Anda di halaman 1dari 15

Menulis Untuk Radio

OLEH : SITI NURBAYA, M.SI


“Tulis seperti apa yang hendak Anda bicarakan”
atau “Tulis seperti apa yang hendak didengar”

WRITE THE WAY YOU TALK

Jadi, apa yang hendak Anda katakan itulah yang


muncul berupa tulisan di naskah. Tentu saja, tidak
sama persis seperti cara dan gaya Anda berbicara
sehari-hari, tetapi sudah melalui tahap pemolesan
bahasa Indonesia yang menuntut “baik” dan
“benar”
Tahap Penulisan Bertutur
 Pikiran
Dalam tahap ini, penulis naskah harus membaca dulu dan
memahami apa yang hendak ia tulis, entah materi yang hendak
ditulis ulang (rewrite) atau materi yang didapat waktu meliput di
lapangan.
Pada tahap ini, yang harus dilakukan :
1. Penulis naskah harus memilih topik apa yang akan menjadi inti
informasinya.
2. Tentukan pula dampak apa yang hendak dicapai tulisan tersebut
terhadap khalayak pendengar.
Semakin tajam topik yang dipilih maka semakin mudah pula
khalayak pendengar menangkap kehendak penulis naskah.
Jika semakin melebar topik yang dipilih, maka penulis naskah
membuat khalayak pendengar semakin tidak dapat menangkap
maksud tulisan yang disiarkan
 Perkataan
Sesudah tahap pertama selesai, penulis naskah
dengan bersuara dapat menceritakan hal yang hendak
dituliskan.
Dalam keadaan ini, seakan-akan penulis naskah
tengah berhadapan dengan seseorang. Tahap ini
sebenarnya merupakan proses bagi penulis naskah
untuk membuat tulisannya mencapai kondisi
“bertutur”—sebagai tuntutan karya tulis untuk
konsumsi telinga.
Apakah penulis naskah tidak melaksanakan tahap
“bertutur” tersebut maka dapat dipastikan tulisannya
berbelok menjadi naskah tulisan untuk kebutuhan
mata, bukan telinga
 Tulisan
Jadi, apa yang diceritakan kepada seseorang
secara imajinatif tadi, secara lengkap dijadikan
tulisan.
Mudahnya, apa yang diceritakan dengan suara
keras tadi, sekarang diubah menjadi tulisan
tanpa perubahan apapun.
Jika anda membaca ulang hasil tulisan tersebut
maka kesan dan isinya sama dengan apa yang
dikatakan tadi, termasuk bunyi tulisan itu sama
seperti orang yang sedang berbincang-bincang
 Perbaikan
Tahap ini langkah terakhir untuk membaca
naskah pada ruang siaran. Sesudah apa yang
dikatakan tadi ditulis apa adanya, giliran
penulis naskah untuk melakukan perbaikan-
perbaikan.
Karena tulisan tersebut bunyinya sama dengan
percakapan sehari-hari, mungkin saja memuat
kata-kata yang tidak lazim. Misalnya, istilah,
slang, dan ungkapan yang hanya dimengerti
oleh segelintir orang di sekitar anda.
Apabila keempat tahap ini sudah dilakukan maka
naskah siaran radio telah mencapai konsep karya
yang auditif.
Jadi, sewaktu naskah itu dibacakan oleh penyiar,
reporter, atau newscaster, muncul kesan akrab dan
personal yang dirasakan khalayak pendengar.
Yang lebih penting khalayak pendengar tidak merasa
seperti penyiar sedang membaca naskah, tapi lebih
terkesan seperti sedang menceritakan sesuatu dengan
spontan—padahal apa yang disampaikan itu semua
tertulis dalam naskah.
Kesan “tanpa naskah” dan seperti “sedang bercerita
spontan” merupakan keunggulan radio yang harus
dipenuhi.
Bimbingan Ejaan Fonetik
 Tulis cara membaca kata sulit tersebut dalam tanda kurung—
di belakang kata sulit itu.
Misalnya : GUANTANAMA (GWAHN-TAH-NAH-MOH) –
RIO DE JANEIRO (RIO-DE-HANEIROU)
 Untuk kemudahan, tulis cara membaca kata sulit dengan huruf
besar atau kapital.
 Tulis bimbingan ejaan itu sesuai bunyi ucapan yang
sesungguhnya sehingga siapapun yang membaca kata sulit itu
tidak mendapat masalah.
 Garis bawahi bagian-bagian kata yang perlu ditekan
ucapannya
 Patokan yang digunakan radio siaran untuk bimbingan ejaan
fonetik adalah sistem teleks Kantor Berita Associated Press
Menulis Singkat Nama, Gelar, dan Angka
Masalah yang sering timbul dalam penulisan
singkatan, antara lain :
1. Apakah singkatan yang diudarakan itu sudah
dikenal khalayak pendengar atau tidak?
2. Kalau singkatan tersebut dibaca, apakah ada kata-
kata yang bunyinya serupa, tapi punya makna/arti
yang berbeda?
3. Lebih penting mana : memilih singkatan supaya
lebih ringkas, tapi dengan risiko tidak mengerti atau
lebih baik dipanjangkan, tapi jelas tertangkap
maksudnya, meski butuh waktu yang lebih panjang?
 Penulisan Singkatan
1. Prinsip awal ketika penulis naskah menghadapi
singkatan, tulis kepanjangannya dan jangan
memberi kesempatan singkatan tampil
2. Peluang singkatan hanya dimungkinkan untuk
yang sudah sangat lazim. Dengan dugaan semua
orang pasti kenal singkatan tersebut, misalnya : Ir.
(insyinyur), dr. (dokter), Prof. (profesor)
3. Untuk nama organisasi, lembaga, dan instansi
sebaiknya di bagian awal dibaca lengkap dulu baru
kemudian dibaca “designasi alfabetis”-nya.
Misalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB –
Golongan Karya atau Golkar
4. Jangan singkat nama negara, nama negara bagian,
nama provinsi, nama bulan, nama hari, nama hari-
hari besar, gelar militer, gelar pemerintahan, gelar
keagamaan, dan lain sebagainya. Misalnya,
US atau USA untuk Amerika Serikat
OH untuk Ohio
X’MAS untuk Christmas
JR atau SR untuk Junior atau Senior
5. Jangan pakai simbol sebagai pengganti kata.
Misalnya :
& untuk DAN
# untuk NOMOR / URUTAN
6. Dalam penulisan, pisahkan huruf-huruf yang
digunakan dalam singkatan dengan tanda
penghubung (-) waktu setiap huruf disebutkan.
Misalnya :
Partai Demokrasi Indonesia (P-D-I)
7. Untuk penulisan singkatan yang menjadi satu
kata, penulisannya harus disatukan, tidak
dipisahkan tanda penghubung. Misalnya :
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dengan ABRI
Asuransi Tenaga Kerja dengan ASTEK
 Penulisan Nama
1. Hindarkan penulisan nama orang di awal naskah. Dalam
keadaan itu, khalayak pendengar belum siap untuk
mencerna informasi yang disampaikan sehingga nama
tersebut sering tidak tertangkap khalayak
2. Tuliskan nama lengkap dan gelarnya untuk orang yang
belum dikenal
3. Sebaliknya, tidak perlu menulis gelar dan nama lengkap
untuk seseorang yang sudah sangat terkenal karena
penulisan nama lengkap dan gelarnya menjadi mubazir
ketika semua orang sudah tau hal itu
4. Jika nama seseorang terdiri dari beberapa kata, cukup
ditulis nama yang biasa dipakai untuk memanggilnya dan
selanjutnya nama tersebut disambung dengan nama
keluarga.
 Penulisan Angka
1. Penulisan angka hanya dibutuhkan untuk
angka yang perlu-perlu saja
2. Tidak direkomendasikan menulis daftar
angka untuk urutan angka
3. Untuk angka yang besar dan terinci, buat
pembulatan, seperti : sekitar, kurang lebih,
hampir, sedikitnya, lebih dari, dsb.Misalnya :
Rp. 3.122.555.890 (lebih dari 3,1 miliar
rupiah)
Rp. 156.775.280 (sekitar 156 juta rupiah)
4. Untuk angka yang tidak lebih dari 3 desimal, dapat ditulis
dengan angka itu, bukan ejaan. Misalnya : angka 0 sampai 999
5. Untuk angka lebih dari 3 desimal, penulisannya harus dieja
karena angka yang besar dan panjang menyulitkan pembaca
naskah. Misalnya :
Rp. 1.200.000 (satu koma dua juta)
10.000 (sepuluh ribu atau 10 ribu)
6. Eja setiap angka pecahan. Misalnya :
¾ (tiga perempat) – 1,2 (satu koma dua)
7. Mengenai keterangan uang, jangan gunakan simbol. Misalnya :
$ untuk “dolar”
8. Untuk menyebutkan persentase, jangan dengan menulis tanda
persen (%). Misalnya : 5% (lima persen)
9. Gunakan awalan “ke” di depan angka yang akan dibacakan,
yang menunjukan bilangan urutan. Misalnya : ulang tahun X
(ulang tahun ke-10)

Anda mungkin juga menyukai