Anda di halaman 1dari 10

Intimidasi:

Azis Abdullah
Target kekerasan berulang
• Intimidasi: Suatu pola perilaku di mana satu individu dipilih sebagai
target dari agresi berulang oleh satu atau lebih orang; orang yang
menjadi target (korban) umumnya memiliki kekuatan yang lebih
lemah dibandingkan mereka yang terlibat dalam agresi (pelaku).
• hal yang biasa terjadi di antara anak-anak. Penelitian menemukan
bahwa hal ini dapat memiliki efek yang merusak pada korban, dan
juga pada pelaku
• tidak mampu membela dirinya sendiri dari perlakuan semacam ini.
Intimidasi terjadi pada banyak konteks, termasuk sekolah, tempat
kerja, dan penjara. Hanya sedikit anak-anak yang menjadi pelaku saja
atau korban saja; lebih banyak anak-anak yang memainkan kedua
peran baik pelaku maupun korban secara sekaligus. Pelaku dan
pelaku/korban tampaknya memiliki self-esteem yang lebih rendah
daripada anak-anak yang tidak terlibat dalam intimidasi.
• Agresi di tempat kerja: Perilaku dalam bentuk apapun yang dimaksudkan
individu untuk menyakiti orang lain di tempat kerja mereka.
• kebayakan kekerasan di tempat kerja dilakukan oleh orang luar di saat
melakukan perampokan dan kejahatan-kejahatan lainnya. Sangat sedikit
kejadian yang meliputi penyerangan oleh satu orang pegawai terhadap
pegawai lainnya.
• Agresi di tempat kerja memiliki berbagai bentuk, tetapi biasanya bersifat
tertutup. Agresi ini muncul dari banyak faktor, termasuk persepsi bahwa
dirinya telah diperlakukan secara tidak adil dan adanya banyak perubahan
mengganggu yang terjadi di tempat kerja dalam tahun-tahun terakhir.
Hukuman: Apakah Hukuman Merupakan
Bentuk Pencegahan yang Efektif terhadap
Kekerasan?
• Hukuman: Prosedur di mana konsekuensi yang menyakitkan diberikan
pada individu-individu yang terlibat dalam tindakan tertentu.
• Mengapa Hukuman Sering Gagal dalam Mencegah Kejahatan
Kekerasan.
• Di Amerika Serikat dan banyak negara lain, hukuman untuk kejahatan
sangatlah lambat pelaksanaannya. Bahkan, terpidana pembunuhan
sering kali menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam ancaman
hukuman mati sementara para penegak hukum berperang
sehubungan dengan hukuman mereka. Penundaan tersebut membuat
ancaman hukuman yang seekstrem ini pun menjadi tidak efektif
dalam mencegah kejahatan di masa mendatang.
• Hukuman dapat menjadi efektif dalam mengurangi agresi, tetapi
hanya jika diberikan pada kondisi-kondisi tertentu.
• Katarsis: Apakah Mengekspresikan Perasaan secara Terbuka Benar-
benar Bermanfaat?
•  Hipotesis katarsis: Pandangan bahwa menyediakan suatu kesempatan
pada orang yang sedang marah untuk mengekspresikan impuls-impuls
agresif mereka dalam cara yang relatif aman akan mengurangi tendensi
mereka untuk terlibat dalam bentuk agresi yang lebih berbahaya.
• Hipotesis katarsis tampaknya banyak mengandung kesalahan. Terlibat
dalam aktivitas keras dapat mengurangi keterangsangan emosi, tetapi
hanya untuk sementara. Sama halnya, agresi tidak dikurangi dengan
cara terlibat dalam bentuk agresi yang sepertinya “aman”.
Teknik-teknik Lain untuk Mengurangi Agresi
• Pelatihan dalam Keterampilan Sosial: Teknik yang Berguna untuk Mengurangi Agresi.
• Banyak orang yang memberi tanggapan agresif pada orang lain karena mereka tidak
memiliki keterampilan sosial—misalnya, mereka tidak mengetahui bagaimana caranya
menenangkan orang lain ketika orang lain tersebut marah, dan mereka tidak tahu
bagaimana caranya menolak permintaan dalam cara yang tidak membuat orang lain
marah.
• Teknik respons yang tidak tepat: Suatu teknik untuk mengurangi agresi di mana
individu dipaparkan pada kejadian atau stimulus yang menyebabkan mereka
mengalami keadaan afeksi yang tidak tepat dengan kemarahan atau agresi.
• Agresi dapat dikurangi dengan permintaan maaf—pengakuan kesalahan yang meliputi
permintaan ampun—dan dengan terlibat dalam aktivitas yang mengalihkan perhatian
dari penyebab amarah.
• Agresi juga dapat dikurangi dengan pemaparan terhadap model nonagresif, pelatihan
dalam keterampilan sosial, serta pembangkitan kondisi afeksi yang tidak tepat dengan
agresi.
Perspektif Teoretis mengenai
Agresi
• Agresi adalah siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang lain. Sementara
kebanyakan psikolog sosial menolak pandangan bahwa agresi manusia
ditentukan secara kuat oleh faktor-faktor genetis, banyak yang sekarang
menerima suatu pandangan evolusioner yang menyadari peran potensial
dari faktor-faktor seperti ini.
• Teori dorongan menyatakan bahwa agresi berasal dari dorongan yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal untuk menyakiti atau melukai orang
lain. Hipotesis frustasi-agresi adalah contoh paling terkenal dari teori ini.
• Teori modern atas agresi, seperti model umum afektif-agresi, menyadari
pentingnya proses belajar, berbagai variabel input, kognisi, perbedaan
individu, dan keadaan afektif dalam kaitannya dengan agresi.
Determinan dari Agresi Manusia:
Sosial, Pribadi, Situasional
• Untuk mempelajari agresi, para psikolog sosial sering menggunakan prosedur di mana individu diarahkan untuk percaya bahwa
mereka dapat menyakiti orang lain dalam bebagai cara—memberikan kejutan listrk yang menyakitkan atau mengurangi
kemenangan lawan dalam sebuah permainan kompetitif.
• Bertentangan dengan hipotesis frustasi-agresi yang terkenal, tidak semua agresi berasal dari frustasi, dan frustasi tidak selalu
menimbulkan agresi. Frustasi bisa menjadi pemicu kuat dari agresi, tetapi hal itu hanya terjadi dalam beberapa kondisi tertentu.
• Sebaliknya, provokasi dari orang lain adalah pemicu yang kuat dari agresi. Kita jarang sekali mengalah; malah, kita berusaha
menyamakan—atau sedikit melebihi—tingkat agresi yang kita terima dari orang lain.
• Satu pengecualian dari penyamaan kedudukan seperti itu muncul dalam triggered displaced aggression. Dalam situasi seperti
ini orang yang sebelumnya diprovokasi secara kuat tetapi tdak melakukan agresi akan memberi respons yang sangat kuat pada
provokasi ringan, hal itu berarti memindahkan agresi pada target yang tidak benar-benar bersalah.
• Pemaparan terhadap kekerasan di media ditemukan dapat meningkatan agresi di antara penonton. Hal ini terjadi karena
beberapa faktor, misalnya pemaparan awal terhadap pemikiran agresif dan melemahnya pertahanan untuk menolak melakukan
agresi.
• Keterangsangan yang meningkat dapat meningkatkan agresi jika keterangsangan tersebut masih tetap ada setelah melalui
situasi di mana hal itu terjadi dan salah diinterpretasikan sebagai rasa marah.
• Keterangsangan seksual yang ringan akan mengurangi agresi, sedangkan keterangsangan seksual yang lebih tinggi akan
meningkatkan agresi.
• Bahkan pemaparan terhadap kata-kata yang terkait dengan seks pun dapat meningkatkan
agresi melalui pemaparan awal skema dan struktur pengetahuan lainnya yang berhubungan
dengan agresi.
• Orang-orang yang menunjukkan pola perilaku Tipe A lebih mudah marah dan lebih agresif
daripada orang-orang dengan pola perilaku Tipe B.
• Individu yang memiliki bias atribusional hostile yang tinggi mengatribusi tndakan orang lain
pada maksud hostile. Hasilnya, mereka menjadi lebih agresif daripada orang yang memiliki
kadar rendah dalam karakteristik ini.
• Orang-orang dengan narsisme yang tinggi memegang pandangan berlebhan akan nilai dirinya
sendiri. Mereka bereaksi dengan tingkat agresi yang sangat tinggi terhadap umpan balik dari
orang lain yang mengancam ego mereka yang besar.
• Pria umumnya lebih agresif daripada wanita, tetapi perbedaan ini berkurang dalam konteks
adanya provokasi yang kuat. Pria lebih cenderung untuk menggunakan bentuk langsung dari
agresi, tetapi wanita lebih cenderung untuk menggunakan bentuk tidak langsung dari agresi.
Pria lebih cenderung daripada wanita untuk terlibat dalam pemaksaan seksual.
• Suhu udara tinggi cenderung akan meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Di
atas tingkat tertentu, agresi menurun selagi suhu udara meningkat.
• Konsumsi alkohol dapat meningkatkan agresi—terutama, tampaknya, pada individu yang
dalam keadaan normal menunjukkan tingkat agresi yang rendah.
Agresi dalam Hubungan Jangka Panjang: Intimidasi dan Kekerasan di Tempat Kerja
• Intimidasi meliputi agresi berulang terhadap individu yang, untuk berbagai alasan, tidak dapat membela
dirinya sendiri dari perlakuan semacam ini. Intimidasi terjadi pada banyak konteks, termasuk sekolah,
tempat kerja, dan penjara. Hanya sedikit anak-anak yang menjadi pelaku saja atau korban saja; lebih
banyak anak-anak yang memainkan kedua peran baik pelaku maupun korban secara sekaligus. Pelaku dan
pelaku/korban tampaknya memiliki self-esteem yang lebih rendah daripada anak-anak yang tidak terlibat
dalam intimidasi.
• Agresi di tempat kerja memiliki berbagai bentuk, tetapi biasanya bersifat tertutup. Agresi ini muncul dari
banyak faktor, termasuk persepsi bahwa dirinya telah diperlakukan secara tidak adil dan adanya banyak
perubahan mengganggu yang terjadi di tempat kerja dalam tahun-tahun terakhir.
 
Pencegahan dan Pengendalian Agresi: Beberapa Teknik yang Berguna
• Hukuman dapat menjadi efektif dalam mengurangi agresi, tetapi hanya jika diberikan pada kondisi-kodis
tertentu.
• Hipotesis katarsis tampaknya banyak mengandung kesalahan. Terlibat dalam aktivitas keras dapat
mengurangi keterangsangan emosi, tetapi hanya untuk sementara. Sama halnya, agresi tidak dikurangi
dengan cara terlibat dalam bentuk agresi yang sepertinya “aman”.
• Agresi dapat dikurangi dengan permintaan maaf—pengakuan kesalahan yang meliputi permintaan ampun
—dan dengan terlibat dalam aktivitas yang mengalihkan perhatian dari penyebab amarah.
• Agresi juga dapat dikurangi dengan pemaparan terhadap model nonagresif, pelatihan dalam keterampilan
sosial, serta pembangkitan kondisi afeksi yang tidak tepat dengan agresi.

Anda mungkin juga menyukai