Anda di halaman 1dari 71

Peraturan perundang – undangan terkait

UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI  
Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi menghasilkan produk
berupa bangunan, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jasa
konstruksi nasional diharapkan mampu mewujudkan hasil pekerjaan
konstruksi yang berkualitas secara lebih efisien dan efektif.
Dalam pelaksanaannya pelaksanaan kerja kontruksi masih dijumpai
banyak kendala sehingga , Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, agar mampu mendukung
terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
secara optimal.
Dalam Peningkatan kesadaran hukum pelaksana jasa
konstruksi beberapa hal yang perlu ditingkatkan antara lain
:
o Perlunya pelaksanaan pasal 2 UU no 18 tahun 1999
yang lebih baik tentang asas dan tujuan meliputi :
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada
asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian,
keseimbangan, kemandirian, keterbukaan,
kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk itu diperlukan :
Asas Kejujuran dan Keadilan
Asas Kejujuran dan keadilan mengandung pengertian
kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan
tertib jasa konstruksi serta bertanggung jawab
memenuhi berbagai kewajibannyan guna
memperoleh haknya.
Sehingga disini dituntut kesadaran bahwa untuk
memperoleh haknya pengguna jasa perlu memenuhi
apa yang menjadi kuwajibannya
Asas keadilan menekankan keseimbangan antara hak
dan kuwajiban dan dilaksanakan berlandaskan Itikat
baik dan transaksi Jujur
Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan mengendung pengertian bahwa
penyelenggara pekerjaan konstruksi harus berlandaskan
pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan
antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya.
Azas Keseimbangan sangat penting karena ada
tidaknya kondisi keseimbangan dalam kontrak akan
menjadi dasar dalam pemenuhan prestasi.
Posisi para pihak harus diupayakan seimbang dalam
menentukan hak dan kuwajiban , maka apabila ada posisi
yang tidak seimbang dalam konttrak harus ditolak karena
akan berpengaruh terhadap substansi maupun maksud dan
tujuan dibuatnya suatu kontrak antara lain muatan kontrak
antara hak dan kuwajiban harus seimbang
Kontrak yang tidak memenuhi asas keseimbangan dianggap
sebagai kontrak yang tidak adil atau berat sebelah
Untuk memenuhi azas keseimbangan ini maka diperlukan
keadaan kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam hak dan kuwajiban.

Dalam hal terjadi kegagalan konstruksi akibat tidak


tercapainya azas keseimbangan ini penyelesaiaanya
dilakukan melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan
( pasal 37 s/d 38 undang 2 no 18 tahun 2000
Rumusan pekerjaan dalam Kontrak Kerja Konstruksi
meliputi:
a.  Pokok-pokok pekerjaan yang diperjanjikan;
b.  Volume atau besaran pekerjaan yang harus
dilaksanakan;
c.   Nilai pekerjaan dan ketentuan mengenai penyesuaian
nilai pekerjaan akibat fluktuasi harga untuk kontrak
kerja konstuksi bertahun jamak;
d.  Tata cara penilaian hasil pekerjaan dan pembayaran;
dan
e.   Jangka waktu pelaksanaan.
(Pasal 23 ayat (1) huruf b PP No. 29 Tahun 2000)
Kesetaraan yang dimaksud terejawantahkan dalam Pasal 2
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 dinyatakan bahwa asas
yang melandasi pengaturan jasa konstruksi adalah antara
lain asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu, dalam
Pasal 3 b Undang-Undang No. 18 Tahun 1999, dinyatakan
bahwa salah satu tujuan pengaturan jasa konstruksi adalah
“untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa dalam hak dan kewajiban, serta
meningkatkan kepatuhan kepada ketentuan perundang-
undangan  yang berlaku.
“justice as fairness” terejawantahkan dalam Pasal 2 dan
3 UU No. 18 Tahun 1999, mengenai kesetaraan
kedudukan antara pihak Penyedia Jasa dan Pengguna
Jasa.
Namun dalam kenyataannya, terjadi kesenjangan antara
pengaturan mengenai pembentukan Kontrak Kerja
Konstruksi (das sein) dan praktek pembentukan Kontrak
Kerja Konstruksi (das sollen) karena  Kontrak Kerja
Konstruksi sudah dibentuk terlebih dahulu oleh
Pengguna Jasa, sehingga  tidak mengakomodasi
kesetaraan kedudukan tersebut.
Peraturan perundang – undangan terkait
No Peraturan Pasal Tentang
1 Fidic pasal 1.4 Hukum Kontrak harus tunduk pada
dan Bahasa hukum negara atau ketentuan
hukum lain
yang dinyatakan dalam
Kontrak.
Pasal 20.2 , 20.3 ,, 20.2 Penunjukan Dewan
20.4 Sengketa
20.4 Memperoleh Keputusan
Dewan Sengketa
Peraturan perundang – undangan terkait
No Peraturan Pasal Tentang

1 UU no 2 th 2017 Pasal 2 Azas 2 kontrak


Pasal 15 Rancang bangun dan
perekayasaan , pengadaan
dan pelaksanaan
Penjelasan pasal Bentuk kontrak mengikuti
46 delivery system
Pasal 47 Lingkup pekerjaan
Peraturan dan Perundang 2an
utama yang yerkait
No Peraturan Pasal Tentang
1 UU no 18 th 1999 2 Azas2 kontrak
3 ayat b
16 ayat 1,2,3 Penyedia jasa
17 ayat 1 Prinsip persaingan sehat
18 ayat 3, 4 Dokumen mengikat , etikat baik
19 Pembatalan penetapan tertulis
Pasal 22 ayat 2 huruf
b,,c,e,f,
g, h, i , ayat 6
Pasal 23 ayat 3 butir
a1 dan b1
29 Hak masyarakat
36 , 37 Penyelesaian sengketa
42 sanksi
No Peraturan Pasal Tentang
2 PP no 29 th 2000 Pasal 1 ayat Prlelangan dan lembaga terkait
1,2,3,4,5,6
Pasal 10 ayat 1 , a , b Pemilihan pelaksana konstruksi untuk
pekerjaan yang beresiko Tinggi dan
bertehnologi tinggi
Pasal 13 ayat 1,2,3
Pasal 20 ayat 3 dan
butir 5
Pasal 23 ayat 1, b, f,g
& ayat 2
Pasal 24 Penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi
Pasal 25 Lingkup pekerjaan perencanaan
No Peraturan Pasal Tentang
Pasal 26,ayat 1, 2, 3 Studi & Perencanaan teknik
Pasal 49 Penyelesaian sengketa
Pasal 52 Penyelesaian sengketa melalui APS bersifat
Final
Pasal 56 ayat 2 butir g

3 KUH Perdata Pasal 1320 ayat 4 Syarat syahnya Perikatan


Pasal 1338
Pasal 1339
Pasal 1340
No Peraturan Pasal Tentang
4 UU no 30 th 2 Penyelesaian sengketa melalui abritase atau
1999 alterntive Penyelesaian Sengketa
6 ayat 1 Etikat baik dan mengesampingkan litigasi
Pasal 7 Penyelesaian sengketa
Pasal 52 Pendapatmengikat
Pasal 53 Putusan Abritase bersifat final
Pasal 56 Dasar Putusan Abritase Keadilan dan
kepatutan
Pasal 66 Abritase Internasional
Pasal 70 Pembatalan abritase
Peraturan/UU Bunyi
UU no 18 Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan
Pasal 2 keadilan,manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan,
kemitraan,keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa,
dannegara

Pasal 3 ayat b Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk


b)mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasadan penyedia jasa dalam hak
dan kewajiban, sertameningkatkan kepatuhan pada ketentuan
peraturanperundang-undangan yang berlaku
Peraturan/UU Bunyi
16 ayat 1,2,3
Pasal 18 ayat 3, 4
Pasal 19

Pasal 22 ayat 2 huruf b,


Pasal 22 ayat 2 huruf e,f, g, h, i
Penjelasan Pasal 22
ayat 2 huruf e , g
Penjelasan Pasal 23 ayat 3 butir b1
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Pasal 2
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berlandaskan pada asas:
a. kejujuran dan keadilan;
b. manfaat;
c. kesetaraan;
d. keserasian;
e. keseimbangan;
f. profesionalitas;
g. kemandirian;
h. keterbukaan;
i. kemitraan;
j. keamanan dan keselamatan;
k. kebebasan;
l. pembangunan berkelanjutan; dan
m. wawasan lingkungan.
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Yang dimaksud dengan “asas kejujuran dan keadilan” adalah bahwa


kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib Jasa
Konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban
guna memperoleh haknya
Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan” adalah bahwa kegiatan
Jasa Konstruksi harus dilaksanakan dengan memperhatikan
kesetaraan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa.
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa


penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus
berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya
keseimbangan antara kemampuan Penyedia Jasa
dan beban kerjanya. Pengguna Jasa dalam menetapkan Penyedia
Jasa wajib mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya Penyedia
Jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan peluang
pemerataan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada
Penyedia Jasa
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Penjelasan Pasal 47
Lingkup kerja meliputi hal hal berikut:
1) Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus
dilaksanakan termasuk volume pekerjaan tambah atau kurang.
Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu
ditetapkan besaran perubahan volume yang tidak memerlukan
persetujuan para pihak terlebih dahulu.
Bagi pekerjaan perencanaan dan pengawasan, lingkup pekerjaan
dapat berupa laporan hasil Pekerjaan Konstruksi yang wajib
dipertanggungjawabkan yang merupakan hasil kemajuan
pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis.
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Pasal 15

(2) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi


terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. rancang bangun; dan
b. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Penjelasan UU no 2 th 2017
Ayat 2 Huruf a
Pekerjaan Konstruksi rancang bangun menunjukkan integrasi
penyediaan jasa antara Pekerjaan Konstruksi dengan Konsultansi
Konstruksi yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, tetapi tidak mencakup proses pengadaan.
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Pasal 15

(2) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi


terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. rancang bangun; dan
b. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Penjelasan UU no 2 th 2017
Ayat 2 Huruf a
Pekerjaan Konstruksi rancang bangun menunjukkan integrasi
penyediaan jasa antara Pekerjaan Konstruksi dengan Konsultansi
Konstruksi yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, tetapi tidak mencakup proses pengadaan.
Penjelasan UU no 2 th 2017
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Penjelasan UU no 2 Pasal 46
Ayat ( 2 )
Bentuk kontrak mengikuti delivery system penyelenggaraan
konstruksi yaitu antara lain:
rancang– penawaran–bangun (design-bid-build);
rancang–bangun (design-build);
perekayasaan pengadaan– pelaksanaan (engineering-
procurement-construction);
manajemen konstruksi; dan kemitraan..
Sistem pembayaran jasa mencakup antara lain: di muka, progress,
milestone, dan turnkey.
Sedangkan sistem perhitungan hasil pekerjaan mencakup antara
lain: lumsum, harga satuan, gabungan
harga lumsum dan harga satuan, presentase nilai, cost
reimbursable, dan target cost.
UU no 2 th 2017
Electricity for a Better Life

Penjelasan UU no 2 Pasal 46
Ayat ( 2 )
Bentuk kontrak mengikuti delivery system penyelenggaraan
konstruksi yaitu antara lain:
rancang– penawaran–bangun (design-bid-build);
rancang–bangun (design-build);
perekayasaan pengadaan– pelaksanaan (engineering-
procurement-construction);
manajemen konstruksi; dan kemitraan..
Sistem pembayaran jasa mencakup antara lain: di muka, progress,
milestone, dan turnkey.
Sedangkan sistem perhitungan hasil pekerjaan mencakup antara
lain: lumsum, harga satuan, gabungan
harga lumsum dan harga satuan, presentase nilai, cost
reimbursable, dan target cost.
UU no 2 th 2017
• Pasal 86
• (1)Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf
b akan adanya dugaan kejahatan dan/atau
pelanggaran yang disengaja dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi, proses pemeriksaan hukum terhadap
Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dilakukan
dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses
penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Pasal 88 UU no 2 th 2017 Penyelesaian Sengketa
1. Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi
2. diselesaikan dengan prinsip dasarnya:untuk mencapai
kemufakatan.
3. Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat dicapai suatu kemufakatan, para
pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang
tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
4. Da!am hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum
dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), para pihak yang bersengketa membuat suatu
persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa
yang akan dipilili.
Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
a. mediasi;
Penyelesaian Sengketa
Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
a. mediasi;
b. konsiliasi; dan
c. arbitrase.

Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) huruf a dan huruf b, paa pihak dapat membentuk
dewan sengketa
Electricity for a Better Life

Pasal 2 kontrak Perencana


secara terpisah Konst

Pelaksana
Owner
Konst

Pengawas na
Konst
Turnkey kontrak
Electricity for a Better Life

Pasal 3 kontrak Perencana Konst


terintegrasi

Owner Pelaksana Konst

Pelelangan
Pengawas Konst

Owner menyiapkan : Kontraktor melakukan :


a. OR/ ER a. Verifikasi terhadap semua data Owner
b. Studi , semua data b. Penawaran mengacu pada data Owner
yang benar dan c. Semua resiko menjadi resiko kontraktor setelah
lengkap tanda tangan kontrak
c. Design d. Nilai kontrak dan waktu pelaksanaan tetap
d. Volume pekerjaan e. Kontraktor , design Engginer dan supervisi
yang akan dikerjakan perusahaan yang terpisah.
Design and build kontrak
Electricity for a Better Life

Pasal 2 kontrak Perencana Konst


terintegrasi

Owner Pelaksana Konst

Pelelangan
Pengawas Konst

Kontraktor melakukan :
Owner menyiapkan : a. Melaksanakan semua study , Basic design s/d detail
a. OR/ ER design
b. Volume pekerjaan b. Volume pekerjaan akan disesuaikan setelah design selesai
sementara dan akan dikerjakan oleh kontraktor
disesuaikan setelah c. Nilai kontrak perlu amandement ( dapat dalam nilai yang
design selesai significant )
dikerjakan oleh d. Semua tanggung jawab resiko ada dikontraktor
e. Kontraktor , design Engginer dan Supervisi lah perusahaan
kontraktor
yang terpisahpekerjaan ad
Penjelasan UU no 2 th 2017 Pasal 47
PP No 29 Tahun 1999
Pasal 1
1. Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara
terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa,
sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman resmi untuk umum sehingga masyarakat luas
dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
2. Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu
yang diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus
prakualifikasi dan jumlahnya diyakini terbatas dengan
pengumuman secara luas melalui media massa, sekurang-
kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan pengumuman resmi
untuk umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang
berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
3. Pemilihan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi tanpa
melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, yang
dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
penawar dari penyedia jasa dan dapat dilakukan negosiasi, baik
dari segi teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

4. Penunjukan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi yang


dilakukan tanpa melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas,
atau pemilihan langsung yang dilakukan hanya terhadap 1 (satu)
penyedia jasa dengan cara melakukan negosiasi baik dari segi
teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang wajar dan
secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Kontrakkerja konstruksi dengan bentuk imbalan Aliansi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4
merupakan kontrak pengadaan jasa dimana suatu harga kontrak
referensi ditetapkan lingkup dan volume pekerjaan yang belum
diketahui ataupun diperinci secara pasti sedangkan
pembayarannya dilakukan secara biaya tambah imbal jasa
dengan suatu pembagian tertentu yang disepakati bersama atas
penghematan ataupun biaya lebih yang timbul dari perbedaan
biaya sebenarnya dan harga kontrak referensi
Pasal 23
(1) Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) sekurangkurangnya harus memuat uraian mengenai :
a. Para pihak yang meliputi :
b. Rumusan pekerjaan yang meliputi :
1) pokok-pokok pekerjaan yang diperjanjikan;
2) volume atau besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
3) nilai pekerjaan dan ketentuan mengenai penyesuaian nilai
pekerjaan akibat fluktuasi harga untuk kontrak kerja
konstruksi bertahun jamak;
4) tata cara penilaian hasil pekerjaan dan pembayaran; dan
5) jangka waktu pelaksanaan;
f. Cara pembayaran memuat :
1) volume/besaran fisik;
2) cara pembayaran hasil pekerjaan;
3) jangka waktu pembayaran;
4) denda keterlambatan pembayaran; dan
5) jaminan pembayaran;

g. Ketentuan mengenai cidera janji yang meliputi :


1) bentuk cidera janji :
a) oleh penyedia jasa yang meliputi :
- tidak menyelesaikan tugas;
- tidak memenuhi mutu;
- tidak memenuhi kuantitas; dan
- tidak menyerahkan hasil pekerjaan; dan
b) oleh pengguna jasa yang meliputi :
- terlambat membayar;
- tidak membayar; dan
- terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan
pekerjaan;

2) Dalam hal terjadi cidera janji yang dilakukan oleh penyedia


jasa atau pengguna jasa, pihak yang dirugikan berhak untuk
memperoleh kompensasi, penggantian biaya dan atau
perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil
pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau
pemberian ganti rugi
Pasal 24
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib dimulai dengan
tahap perencanaan yang selanjutnya diikuti dengan tahap
pelaksanaan beserta pengawasannya yang masingmasing
tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan
pengakhiran.

Pasal 25
Lingkup tahap perencanaan pekerjaan konstruksi meliputi
prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan
perencanaan teknik.
Pasal 26
(1) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan
risiko tinggi harus dilakukan prastudi kelayakan, studi kelayakan,
perencanaan umum, dan perencanaan teknik.
(2) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan
risiko sedang harus dilakukan studi kelayakan, perencanaan
umum, dan perencanaan teknik.
(3) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan
risiko kecil harus dilakukan perencanaan teknik.
Pasal 49
(1) Penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara :
a. melalui pihak ketiga yaitu :
1) mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga
Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa)
b. arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase Ad Hoc.
(dimaksud2) Penyelesaian sengketa secara mediasi atau
konsiliasi sebagaimana dalam ayat (1) huruf a dapat dibantu
penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional
aspek tertentu sesuai kebutuhan.
Pasal 52
Kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui
alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (1) huruf a butir 1 dan butir 2, Pasal 50, dan Pasal
51 yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan
mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.

Pasal 54
Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase dilakukan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelesaian sengketa
melalui alternatif penyelesaian sengketa
KUHPerdata

• KUH Perdata Pasal 1254


Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang
tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan
dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang
dilarang oleh undang-undang adalah batal dan
mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya
tak berlaku
KUHPerdata
• KUH Perdata Pasal 1266
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang
timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi
hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal
mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam
persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan,
maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat,
leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi
kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.
KUHPerdata
• KUH Perdata Pasal 1267
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang
lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu
masih dapat dilakukan, atau menuntut
pembatalan persetujuan, dengan penggantian
biaya, kerugian dan bunga.
.
KUH Perdata
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah
Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undangundang Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1339
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan, atau undang-undang.

Pasal 1340
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.
Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak
dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal
yang ditentukan dalam pasal 1317.
Perpres no 4 Th 2016
Perpres no 4 tahun 2016
UU no 30 Th 1999
Pasal 2
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda
pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu
yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas
menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul
atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan
diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
Pasal 6
(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan
pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara
litigasi di Pengadilan Negeri.
Pasal 7
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang
akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.

Pasal 52
Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon
pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan
hukum tertentu dari suatu perjanjian.

Pasal 53
Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum
apapun.
Pasal 56
(1) Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan
ketentuan hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Pasal 66
Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat
dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau
majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia
terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional;
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam
huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud
dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut
ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup
hukum perdagangan;
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam
huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada
putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di
Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam
huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai
salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan
setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pasal 70
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
• Pasal 2,45 Rate Of Progres
• If the rate of progress of the works or any part
thereofios at any time in the opinion of the Owner
too slow to ensure the complation of the works by
the prescribe time, the Owner will so notify the
contractor in writing and the contractor shall
thereupon take take such step as shall be necessary
and acceptable to the Owner to Expedite progress so
as to complete the work by the prescribe time or
extended time, the contractor shall not be entitle to
any additional payment for taking such steps. Failure
by the contractore to take appropriate action to
ensure timely complation shall be deemed a material
breach of Contrac.
Pasal 87 perpres no 70 th 2012
• (1)Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi
lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar
dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam
Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa
dapat melakukan perubahan pada Kontrak yang
meliputi:
a.menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang
tercantum dalam Kontrak;
b.menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan
c.mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan
kebutuhan lapangan; atau
d.mengubah jadwal pelaksanaan.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai