfide dan providone


iodine shampoo di gunakan 2 kali seminggu,
dapat mengurangi spora dan diasumsikan dapat
mengurangi infektivitas
Terapi Oral
(Anti fungi oral terapi pada umumnya sangat
dibutuhkan)
• 1. Griseofulvin
• Merupakan fungistatik, dan merupakan antiinflamasi.
• Sediaan : Tersedia dalam bentuk tablet atau suspensi.
• Dosis : 10 – 25 mg/kg per hari
• Dianjurkan usia lebih dari 1 bulan adalah 10 mg / kg per
dosis.
• Durasi : 8 dan 10 minggu.
( jika pengobatan jangka pendek dapat menghasilkan
tingkat kambuh yang lebih tinggi).
• Efek samping bersifat ringan dan sementara, misalnya:
sakit kepala, rasa kering pada mulut, iritasi lambung dan
rash kulit.
• Reaksi hipersensitivitas: urtikaria, edema angioneurotik. -
Proteinuria, hepatotoksisitas..
• Kontra indikasi pada kehamilan, Lupus eritematosa
(peradangan pada jaringan ikat dan dapat merusak beberapa
organ) prophyria (kelainan produksi heme)dan kelainan hati.
• Interaksi obat
1. Griseofulvin menurunkan aktivitas warfarin sebagai
antikoagulan, menurunkan efek obat kontrasepsi oral dan
dapat meningkatkan efek alkohol.
2. Barbiturat menurunkan aktivitas griseofulvin.
• 2. Terbinafine.
• Bekerja pada membran sel jamur dan merupakan
fungisida. Efektif terhadap semua dermatofit.
• Sediaan : Tersedia dalam bentuk tablet atau suspensi.
• Sama efektif dengan gliserofulvin dan aman bagi
pengobatan ruam pada kulit kepala yang disebabkan oleh
Trichophyton sp.
• Dosis tergantung pada berat badan pasien :
< 20 kg, 62,5 mg per hari
20- 40 kg, 125 mg per hari.
>40 kg, 250 mg
• Durasi : 4 minggu
• Efek samping berupa; gangguan
gastrointestinal (rasa penuh, nafsu makan
berkurang, pencernaan terganggu, nyeri
abdominal ringan, diare) dan ruam kulit atau
urtikaria pada 5% dan 3% kasus.
• Kontra Indikasi, penderita yang hipersensitif
terhadap terbinafin
• Interaksi obat, konsentrasi plasma berkurang
dengan rifampisin dan meningkat pada simetidin
• 3. Flukonazol.
• Kadang-kadang digunakan untuk tinea capitis
namun penggunaannya telah dibatasi terutama
karena efek samping obat (Mual atau muntah,
sakit perut, diare,S skit kepala, ruam pada kulit).
• Dosis 3 – 5 mg / kg per hari selama 4 minggu,
efektif pada anak anak dengan tinea capitis
• 4. Oral steroid dapat membantu mengurangi
resiko dan meluasnya alopesia yang permanen
pada terapi kerion.
TINEA BARBAE

• Tinea Barbae merupakan infeksi dermatofita yang


jarang yang dibatasipada area muka dan leher
yang berjanggut
ETIOLOGI

• Biasanya disebabkan oleh jamur dari golongan


Trichophyton dan Microsporum. Penyakit kulit ini
selalu terjadi pada orang dewasa dan tidak
pernah terjadi pada anak-anak.
• Biasanya terjadi pada orang-orang yang kurang
menjaga kebersihan dan lingkungan yang kotor
merupakan faktor yang mempermudah infeksi.
GEJALA

• Gejala yang dirasakan oleh penderita biasanya


berupa gatal dan rasa pedih pada daerah yang
terkena infeksi disertai bintik-bintik kemerahan
yang kadang bernanah.
• Pada keadaan kronik terlihat nanah dan
munculnya sel-sel raksasa. Rambut didaerah
yang terkena infeksi menjadi rapuh, tidak
mengkilat, dan reaksi radang pada folikel.
DIAGNOSA

