Cindy liputo Claudia nursila buheli Definisi Diabetes mellitus adalah gangguan kronis metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Noer, 1999).
Lebih lanjut Noer (1999) menyatakan bahwa diabetes mellitus
dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari adanya perubahan seperti minum yang menjadi banyak, buang air kecil lebih sering lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi berobat dan diperiksa kadar glukosanya.
Noer (1999) juga mengatakan bahwa diabetes mellitus
mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih dan tuberkulosis paru.
Hal ini disebabkan karena penderita diabetes mellitus
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terserang penyakit infeksi, khususnya tuberkulosis paru. Jika kepada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai gejala dan tanda diabetes mellitus, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas diabetes mellitus, yaitu poliuria akibat diuresis osmotik, polidipsia, dan berat badan yang menurun. Dengan sendirinya, untuk diagnosa pasti harus dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah (Noer, 1999)
Tuberkulosis paru (sering disingkat dengan TB paru)
adalah suatu penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang hampir setiap bagian dari tubuh. Tuberkulosis paru dapat ditularkan dari orang ke orang melalui udara (American Lungs Association, 2005). Sedangkan Hinsaw & Murray (1980 dikutip dalam Yunus dkk, 1992) menyatakan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh basil Mikobakterium tuberkulosis yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis pada jaringan.
Infeksi ini mengenai berbagai organ di dalam tubuh,
tetapi yang sering terkena adalah jaringan paru. Patomekanisme Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan gangguan fungsi imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang infeksi, termasuk TB paru.
Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena
defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk gangguan fungsi dari epitel pernapasan serta motilitas silia.
Paru pada penderita DM akan mengalami perubahan patologis,
seperti penebalan epitel alveolar dan lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder dari komplikasi mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada retinopati dan nefropati. Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi sentral dan sleep apneu.
Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan elastisitas
rekoil paru, penurunan kapasitas difusi karbonmonok-sida, dan peningkatan endogen produksi karbondioksida.
beberapa pengaruh DM terhadap imunitas tubuh dan fungsi
pulmonal yang menyebabkan terjadinya rentan infeksi. Kriteria Pengobatan TB dengan Diabetes Melitus Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan Komplikasi TB dengan Diabetes Melitus Paru pada penderita DM akan mengalami perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar dan lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder dari komplikasi mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada retinopati dan nefropati. Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi sentral dan sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan elastisitas rekoil paru, penurunan kapasitas difusi karbonmonok-sida, dan peningkatan endogen produksi karbondioksida. Penanganan dan pengobatan TB dengan Diabetes Melitus Terdapat interaksi obat antara OAT dengan OHO, selain itu toksisitas obat juga harus dipertimbangkan ketika memberikan terapi secara bersamaan pada TB-DM. Pasien TB-DM juga memperlihatkan respon terapi yang lebih lambat terhadap OAT bila dibandingkan dengan pasien non DM. Tatalaksana pengobatan pada penderita TB paru yang memiliki DM sama dengan penderita TB paru saja, akan tetapi lebih sulit, terutama karena ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu interaksi antar obat TB paru dengan obat DM dan efek samping obat. Hingga saat ini, belum ada rekomendasi kuat berdasarkan evidence mengenai tatalaksana pengobatan TB paru pada penderita DM maupun sebaliknya. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan WHO memberikan rekomendasi terapi TB paru pada penderita DM menggunakan regimen yang sama sesuai standar.17
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan
pemberian OAT dan lama pengobatan pada prinsipnya sama dengan TB paru tanpa DM, dengan syarat gula darah harus terkontrol. Apabila gula darah tidak terkontrol, pengobatan perlu dilanjutkan hingga 9 bulan. Tahun 2011, American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan target HbA1c kurang dari 7% atau setara dengan gula darah sewaktu sebesar 130 mg/dL Dua studi di Indonesia menunjukkan bahwa DM tidak mempengaruhi farmakokinetik OAT selama fase intensif pengobatan TB paru, tetapi mungkin berpengaruh pada rifampisin dalam fase lanjut. Hal ini didukung dengan kultur sputum yang masih positif setelah pengobatan fase lanjut, tetapi tidak setelah fase intensif. 28
Hipotesis perbedaan pengaruh DM terhadap farmakokinetik
OAT selama pengobatan fase intensif dan fase lanjut karena adanya perbedaan induksi rifampisin. Hingga saat ini belum ada rekomendasi khusus pengobatan TB paru pada penderita DM Regimen yang sama sesuai standar pengobatan TB paru tetap digunakan pada penderita TB paru disertai DM, tetapi akan lebih sulit dan bisa lebih lama hingga 12 bulan karena interaksi antara OAT (rifampisin) dan obat antidiabetes (sulfonilurea dan TZD), efek samping obat, dan jumlah bakteri lebih banyak.
Insulin dapat digunakan untuk mengontrol kadar gula darah
karena tidak terdapat interaksi dengan OAT. Hal terpenting dan utama dalam keberhasilan pengobatan TB paru pada penderita DM adalah kontrol gula darah yang baik dan keteraturan minum OAT. Syukron.. jazakallahukhairan