Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN KASUS
ASMA/BRONKITIS/BRONKIOLOTIS

DI SUSUN OLEH

ELIN SURYANI
FITRIATUL HASNI
Definisi
 Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

 Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat


reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.

 Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial


yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme
(kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
Etiologi

 Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus


sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
 Adanya pembengkakan membrane
bronkhus.
 Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Klasifikasi
 Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

 Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa
juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.

 Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
Manifestasi Klinis
 Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari
wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat,
dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta
tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
 Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan
test provokasi bronkial di laboratorium
 Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak
dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
 Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
 Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
 Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan
nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.
Patofisiologi
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien


dengan asma adalah mengancam pada
gangguan keseimbanga asam basa dan gagal
nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic
persistent bronchitis, emphysema.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum
 Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
Pemeriksaan darah
 Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit
 Pemeriksaan Scanning Paru
Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area
ventilasi(ketidak cocokan/perfusi) atau tidak adanya
ventilasi/perfusi.
 Pemeriksaan Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penatalaksanaan medis
 Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas

a. Pengobatan dengan obat-obatan. Seperti :


 Beta agonist (beta adrenergik agent)
 Methylxanlines (enphy bronkodilator)
 Anti kolinergik (bronkodilator)
 Kortikosteroid
 Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
 Oksigen 4-6 liter/menit.
 Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian
agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan
perlahan.
 Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
 sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

a. Identitas klien

1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan,


alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas,
keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman
pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik Dada

Palpasi : Auskultasi :
1) Temperatur kulit 1) Vesikuler
2) Premitus : fibrasi dada 2) Broncho vesikuler
3) Pengembangan dada 3) Hyper ventilasi
4) Krepitasi 4) Rochi
5) Massa 5) Wheezing
6) Edema 6) Lokasi dan perubahan
suara napas serta kapan
saat terjadinya.
Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri.
c) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya
hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak
dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti :
Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua
destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti
bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E
spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto
dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8)  Pemeriksaan sputum.
Pola Kesehatan Gordon
1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan
Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.
2.Pola Aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri, skor:
0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu dibantu orang lain
3 = perlu dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung
3.Pola istirahat dan tidur
Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat tidur (tenang,
gelisah), kebiasaan tidur.
4. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan (sering/jarang/teratur),
antropometri, kesulitan menelan.
5. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan.
6. Pola kognitif-perseptual
Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara (normal/gagap)
7. Pola konsep diri
Pemahaman akan diri sendiri.
8. Pola koping
Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi.
10. Pola peran-hubungan
Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran dalam
keluarga dan masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk RS.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit dengan spiritual.
Diagnosa Keperawatan

 Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan


dengan akumulasi mukus.
 Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru.
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi
Intervensi
 Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
 Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit.
 Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan
sputum, wheezing berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan
umum baik.
 Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas
(asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c.Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak
duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1(inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mukosa.

Anda mungkin juga menyukai