Anda di halaman 1dari 37

MODUL PILEK MENAHUN

KELOMPOK VII B
Skenario
Seorang laki-laki 34 tahun, guru SD di
Mamuju datang di poliklinik THT RS
Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan
utama sering bersin disertai ingus encer
dan hidung tersumbat terutama pada pagi
hari. Ada riwayat penyakit asma pada usia
balita. Gejala ini sudah dirasakan hampir
tiap hari, mengganggu aktivitas mengajar
dan perlangsungannya sudah 5 tahun
terakhir
Anatomi, Fisiologi, dan Histologi
saluran nafas?
Anatomi Saluran Nafas

Rongga hidung
•Terbentuk dari tulang dan
kartilago
•Nostril
•vestibula
•Bagian anterior vestibula : kulit
& rambut (vibrissae) yg
menyaring benda asing &
mencegah dari inhalasi
•Bagian posterior : membran
mukosa yg tersusun dr sel
epitelial yg menghasilkan mukus
...
Faring Laring
Saluran bersama resp. Saluran nafas bagian
dan digesti bawah
Terdapat mekanisme Trakea & Bronkus
refleks untuk menutup Panjang 12 cm dg
trakea selama proses cincin kartilago
menelan
Faring terbagi 3 :
Percabangan trakea :
• Nasofaring
membentuk bronkus
• Orofaring
• Laringofaring
...
Bronkiolus Alveoli
Diujung bronkiolus Kantung udara tipis,
terkumpul alveoli dapat mengembang
Dinding bronkiolus dan berbentuk buah
mengandung otot anggur yg terdapat
polos & dipersarafi diujung percabangan
oleh sistem saraf sal. Alveolus terdiri
otonom, peka dari lapisan sel
terhadap hormon alveolus Tipe I dan
tertentu dan zat kimia tipe II
tertentu
Fisiology Saluran Nafas
Inspirasi dan
ekspirasi
Melibatkan
diafraghma, otot
antar tulang
rusuk (muskulus
intercostalis)Meru
pakan otot
tempat
melekatnya
tulang rusuk.
Hitologi Saliran Nafas
HIDUNG

Tersusun oleh jaringan
tulang, cartilage, otot
dan jaringan pengikat.
Glandula sebacea dan

rambut-rambut halus.
dilapisi epitel silindris
semu berlapis bersilia
dengan banyak kelenjar
mucosa
Di indera pembau
terdapat epitel khusus.
...
LARYNX Trakea
epitel silindris semu
terdiri atas berlapis bercilia, lamina
cartilage hyaline, propria, tunica submukosa
(terdapat kelenjar). ciri
cartilage elastis, khas dari trachea adalah
jaringan adanya kerangka cincin-
cincin cartilago hyaline
pengikat dan yang berbentuk huruf C
otot bercorak. sebanyak 16-20. Bagian
belakang tidak memiliki
cincin cartilage (pars
membranacea) diisi oleh
serabut-serabut otot
...
 Bronchus  Pulmo
bronchus primaries
masuk ke paru-paru lobulus primerius
melalui hilus pulmonalis yang meliputi
dengan arah ke bawah semua struktur
dan lateral. Bronchus yang
sebelah kanan bercabang
mulai bronchiolus
menjadi 3 dan yang terminalis,
sebelah kiri becabang bronchiolus
menjadi 2, dimana setiap
cabang tersebut
respiratorius,
merupakan percabangan ductus alveolaris,
dari bronchus primaries. atrium, saccus
alveolaris, dan
alveoli bersama-
sama dengan
pembuluh darah,
Mekanisme Bersin
Mekanisme bersin
ADA ALERGEN MASUK KEDALAM MEMBRAN HIDUNG

