FARMAKOTERAPI PENYAKIT
INTEGUMEN
N I L D A L E LY
KLASIFIKASI PENYAKIT INTEGUMEN
1. Infeksi
2. Iritasi
3. Alergi
INFEKSI KULIT
DERMATOFITOSIS
NON DERMATOFITOSIS
DERMATOFITOSIS
• Dermatofitosis adalah :
2. Pemeriksaan labor
a. kultur jamur (KOH)
b. lampu Wood
• 1. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat
spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam
rambut endotriks . Diagnosis laboratorium dari
dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan
kultur dari kikisan lesi. Lesi dapat dilepaskan
dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan – potongan yang
halus. Sampel rambut terpilih di kultur atau
dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium
hydroxide ( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah
mikroskop.
• GGGH
Tujuan utama
Pengobatan infeksi jamur adalah
menghilangkan atau membunuh organisme
yang patogen dan memulihkan kembali
flora normal kulit dengan cara memperbaiki
ekologi kulit atau membran mukosa yang
merupakan tempat berkembangnya koloni
jamur.
• Terapi Topikal
• Penanganan secara topical saja tidak
direkomendasikan untuk pengobatan tinea
capitis. Namun hal tersebut mungkin dapat
mengurangi penularan kepada orang lain dalam
tahap awal pengobatan secara sistemik.
• Topikal
• Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Oxiconazole,
Econazole, Terbinafine, Ciclopiroxolamine, Tolnaftate,
Haloprogin
• Sistemik
• diperlukan dimana wilayah infeksi yang lebih luas yang
terlibat atau di mana infeksi kronis atau, berulang.
Ketoconazole, Itraconazole, Fluconazole, Terbinafine,
Griseofulvin (fungistatik)
• Tugas : 1. cari konsentrasi obat yang digunakan
topikal
• 2. cari bentuk sediaan dan dosis yang
digunakan untuk pengobatan oral
TINEA PEDIS
• (Telapak kaki)
• Moccasin foot
• Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-
Hyperkeratotic Type umumnya bersifat
hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya
asimetris yang disebut foci.
• Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan bersisik ; eritema biasanya
ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
• Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan
kadang-kadang vesikel.
• Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya
resisten terhadap pengobatan.
• 3. Vesiculobullous athlete’s foot. Gejala yang
dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah kulit
yang melepuh atau adanya kantung berongga
(bulat) pada lapisan kulit yang memerah dimulai
dari jari kaki dan meluas ke area telapak kaki
atau punggung kaki.
• Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel,
vesiko-pustul dan kadang-kadang bulat yang
terisi cairan jernih.
• Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan
sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut
koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal
yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi
juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan
kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga
didapati pada atap vesikel.
4. Acute ulcerative tinea pedis, adalah kondisi
munculnya bintik-bintik berisi nanah dan lepuhan-
lepuhan berisi cairan yang berkembang cepat
disertai dengan adanya luka dan erosi pada kulit.
Kondisi ini umumnya terjadi pada ruang antar jari.
Selain itu, dapat terjadi infeksi jaringan lunak dan
pembuluh limfe di sekitar lesi infeksi sekunder
bakteri, biasa terjadi pada penderita diabetes
DIAGNOSIS
• Imidazol Topikal.
• Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok
pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena
efektif pada dermatofit dan kandida.
• Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas
dengan menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat
dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4
minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar,
eritema, edema dan gatal.
• Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum
luas golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol,
menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4
minggu.-
• Mikonazol 2 % krim dan lotsio, bekerja merusak membran sel
jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol sehingga
permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya zat
nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur,
umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.
• Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang
efektif untuk sebagian besar dermatofitosis tapi tidak
efektif terhadap kandida.
• Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan
hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur
yang rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi
dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan
bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.
ANTIFUNGAL SISTEMIK
• Pemberian antifungal oral dilakukan setelah
pengobatan topikal gagal dilakukan.
• Dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberian beberapa obat antifungal di
bawah ini antara lain
• 1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat
fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk partikel
utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g
untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-
anak sehari atau 10-25 mg/kg BB.
• Lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas
penderita.
• Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar
tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi
menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara
pemberian dengan dosis tunggal harian memberi
hasil yang cukup baik pada sebagian besar
penderita.
• Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah
penyembuhan klinis.
• Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai,
yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia
(sakit kepala)yang didapati pada 15 % penderita.
Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
traktus digestivus yaitu nausea (mual), (muntah)
dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat
fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
• 2. Ketokonazole.
• Obat per oral, yang juga efektif untuk
dermatofitosis yaitu ketokonazole yang bersifat
fungistatik. Kasus-kasus yang resisten terhadap
griseofulvin dapat diberikan obat tersebut
sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2
minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk
penderita kelainan hepar.
• 3. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yang
dapat digunakan sebagai pengganti ketokonazole
yang bersifat hepatotoksik terutama bila
diberikan lebih dari sepuluh hari.
• Itrakonazole berfungsi dalam menghambat
pertumbuhan jamur dengan mengahambat
sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis
ergosterol yang merupakan komponen penting
dalam sela membran jamur.
• Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan
selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya
cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput
kapsul selama 3 hari.
• Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat
memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin,
nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema),
sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko
hipoglikemia).
• Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis tipe
moccasion.
• 4. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga
dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin
selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg
sehari bergantung berat badan. Mekanisme
sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase
sehingga sintesis ergosterol menurun.
• Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira
10 % penderita, yang tersering gangguan
gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus,
nyeri lambung, diare dan konstipasi yang
umumnya ringan.
• Efek samping lainnya dapat berupa gangguan
pengecapan dengan presentasinya yang kecil.
Rasa pengecapan hilang sebagian atau
seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat
dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat
pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan
pada 3,3 % - 7 % kasus.
• Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis
tipe moccasion yang sifatnya kronik.
Dermatitiskontak Tinea pedis harus dibedakan
dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak
jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian
tengah. Predileksinya pada bagian yang kontak
dengan dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan
sebagainya. Adanya riwayat pengunaan sepatu
baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi
hanya tanda-tanda peradangan. Dermatitis kontak
akan memberikan tes tempel positif, sedangkan
pada tinea pedis hasilnya negatif.
• Dermatitiskontak Tinea pedis
TINEA UNGUIUM
• Tinea unguium merupakan bentuk kelainan kuku
yang disebabkan oleh infeksi jamur Dermatofita.
Penyebab dari penyakit ini berupa jamur
T.Mentagrophytes dan T.rubrum, yang dapat
ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung. Penyakit ini lebih sering menyerang
orang dewasa,
• Penyakit ini bersifat menahun dan sangat resisten
terhadap pengobatan.
• Sering dijumpai dinegara tropis karena udara
yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat
cocok bagi perkembangan penyakit jamur.
• Kurangnya kebersihan pribadi dapat menjadi
faktor yang berkontribusi besar seperti memakai
kaos kaki untuk waktu yang lama menciptakan
lingkungan yang sempurna untuk pertumbuhan
jamur, berbagai alas kaki dan barang-barang
pribadi lain juga menimbulkan resiko yang
signifikan.
• Ada berbagai faktor yang dapat
memperburuk kondisi ini, antara lain:
• ketidakseimbangan dalam tingkat ph,
• kurangnya personal hygiene,
• alas kaki yang digunakan oleh banyak orang,
• berjalan tanpa alas kaki,
• tidak mengeringkan kaki setelah mandi,
• penurunan imunitas.
GEJALA
1. Gambaran klinis
2. Pemeriksan mikroskopis
PENGOBATAN
• Pengobatan topical
• Dermatofitosis (Tinea Unguium) diantaranya
yaitu:
• Ciclopirox 8% lacquer :
• 1.1x/minggu 6 bulan, atau
• 2. Bulan I : 3x /minggu Bulan II : 2x/minggu Bulan III :
1x/minggu (dapat diteruskan sampai bulan VI)
• Pengobatan Oral
• Terbinafin : 1 tablet/hari, (tangan : 6 minggu, kaki
: 12-16 minggu)
• Itrakonasol : 1. 2 kapsul/hari, tangan: 6 minggu,
kaki: 12-16 minggu
TINEA KORPORIS