Anda di halaman 1dari 48

DISKUSI TOPIK

MENINGITIS
Oleh :
Amalia Azrina 1306376175
Novitasari Suryaning J 1306376143

Pembimbing:
dr. Darma Imran, SpS(K)

Modul Praktik Klinik Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


PENDAHULUAN
Anatomi
Membran yang melapisi otak dan membatasi otak dengan
cranium

Peran
• melindungi otak
• membentuk struktur penyokong untuk arteri, vena, dan sinus venosus,
• rongga berisi cairan (ruang subarakhnoid)

Moore K, Dalley A, Agur A. Clinically oriented anatomy. 6th ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2010.
Meningitis
• Proses inflamasi yang melibatkan selaput
meninges, cairan serebrospinal, dan daerah
subarakhnoid
• Disebabkan oleh berbagai etiologi
• Klasifikasi : akut, sub akut, kronik

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48. Imran D.
Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Pendekatan Klinis
• Gejala tidak spesifik: demam, nyeri kepala, penurunan
kesadaran, dan kejang
• Jaringan otak mengalami kerusakan  ensefalitis
• Fokal infeksi jaringan otak  serebritis atau abses
• Kaku kuduk: tanda patognomonik iritasi meninges
• Kernig dan brudzinski: tanda klasik iritasi meningeal
– Tidak ditemukan pada pasien sangat muda/sangat tua,
imunokompromais dan depresi berat
Pendekatan Klinis
MENINGITIS BAKTERIALIS
Definisi
• Inflamasi pada meninges berhubungan invasi
bakteri ke dalam ruangan subarakhnoid
• Penanda utama: leukositosis di CSF
Epidemiologi

Haemophilus influenzae Pneumococcus di


Insidens 1,1-2 di 12 dari 100.000 orang
mengalami penurunan Amerika Serikat dan
Amerika Serikat per tahun di Afrika
dalam 20 terakhir Eropa

Faktor risiko
• <5 tahun dan > 60 tahun Neiseria meningtides WHO 500.000 kasus
• Splenektomi penyebab utama di baru/tahun dan min
• Malnutrisi
nergara berkembang 50.000 kematian
• Sickle cell disease
Etiologi
Haemophilus Neisseria Streptococcus
influenzae meningtides pneumoniae

Jarang:
• S. aureus
L. Monocytogenes • S.pyogens
• grup D streptokokus
Patogenesis
• (+) proliferasi ekstraseluler
• Diawali infeksi virus pernpasan (S.pneumoniae)
• Bakteri masuk ke subarakhnoid difasilitasi oleh kerusakan sawar darah-
otak akibat trauma, endotoksin sirkulasi, dan infeksi virus meninges
• Defek kongenital neuroektodermal, kraniotomi, infeksi telinga tengah,
infeksi sinus paranasl, fistula perilimfatik, dan fraktur kranial
• Ruptur abses otak  masuk ke subarakhnoid atau ventrikel  infeksi
selaput otak
Gejala Klinis
Meningococcal Pneumococcal Haemophilus
Gejala awal
meningitis meningitis influenzae
• Demam • Penurunan • infeksi paru, telinga, • Diawali infeksi
• Nyeri kepala hebat kesadaran dalam sinus, dan katup saluran pernapasan
• Kaku kuduk waktu cepat jantung atas dan infeksi
(mengismus) • Petekiae, purpura, • Etiologi: pecandu telinga
• Gangguan ekmosis (menyertai alkohol, • Kejang
kesadaran 50% infeksi splenektomi, usia
• Tanda rangsang meningokokal) lanjut, meningitis
meningeal (+) bakterialis rekuren,
anemia sickle cell
• Abnormalitas saraf
kranialis
Gejala Klinis
Enterobacteriaceae, L.
stafilokokus koagulase
monocytogenes,
Stafilokokus koagulase positif negatif, Proprionobacterium
A.calcoaceticus,
acnes , dan diphteroid
Pseudomonas,dan parasit
• Infeksi furunkolosis • ventricular shunt (+) • Infeksi HIV
• Prosedur bedah • gangguan mieloproliferati
atau limfoproliferatif
• defek tulang kranial
(osteomielitis, tumor)
• penyakit kolagen
• metastasis kanker
• terapi imunosupresan
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
• Demam, nyeri kepala, • GCS
malaise, fotofobia, muntah • Tanda rangsang meningeal
kejang, penurunan kesadaran, – Kaku kuduk, brudzinski I, kernig,
dan kelemahan satu sisi tubuh lasegue, dan brudzinski II
• (+) infeksi saluran napas atas • Hidrosefalus
• Riwayat berpergian ke Timur – Ukuran kepala membesar
Tengah – TIK ↑
• Tanda sepsi dan syok
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
• Punksi lumbal 
– pewarnaan gram atau kultur
– PCR
• Leukosit >500 sel/μl, dominasi neutrofil, protein >1 gr/L di CSF
• Laktat >0,3 gr/L dan glukosa CSF/darah < 0,4
• DPL, sedimen eritrosit, serum C-Reaktif protein, prokalsitonin,
protein fase akut
• CT Scan (komplikasi intrakranial)
Kriteria Diagnosis
Gejala dan tanda meningitis Gejala dan tanda meningitis
• Predominasi sel • Predominasi sel
polimorfnuklear polimorfnuklear
• Glukosa CSF/darah =0,4 • Glukosa CSF/darah =0,4
• (+) bakteri penyebab • Kultur CSF (-)
mikroskopis dan kultur • Kultur darah (+)/PCR (+)/tes
antigen (+)

