Anda di halaman 1dari 41

REFERAT MADYA KARDIOLOGI

Penyakit Jantung Rematik


OLEH
IMA SONIA

SUPERVISOR
DR. AGUS PRIYATNO, SPA(K)
Epidemiologi

 Insidensi PJR thn 20153.4 kasus pada 100.000 populasi pada


daerah non endemis dan 400 kasus pada 100.000 populasi pada
daerah endemis
 Prevalensi meningkat sesuai dengan usia, dari 4.7 per 1000 anak
pada usia 5 thn menjadi 21 per 1000 anak pada usia 16 thn
 Terdapat 33.4 juta individu dengan PJR, menyebabkan kematian
mencapai 305,000 pada tahun 2015 dan lebih dari 1 juta kematian
setiap tahun.

Karthikeyan G, Mayosi BM, Sable C, Steer A. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. Nat Rev Dis Prim.
2018;
Definisi

 Demam rematik akut: sindrom klinis sebagai akibat infeksi


streptokokus beta hemolitik grup A yang ditandai oleh satu atau lebih
manifestasi mayor antara lain; karditis, poliartritis migran, nodul
subkutan, chorea dan eritema marginatum dan mempunyai ciri khas
untuk kambuh kembali
 Karditis rematik: inflamasi aktif pada jaringan jantung, katup mitral
dan atau aorta disebabkan karena demam rematik akut. Karditis
rematik menyebabkan kerusakan kronik yang menetap setelah episode
inflamasi akut.

Wahab AS. Penyakit Jantung Rematik. In: Sastroasmoro S MB, ed. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: IDAI; 1994:318-
340.
Definisi

 Penyakit Jantung Rematik: sindrom klinik kelainan jantung akibat demam


rematik atau kelainan jantung yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Ada bukti karditis atau pericarditis selama serangan akut DR
2. Terdapat lesi anatomis khas pada jantung yang disebabkan oleh DR kecuali
apabila dikemudian hari ditemukan kelainan pada jantung oleh sebab lain
3. Bukti ditemukannya obstruksi mitral tanpa adanya riwayat DR dan tidak
dapat dibuktikan oleh sebab lain yang jelas
Pathogenesis acute rheumatic fever

Sika-paotonu D, Beaton A, Raghu A, Steer A, Carapetis J. Acute Rheumactic Fever and Rheumatic Heart Disease. In: Ferretti JJ, Stevens DL FV, ed.
Streptococcus Pyogenes : Basic Biology to Clinical Manifestations [Internet]. University of Oklahoma Health Sciences Center; 2016:1-57.
The GAS cross-reactive immune response in the heart

Sika-paotonu D, Beaton A, Raghu A, Steer A, Carapetis J. Acute Rheumactic Fever and Rheumatic Heart Disease. In: Ferretti JJ, Stevens DL FV, ed.
Streptococcus Pyogenes : Basic Biology to Clinical Manifestations [Internet]. University of Oklahoma Health Sciences Center; 2016:1-57.
Faktor predisposisi terjadinya
reaktivasi

 Infeksi streptokokus hampir semua reaktivasi DR dibuktikan adanya infeksi baru


streptokokus beta hemolitik grup A
 Umur, ras dan jenis kelamin  makin muda seseorang menderita serangan
pertama makin besar kemungkinan mengalami reaktivasi
Wanita lebih sering mengalami dibandingkan laki-laki
 Interval serangan reaktivasi paling tinggi terjadi pada tahun pertama
 Penderita dengan gejala sisa kelainan jantung kemungkinan mendapat serangan
ulang lebih besar

Wahab AS. Penyakit Jantung Rematik. In: Sastroasmoro S MB, ed. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: IDAI; 1994:318-340.
 Mitral
 Aorta
Katup yang  Mitral dan aorta
paling sering  Trikuspid
terkena  Trikuspid dan mitral
 Pulmonal
Regurgitasi mitral

 Valvulitis mitral sebagian besar telah terjadi pada hari-hari


pertama serangan DRA, Sebagian besar akan sembuh sempurna
tetapi sebagian lain meninggalkan gejala sisa berupa
insufisiensi/regurgitasi mitral
 Kebocoran katup mitral terjadi akibat penyembuhan valvulitis
mitral yang tidak sempurna menyebabkan katup menebal
sehingga tidak dapat menutup sempurna
 Perubahan yang terjadi : perlengketan antara tepi daun,
pelebaran ventrikel, perubahan pada m papilaris serta korda
tendinae menambah kebocoran
Regurgitasi mitral - hemodinamik

 Penutupan katup mitral yang tidak sempurna  regurgitasi dari ventrikel


ke atrium kiri saat systole
 MI ringan dapat ditoleransi sehingga tidak ada gangguan hemodinamik
 MI sedang dan berat , regurgitasi menyebabkan penambahan tekanan dan
volume atrium kiri dan diteruskan ke sirkulasi paru sehingga menaikkan
tekanan vena pulmonal dan selanjutnya tekanan arteri paru, tahanan
vaskular paru juga akan meningkat pada akhirnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan dan insufisiensi tricuspid.
 Kebocoran sedang dan berat  kardiomegali dan tertimbunnya darah di
atrium kiri saat awal diastole  stenosis mitral relatif shg terjadi flow
murmur diastolic mirip dengan bising carrey coombs
Regurgitasi mitral

Manifestasi klinis
 Ringan: tidak menimbulkan gejala
 Sedang- berat : lekas capai, bb turun, pucat,
palpitasi, lemah, dispneu saat kerja karena
bendungan atau gagal jantung
Pemeriksaan Fisik
Apeks kuat angkat, BJ I normal atau melemah, BJ II
mengeras bila insufisiensi berat, Bising pansistolik di
apeks yang menjalar ke aksila sampai belakang dan
mengeras bila miring ke kiri, derajat bising 2/6
sampai 5/6
Regurgitasi mitral

 RADIOLOGI
 MI ringan  normal
 MI sedang-berat LVH, LAH
 MI berat kongesti paru dan hipertrofi ventrikel kanan yang
menandakan hipertensi pulmonal
 ELEKTROKARDIOGRAFI
 MI ringan  normal
 MI sedang-berat  LAH atau LVH dan bila terjadi gambaran hipertensi
pulmonal terdapat gambaran RVH
Stenosis mitral

 Stenosis mitral cenderung progresif dengan bertambahnya usia


 Stenosis mitral organik biasanya timbul beberapa tahun (10-15 thn)
kemudian dan di negara berkembang biasanya disebabkan oleh karena
reuma
 Besarnya orifisium katup mitral pada dewasa normal bervariasi 4-6 cm
bila ukuran menjadi 2-2.5 cm gejala akan terjadi pada aktifitas berat
dan dengan orifisium 1.5-2 cm pada aktifitas sedang
 Perlekatan antar daun katup selain menyebabkan MI juga
menyebabkan MS. Perubahan pada m papilaris, cincin atrioventricular
dan korda tendinae berperan terjadinya MS.
Stenosis mitral-hemodinamik

 Terdapatnya stenosis akan menghalangi darah masuk dari atrium kiri ke


ventrikel kiri
 Beban volume atrium kiri akan menyebabkan dilatasi dan tekanan pada
atrium kiri yang berlebihan akan dikembalikan ke vena pulmonalis sehingga
akan terjadi perubahan pada pembuluh darah paru dan dapat terjadi
hipertensi pulmonal
 Hipertensi pulmonal akan menyebabkan beban jantung kanan bertambah
sehingga ventrikel kanan akan hipertrofi dan timbul gagal jantung
 Pada stenosis mitral saja, beban jantung kiri normal atau bahkan berkurang
Stenosis mitral

 Gejala sesuai dengan beratnya obstruksi, stenosis ringan biasanya


asimtomatis
 Stenosis sedang atau berat  penurunan toleransi latihan disertai sesak dan
dapat terjadi hemoptisis
 MS berat  ortopneu dan atau dispneu nocturnal paroksismal dengan atau
tanpa edem paru
 Gagal jantung dapat terjadi pada MS berat dan hipertensi pulmonal dan
dipercepat jika terdapat infeksi, takikardi atau fibilasi atrium
 PF : Hemitorak menonjol, bila terdapat hipertrofi ventrikel kanan teraba
aktivitas ventrikel kanan meningkat
 BJ I mengeras, Low pitched rumbling apical diastolic murmur yang terdengar
pada posisi lateral decubitus kiri.
Stenosis mitral

 RADIOLOGI
 Ringan  normal
 Sedang atau berat  atrium kiri membesar , segmen utama a pulmonal
menonjol, pembesaran ventrikel kanan
 Pada MS berat terdapat gambaran edema pulmonal
 EKG
 Stenosis mitral ringan  normal
 Jk terdapat hipertrofi atrium kiri terdapat gambaran p mitral
 Stenosis mitral sedagn dan berat terdapat deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan
 Hipertrofi ventrikel kiri terjadi bila disertai insufisiensi mitral
Regurgitasi aorta

 Penyakit katup aorta yang berdiri sendiri jarang ditemui hanya terjadi pada 4.5%
individu < 18 thn
 Regurgitasi aorta biasanya menyertai kelainan katup mitral
 Kelainan dapat terjadi sjk awal penyakit akibat perubahan yang terjadi setelah radang
reumatik pada katup aorta
 Hemodinamik
Sebagian darah yang dipompa ventrikel kiri akan kembali lagi akibat kebocoran katup
sehingga ventrikel kiri menerima beban volume berlebih yang menyebabkan dilatasi.
Untuk mempertahankan curah jantung ventrikel kiri akan bekerja memompa darah lbh kuat
akibatnya akan terjadi hipertrofi.
Ejeksi yang sangat kuat menyebabkan meningginya tekanan sistolik dan regurgitasi aorta
menyebabkan tekanan diastolic menurun (pulsus celer)
Regurgitasi aorta

 Manifestasi klinis
Ringan tidak menyebabkan gejala
Berat : cepat capek, palpitasi, dispneu saat aktivitas, banyak keringat, gagal jantung kiri
PF: hemitorak kiri menonjol, aktivitas ventrikel kiri meningkat, teraba getaran bising.
Bising diastolic di sela iga II tepi kiri sternum dan apeks.
Radiologi
Sedang dan berat: pembesaran ventrikel kiri, penonjolan knob aorta
Kongesti paru dan kardioomegali bila terdapat gagal jantung
EKG
Ringan normal.
Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T tinggi
Stenosis aorta

 Jarang ditemukan pada PJR (9%) prevalensi meningkat dengan


bertambahnya usia sering terjadi 20-40 thn setelah serangan awal
demam rematik akut
 Stenosis dapat terjadi sekunder dari proses penebalan progresif yang
terjadi pada katup, fusi komisural, fibrosis dan kalsifikasi
 Jika stenosis bertambah berat, gejala gagal jantung kiri akan mulai
terdeteksi, seperti penurunan cardiac output dan perfusi koroner
termasuk angina, sinkop dan sesak nafas dengan aktivitas.
 PF: Thrill pada right upper sternal border atau suprasternal notch.
Murmur klasik yaitu sistolik ejeksi pada right upper sternal border
Pemeriksaan penunjang

 Echocardiografi merupakan pemeriksaan yang sensitif dan


spesifik untuk RHD
 Katup yang sering menjadi target adalah katup mitral dan aorta.
 Morfologi dari katup mitral pada RHD termasuk penebalan daun
katup mitral anterior, penebalan korda dan keterbatasan
pergerakan daun katup.
 Gambaran morfologi pada katup aorta termasuk penebalan fokal
katup, defek koaptasi, gerakan katup daun yang direstriksi dan
prolaps katup.
Criteria for echocardiographic diagnosis of
RHD
World Heart Federation Criteria

Tozatto M, Coelho B, Silva L, et al. Mini Review Rheumatic heart disease in the modern era : recent developments and current
challenges. J Brazilian Soc Ttropical Med. 2019;14(2):1-9.
Rheumatic mitral RHEUMATIC MITRAL
stenosis VALVE

Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X. Rheumatic


heart disease. Lancet. 2012;379(9819):953-964.
Terapi medikamentosa
– Regurgitasi mitral
 Profilaksis terhadap DR rekuren
 Aktivitas tidak perlu dibatasi pada kasus regurgitasi mitral ringan
 Obat yang menurunkan afterload (ACE inhibitor) memberikan keuntungan
 Terapi antikongestif diberikan jika terdapat gagal jantung
 Jika terdapat atrial fibrilasi (jarang terjadi pada anak), digoxin merupakan
indikasi

Park MK. Valvular Heart Disease. In: Park MK, ed. The Pediatric Cardiology Handbook. 4th ed. Elsevier; 2010:215-220.
Terapi bedah
– Regurgitasi mitral

 MV surgery is recommended for symptomatic patients with chronic


severe primary MR and LVEF >30%
 MV surgery is recommended for asymptomatic patients with chronic
severe primary MR and LVdysfunction (LVEF 30%–60%)
 MV repair is reasonable in asymptomatic patients with chronic severe
primary MR with preserved LV function in whom the likelihood of a
successful and durable repair without residual MR is >95%

Nishimura RA, Otto CM, Bonow RO, et al. 2014 AHA / ACC Guideline for the Management of Patients With Valvular Heart Disease :
Executive Summary A Report of the American College of Cardiology / American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
Circulation. 2014;129:2440-2492.
Terapi – stenosis mitral

 Stenosis mitral ringan – sedang diberikan digoxin dan diuretic


 Dilatasi dengan balon merupakan pilihan yang aman dan efektif untuk
stenosis mitral akibat rheumatic
 Jika fibrilasi atrium terjadi, digoxin merupakan terapi utama
 Pembatasan aktivitas
 Rekurensi Demam rematik dapat dicegah dengan pemberian penicillin
atau sulfonamide

Park MK. Valvular Heart Disease. In: Park MK, ed. The Pediatric Cardiology Handbook. 4th ed. Elsevier; 2010:215-220.
Terapi bedah Stenosis Mitral

 PMBC is recommended for symptomatic  Mitral valve surgery is indicated in severely


patients with severe MS (MVA ≤1.5 cm2, symptomatic patients (NYHA class III/IV) with
stage D) and favorable valve morphology in severe MS (MVA ≤1.5 cm2, stage D) who are
the absence of contraindications not high risk for surgery and who are not
candidates for or failed previous PMBC
 PMBC is reasonable for asymptomatic  Mitral valve surgery is reasonable for severely
patients with very severe MS (MVA ≤1.0
symptomatic patients (NYHA class III/IV) with
cm2, stage C) and favorable valve severe MS(MVA ≤1.5 cm2, stage D), provided
morphology in the absence of there are other operative indications
contraindications
 Mitral valve surgery and excision of the left
 PMBC may be considered for atrial appendage may be considered for
asymptomatic patients with severe MS patients with severe MS (MVA ≤1.5 cm2, stages
(MVA ≤1.5 cm2, stage C) and favorable C and D) who have had recurrent embolic
valve morphology who have new onset of events while receiving adequate
AF in the absence of contraindications anticoagulation
Terapi medikamentosa – regurgitasi
aorta

 Pemberian profilaksis antibiotic (penicillin atau sulfonamide)


untuk mencegah rekurensi demam rematik
 Pembatasan aktivitas merupakan indikasi
 ACE inhibitor dapat mengurangi dilatasi dan hipertrofi ventrikel
kiri
 Jika terdapat CHF, digoxin, diuretic, dan ACE inhibitor dapat
memberi keuntungan

Park MK. Valvular Heart Disease. In: Park MK, ed. The Pediatric Cardiology Handbook. 4th ed. Elsevier; 2010:215-220.
Terapi bedah- regurgitasi aorta

 AVR (aortic valve replacement) is indicated for symptomatic


patients with severe AR regardless of LV systolic function
 AVR is indicated for asymptomatic patients with chronic severe
AR and LV systolic dysfunction (LVEF <50%)
 AVR is reasonable for asymptomatic patients with severe AR
with normal LV systolic function (LVEF ≥50%) but with severe LV
dilation
Terapi-stenosis aorta

 Tidak terdapat terapi efektif untuk pasien dengan stenosis aorta


rematik yang simtomatik. Waktu untuk intervensi bedah berdasarkan
dari keparahan penyakit dan terdapatnya gejala kardiovaskular. Tidak
seperti kelainan patologi lain, catheter based ballon angioplasty juga
memiliki efikasi yang rendah pada stenosis aorta rematik dan hanya
merupakan indikasi pada pasien dengan gejala namun bukan kandidat
operasi.
Pencegahan community based

 Pencegahan primordial contohnya eliminasi faktor risiko dalam


komunitas yang berhubungan dengan hygiene, akses pada pusat
kesehatan, kondisi perumahan.
 Pada negara maju, penurunan insidens demam rematik akut dimulai
sebelum era penggunaan antibiotic dan berkontribusi pada kondisi
kehidupan yang lebih baik di Amerika dan Eropa Barat. Walaupun
beberapa negara telah mencapai perkembangan ekonomi yang baik,
akses terhadap hygiene dan tempat kesehatan masih terbatas pada
populasi.
Pencegahan primer

 Profilaksis dapat mencegah serangan demam rematik akut pertama,


terutama jika diberikan setelah nyeri menelan.
 Pencegahan primer didasarkan pada eradikasi karier grup A Streptococcus
melalui skrining pasien dengan keluhan nyeri menelan dan pemberian
terapi faringitis dengan antibiotik atau antibiotik intramuskular (benzathine
benzylpenicillin 600.000 IU (single dose) untuk pasien dengan berat badan
≤ 27 kg atau 1.200.000 IU (single dose) untuk pasien berat badan >27 kg.
 Pencegahan primer merupakan strategi dengan target yang luas namun
sulit untuk dilaksanakan di negara berkembang.
Pencegahan primer

 Diagnosis grup A Streptococcus faringitis sulit untuk dilakukan secara


klinis dan memerlukan konfirmasi mikrobiologi.
 Namun, analisa laboratorium jarang tersedia di negara berkembang.
Keterbatasan pada strategi pencegahan primer adalah infeksi
tenggorokan yang asimtomatik yang dipersulit dengan respon
inflamasi dan kemungkinan infeksi pathogen pada bagian tubuh yang
lain contohnya kulit.
Pencegahan sekunder

 Tujuan untuk mengurangi infeksi grup A Streptococcus strain baru yang dapat
menyebabkan demam rematik yang berulang atau kronik yang mempengaruhi
luaran karditis.
 Beberapa peneliti merekomendasikan injeksi intramuscular benzatine
benzylpenicillin pada pasien setiap 3-4 minggu setelah serangan demam rematik
akut daripada terapi oral berdasarkan efikasi dan compliance.
 Durasi profilaksis sekunder berdasarkan usia pasien, riwayat serangan terakhir
dan terpenting adalah timbulnya penyakit jantung rematik. Pada beberapa
daerah yang endemis, risiko rekurensi tinggi dan pada beberapa institusi
merekomendasikan terapi jangka panjang atau profilaksis seumur hidup pada
pasien dengan penyakit jantung rematik berat atau riwayat operasi katup
Klasifikasi risiko Penyakit Jantung Rematik dan indikasi untuk
profilaksis sekunder

Ralph AP, Fittock M, Schultz R, et al. Improvement in rheumatic fever and rheumatic heart disease management and prevention
using a health centre-based continuous quality improvement approach. BMC Health Serv Res. 2013;13:525.
Rekomendasi Internasional untuk profilaksis sekunder
PJR

Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X. Rheumatic heart disease. Lancet. 2012;379(9819):953-964.
Pencegahan tersier

 Tujuan untuk mencegah komplikasi dari RHD untuk


mengurangi morbiditas dan mortalitas. Hal ini termasuk
manajemen gagal jantung, mengontrol aritmia, monitoring
adekuat terhadap pemberian antikoagulan, pencegahan
endocarditis dan waktu yang tepat untuk operasi jantung
Perkembangan dan progresi
Penyakit Jantung Rematik

Katzenellenbogen JM, Ralph AP, Wyber R,


Carapetis JR. Rheumatic heart disease :
infectious disease origin , chronic care
approach. BMC Health Serv Res.
2018;17(2017):1-16.
Prognosis RHD

Cannon J, Roberts K, Milne C, Carapetis


JR. Rheumatic Heart Disease Severity ,
Progression and Outcomes : J Am Heart
Assoc. 2017;6:7-9.
Prognosis

 Studi pada 80 pasien anak RHD di RSCM, 80 % dengan derajat


sedang dan 20% dengan derajat berat. Sebagian besar orang
tua pasien 52% lulus SMP, 29% lulus sekolah dasar dan 3% tidak
sekolah. Analisis multivariat menunjukkan bahwa derajat
penyakit dan tingkat edukasi orang tua berhubungan dengan
school performance anak dengan RHD sedangkan usia, jenis
kelamin, durasi penyakit, sosioekonomi keluarga dan jumlah
anak dalam keluarga tidak berhubungan dengan school
performance anak RHD

Sastroasmoro S, Madiyono B, Oesman IN. Factors affecting school performance in children with rheumatic heart disease Reference to
educational achievement , absent of school and dropouts. Paediatr Indones. 2001;41:299-304.
Terimakasih

MOHON ASUPAN

Anda mungkin juga menyukai