• 1. Kerokan kulit atau rambut jenggot yang


terkena (terputus-putus, tidak mengkilap) dengan
larutan KOH 10-20%, dilihat langsung di bawah
mikroskop untuk mencari hifa atau infeksi
endotriks/ eksotriks.  
• 2. Biakan pada media agar Sabouraud.
• 3. Sinar Wood: fluoresensi kehijauan.
TERAPI

• Penatalaksanaan Umum      :    Rambut daerah


jenggot dicukur bersih.                     
• Jaga kebersihan umum.
TERAPI

• Pengobatan terhadap penyakit ini dapat


dilakukan dengan memberi berbagai macam obat
seperti berikut :
Griseovulvin 500 mg-1 gram/hari selama 2-4 minggu.
Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu
Ketokonazol 200 mg/hari selama 3 minggu
• Selain dengan obat-obatan tersebut dapat juga
diberikan obat dalam bentuk krim seperti
ketokonazol 2% selama 5-7 hari dan itrakonazol
1% selama 5-7 hari dapat juga diberikan
antibiotika jika terjadi infeksi sekunder.
TINEA KRURIS

• Tinea kruris atau yang biasa disebut dengan jock itch


adalah infeksi fungi atau jamur yang menjangkiti kulit
di bagian paha dalam, sekitar kelamin, dan bokong
sebagai penyebab munculnya ruam berwarna merah
yang biasanya berbentuk lingkaran dan terasa gatal.
• Tinea cruris biasa menjangkiti orang-orang yang
banyak mengeluarkan keringat, seperti atlet,
namun banyak diderita juga oleh orang-orang
yang mengalami obesitas.
• Penyakit ini bukanlah penyakit yang serius,
namun sering menimbulkan rasa gatal yang
mengganggu dan membuat tidak nyaman.
GEJALA

• Tinea Cruris memiliki gejala yang diawali dengan kulit


berwarna merah yang menyebar dari lipatan pangkal
paha hingga paha bagian atas yang berbentuk setengah
lingkaran.
• Pangkal paha akan terasa sedikit gatal pada tahap awal
infeksi, namun jika tidak segera ditangani, kondisi akan
memburuk dan menimbulkan rasa gatal yang tidak
tertahankan.
• Ruam biasanya muncul di kedua pangkal paha dan
menjangkiti lipatan di sekitarnya, dan memiliki garis tepi
yang kecil dan terasa gatal atau terbakar, serta akan
membuat kulit yang terinfeksi menjadi bersisik atau
terkelupas.
PENYEBAB

• Tinea Cruris disebabkan oleh sejenis fungi


Tricophyton rubrum dan Epidermophyton
floccosum, dimana E. floccosum merupakan
spesies yang paling sering menyebabkan
terjadinya epidemi.
• Bisa menyebar dari pemakaian handuk atau
pakaian yang terkontaminasi atau melalui kontak
langsung dengan penderita.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
terjangkitnya tinea cruris, yaitu:
• Banyak berkeringat.
• Mengidap penyakit kulit lain.
• Kelebihan berat badan atau obesitas.
• Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
• Berjenis kelamin pria, walaupun wanita juga mungkin
terjangkit.
• Memakai celana dalam yang ketat atau alat bantu
atletik yang tidak dicuci setelah digunakan.
• Menggunakan ruangan loker dan kamar mandi umum.
DIAGNOSIS

• Tinea cruris dapat didiagnosis dengan


• 1. Tes kultur, yaitu dengan cara mengambil sampel area
yang terinfeksi atau kulit yang terkelupas dan
memeriksanya dengan menggunakan mikroskop,
• 2. Biasanya tinea cruris dapat didiagnosis oleh dokter
hanya dengan melihat ruam yang terdapat pada pasien.
PENGOBATAN

• Topikal
• Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Oxiconazole,
Econazole, Terbinafine, Ciclopiroxolamine, Tolnaftate,
Haloprogin
• Sistemik
• diperlukan dimana wilayah infeksi yang lebih luas yang
terlibat atau di mana infeksi kronis atau, berulang.
Ketoconazole, Itraconazole, Fluconazole, Terbinafine,
Griseofulvin (fungistatik)
• Tugas : 1. cari konsentrasi obat yang digunakan
topikal
• 2. cari bentuk sediaan dan dosis yang
digunakan untuk pengobatan oral
TINEA PEDIS

• Tinea Pedis atau kurap kaki adalah penyakit yang


juga dikenal dengan istilah athlete’s foot. Penyakit
ini menyebabkan munculnya kerak, kulit yang
bersisik/berkerak atau melepuh, serta rasa gatal
pada area kaki yang terinfeksi.
PENYEBAB/ETIOLOGI

• Tinea Pedis biasanya disebabkan oleh jamur dari


genus trichophyton, yaitu jamur Epidermophyton
floccosum, T. mentagrophytes, T. rubrum, dan T.
tonsurans.
• Tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton
rubrum (paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans
(sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum.
T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang
hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu
sandal pada kaki; T. mentagrophyte seringkali
menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih
meradang.
GEJALA/GAMBARAN KLINIS

Klasifikasi tinea pedis yang berbeda dapat memiliki gejala


yang berbeda juga, seperti:
1. Interdigital tinea pedis, umumnya menginfeksi daerah
lembut antara jari-jari kaki. Infeksi ini dapat menimbulkan
gejala berupa gatal, kemerahan, atau peradangan kulit di
antara jari-jari kaki yang terlihat selalu tampak basah.
• Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien
tinea pedis.
• Di antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari
sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke
bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain.
• Karena daerah ini lembab, maka sering terdapat
maserasi.
• Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh.
Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka
akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga
telah diserang oleh jamur.
• Jika perspirasi berlebihan spt (memakai sepatu
karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka
inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien
terasa sangat gatal.
• Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-
tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama
sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder
oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis
dan limfadenitis
• 2. Chronic hyperkeratotic tinea pedis,
merupakan kondisi telapak kaki kemerahan
dengan kerak yang kronis pada penderita tinea
pedis. Penderita infeksi jamur ini dapat
merasakan gatal atau tidak merasakan gejala
sama sekali. Kerak terdiri atas tumpukan-
tumpukan sel kulit, tampak berwarna putih.

• (Telapak kaki)
• Moccasin foot
• Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-
Hyperkeratotic Type umumnya bersifat
hiperkeratosis   yang bersisik dan biasanya
asimetris yang disebut foci.
• Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan bersisik ; eritema biasanya
ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
• Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan
kadang-kadang vesikel.
• Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya
resisten terhadap pengobatan.
• 3. Vesiculobullous athlete’s foot. Gejala yang
dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah kulit
yang melepuh atau adanya kantung berongga
(bulat) pada lapisan kulit yang memerah dimulai
dari jari kaki dan meluas ke area telapak kaki
atau punggung kaki.
• Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel,
vesiko-pustul dan kadang-kadang bulat yang
terisi cairan jernih.
• Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan
sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut
koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal
yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi
juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan
kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga
didapati pada atap vesikel.
4. Acute ulcerative tinea pedis, adalah kondisi
munculnya bintik-bintik berisi nanah dan lepuhan-
lepuhan berisi cairan yang berkembang cepat
disertai dengan adanya luka dan erosi pada kulit.
Kondisi ini umumnya terjadi pada ruang antar jari.
Selain itu, dapat terjadi infeksi jaringan lunak dan
pembuluh limfe di sekitar lesi infeksi sekunder
bakteri, biasa terjadi pada penderita diabetes
DIAGNOSIS

• Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh


diagnosis penyakit ini umumnya berdasarkan
hasil pengamatan pada area yang terinfeksi .
• Gejala-gejala lain juga turut diamati dan dianalisis
melalui pemeriksaan fisik dan tes KOH atau tes
mikroskopis untuk mendeteksi penyebab infeksi.
PENGOBATAN

• Imidazol Topikal.
• Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok
pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena
efektif pada dermatofit dan kandida.
•   Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas 
dengan menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat
dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4
minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar,
eritema, edema dan gatal.
•    Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum
luas golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol,
menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4
minggu.-         
• Mikonazol 2 % krim dan lotsio, bekerja merusak membran sel
jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol sehingga
permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya zat
nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur,
umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.
• Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang
efektif untuk sebagian besar dermatofitosis tapi tidak
efektif terhadap kandida.
• Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan
hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur
yang rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi
dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan
bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.
ANTIFUNGAL SISTEMIK
• Pemberian antifungal oral dilakukan setelah
pengobatan topikal gagal dilakukan.
• Dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberian beberapa obat antifungal di
bawah ini antara lain
• 1.   Griseofulvin merupakan obat yang bersifat
fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk partikel
utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g
untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-
anak sehari atau 10-25 mg/kg BB.
• Lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas
penderita.
• Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar
tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi
menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara
pemberian dengan dosis tunggal harian memberi
hasil yang cukup baik pada sebagian besar
penderita.
• Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah
penyembuhan klinis.
• Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai,
yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia
(sakit kepala)yang didapati pada 15 % penderita.
Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
traktus digestivus yaitu nausea (mual), (muntah)
dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat
fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
• 2. Ketokonazole.
• Obat per oral, yang juga efektif untuk
dermatofitosis yaitu ketokonazole yang bersifat
fungistatik. Kasus-kasus yang resisten terhadap
griseofulvin dapat diberikan obat tersebut
sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2
minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk
penderita kelainan hepar.
• 3. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yang
dapat digunakan sebagai pengganti ketokonazole
yang bersifat hepatotoksik terutama bila
diberikan lebih dari sepuluh hari.
• Itrakonazole berfungsi dalam menghambat
pertumbuhan jamur dengan mengahambat
sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis
ergosterol yang merupakan komponen penting
dalam sela membran jamur.
• Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan
selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya
cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput
kapsul selama 3 hari.
• Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat
memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin,
nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema),
sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko
hipoglikemia).
• Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis tipe
moccasion.
• 4. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga
dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin
selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg
sehari bergantung berat badan. Mekanisme
sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase
sehingga sintesis ergosterol menurun.
• Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira
10 % penderita, yang tersering gangguan
gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus,
nyeri lambung, diare dan konstipasi yang
umumnya ringan.
• Efek samping lainnya dapat berupa gangguan
pengecapan dengan presentasinya yang kecil.
Rasa pengecapan hilang sebagian atau
seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat
dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat
pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan
pada 3,3 % - 7 % kasus.
• Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis
tipe moccasion yang sifatnya kronik.
Dermatitiskontak Tinea pedis harus dibedakan
dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak
jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian
tengah. Predileksinya pada bagian yang kontak
dengan dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan
sebagainya. Adanya riwayat pengunaan sepatu
baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi
hanya tanda-tanda peradangan. Dermatitis kontak
akan memberikan tes tempel positif, sedangkan
pada tinea pedis hasilnya negatif.
• Dermatitiskontak Tinea pedis
TINEA UNGUIUM
• Tinea unguium merupakan bentuk kelainan kuku
yang disebabkan oleh infeksi jamur Dermatofita.
Penyebab dari penyakit ini berupa jamur
T.Mentagrophytes dan T.rubrum, yang dapat
ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung. Penyakit ini lebih sering menyerang
orang dewasa,
• Penyakit ini bersifat menahun dan sangat resisten
terhadap pengobatan.
• Sering dijumpai dinegara tropis karena udara
yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat
cocok bagi perkembangan penyakit jamur. 
• Kurangnya kebersihan pribadi dapat menjadi
faktor yang berkontribusi besar seperti memakai
kaos kaki untuk waktu yang lama menciptakan
lingkungan yang sempurna untuk pertumbuhan
jamur, berbagai alas kaki dan barang-barang
pribadi lain juga menimbulkan resiko yang
signifikan.
• Ada berbagai faktor yang dapat
memperburuk kondisi ini, antara lain:
• ketidakseimbangan dalam tingkat ph,
• kurangnya personal hygiene,
• alas kaki yang digunakan oleh banyak orang,
• berjalan tanpa alas kaki,
• tidak mengeringkan kaki setelah mandi,
• penurunan imunitas. 
GEJALA

• Gejala penyakit ini yaitu


• Rusaknya kuku penderita dan warnanya menjadi suram.
• Terkadang disertai rasa nyeri dan gatal disekitar kuku.
• Pada umumnya tinea unguium bersifat kronik dan
sukar penyembuhannya.
• Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku
tangan.
DIAGNOSIS

1. Gambaran klinis
2. Pemeriksan mikroskopis
PENGOBATAN

• Pengobatan topical
• Dermatofitosis (Tinea Unguium) diantaranya
yaitu:  
• Ciclopirox 8% lacquer :
• 1.1x/minggu 6 bulan, atau
• 2. Bulan I : 3x /minggu Bulan II : 2x/minggu Bulan III :
1x/minggu (dapat diteruskan sampai bulan VI)
• Pengobatan Oral
• Terbinafin : 1 tablet/hari, (tangan : 6 minggu, kaki
: 12-16 minggu)
• Itrakonasol : 1. 2 kapsul/hari, tangan: 6 minggu,
kaki: 12-16 minggu
TINEA KORPORIS

• Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit


yang tidak berambut (glabrous skin) kecuali
telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha.
PENULARAN

• Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak


dengan individu atau dengan binatang piaraan
yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena
kontak dengan mamalia liar atau tanah yang
terkontaminasi.
• Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda
misalnya pakaian, perabot dan sebagainya
PATOGENESIS

• Infeksi Dermatofita tinea korporis diawali dengan


perlekatan jamur atau elemen jamur yang dapat
tumbuh dan berkembang pada stratum korneum.
• Pada saat perlekatan, jamur harus tahan
terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet,
variasi temperatur dan kelembaban, kompetisi
dengan flora normal, spingosin dan asam lemak.
• Kerusakan stratum korneum, tempat yang
tertutup dan maserasi memudahkan masuknya
jamur ke epidermis
GAMBARAN KLINIS

• Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau


lonjong dengan tepi yang aktif dengan
perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar.
• Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif
yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau
vesikel, sedangkan pada bagian lesi relatif lebih
tenang.
• Tinea korporis yang menahun, tanda-tanda aktif
menjadi hilang dan selanjutnya hanya
meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja
GEJALA

• yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan


kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat
garukan
DIAGNOSA

• Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis


dan pemeriksaan laboratorium yaitu mikroskopis
langsung dan kultur
• 1. Pemeriksaan fisik
• 2. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan
lampu wood, biopsi dan histopatologi,
pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan
menggunakan PCR
PENGOBATAN

• Pada tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup


diberikan obat topikal. Lama pengobatan
bervariasi antara 1-4 minggu bergantung jenis
obat
• Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal
diperlukan pada lesi yang luas atau kronik
rekurens
• Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal.
1. Derivate imidazole
2. Alilamin
• Pengobatan Sistemik
• 1. Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan
pertama.
Dosis untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari
Dewasa 500-1000 mg/hari
2. Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea
korporisyang resisten terhadap griseofulvin
atauterapi topikal.
Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 3 minggu.

Anda mungkin juga menyukai