• Dengan atau tanpa riwayat infeksi saluran pernapasan atas dan adanya faktor
predisposisi, seperti pneumonia, otitis media, DM, sinusitis, dan gangguan imunologi tubuh
Tatalaksana
• Kortikosteroid
– Deksametason 0,15
mg/kgBB setiap 6
jam selama 2-4 hari
– Diberikan 10-20
menit sebelum
antibiotik
Tatalaksana
TIK ↑
• Manitol 20% (1-1,5 g/kgBB
H2R antagonist setiap
Parasetamol selama 20 menit
12 jam • NaCl 3% 2 ml/kgBB selama
30 menit

Gaduh gelisah
• Terapi sedatif  clobazam VP shunt 
Status epilepsi
2x10 mg hipertensi intrakranial
refrakter  ICU
maligna
Edukasi
mengenai gejala meningitis bakterial dan apa yang arus
dilakukan sebelum dibawa ke rumah sakit

Penjelasan sebelum masuk rumah sakit (rencana rawat,


prosedur, tindakan, pengobatan dan biaya)

meningitis bakterialis, risiko, dan komplikasi selama


perawatan

faktor risiko dan pencegahan rekurensi


MENINGITIS TUBERKULOSIS
Meningitis Tuberkulosis
• Infeksi TB yang paling berat
• Mortalitas dan morbiditas : 50%
• Morbiditas  defisit neurologi berat yang
bersifat irreversible (keterlambatan
perkembangan, kebutaan, stroke, dan kejang)

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48. Imran D.
Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Epidemiologi
• RSCM (Jan 2015-April 2016)
– 116 dari 289 kasus infeksi otak (40,13%)
• 2015  10,4 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian
akibat TB
• 10% pasien TB aktif berkembang menjadi meningitis TB
• Insidensi : 20,6/100.000 penduduk
• Mortalitas 55-75% pada kelompok risiko tinggi
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48. Imran D.
Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Patogenesis
M. Tb masuk Kolonisasi makrofag (Sakit TB) Penyebaran
Aliran darah sistemik
secarainhalasi alveolus bakteri ke KGB

Fokus infeksi di parenkim


Fokus infeksi dapat pecah Fokus infeksi aktif dan
otak (peradangan Masuk ke SSP
ke ruang subarakhnoid laten
granulomatosa nekrotik)

Respon inflamasi eksudatif


(obstruksi aliran cairan
Bakteri masuk ke LCS serebrospinal, oklusi dan
kompresi pembuluh Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48. Imran D.
darah) Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi.
1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Manifestasi Klinis
• Tidak spesifik, tergantung patologi dan perjalanan penyakit
• Rerata durasi onset  5-30 hari
• Keluhan  demam, sakit kepala, tanda meningismus,
perubahan status mental, kejang
• Medical Research Council
– Derajat 1  GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal
– Derajat 2  GCS 11-14 atau 15 dengan defisit neurologis fokal
– Derajat 3  GCS ≤10 dengan/tanpa defisit neurologis fokal
Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Murthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
Diagnosis
• Anamnesis
– Keluhan subakut (1 bulan)
– Perubahan kesadaran (59%), perubahan kepribadian (28%), dan koma (21%)
– Late diagnosis  severe neurological defisit consequences  bad prognosis
– Skor
• Usia (<36 tahun : 2, >36 tahun : 0)
• Jumlah leukosit (>15.000 : 4, <15.000 : 0)
• Durasi gejala (> 6 hari : -5.,<6 hari : 0)
• Jumlah leukosit pada cairan serebrospinal (>750 : 3, <750 : 0)
• Persentase neutrofil pada cairan serebrospinal (>90 : 4, <90 : 9)
– Skor ≥4 : diagnosis meningitis TB
– Nilai sensitivitas 86% dan spesifisitas 79%

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Murthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik
– Demam (ada/tidak)
– Kesadaran
– Defisit neurologis
– Peningkatan TIK
• Pemeriksaan penunjang
– Pungsi lumbal, pemeriksaan mikrobiologi (pewarnaan dan
pemeriksaan mikroskopis), dan pemeriksaan serologi
– Gold standard  isolasi basil tahan asam pada cairan
serebrospinal melalui kultur
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Diagnosis

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan Ziehl- Modifikasi pewarnaan
Neelsen Ziehl-Neelsen (sistopin
• sensitivitas (30-60%) dengan Triton X-100
atau ESAT-6)
• sensitivitas lebih baik

Kultur bakteri MODS (microscopic


• resistensi obat yang berperan observation drug
• sensitivitas 18-83% dan susceptibility assay)
spesifisitas 100% • hasil kultur lebih cepat
• masa inkubasi 2 bulan • tidak rutin tersedia

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Murthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
Pemeriksaan ADA Pemeriksaan serologi
(adenosine deaminase) (PCR)
• untuk mendiagnosis • spesifisitas yang tinggi tetapi
tuberkulosis ekstraparu tidak sensitif

Pemeriksaan IGRA
• spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan sampel darah
• nilai signifikansi yang meningkat
apabila dikombinasikan dengan
pemeriksaan diagnostik lainnya.

Marais S, Wilkinson R. The diagnosis and medical management of tuberculous meningitis in adults. S Afr Med J. 2014;104(12):895–8.
Pemeriksaan Radiologi

• Tidak ada gambaran radiologis spesifik


• Gambaran sugestif untuk meningitis TB
• Basilar meningeal enhancement
• Hidrosfealus
• Penyengatan pada ganglia basal
• Infark pada ganglia basal
• MRI > CT scan  mendeteksi infark dini,
mengidentifikasi penyegatan pada ganglia
basal, mengetahui eksudat pada sisterna
basal, danketerlibatan pembuluh darah
serebral dan karotis

Marais S, Wilkinson R. The diagnosis and medical management of tuberculous meningitis in adults. S Afr Med J. 2014;104(12):895–8.
Diagnosis diferensial

Marais S, Wilkinson R. The diagnosis and medical management of tuberculous meningitis in adults. S Afr Med J. 2014;104(12):895–8.
Tata Laksana
• 2 bulan fase intensif  RHZE
• Fase lanjut  RH
• Total lama pengobatan  9-12 bulan
– WHO, CDC, ATS, IDSA, BIS  12 bulan

Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Penelitian fase trial 2 di Indonesia untuk mengevaluasi peran regimen intensified meningitis
tuberkulosis (meningkatkan dosis R dan/atau menambahkan moksifloksasin) selama 2 minggu terapi
(bersamaan dengan H, Z, dan kortikosteroid)  R dosis tinggi (13 mg/kgBB IV dibandingkan 10
mg/kgBB per oral)  penurunan 50% mortalitas dalam 6 bulan, pemulihan dari koma lebih cepat,
dan pemulihan kondisi neurologis lebih tinggi setelah 6 bulan terapi
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Tata Laksana
• Steroid
– Menurunkan inflamasi intrakranial
– 9 RT (2016) pada 1337 pasien  mortalitas pada
penggunaan regimen OAT saja sebesar 40% dan
penambahan steroid dapat menurunkan risiko kematian
sebesar ¼
– SR  menurunkan mortalitas (relative risk sebesar 0.78)
dan tidak meningkatkan risiko efek samping
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
IMurthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
Van T, Farrar J. Tuberculous meningitis. J Epidemiol Community Health. 2013;0:1–2.
Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
• Bedah
– Indikasi : hidrosefalus persisten, abses serebri, lesi
ekstradura dengan kompresi serebral atau vertebral
dan defisit neurologis
• Aspirin
– Meningitis TB berisiko stroke iskemik sekunder
– Tidak ada hubungan bermakna
Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
Hiponatremia

Insufisiensi adrenal, SIADH, CSWS

Hidrosefalus

Komplikasi Komunikan / non komunikan

Peningkatan TIK
edema difus, infark (mikro atau makrovaskulitis 
lesi desak akibat edema, hidrosefalus), lesi desak
berkaitan tuberkuloma

Vaskulitis
arteritis, spasme arteri, thrombus intraluminal, dan
kompresi eksternal pada pembuluh darah proksimal
akibat eksudat pada sisterna basal

Stroke

Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Murthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
Hepatotoksisitas Imbas Obat
• Kenaikan serum transaminase 5 kali  hentikan Z namun H dan R tetap
dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT,
albumin, bilirubin, dan waktu protrombin) setiap hari.
• Penurunan serum albumin dan peningkatan waktu protrombin, atau
peningkatan enzim transaminase secara terus-menerus  hentikan juga H
dan R. Rekomendasi OAT yang diberikan adalah E, S, dan levofloksasin.
• Fungsi hati telah kembali normal  H dan R diberikan kembali secara
bertahap. Z dapat diberikan setelah dosis R dan H telah tercapai.

Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors. Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
DAFTAR PUSTAKA
• Moore K, Dalley A, Agur A. Clinically oriented anatomy. 6th ed. USA: Lippincott Williams and
Wilkins; 2010.
• Bourgi K, Fiske C, Sterling T. Tuberculosis meningitis. Curr Infect Dis Rep. 2017;19:39–48.
• Roos KL, Tyler KL. Meningitis, encephlaitis, brain abscess, and empyema. In: Hauser SLeditor.
Harrison’s neurology in clinical medicine. 4th ed. New York: McGraw-Hill;2012. p.533-5
• Ropper A, Samuels M, Klein J. Adam and victor’s principles of neurology. 10th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2014. p. 699-701
• Hoffman O, Weber JR. Patophysiology and treatment of bacterial meningitis. Ther Adv Neurol
Disord. 2009;2(6):401-12
• Perhimpunan Dokter Spesialis Sarf Indonesia (PERDOSSI). Panduan praktik klinis neurologi.
Jakarta;2016. p.187-90
• Imran D. Infeksi tuberkulosis pada susunan saraf pusat. In: Aninditha T, Wiratman W, editors.
Buku ajar neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p. 227–37.
• Murthy J. Tuberculous meningitis: the challenges. Neurology India. 2010;58(5):716–22.
• Van T, Farrar J. Tuberculous meningitis. J Epidemiol Community Health. 2013;0:1–2.
• Marais S, Wilkinson R. The diagnosis and medical management of tuberculous meningitis in
adults. S Afr Med J. 2014;104(12):895–8.
Diskusi
• Fatrian: • Pada SSP, patologi yang terjadi
– Dexametasone untuk meningitis akibat infeksi bukan hanya akibat
bakterialis? virulensi antigen penyebab, tapi
• Sebagai antiinflamasi di intrakranial juga reaksi tubuh terhadap
untuk mencegah peningkatan TIK infeksi tersebut  pemberian
– Jika diberikan dexa, apakah dexametason (ide)
perlu diberikan H2RA?
• Dari RCT, dexa efektif untuk
• Efek samping kortikosteroid 
ulkus gaster meningitis TB non HIV (pada
• Pemberian H2RA untuk mencegah orang dengan gen inflamasi yang
efek samping tsb tinggi)
Diskusi
• Pirazinamid apakah boleh diberikan • Beberapa penelitian: tidak ada
lagi pada hepatitis imbas obat? angka yang berbeda bermakna
• Boleh diberikan kembali setelah dosis R pada kejadian perdarahan
dan H full dan tidak ada klinis DIH nya
• Pemberian Z kembali masih
lambung pada pasien yang
kontroversial. Boleh diberikan kembali menggunakan dexa dosis tinggi
dengan cara bertahap dan dipantau dengan yang tidak menggunakan
fungsi hati dengan ketat. Setelah dosis
R dan H penuh. Sepanjang tidak ada
dexa
klinis DIH • Cedera berat  respon simpatis
• Belum ada RCT guideline DILI pada sangat kuat  vasokonstriksi 
meningitis
perdarahan di GI tract
Diskusi
• Efek samping H2RA: cegah • Penyebab meningitis:
sepsis – Bakteri
• Keasaman lambung – Virus
– Jamur
memproteksi dari infeksi
– Parasit: strongiloides,
(mencegah sepis) schistosomiasis, toxo
• Pasien tidak sadar, sfingter • Menghentikan obat TB untuk
orofaring dan lambung lemah cegah hepatotoksisitas  harus
 bakteri lebih mudah masuk diperhitungkan risk and
 risiko sepsis lebih tinggi benefitnya
Diskusi
• Mengapa diberikan dexa • Pasien dengan HIV apakah tetap
diberikan dexa?
bukan steroid yang lain?
– Penggunaan dexa pada pasien
• Dexa memiliki efek
HIV meningkatkan morbiditas
mineralokortikoid yang lebih dan mortalitas pasien
lemah, efek antiinflamasi
– Dexa tidak memberikan manfaat
sama
pada pasien HIV dengan
• Lebih mudah ditemukan meningitis akibat kriptokokkus
• Penelitian masih • Dexa untuk meningitis TB 
menggunakan dexa
trial

Anda mungkin juga menyukai