Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

“ PTERIGIUM”
OLEH :
FAJMEI AISYAH
20194010062

PEMBIMBING :
DR. NUR SHANI MEIDA SP.M
ANAMNESA
Identitas Pasien
• Nama : Tn. X
• Usia : 25 Tahun
• Agama : Islam
• Pekerjaan : karyawan
• Alamat : JL.Y

Keluhan Utama
Mata kanan merah dan mengganjal
 

Riwayat Penyakit sekarang


- Pasien datang dengan mengeluhkan mata kana merah dan mengganjal sejak …
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada data
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada data
PEMERIKSAAN FISIK

• KU : Baik
• Kesadaran : CM
• Vital Sign :
Td = 120/90 mmhg
HR= 80x/mnt
RR= 19x/mnt
Tem= 36.7 celcius
OD Pemeriksaan OS

6/6 Visus 6/6

Tidak dilakukan Reflek Fundus Tidak dilakukan


Madarosis (-) trikhiasis (-) Madarosis (-) trikhiasis (-)
krusta/skuama(-)distikhiasis Silia/ Supersilia krusta/skuama (-)
(-) distikhiasis (-)

Tidak ada kelainan Palpebra Superior Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Palpebra Inferior Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Aparat Lakrimalis Tidak ada kelainan


Tidak ada kelainan Konjungtiva Tarsalis Tidak ada kelainan
Kemosis (-)
Injeksi konjungtiva (-) Kemosis (-)
injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar
Pterigium (+) jaingan fibrovaskular bentuk (-)
segitiga disisi nasal dengan apex sudah Konjungtiva Bulbi Pteregium (-)
melewati kornea namun tidak melebihi pinguekula (-)
pinggiran pupil. Perdarahan subkonjungtiva (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-)
Warna putih Sklera Warna putih
jernih Kornea jernih
hifema (-), hipopion (-), flare (-)
hifema (-), hipopion (-), flare (-) pigmen (-) COA
pigmen (-)
Warna cokelat, rugae (-) atropi iris (-) Warna cokelat, rugae (-) atropi iris
Iris
coloboma (-) sinekia (-) (-) coloboma (-) sinekia (-)
Tepi reguler, bentuk bulat Pupil Tepi reguler, bentuk bulat
Bening Lensa Bening
Media bening, warna kemerahan, batas Media bening, warna
Funduskopi
tegas kemerahan,batas tegas
MATA KANAN PASIEN
Diagnosa Kerja
Pterigium Orbita Dekstra grade 3

 
Diagnosa Banding
Pinguekula
Pseudopterigium
PTERIGIUM
Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris),
Konjungtiva dapat dibagi menjadi kedalam tiga bagian.
Konjungtiva palpebralis adalah lapisan pada permukaan dalam kelopak mata.
Konjungtiva bulbar adalah lapisan yang melapisi permukaan anterior mata dari limbus
sampai sklera anterior. Konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebralis bertemu pada
fornik superior dan inferior
DEFINISI PTERIGIUM

Pterygium merupakan poliferasi jaringan


subkonjungtiva berupa granulasi fibrovaskuler dari
nasal konjungtiva bulbar yang bersifat degeneratif
dan invasif. Sehingga dapat berkembang menuju
kornea dan akhirnya dapat menutupi permukaan
kornea.

Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak


di bagian sentral atau di daerah kornea,
pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Epidemiologi
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan
kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Insiden pterigium
cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 22%.
Faktor Resiko
• Usia ( 20-40 th)
• Pekerjaan
• Tempat tinggal (iklim panas dan kering)
• Jenis kelamin ( laki-laki > wanita )
• Herediter
• Infeksi
Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi secara pasti belum diketahui secara pasti, Faktor yang berpengaruh : lingkungan
seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, deaerah kering, inflamasi,
daerah dengan angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya  degerasi elastisitas
jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular  Dan progresifitasnya di diduga
merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea.

Gejala Klinis

- Asimptomatis

- Mata tampak merah dan sering berair

- Merasa seperti ada benda asing

- Pada pterigium grade 3 dan 4 terjadi penurunan tajam penglihatan


KLASIFIKASI PTERIGIUM

Berdasarkan lokasi :
• Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja
• Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal

Berdasarkan perjalanan penyakit :


• Progressif Pterigium :memiliki gambaran tebal,berdaging, padat dan vascular
dengan beberapa infiltat di kornea di depan kepala pterigium
• Regresiff Pterigium/inaktif/stasioner : dengan gambaran tipis,atrofi, sedikit
vaskularisasi, membentuk membrane tapi tidak pernah hilang.
Berdasarkan jenis :
• Vaskuler : pterigium tebal,merah,progresif, biasanya pada usia muda .
• Membrannaceus : pterigium tipis seperti plastic, tidak terlalu merah(pucat),
biasnya pada orang tua .
Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan
slitlamp pterigium dibagi 3, yaitu:
• T1 (atrofi): pembuluh darah episkleral jelas terlihat.
• T2 (intermediet): pembuluh darah episkleral sebagian terlihat.
• T3 (fleshy,opaque): pembuluh darah seluruhnya tidak terlihat.
Berdasarkan tipenya pterigium dibagi atas tiga:
• Tipe I
Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya
saja. Lesi meluas <2 mm dari kornea. Stocker’s line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel
kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi
ringan.
• Tipe II
Pterigium tipe primer advanced atau pterigium rekuren tanpa keterlibatan zona optic. Pada tubuh
pterigium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm,
dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat.
• Tipe III
pterigium primer atau rekuren dangan keterlibatan zona optic. Merupakan bentuk pterigium yang
paling berat.Lesi mengenai kornea > 4mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya
pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks
dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas
pada limbus kornea.
• Derajat 2 : jika sudah melewati limbus
kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
• Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi
tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)
• Derajat 4 : pertumbuhan pterygium
melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali.
Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti:
 mata sering berair
 tampak merah
 merasa seperti ada benda asing
 dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik
 pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga
tajam penglihatan menurun.
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan penderita seperti mata merah, gatal, mata
sering berarir, gangguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata
merah berulang, riwayat banyak bekerja diluar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar
matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan konjungtiva.
Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium
yang avaskular dan flat. Pterigium paling sering ditemukan pterigium pada daerah temporal.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk
menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh
pterigium.
Diagnosis Banding
• Pseudopterigium

merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.


Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk
sudut miring atau Terriens marginal degeneration. Pada
pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body.

• Pinguekula

merupakan massa kekuningan berbatasan dengan limbus pada


konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi.
Pinguekula merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi
berbentuk segitiga dengan puncak di perifer dasar di limbus kornea,
berwarna kuning keabu-abuan merupakan degenerasi hialin
konjungtiva dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi
oleh angin, debu dan sinar matahari yang berlebihan.
• Perbedaan pterigium dengan pseudopterigium:
• Pseudopterigium didahului riwayat kerusakan permukaan kornea seperti ukak
kornea, sedangkan pterigium tidak.
• Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain letaknya
tidak harus pada celah kelopak mata atau fisura palpebra.
• Puncak pterigium menunjukkan pulau-pulau Fuchs pada kornea sedang
pseudopterigium tidak.
• Pseudopterigium dapat diselipkan sonde di bawahnya, sedangkan pterigium
tidak.
• Jumlah pembuluh darah pada pseudopterigium sama dengan keadaan
pembuluh darah normal.
• Pterigium bersifat pregresif, pseudopterigium tidak.
Pembedaan Pterigium Pinguekula Pseudopterigium

Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan


fibrovaskular konjungtiva bulbi konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea yang
berbentuk segitiga cacat

Warna Putih kekuningan Putih-kuning keabu- Putih kekuningan


abuan

Letak Celah kelopak Celah kelopak mata Pada daerah


bagian nasal atau terutama bagian konjungtiva yang
temporal yang nasal terdekat dengan
meluas ke arah proses kornea
kornea sebelumnya

♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀


Progresif Sedang Tidak Tidak

Reaksi kerusakan Tidak ada Tidak ada ada


permukaan kornea
sebelumnya

Pembuluh darah Lebih menonjol menonjol Normal


konjungtiva

Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di


diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus

Puncak Ada pulau-pulau Tidak ada Tidak ada (tidak ada


Funchs (bercak head, cap, body)
kelabu)
Penatalaksanaan
1.KonservatifPenanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakan konservatif
seperti

•penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar ultraviolet

•pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.

2. Operatif
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah dengan eksisi jaringan
fibrovaskular tersebut.
Indikasi Operasi pterigium :
 -Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
 -Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
 -Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
 -Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan pterigium dan
untuk mencegah terjadinya rekurensi.
Berbagai teknik bedah yang digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium:
• Bare sclera : tidak ada jahitan, bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva
dengan permukaan sklera di depan insersio tendon rektus, menyisakan area sklera
yang terkena. (teknik ini sudah tidak dapat diterima karena tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75% dan hal ini tidak direkomendasikan).
• Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana teknik ini
dilakukan bila luka pada konjungtiva relatif kecil.
• Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
• Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas
eksisi.
• Conjungtival graft: suatu free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian
superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau
difiksasi dengan bahan perekat jaringan. (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare,
Dearfield, Illionis).
• Teknik mc reynolds
Mencangkok dan menguburkan pterigium di dalam konjungtiva dilakukan dengan cara ;
a.       Setelah pterigium dipindahkan dari kornea, buatlah goresan di bawah konjungtiva dengan gunting, antara
kornea dan sklera, yang lebarnya disesuaikan dengan lebar dri pertumbuhan pterigium yang semula, sehingga
diharapkan bila terjadi pterigium ulang tidak akan menyeberang ke kornea.
b.      Jahitlah apek dari lapisan konjungtiva tersebut dan masukkan ke dalam celah di bawah konjungtiva yang
terletak di antara kornea dan sklera.
c.       Setelah lapisan konjungtiva tadi dimasukkan ke lapisan bawah antara kornea dan sklera, kemudian lakukan
fiksasi.
• Teknik Autograft Konjungtiva
Teknik pembedahan yang serupa dengan teknik bare sclera, hanya saja lapisan sklera yang terluka akibat proses
eksisi, akan ditutup dengan jaringan autograft. Jaringan autograft didapatkan dari lapisan konjungtiva bulbar
superotemporal.  Teknik penempelan tandur konjungtiva bulbi yang sering dipergunakan yaitu dengan jahitan,
namun teknik ini mempunyai beberapa kekurangan antara lain waktu pembedahan yang cukup lama, reaksi
inflamasi akibat jahitan yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka, kemungkinan timbul komplikasi
akibat jahitan, dan rasa tidak nyaman pada penderita. Selaim jahitan bisa menggunakan lem Biologis seperti lem
fibrin. Yang sedang dikembangakan adalah lem fibrin komersil ,lem fibrin otologus.
• Amniotic Membrane Grafting
Teknik ini mirip dengan conjunctival autograft, hanya lapisan graft yang digunakan adalah lapisan membran
amniotik. Teori menjelaskan lapisan membran amniotik memiliki sifat antiinflamasi dan anti fibrosis, serta promotor
epitelisasi kornea.
• https://youtu.be/ZuokYYD8GKU cangkok konjungtiva dengan jahitan
• https://youtu.be/CnD5djJu-l8 cangkok konjungtiva dgn lem fibrin.
• https://youtu.be/0_e7SaV8MmI amnion membran
Iritasi Setelah operasi, mata ditutup semalam, dan diberi antibiotik topikal dan tetes
mata anti inflamasi
 
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan
pemberian:
 -Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian
tappering off sampai 6 minggu.
 -Mitomycin C 0,04% (0,4mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone
 -Topikal Thiotepa (triethylene thiophospasmide) tetes mata : 1 tetes/3 jam selama
6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chlorampenicol, dan
steroid selama 1 minggu.
KOMPLIKASI
• Mata merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan kornea,
• pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral ↓, skar pada otot rektus medial
 diplopia.

• Intra operatif :perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan
longgar, skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus.

Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi.

PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien dapat
beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi.
Pasien dengan pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion.

O Quo ad vitam : dubia ad bonam


O Quo ad functionam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
• Hartono, 2005, Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
• Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.p.2-7,117.
• Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.
• Perdami.2006. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran,Perdami,Jakarta.
• Riordan, Paul dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Jakarta; EGC
• Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and
Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In : External Disease and Cornea. San
Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.
• Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai