Anda di halaman 1dari 33

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

CROSS CULTURAL COMMUNICATION

Session
4
IG @henipridia
Harorl D. Lasswell (1960)
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu
proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa,
dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan
akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In
which channel? To whom? With what
effect?) (pengantar Ilmu komunikasi, 1998, hal
19, Prof. Dr. Hafied Cangara, M. Sc.) (Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar , 2005, hal 69, Dedy
Mulyana)

Bernard Berelson & Gary A. Steiner, [dedy Mulyana, Ilmu


Komunikasi Suatu Pengantar 2005, hal 68]
Komunikasi : Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan,
dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata,
gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses
transmisi itulah yang disebut dengan komunikasi.
Kebudayaan yang diartikan sebagai totalitas pikiran, tindakan dan karya
manusia tersebut mempunyai tiga wujud (Koentjoroningrat, 1987 dalam Ibrahim,
2003).
• Pertama, kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-
norma, peraturan, yag bersifat abstrak yang hanya dapat dirasakan, tetapi tidak
dapat dilihat dan diraba. Widyosiswoyo (2004) mengatakan gagasan-gagasan
yang ada di masyarakat saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga
membentuk suatu sistem budaya atau culture system, contohnya adalah adat
istiadat dan ilmu pengetahuan.

•Wujud kedua adalah suatu kompleks aktivitas, tingkah laku berpola, perilaku,
upacara-upacara serta ritus-ritus dari manusia dalam masyarakat yang
mempunyai sifat dapat dirasakan dan dilihat tetapi tidak dapat diraba.
Widyosiswoyo (2004) mengatakan wujud ini sebagai Sistem Sosial atau social
system, contohnya adalah gotong royong dan kerja sama.

•Wujud ketiga adalah kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang
bersifat dapat dilihat, dirasa, dan diraba. Wujud ini paling konkrit yang disebut
kebudayaan fisik atau material (material culture), contohnya adalah Candi
borobudur, rumah adat sampai kepada pesawat terbang, pesawat ruang angkasa.
Definisi Komunikasi Antar Budaya Menurut Liliweri,2004:9

1. Pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar
belakang budaya
2. Pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara
dua orang yang berbeda latar belakang budaya
3. Pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikansecara lisan atau
tertulis atau metode lainnya yang dilakuka oleh dua orang yang berbeda latar balakang
budayanya.
4. Pengalihan informasi dari seseorang yang berkebudayaan tertentu kepada seseorang yang
berkebudayaan lain.
5. Pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan oleh orang yang berbeda latar
belakang budayanya.
6. Proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepad orang lain
yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan mengahasilkan efek
tertentu.
7. Setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan diantara mereka yang berbeda
latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis,
juga melalui bahasa tubuh, gaya atau penampilan  pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya
yang memperjelas pesan.
Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya

1. Bisa dijalin baik secara individu maupun secara


berkelompok. Kini, dapat dilakukan melalui media
2. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan
feedback sesuai dengan yang dimaksud, karena tergantung
kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan
yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi,
3. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi
yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan
inilah yang disebut akulturasi.  
4. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam
komunikasi
5. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya
menciptakan komunikasi itu
6. Menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua
budaya atau lebih yang terlibat
7. Bisa dijalin baik secara individu anggota masyarakat
maupun dijalin secara berkelompok. Kini, dapat dilakukan
melalui media
Alasan adanya Komunikasi Lintas Budaya

Budaya yang berbeda memiliki sistem nilai yang berbeda.


Karena itu ikut menentukan tujuan hidup dan cara
berkomunikasi yang berbeda.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma
yang ada pada masing- masing budaya.
Sehingga dalam setiap kegiatan komunikasi dengan orang lain
selalu mengandung potensi kesalahpahaman.
Tujuan Komunikasi Lintas Budaya:
1. Menyadari bias budaya sendiri
2. Lebih peka secara budaya
3. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan
anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut
4. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya
sendiri
5. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang. 
Hambatan komunikasi lintas budaya:

 Below waterline (di bawah air)


 Above waterline (di atas air).
Below Waterline

 Faktor-faktor hambatan: Faktor- faktor yang


membentuk perilaku atau sikap seseorang,
 Hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau
diperhatikan.
 Jenis-jenis hambatan below waterline: persepsi
(perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes),
filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),
jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang
(subcultures group). 
Above Waterline
(Chaney & Martin, 2004)

1. Fisik (Physical): Berasal dari hambatan waktu,


lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

2. Budaya (Cultural): Berasal dari etnik yang berbeda,


agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara
budaya yang satu dengan yang lainnya. 
3. Persepsi (Perceptual): Karena setiap orang memiliki persepsi
yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk
mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran
yang berbeda-beda.

4. Motivasi (Motivational): Berkaitan dengan tingkat motivasi


dari pendengar. Maksudnya adalah apakah pendengar yang
menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah
sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi
hambatan komunikasi. 
5. Pengalaman (Experiantial): Karena setiap individu tidak
memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu
mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam
melihat sesuatu.

6. Emosi (Emotional): Berkaitan dengan emosi atau perasaan


pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk
maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar
dan sulit untuk dilalui. 
7. Bahasa (Linguistic): Apabila pengirim pesan (sender) dan
penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda
atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima
pesan.

8. Nonverbal: Komunikasi tidak berbentuk kata-kata. Misalnya,


mimic marah yang ditunjukkan receiver ketika sender melakukan
komunikasi. Mimik marah tersebut dapat menjadi penghambat
komunikasi karena mungkin saja sender akan merasa tidak
maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada receiver. 
9. Kompetisi (Competition): Muncul apabila penerima
pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil
mendengarkan.

Contohnya menerima telepon selular sambil menyetir.


Karena melakukan 2 kegiatan sekaligus maka receiver
tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan
sender secara maksimal. 
Prinsip Komunikasi Lintas Budaya:

1. Relativitas budaya

 Penggunaan bahasa yang berbeda akan membuat


perbedaan cara pandang dan pola pikir seseorang
tentang dunia.
 Perbedaan bahasa ini akan membuat awal interaksi
menjadi lebih intens agar komunikasi berjalan lancar.
Caranya, mendengarkan, pengecekan persepsi,
berbicara secara spesifik, serta mencari umpan balik. 
2. Bahasa sebagai cermin budaya

 Makin besar perbedaan budaya, makin besar


perbedaan komunikasi yang akan terjadi.
Artinya, makin sulit komunikasi efektif dilakukan.
 Peka terhadap hambatan komunikasi lintas
budaya dan menggunakan teknik-teknik untuk
membantu komunikasi. 
3. Mengurangi ketidakpastian

 Makin besar perbedaan budaya, makin besar


ketidakpastian dan ambiguitas dalam
komunikasi.
 Diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk
mengurangi ketidakpastian sehingga komunikasi
menjadi bermakna. 
4. Kesadaran diri dan perbedaan budaya

 Makin besar perbedaan budaya, makin besar


kesadaran diri para partisipan selama
komunikasi.
 Konsekuensi positifnya, kesadaran diri akan
membuat partisipan lebih waspada sehingga
mencegah mengatakan hal-hal yang tidak patut.
 Konsekuensi negatifnya, terlalu berhati-hati,
tidak spontan, dan kurang percaya diri.  
5. Interaksi awal dan perbedaan budaya

 Interaksi awal yang tidak efektif dalam


berkomunikasi karena perbedaan budaya
berangsur-angsur akan berkurang seiring
hubungan yang lebih akrab.
 Hindari menilai orang lain secara tergesa-gesa.
Apalagi hanya didasarkan pada informasi yang
terbatas. 
6. Memaksimalkan hasil interaksi

 Caranya:
a. Berinteraksi dengan orang lain yang diperkirakan
akan memberikan hasil positif
b. Bila mendapat hasil positif, melibatkan terus
dalam komunikasi
c. Membuat prediksi tentang perilaku yang
mungkin akan memberi hasil positif.
Supaya Ada Sensitivitas Lintas Budaya

1. Hindari Etnosentrisme dan Stereotip


Etnosentrisme
Stereotip
Kecenderungan untuk menilai
Memberikan atribut yang semua kelompok lain menurut
digeneralisasi pada seorang standar, perilaku, dan kebiasaan
individu atas dasar menurut kelompoknya sendiri.
keanggotaannya pada satu Tips atasi etnosentris: Jangan
kelompok tertentu.  berasumsi, jangan menghakimi,
akui adanya perbedaan.
Etnosentrisme
• Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya
etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan
saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika
terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura
di lain tempat mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi.

• Etnosentrisme memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan. Tipe
pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki
etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan
persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan
pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain
berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah etnosentrisme
infleksibel.
• Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar
dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu
berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami
perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya

•Indikator terbaik menentukan tipe etnosentrisme seseorang dapat ditemukan


pada respon orang tersebut dalam menginterpretasi perilaku orang lain.
Misalnya Pita, seorang etnis Minang makan sambil jalan di gang rumah kita di
Jogja, jika kita semata-mata memandang dari perspektif sendiri dan
mengatakan “dia memang buruk”, “dia tidak sopan”, atau “itulah mengapa dia
tidak disukai” berarti kita memiliki etnosentrisme yang kaku. Tapi jika
mengatakan “itulah cara yang dia pelajari untuk melakukannya,” berarti
mungkin kita memiliki etnosentrisme yang fleksibeL.
•Lawan dari etnosentrisme adalah etnorelativisme, yaitu kepercayaan bahwa
semua kelompok, semua budaya dan subkultur pada hakekatnya sama (Daft, 1999).
Dalam etnorelativisme setiap etnik dinilai memiliki kedudukan yang sama penting
dan sama berharganya. Dalam bahasa filsafat, orang yang mampu mencapai
pengertian demikian adalah orang yang telah mencapai tahapan sebagai manusia
sejati; manusia humanis.

•Sikap etnosentrik dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya tipe kepribadian,


derajat identifikasi etnik, dan ketergantungan. Semakin tinggi derajat identifikasi
etnik umumnya semakin tinggi pula derajat etnosentrisme yang dimiliki, meski
tidak selalu demikian. Helmi (1991) misalnya menemukan bahwa generasi muda
etnik Cina memiliki sikap etnosentrik lebih rendah daripada yang tua. Temuan ini
membuktikan bahwa semakin terikat seseorang terhadap etniknya maka semakin
tinggi pula etnosentrisme yang dimiliki, sebab generasi tua etnik Cina umumnya
memang masih cukup kuat terikat dengan negeri leluhurnya dibandingkan generasi
mudanya yang telah melebur dengan masyarakat mayoritas lainnya.
STEREOTIP

•Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling sering diterapkan oleh suatu
kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh seseorang kepada orang lain
(Soekanto, 1993).
•Secara lebih tegas Matsumoto (1996) mendefinisikan stereotip sebagai
generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang terutama karakter
psikologis atau sifat kepribadian.
•Beberapa contoh stereotip terkenal berkenaan dengan asal etnik adalah stereotip
yang melekat pada etnis jawa, seperti lamban dan penurut. Stereotip etnis Batak
adalah keras kepala dan maunya menang sendiri. Stereotip orang Minang adalah
pintar berdagang. Stereotip etnis Cina adalah pelit dan pekerja keras.
•Melalui stereotip kita bertindak menurut apa yang sekiranya sesuai
terhadap kelompok lain. Misalnya etnis jawa memiliki stereotip lemah
lembut dan kurang suka berterus terang, maka kita akan bertindak
berdasarkan stereotip itu dengan bersikap selembut-lembutnya dan
berusaha untuk tidak mempercayai begitu saja apa yang diucapkan
seorang etnis jawa kepada kita.

•Sebagai sebuah generalisasi kesan, stereotip kadang-kadang tepat


dan kadang-kadang tidak. Misalnya stereotip etnis jawa yang tidak
suka berterus terang memiliki kebenaran cukup tinggi karena
umumnya etnis jawa memang kurang suka berterus terang. Namun
tentu saja terdapat pengecualian-pengecualian karena banyak juga
etnis jawa yang suka berterus terang.
2. Kenali variasi budaya.

Perbedaan budaya mengarah pada kesalahan


komunikasi. Perlakukan orang lain sesuai
dengan cara yang mereka ingin diperlakukan. 
3. Kenali perbedaan budaya kontekstual. Pola mengenai
isyarat fisik, stimuli lingkungan, dan pemahaman
implisit yang menyampaikan arti di antara anggota-
anggota dari budaya yang sama.

4. Kenali juga perbedaan hukum dan etika, perbedaan-


perbedaan sosial, perbedaan nonverbal, perbedaan
umur, perbedaan gender.

Anda mungkin juga menyukai