“ APENDISITIS INFILTRAT “
Pembimbing :
Dr. Hardiyanto, Sp.Rad
Oleh :
Nieke Indrawati, S.Ked
Dewi Saftari, S.Ked
Prihatmoko, S.Ked
BAB I : PENDAHULUAN
• Dapat terjadi pada semua umur, jarang pada anak
berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada usia
20-30 tahun terjadi pada laki-laki dan perempuan sama
banyak.
• Insiden appendicitis infiltrat lebih sering terjadi pada
pasien dewasa.
• Apendisitis merupakan kasus laporotomi tersering pada
anak dan juga pada orang dewasa
• Diagnosis tindakan harus segera keterlambatan
penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan
berbagai akibatnya
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
• DEFINISI
– proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan
peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass).
– massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis
umum.
• ANATOMI
– Appendiks merupakan suatu organ limfoid
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di
sekum.
• ANATOMI
– Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens,
atau ditepi lateral kolon asendens.
– Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%)
lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal
(2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
– Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
• FISIOLOGI
– Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA yang sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi.
– pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.
• ETIOLOGI
– Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
apendisitis.
– Obstruksi disebabkan oleh Fekalit , hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan
roentgen, diet rendah serat, cacing usus termasuk
ascaris, Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada
apendiks, Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis
fekal.
– Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi.
• PATOFISIOLOGI
penyumbatan lumen apendiks peningkatan
sekresi bendungan peningkatan tekanan
intralumen hipoksia, menghambat aliran limfe,
terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri
Infeksiedemaapendisitis akut fokal dg nyeri
epigastrium
• PATOFISIOLOGI
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi
dalam 24-36 jamsekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat
obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dindingPeradangan
meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan
bawah ( apendisitis supuratif akut)
• PATOFISIOLOGI
Bila arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene (apendisitis gangrenosa) pecah
apendisitis perforasi Bila semua proses
diatas berjalan lambatomentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis.
• PATOFISIOLOGI
– Infiltrat apendikularis merupakan usaha
pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular.
– Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
• MANIFESTASI KLINIS
– Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan
appendisitis akut yang kemudian disertai adanya
massa periapendikular.
– Gejala klasik apendisitis akut : nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntahDalam 2-12 jam nyeri beralih
kekuadran kanan, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk.
– Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi.
PEMERIKSAAN FISIK
– Demam ringan (37,5-38,5) Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi.
– Kembung perforasi.
– Appendisitis infiltrat atau adanya abses
apendikuleradanya penonjolan di perut kanan bawah.
– Palpasi
• nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas.
• Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
• Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
– peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata.
– Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila
daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada apendisitis pelvika.
– Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks.
– Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas
lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks
yang meradang menempel di m.psoas, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.
– Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (LAB)
– Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi.
– Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (RADIOLOGI )