UJUNG SARAF AFEREN DI HIDUNG TERANGSANG

IMPULS LISTRIK

SARAF TRIGEMINUS

MEDULLA SPINALIS

OTOT – OTOT PERNAFASAN DADA

REFLEKS BERSIN
Patomekanisme pilek dan
bersin?
Patomekanisme Pilek
Tahap sensitisasi • Tahap sensitisasi
Tahap RAFC Alergen menempel pada
mukosa hidung → ditangkap
Tahap RAFL oleh APC → antigen membentuk
fragmen pendek peptida →
bergabung dengan HLA kelas 2
→ membentuk MHC kelas 2 →
dipresentasikan oleh sel T
helper → APC melepas sitokin
IL-1 yang mengaktifkan Th 0 →
Th 0 berproliferasi menjadi Th 1
dan Th 2 → Th 2 menghasilkan
sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-13.
...
Tahap RAFC Tahap RAFL
IL-4 dan IL-13 diikat oleh Pada fase ini ditandai
limfosit B dipermukaan →
limfosit B aktif dan
dengan penambahan jenis
memproduksi IgE → IgE di dan jumlah sel inflamasi
sirkulasi darah masuk ke eosinofil, netrofil, basofil,
jaringan ikat dan diaktifkan di dan mastosit di mukosa
permukaan sel mastosit atau hidung → Terjadi
basofil → rantai IgE mengikat peningkatan sitokin IL-3,
alergen yang spesifik dan
terjadi degranulasi (pecahnya
IL-4, IL-5 GM-CSF dan
dinding sel) mastosit dan ICAM-1pada sekret hidung
basofil dan membentuk → Timbul hipereaktif atau
Histamin → Histamin hiperesponsif akibat
menyebabkan kelenjar mukosa peranan eosinofil dengan
mengalami hipersekresi dan
ECP, EDP, MBP, EPO
permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi rinore
Hipersensitivitas menurut Gell dan
Coombs?
Hipersensitivitas tipe I
Disebut Terdiridari fase
juga
reaksi cepat atau sensitasi, fase
aktivasi, dan fase
anfilaksis timbul efektor.
segera setalah Terlepasnya
tubuh terpapar mediator primer
alergen. maupun sekunder
Alergen dari sel mast/ basofil.
Manifestasi gejala
menimbulkan
dapat berupa reaksi
respon imun lokal maupun
(produksi IgE). sistemik
...
Hipersensitivitas tipe II
Diperantarai oleh antibodi Reaksi yang bergantung
untuk melawan antigen target komplemen
pada permukaan sel atau
dengan dua mekanisme
komponen jaringan lainnya.
yaitu lisis langsung dan
Disebut juga reaksi sitotoxik
opsonisasi.
atau sitolitik, terjadi karena
dibentuk antibodi jenis IgG atau Antibodi terikat pada antigen
IgM terhadap antigen. permukaan sel dapat
Reaksi diawali dengan ikatan menyebabkan fiksasi
antara antibodi dengan komplemen pada permukaan
determinan dari antigen sel selanjutnya diikuti lisis
Antibodi dapat mengaktifkan melalui kompleks penyerang
sel dengan reseptor Fcɣ-R dan membran.
juga sel NK sebagai sel efektor Sel yang diselubungi antibodi
dan menimbulkan kerusakan dan fragmen komplemen
melalui ADDC ( Antibody C3b (teropsonisasi) rentan
Dependent Cell Mediated
pula terhadap fagositosis.
Cytotoxycity)
...
Sitotoksitas selular Disfungsi sel yang
bergantung antibodi diperantarai
(ADDC) antibodi
meliputi pembunuhan Pada beberapa kasus,
melalui jenis sel yang antibodi yang
membawa reseptor untuk
diarahkan untuk
bagian Fc IgG. Sasaran
melawan reseptor
yang diselubungi oleh
antibodi dilisikan. ADDC
permukaan sel
dapat diperantarai oleh merusak atau
berbagai macam mengacaukan fungsi
leukosit, termasuk tanpa menyebabkan
neutrofil, eosinofil, jejas sel atau inflamasi.
makrofag, dan sel NK. Misalnya pada penyakit
Graves.
Hipersensitivitas tipe III
kompleks imun yang besar  Kompleks imun
mudah dimusnahkan oleh mengendap di pembuluh
makrofag, sedangkan darah
kompleks yang lebih kecil Makrofag yang diaktifkan
lebih sulit, sehingga dapat kadang belum dapat
lama berada dalam menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag terus
sirkulasi darah, namun
dirangsang untuk
pada keadaan biasa, hal mengeluarkan berbagai bahan
tersebut tidaklah yang dapat merusak jaringan.
berbahaya. Yang menjadi Kompleks imun di sirkulasi
masalah adalah jika berupa antigen dengan
kompleks imun tersebut antibodi IgM / IgG3 (dapat pula
mengendap di jaringan. IgA) diendapkan pada
Bentuk reaksi dapat berupa membran basal vaskular dan
reaksi lokal (Arthus) membran basal ginjal dan
menimbulkan reaksi inflamasi
ataupun reaksi sistemik.
lokal dan luas.
...
Kompleks yang terjadi Kompleks imun
dapat mengakibatkan
mengendap di
agregasi trombosit,
aktivasi makrofag, jaringan
perubahan permeabilitas karena ukuran
vaskular, aktivasi sel
kompleks imun
mast, produksi dan
penglepasan mediator yang kecil dan
inflamasi dan bahan permeabilitas
kemotaktik serta influks vaskular yang
neutrofil. Bahan toksik
yang dilepaskan neutrofil
meningkat, antara
dapat menimbulkan lain karena
kerusakan jaringan histamin yang
setempat. dilepas sel mast.
Hipersensitivitas tipe IV
Imunitas Hipersensitivitas tipe
selular
lambat/ DHT (Delayed Type
merupakan Hipersensitivity)
mekanisme utama diawali dengan fase sensitisasi
(1-2 minggu setelah kontak
respon terhadap primer). Th diaktifkan oleh APC
berbagai macam melalui MHC II. Sel T kemudian
mikroba diaktifkkan (umumnya CD4+
terutama Th1, namun
diperantarai oleh sel terkadang pulan CD8+).
T : hipersensitivitas Pajanan ulang dengan antigen
meninduksi sel efektor. Pada
tipe lambat oleh fase efektor, Th1 melepaskan
CD4+ dan berbagai sitokin untuk
mengerahkan dan
sitotoksisitas sel mengaktifkan makrofag dan
langsung oleh CD8+. sel inflamasi nonspesifik
lainnya.
...
Makrofag merupakan T Cell Mediated
efektor utama terhadap Cytolysis (penyakit
respon DTH. Makrofag
CD8+)
keluarkan enzim litik untuk
destruksi patogen Kerusakan yang terjadi
nonspesifik yang melalui CD8+ dapat
menimbulkan sedikit langsung membunuh
kerusakan jaringan, tetapi sel sasaran. Sel CD8+
patogen yang tidak mudah
yang spesifik untuk
dibasmi akan
menyebabkan respon DTH antigen atau sel
memanjang dan dapat aulogus dapat
menimbulkan kerusakan membunuh sel dengan
jaringan atau granuloma. langsung.
Faktor penyebab pilek?
Faktor
Keturunan
Lingkungan
Daya tahan
tubuh
Kebugaran
Hubungan riwayat penyakit
asma?
...
 Asma ditandai dengan ◦ Antibodi ini dapat
kontraksi spastik otot polos menimbulkan alergi apabila
bronkiolus, yang menyumbat terpapar dengan antigen
bronkiolus secara parsial dan spesifik yang memicu awal
menyebabkan kesukaran pembentukan antibodi ini.
bernapas
◦ pada asma, antibodi
 Penyebab asma yang umum spesifik alergen terutama
ialah hipersensitivitas melekat dengan pada sel
kontraktil bronkiolus sebagai
mast yang terdapat pada
respon terhadap benda-benda
intertisial paru dan
asing di udara
berhubungan erat dengan
 Reaksi alergi yang timbul bronkiolus dan bronkus
pada asma alergi diduga
kecil
terjadi akibat sebab berikut:
◦ sel mast dan mengeluarkan
◦ Seseorang yang alergi
berbagai macam zat.
mempunyai
kecenderungan untuk
membentuk antibodi IgE
abnormal dengan jumlah
yang besar.
Penatalaksanaan?
...
1) Terapi yang paling  Kromon lokal
ideal adalah dengan
(local
alergen penyebabnya
( avoidance) dan chromones)
eliminasi  Dekongestan
2) Simptomatis oral
a) Medikamentosa  Dekongestan
 Antihistamin-H1 oral 
intranasal
 Antihistamin-H1 lokal
 Kortikosteroid
 Antikolinergik
intranasal intranasal
 Kortikosteroid oral/IM  Anti-leukotrien
...
b) Operatif yakni dengan 2. Pemeriksaan Fisik
tindakan konkotomi
c) Imunoterapi. Jenisnya Pada muka didapatkan
desensitasi, hiposensitasi & garis Dennie-Morgan
netralisasi. Desensitasi dan dan allergic shinner,
hiposensitasi membentuk
blocking antibody ditemukan juga allergic
crease,. Pada
Diagnosis rinitis alergi pemeriksaan rinoskopi
ditegakkan berdasarkan:
ditemukan mukosa
1. Anamnesis
hidung basah,
Nama, keluhan utama, pola
gejala (hilang timbul, menetap) berwarna pucat atau
beserta onset dan livid dengan konka
keparahannya, identifikasi
faktor predisposisi karena faktor
edema dan sekret yang
genetik dan herediter encer dan banyak.
...
3. Pemeriksaan Penunjang b. In vivo
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah Alergen penyebab
tepi dapat normal atau dapat dicari dengan
meningkat. Lebih bermakna cara pemeriksaan
adalah dengan RAST ( Radio
Immuno Sorbent Test) atau tes cukit kulit, uji
ELISA (Enzyme Linked intrakutan atau
Immuno Sorbent Assay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung,
intradermal yang
walaupun tidak dapat tunggal atau berseri
memastikan diagnosis, tetap (Skin End-point
berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Titration/SET )
Differential Diagnose
...
DAFTAR PUSTAKA

 Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus


Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Robbins, Stanley L, et al. 2007. Buku Ajar
Patologi Robbins volume 1 edisi 7. Jakarta:
EGC
 Baratawidjaja, Karnen Garna. 2010.
Imunologi Dasar edisi ke-9. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
 Guyton, Arthur C., John E. Hall, 2007. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta:
EGC
Kelompok VII B
NAMA STAMBUK

ANDI ROOSDIYANAH M.R. 110 208 0102


LISNI TRIANA 110 209 0103
IKA SAPUTRI BURHANUDDIN 110 211 0003
RYNA RADIANT 110 211 0009
M. TANTHOWI DARWIS 110 211 0087
MUH. YASDAR BAHRI 110 211 0022
MUHAMMAD RAHMAT NUR 110 211 0030
EMELDA SUGIARTI 110 211 0037
GUSNINA OCTAVIANTI 110 211 0046
NIRMA RAHAYU H.S. 110 211 0054
FADIAH FATHANIAH M. 110 211 0060
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai