Anda di halaman 1dari 25

Palsenta Previa dan Solusio

Plasenta
pada kehamilan Trimester
II dan III
Oleh Kelompok 4 :
Lora Fazira
Mardhiyah Khairani
Meirisa Ilma
Mita Irdanengsi
Nadya Ardelia
Nadya Witri
PLACENTA PREVIA
Plasenta previa adalah
plasenta yang letaknya abnormal
yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.

(Jurnal kesehatan Poltekkes


Surakarta. Agustus 2015)
Klasifikasi Plasenta Previa
1. Plasenta previa totalis : Seluruh ostium
internum tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : Hanya sebagian
dari ostium yang tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : Hanya pada
pinggir ostium internum yang terdapat
jaringan plasenta.
4. Plasenta letak rendah : berimplantasi
pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang
dari 2cm dari ostium uteri internum.
Etiologi Plasenta Previa
Etiologi plasenta previa belum diketahui
secara pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat
pada grande multipara, primigravida tua, bekas
secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan
leioma uteri. Penyebab secara pasti belum
diketahui dengan jelas.

Menurut Sofian (2012), penyebab plasenta


previa yaitu:
 Endometrium yang inferior.
 Chorion leave yang persesiten
 Korpus luteum yang bereksi lambat.
Faktor Resiko Plasenta Previa

1. Usia >35 tahun atau <20 tahun.


2. Paritas.
3. Riwayat pembedahan rahim.
4. Jarak persalinan yang dekat <2tahun.
5. Hipoplasia endometrium.
6. Korpus luteum bereaksi lambat.

(Menurut Mochtar yang dikutip pada buku Norma,


2013)
Patofisiologi Plasenta Previa

Dengan bertambah tuanya kehamilan,


segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai
membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan
serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta
yang melekat di situ tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.
Gambaran Kinik Plasenta Previa

Tanda dan gejala plasenta previa menurut


Sarwono Prawihardjo (2009) yaitu,
1. perdarahan uterus keluar melalui vagina
tanpa rasa nyeri
2. Perdarahan biasanya baru terjadi akhir
trimester kedua ke atas.
3. Perdarahan pertama berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri.
4. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu
sebab yang jelas setelah beberapa waktu
kemudian jadi berulang. Pada setiap
pengulangan terjadi perdarahan yang
lebih banyak bahkan seperti mengalir.
Diagnosis Plasenta Previa
1. Anamnesa, Perdarahan jalan lahir pada kehamilan
>22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan
terutama pada multigravida. Perdarahan cenderung
berulang pada volume yang lebih banyak dari
sebelumnya, perdarahan menimbulkan penyulit pada
ibu maupun janin dalam rahim.
2. Inspeksi, Bila terjadi perdarahan banyak maka ibu
terlihat pucat atau anemis.
3. Pemeriksaan Fisik, Bila tekanan darah, nadi dan
pernapasan meningkat maka daerah akral menjadi
dingin atau tampak anemis.
4. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
 Palpasi Abdomen, Janin belum cukup bulan, tinggi
fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, bagian
terendah janin masih tinggi karena plasenta
berada pada segmen bawah rahim. Bila cukup
pengalaman bisa dirasakan suatu bantalan pada
segmen bawah rahim (SBR) terutama pada ibu
 Denyut Jantung Janin, Denyut jantung
janin bervarisi dari normal menjadi
asfiksia dan kemudian kematian dalam
rahim.
 Pemeriksaan Inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-
hati dan dilihat asal perdarahan apakah
dari segmen bawah rahim atau kelainan
serviks, vagina dan varises pecah.
5. Pemeriksan penunjang,
 Sistografi, Mula-mula kandung kemih
dikosongkan lalu masukan 40 cc larutan
NaCl 12,5% kepala janin ditekan ke arah
pintu atas panggul (PAP), bila jarak kepala
janin dan kandung kemih 1cm, kemungkinan
Penatalaksanaan Placenta Previa
1. Terapi ekspektatif (pasif)
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
 Perdarahan sedikit kadar Hb > 8 gr%, dengan
keadaan umum baik.
 Usia kehamilan < 37 minggu.
 Janin Hidup
 Belum inpartu.

Tindakan :
 Tirah baring mobilisasi bertahap
 Steroid pada kehamilan <32 minggu :
12 mg/24 jam IV/IM : 2 X
6 mg/12 jam IV/IM : 4 X
 Melakukan USG
2. Terapi aktif
Kriteria :
 Perdarahan banyak, KU jelek dan syok
 Inpartu
 Usia kehamilan > 37 minggu atau taksiran
berat janin > 2500 gr.
 Janin cacat / mati.

Tindakan :
 Perbaiki KU : infus, atasi syok dan transfusi
darah.
 Bila KU jelek setelah syok teratasi segera
seksio sesar, sedangkan bila KU baik PDMO.
SOLUSIO PLACENTA

Solusio plasenta adalah


terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin
lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di
atas 22 minggu atau berat janin di
atas 500 gram.
Klasifikasi Solusio Placenta
Cunningham dan Gasong mengklasifikasikan solusio
plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
◦ Ringan : perdarahan <100-200 cc, uterus tidak tegang,
belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan
plasenta <1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma >150 mg%
◦ Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang,
terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin
telah mati, pelepasan plasenta 1/4 - 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
◦ Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik,
terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta
dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi Solusio Pacenta

Penyebab primer belum diketahui pasti,


namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi :
• Faktor kardio reno vaskuler, pada penelitian
di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita
yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya
hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan.
• Paritas ibu, Beberapa penelitian
menerangkan bahwa  makin tinggi paritas
• Faktor Trauma,
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan
gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang,
dan lain-lain.

• Kebiasaan merokok
• Usia ibu
• Pengunaan kokain
• Riwayat solusio plasenta sebelumnya
• Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi
/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus
oleh adanya kehamilan, dan lain-lain
Patofisiologi Solusio Pacenta

Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh


perdarahan ke dalam desidua basalis
yang kemudian terbelah dan
meningkatkan lapisan tipis yang melekat
pada miometrium sehingga terbentuk
hematoma desidual yang menyebabkan
pelepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan
dengan bagian tersebut
Diagnosis Solusio
Pacenta
1. Anamnesis
 Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
 Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah
segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman
 Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan
dan akhirnya berhenti
 Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata
berkunang-kunang.
 Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.
2. Inspeksi
 Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
 Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
 Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
 Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan
 Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.
 Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
 Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena
perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ
terdengar biasanya di atas 140, kemudian
turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila
plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5. Pemeriksaan dalam
 Serviks dapat terbuka atau masih tertutup.
 Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat
teraba menonjol dan tegang
 Apabila plasenta sudah pecah dan sudah
terlepas seluruhnya, plasenta turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus placenta
6. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena
pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7. Pemeriksaan laboratorium
• Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen
dapat ditemukan silinder dan leukosit.
 Darah : Hb menurun, periksa golongan darah,
lakukan cross-match test. Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia
8. Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan
terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang
disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan
antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta,
Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian
Komplikasi Solusio Pacenta
 Syok perdarahan
 Gagal ginjal
 Kelainan pembekuan darah
 Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :


 Fetal distress
 Gangguan pertumbuhan / perkembangan
 Hipoksia
 Anemia
 Kematian
Penanganan Solusio Placenta
1. Solusio Plasenta Ringan
 Bila usia kehamilan < 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak
sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan
tirah baring dan observasi ketat, kemudian
tunggu persalinan spontan.
 Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan
seksio sesarea, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan
2. Solusio plasenta sedang dan berat
 Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria
 Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml.
Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin.
 Dengan melakukan persalinan secepatnya
dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya
solusio plasenta. Tetapi jika tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-
satunya cara melakukan persalinan adalah
seksio sesaria
 Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria
maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai