Anda di halaman 1dari 139

KEBIJAKAN &

STRATEGI
PENGENDALIAN ISPA
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA

LATAR BELAKANG
Pneumonia: The forgotten Killer of
children

INICHD Oct 2008


3|
Major causes of death in neonates and children
under-five in the world - 2004
Deaths among children under- Neonatal deaths
five
Noncommunicable diseases Other 9%
(postneonatal)
4% Congenital anomalies 7%
Injuries (postneonatal)
Other infectious and parasitic Neonatal tetanus 3%
4% Diarrhoeal diseases 3%
diseases 9%

HIV/AIDS 2%
Neonatal infections
25%
Measles 4%

Malaria Birth asphyxia and


7% Neonatal deaths birth trauma
37% 23%

Prematurity and low


birth w eight
Diarrhoeal diseases 31%
(postneonatal)
16%

Acute respiratory infections


35% of under-five deaths are
(postneonatal) due to the presence of undernutrition*
17%
Sources: (1) WHO. The Global Burden of Disease: 2004 update (2008); (2) For undernutrition: Black et al. Lancet, 2008

INICHD Oct 2008


4|
SASARAN
CAPAIAN RPJMN 2010- TARGET
RPJMN
2005-2009
2014
(PERPRES 5 /
MDG’s 2015
8 TUJUAN
 -------- 2010)
 Meningkatnya POVERTY & HUNGER EDUCATION GENDER
UHH MENJADI 72
thn
 Angka  Menurunnya
Kematian Angka Kematian
Bayi 34 per Bayi menjadi 24 MATERNAL HEALTH COMM.DISEASE
1000 KH per 1000 KH CHILD HEALTH

 AKI 228 per  Menurunnya AKI


100.000 KH menjadi 118 per
100.000 KH
ENVIRONMENT PARTNERSHIP
 Menurunnya
 Prevalensi MeAKB
prevalensi gizi-
gizi kurang a. 2/3-nya
kurang pada anak
18,4 % pada pada
Balita menjadi
anak Balita 15%. tahun
1990-2015
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA

ANALISIS SITUASI
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN
BAYI & BALITA
AK Bayi-Balita cenderung stagnan dalam paruh waktu kedua
(2010-2014) bagi upaya pencapaian MDG 2015
AKB
K e m a tia n p e r 1 .0 0 0 k e la h ir a n h id u p

120
AKBA

91 Kem . Neonatal

90 81 AKB RPJMN

68 AKBA MDG

57 58 AKB MDG
60
46 46 45

32 35 34
30 32
26
30 20 20 26
23

0
1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012 2015

 Bersamaan dengan Pembangunan Jangka Menengah Tahap


kedua (2010-2014) 7
Kesempatan terakhir bagi percepatan pencapaian MDG
Penyebab Kematian Bayi 0-11 bulan

Tidak diketahui penyebabnya, 3.7 % Tetanus, 1.7 %

Meningtis, 4.5 %

Kelainan Kongenital, 5.7 %

Pneumonia, 12.7 % Masalah


Neonatal
46,2 %

Diare, 15 %

Masalah neonatal :
-Asfiksia
-BBLR
-Infeksi, dll
Sumber : Riskesdas 2007
Penyebab Kematian Balita 0-59 bulan

Tidak diketahui penyebabnya, 5.5 % Tetanus, 1.5 %

Meningtis, 5.1 %

Kelainan Kongenital, 4.9 %

Masalah
Neonatal
Pneumonia, 13.2 % 36 %

Masalah neonatal :
-Asfiksia

Diare, 17.2 % -BBLR


-Infeksi, dll
Sumber : Riskesdas 2007
KONDISI DI LAPANGAN
SECARA NASIONAL:
•Dari hasil pemetaan cakupan Pneumonia
membuktikan bahwa Pneumonia tersebar di
seluruh wilayah Indonesia
•Cakupan penemuan Pneumonia Balita selama
10 tahun berkisar antara 19,65-35,9%.
•Cakupan penemuan kasus pneumonia dari
tahun 2000 sampai tahun 2010 belum pernah
mencapai target yang ditetapkan;
CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA
PNEUMONIA BALITA Nasional 2005 - 2010
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN
2010
KONDISI DI LAPANGAN
Pengendalian Pneumonia Balita sangat dipengaruhi cakupan
penemuan penyakitnya. Beberapa hambatan yang ditemui di
DAERAH antara lain :
•Tenaga terlatih MTBS/ Tatalaksana Standar ISPA tidak
melaksanakan di Puskesmas serta mutasi nakes yang tinggi
•Pembiayaan (logistik & operasional) terbatas
•Pembinaan (bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi)
secara berjenjang masih sangat kurang
•Pneumonia Balita merupakan pandemi yang dilupakan/ tidak
ada prioritas sedangkan masalah ini merupakan masalah
multisektoral diperlukan kemitraan
•Gejala Pneumonia Balita sukar dikenali oleh orang awam
maupun tenaga kesehatan yang tidak terlatih
PERENCANAAN TERPADU
(RESPONSIF)
No Peran SDM Fisik Peralatan Operasional

1 Pusat pelatihan standar Standar, Pedoman,


pembinaan, BOK
mengadakan
2 Propinsi rekrutmen pembinaan Koordinasi Biaya
teknologi pelaksanaan
koord prop
3 Kabupaten Kota pembinaan biaya pengadaan Pengawasan
dan rencana

4 Masyarakat pengawasan pengawasan pengawasan pengawasa


n
PENGENDALIAN PNEUMONIA BALITA

TUJUAN & SASARAN


DYAH A.R.
TUJUAN PENGENDALIAN
PNEUMONIA BALITA
1. Tercapainya penemuan dan tatalaksana kasus
pneumonia balita pada tahun 2010 (60%), 2011
(70%), 2012 (80%), 2013 (90%) dan 2014 (100%).
2. Tersedianya SDM terlatih profesional dalam
penatalaksanaan kasus Pneumonia Balita.
3. Tersedianya SDM terlatih profesional dalam
manajemen program pengendalian Pneumonia Balita
4. Tersedianya sarana yang mendukung
penatalaksanaan kasus pneumonia Balita secara
komprehensif
5. Tersedianya gambaran epidemiologi melalui
pengembangan surveilans sentinel pneumonia Balita
GAPP: Objectives

 To accelerate pneumonia control through scaling up the


delivery of interventions of proven benefit in the context of
newborn and child survival strategies in countries

 To identify and implement a set of priority activities within


each area of work in reducing pneumonia mortality

 To develop an approach towards monitoring,


documenting and evaluating the impact of the action plan

INICHD Oct 2008


17 |
Key elements of the action plan

 Communication/Advocacy

 Implementation

 Monitoring and Evaluation

 Research and Development: feedback into


implementation

INICHD Oct 2008


18 |
SASARAN PENGENDALIAN
PNEUMONIA BALITA
Usia Balita, yaitu bayi (0-<1 tahun) dan anak Balita (1-<5 tahun)
dengan fokus penanggulangan pada penyakit Pneumonia

KEGIATAN PRIORITAS
Financial side
 Optimalisasi dana Jamkesmas, dekonsentrasi, APBD Prov, APBD Kab/Kota
dan dana hibah lain (GAVI-HSS, LSM internasional)

Partnership
 Peningkatan kerja sama dengan, LSM, LS (Program Keluarga Harapan,
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Kredit Usaha Rakyat),
organisasi internasional & CSR
KEBIJAKAN PENGENDALIAN ISPA (1)
1. Mengupayakan P2 ISPA sebagai salah satu Program Prioritas
Nasional dari Program Prioritas Ditjen. PP & PL Departemen
Kesehatan RI untuk mencapai MDGs 2015
2. Pengendalian penyakit ISPA dilaksanakan sesuai dengan
otonomi daerah dan desentralisasi dalam NKRI.
3. Upaya pengendalian kesakitan dan kematian pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dilakukan bekerjasama
dengan lintas program yang terkait dengan kesehatan Balita.
4. Penyebarluasan informasi pengendalian penyakit ISPA melalui
berbagai media sesuai dengan kondisi sosial dan budaya
setempat.
KEBIJAKAN PENGENDALIAN ISPA (2)
5. Logistik pengendalian penyakit ISPA meliputi obat
esensial, sound timer, oksigen konsentrator dan lain-
lain disediakan oleh Pemerintah baik pusat, propinsi
dan kabupaten/kota.
6. Pengendalian penyakit ISPA dilaksanakan melalui
jejaring kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak
7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dan
akuntabilitas pelaksanaan program melalui
peningkatan kemampuan sumber daya manusia,
pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan
evaluasi program serta sosialisasi dan pemberdayaan
masyarakat.
STRATEGI PENGENDALIAN ISPA (1)
• Membangun komitmen politis di setiap tingkat
administrasi pemerintahan dengan melaksanakan
advokasi dan sosialisasi program P2 ISPA dalam rangka
pencapaian MDGs 2015.
• Penguatan jejaring dilaksanakan melalui pertemuan
berkala dengan seluruh pemangku kepentingan terkait.
• Penemuan kasus dilakukan secara aktif dan pasif
sesuai dengan tatalaksana standar pengobatan.
• Peningkatan mutu pelayanan melalui peningkatan
kapasitas sumber daya manusia dan kelengkapan
logistik bekerjasama dengan pemerintah daerah.
STRATEGI PENGENDALIAN ISPA (2)
• Peningkatan peran keluarga dan masyarakat dilakukan
melalui pemberdayaan kader dan tokoh masyarakat.
• Evaluasi program dilaksanakan secara berkala
bekerjasama dengan lembaga pengkajian/penelitian
guna mendapatkan hasil yang obyektif.
• Sistem pelaporan dibangun secara bertahap dengan
komputerisasi sehingga keterlambatan laporan dapat
dikurangi.
• Pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang dan
terstandar.
L.I.H.A.T
L.I.H.A.T dan
dan
D.E.N.G.A.R.K.AN
D.E.N.G.A.R.K.AN

Selamatkan
SelamatkanBalita
Balita
Indonesia
Indonesiadari
dariKematian
Kematian
PROGRAM
PROGRAM
PEGENDALIAN
PEGENDALIAN
PNEUMONIA
PNEUMONIABALITA
BALITA
Hidup
Hidup terlalu
terlalu
singkat……,
singkat……,
Mengapa
Mengapa harus
harus
enggan
enggan
menghitung
menghitung
napas..,
napas..,
Jika
Jika banyak
banyak jiwa
jiwa
bisa
bisa selamat
selamat..
IRA PADA
ANAK
Infeksi
Respiratori
Akut
Mekanisme pertahanan respiratorik

• hidung - filtrasi partikel


• refleks epiglotis – pencegahan aspirasi
• refleks batuk – ekspulsi benda asing
• selimut mukosilier - pembersihan organisme
• makrofag alveolar – fagositosis bakteri
• substansi imunologis lokal – netralisasi kuman
• sistem limfatik – transport partikel dari paru
Definisi
• IRA adalah sekelompok penyakit infeksi pada
sistem respiratorik, disebabkan oleh berbagai
etiologi, berlangsung < 14 hari
• sistem respiratori: sistem yang berperan dalam
proses respirasi; hidung s/d alveoli dan struktur
terkait (sinus, telinga, pleura)
• Respirologi: ilmu tentang sistem respiratorik
sebagai satu kesatuan
Istilah
• Depkes : ISPA, Inf sal pernapasan akut
• WHO : ARI, Acute respiratory infection,
AURI : Acute upper respiratory infection
ALRI : Acute lower respiratory infection
• IKA : IRA, infeksi respiratori akut
IRAA : Infeksi respiratori atas akut
IRBA : Infeksi respiratori bawah akut
Pembagian
• IRA : atas & bawah (IRAA & IRBA)
• batas : laring (Nelson)
• IRAA : rinitis, tonsilitis, faringitis, sinusitis, otitis
media
• IRBA : croup (laringitis dkk), bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia
• etiologi IRAA : >90% virus  tidak perlu AB
IRAA
•Selesma
•Faringitis
•Sinusitis
•Otitis media

IRBA
•Croup
•Epiglotitis
•Bronkitis
•Bronkiolitis
•Pneumonia
Pembagian IRA
IRA

Sesak (-) Sesak (+)

IRAA IRBA IRAA IRBA

•Rinitis •Laringitis •Difteria •Epiglotitis


•Faringitis •Croup •Bronkiolitis
•Tonsilitis •Bronkitis •Pneumonia
•Sinusitis
•Otitis media
Pneumonia
Anatomi sistem respiratorik
• Saluran respiratori atas :
– Hidung
– Sinus
– Faring - laring
• Saluran respiratori bawah :
– Bronkus
– Bronkiolus
– Alveolus
Saluran respiratori atas dan bawah
berhubungan erat karena
merupakan 1 unit
The
KILLER Over 2 million children
die from pneumonia each
year..

In children < 5 years


pneumonia caused 1 in 5

deaths

UNICEF/ WHO, Pneumonia: The Forgotten Killer of Children, September 2006


Pneumonia PEMBUNUH utama
balita
Masalah pneumonia pada
balita di Indonesia
•Morbiditas 10-20 %
•Mortalitas 5 / 1000

Kematian krn Pneumonia


50.000 / tahun
12.500 / bulan
416 /hari = 1 jumbo jet
17 / jam
1 / 4 menit
Pneumonia
• inflamasi parenkim paru (alveoli dan interstisiil)

• definisi klinis: penyakit respiratorik ditandai batuk,


sesak, demam, ronki, dan infiltrat pada foto
Rontgen

• istilah lain :
– pneumonitis (non-infeksi);
– alveolitis (Eropa)
Etiologi Pneumonia

• terutama : bakteri dan virus


• di negara berkembang:
bakteri > virus

Shann,1986: in 7 developing countries,


bacterial - 60 %
Turner, 1987: in developed countries,
bacterial - 19 % ; viral - 39 %
Etiologi
• sebagian besar: kuman (virus, bakteri, dll); aspirasi,
radiasi, dll
• pneumonia kuman : virus atau bakteri ? 
konsekuensi tata laksana
• awal: virus  komplikasi bakteri
• pola kuman sesuai distribusi umur
• terpenting : Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus
grup B
Bakteri penyebab
• Streptococcus pneumoniae
• Hemophilus influenzae
• Staphylococcus aureus
• