Anda di halaman 1dari 17

PERIODISASI SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS

MATERI :9
MATA KULIAH : STUDI AL- QUR’AN DAN HADITS
PRODI : TS, SI, DKV, TIF, DP, DP, TI, TE
SEMESTER : GENAP 2019/2020.
BEBAN SKS : 2 SKS
PENGAMPU : SYAMSUL MA’ARIF, MSI
FAKULTAS : SAINS DAN TEKNOLOGI UNISNU
JEPARA 2020
HADITS PADA MASA NABI SAW.
 Masa ini dikenal dengan Ashr al-Wahyu al-Takwin, yaitu masa
wahyu dan pembentukan, karena pada masa Nabi saw wahyu
masih turun dan masih banyak hadits-hadits yang datang dari
beliau.
 Tradisi meriwayatkan segala yang dikatakan atau
dilakukanNabi saw baik yang berkaitan dengan hal-hal pribadi
telah terjadi semenjak awal Islam.
 Dalam menyampaikan hadits-haditsnya, Nabi saw menempuh
beberapa cara: Pertama, melalui majlis ilmi. Kedua, Nabi saw
menyampaikan haditsnya mmelalui para sahabat tertentu, yang
kemudian disampaikan kepada orang lain. Ketiga, untuk hal-hal
sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan
kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan
suami istri , Nabi menyampaikan melalui istri-istrinya.
Keempat, melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka,
misalnya ketika Futuh Mekkah dan Haji Wada’. Kelima,
melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para
sahabat, yaitu, dengan jalan musyahadah, misalnya, yang
berkaitan dengan praktek-praktek ibadah dan muamalah.
 Pada masa Nabi saw, hadits belum terkodifikasi secara
resmi.
 Periwayatan hadits pada masa Nabi saw banyak
dilakukan secara lisan, di samping secara tertulis.
 Sebagian sahabat yang memiliki catatan hadits yang
diterima dari Nabi saw yang disebut dengan shahifah.
Misalnya, Ali bin Abi Thalib, Sumrah bin Jundab,
Abdullah bin Abbas Abdullah bin Abi Awfa, dan
Abdullah bin Amr bin Ash catatan haditsnya disebut
dengan al-Shahifah al-Shadiqah.
HADITS PADA MASA SAHABAT BESAR (AL-
KHUFA’UR ROSIDUN)
 Periwayatan hadits pada masa sahabat besar (Khulafa’ur
Rosidun) sejak tahun 11H-40 H, belum begitu
berkembang.
 Perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan
dan penyebaran al-Qur’an, sehingga membatasi
periwayatan hadits. Sekalipun demikian, para sahabat
tetap memegang hadits sebagaimana yang diterima dari
Nabi saw secara utuh.
 Masa ini disebut pembatasan dan memperketat
periwayatan.
 Cara sahabat menjaga kebenaran dalam periwayatan
hadits: Pertama, para sahabat sebagaimana dirintis oleh
al-Khulafa’ur Rosidun, bersikap cermat dan hati-hati
dalam menerima suatu riwayat. Kedua, para sahabat
melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat
maupun isi riwayat itu sendiri. Ketiga, para sahabat,
sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan
adanya saksi dalam periwayatan hadits. Keempat, para
sahabat menerima riwayat dari satu orang terpercaya.
Keenam, di antara para sahabat terjadi penerimaan dan
periwayatan hadits tanpa pengecekan terlebih dahulu
apakah benar dari Nabi atau perkataan orang lain
dikarenakan mereka memiliki agama yang kuat sehingga
tidak mungkin berdusta.
 Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadits
dari Nabi saw: Pertama, periwayatan lafdi (redaksinya
persis seperti yang disampaikan Nabi saw). Kedua,
maknawi: (periwayatan hadits yang matanya tidak persis
sama dengan yang didengar dari Nabi saw, akan tetapai
maknanya tetap terjaga secara utuh sesuai dengan yang
dimaksud Nabi saw tanpa ada perubahan sedikitpun).
HADITS PADA MASA TABI’IN
 Periwayatan hadist yang dilakukan oleh kalangan tabi’in
tidak berbeda yang dilakukan oleh para sahabat.
 Masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan
hadits (ashrul intisyar al-riwayah).
 Tercatat bebrapa kota sebagai pusat pembinaan dalam
periwayatan hadits, sebagai tempat tujan para tabi’in
dalam mencari hadits,yaitu: 1) Madinah, dengan tokoh
dari kalangan sahabat: Aisyah, Abu Hurayrah, Ibnu
Umar, Abu Sa’id al-Khudri, dll. Tokoh dari kalangan
tabi’in: Sa;id bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Nafi;
Maula bin Umar, dll.
2). Mekah, dengan tokoh dari sahabat: Ibnu Abbas,
Abdullah Bin Said, dll. Dari kalangan tabi’in: Atha’ bin
Abi Rabi’ah, Ikrimah mawla bin Abbas dll. 3). Kufah,
dengan tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah bin
Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqas, salman alfarisi dll. Dari
kalangan tabi’in: Masruq bin al-ajda’ syuraikh bin al-
Haris dll. 4). Basrah. Dengan tokoh dari sahabat: Utbah
bin
Gahzwan, Imran bin Husain dll. Dari kalangan tabi’in:
al-Hasan al-Basri, Abul Aliyah dll. 5). Syam, dengan
tokoh dari sahabat: Mu’ad bin jabal, Abu Darda’ dll. Dari
kalangan tabi’in: Abu Idris, Qabisah bin Zuaib dll. 6).
Mesir, dengan tokoh dari sahabat: Abdullah bin Amr bin
Ash, Uqbah bin Amir, dll. Dari sahabat: Yazid bin Abi
Hubay, Abu Bashrah al-Ghifari dll.
 Hadits-hadits yang diterima tabi’in ada yang dalam
bentuk catatan atau tulisan dan hafalan, di samping
bentuk-bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan
amaliah para sahabat yang disaksikan dan diikuti.
 Pada masa pasca sahabat, terjadi kekeliruan periwayatan
hadits. Hal ini disebabkan beberapa faktok: 1). Periwayat
hadits sebagaimana manusia lain tidak terlepas dari
unsur kekliruan. 2). Terbatasnya penulisan dan kodifikasi
hadits. 3). Terjadinya periwayatan secara makna yang
dilakukan oleh sebagian besar sahabat dan tabi’in
terbukti dengan adanya hadits atau kisah yang sama
tetapi memiliki redaksi yang beragam. 4). Banyak
bermunculan hadis palsu.
 Menghadapi kekeliruan dan pemalsuan hadits, para
ulama melakukan beberapa langkah: 1). Melakukan
seleksi dan koreksi tentang nilai hadis dan para
periwayatnya. 2). Hanya menerima riwayat hadits dan
periwayat yang tsiqah saja. 3). Melakukan penyaringan
terhadap hadits-hadits yang diriwayatkan oleh periwayat
yang tsiqah. 4). Mensyaratkan tidak adannya cacat yang
berupa penyimpangan periwayattsiqah terhadap
periwayat lain yang lebih tsiqah. 5). Untuk
mengidentifikasi hadits palsu, para ulama meneliti sanad
dan rijalul hadits serta bertanya kepada para sahabat
yang masih hidup.
HADITS PADA MASA KODIFIKASI
 Kegiatan kodifikasi hadits dimulai pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abd Aziz (99-101H)
yang memberikan instruksi kepada Abu Bakar bin
Muhammad bin Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan
ulama Madinah untuk memperhatikan dan
mengumpulkan hadits dari para penghafalnya terutama
dari Amrah binti Abul Rahman al-Anshari, murid Aisyah
dan Muhammad bin Syihab al-Zuhri yang dinilai sebagai
orang yang lebih banyak mengetahui hadits daripada
yang lainnya. Dari para ulama inilah, awal dilakukan
kodifikasi hadits secara resmi.
 Latar belakang kodifikasi hadits: 1). Khawatir hadist
hilangnya hadist dengan meninggalnya ulama, jika
generasi penerus tidak menaruh perhatian terhadap
hadist. 2). Khawatir hadits-hadits yang shahih akan
bercampur dengan hadist-hadits yang palsu.
 Abu Bakr berhasil menghimpun hadist, sekalipun
menurut pendapat para ulama tidak selengkap himpunan
hadist yang dilakukan oleh ibn Syihab al-Zuhri.
 Ulama yang berhasil menghimpun hadts setelah ibn
Syihab al-Zuhri adalah Malik bin Anas (93-179 H)di
Madinah dengan hasil karyanya bernama al-Muwaththa
yang disusun pada tahun 143 H sebagai kitab kodifikasi
hadist pertama yang dijadikan rujukan oleh para ulama
hadits.
 Para ulama berikutnya yang melakukan kodifikasi
hadits: Muhammad Ishaq (w. 151) dan ibn Abi Zi;bin
(80-158 H) di Madinah, Ibnu Juraij (80-150) di Mekkah
dll.
 Kitab-kitab yang mereka tulis kebanyakan tidak sampai
pada generasi sekarang . Datanya ditemukan dalam
berbagai kitab karya ualam sesudah mereka.
MASA SELEKSI DAN PENYEMPURNAAN SERTA
PENGEMBANGAN SISTEM PENYUSUNAN KITAB
HADITS.

 Masa seleksi atau penyaringan hadits terjadi sejak


pemerintahan al-Makmun sampai al-Muktadir (201-300
H, Dinasti Abasiyah).
 Munculnya periode seleksi ini, karena pada sebelumnya
(tadwin/kodifikasi hadits) belum berhasil memisahkan
hadists yang berasal dari sahabat (mauquf), dan hadist
yang berasal dari tabi’in (maqtu’) dari hadist yang bersal
dari Nabi saw (marfu’). Begitu juga nbelum bisa
memisahkan hadits yang dhoif dari yang shahih. Bahkan
masih ada hadits yang maudu’(palsu) tercampur pada
hadits yang shahih.
 Masa ini disebut ashr al-tajrid wa al tashih wa al-tanqih (masa
penerimaan, pentashihan dan penyempurnaan.
 Pada periode ini para ulama berhasil memisahkan hadits yang do’if
dari yang shahih, hadist yang mauquf dan maqtu’ dari hadts yang
marfu’.
 Pada peride ini, para ulama berhasil menyusun kitab hadits yang
hanya memuat hadits-hadits yang shahih. Kitab-kitab tersebut pad
perkembangannya dikenal dengan Kutub al- Sittah (Kitab Induk
yang Enam).
 Secara lengkap kitab-kitab yang enam di atas diurutkan sebagai
berikut:
 1. Al-Jami’ al- Shahih karya Imam al-Bukhari

 2. Al-Jami’ al- Shahih karya Imam Muslim

 3. Al-Sunan karya Abu Daud

 4. Al-Sunan karya al-Tirmidzi

 5. Al-Sunan karya al-Nasa’I

 6. Al-Sunan karya. Ibnu Majah


 Masa seleksi dilanjutkan dengan masa pengembangan dan
penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadits.
 Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah pada
usaha mengembangkan beberapa variasi pembukuan kitab-kitab
yang sudah ada. Maka setelah munculnya Kutubus Sittah dan
al-Muwatta’ karya imam Malik bin Anas dan al-Musnad karya
Ahmad bin Hambal , para ulama mengalihkan perhatian untuk
menyusun kitab-kitab yang berisi pengembangan dan
penyempurnaan sistem penyusuna kitab-kitab hadits. Masa ini
di sebut ashr al-tahdzib wa al-taqrib wa al-istidrak wa al- jam’I
(masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan
penghimpunan).
 Di antara kitan yang disusun pada periode ini adalah kitab al-
Mustadrak ‘ala al- Shahihayn karya al-Hakim al-Naysaburi
(w.405 H) yang berisi tentang hadits-hadist yang dinilainya
bshahih yang tidak termuat dalam kitab shaih bukhari dan
shahih Muslim.
 Masa selanjutnya adalah ashr al-syarh wa al jam’I wa al-
takhrij wa al bahts (masa pensyarahan, penghimpunan,
pentkhrijan, dan pembahasan).
 Kegiatan ulama pada masa ini berkaitan dengan upaya
mensyarah kitab-kitab hadits yang sudah ada,
menghimpun dan mengumpulkan hadits-hadist yang
sudah ada , mentakhrij hadits-hadits dalam kitab tertentu
dan membahas kandungan kitab-kitab hadits.
 Di antara usaha itu adalah pengumpulan isi kitab yang
enam yang dilakukan oleh Abdul Haq bin Abdul al-
Rahman al-Asybili serta Ibn hajar al-Asqolani penyusun
kitab –kitab hadits tentang hukum dan lain-lain.
WAALLAHU ‘ALAMU BI SHOWAB.

Anda mungkin juga menyukai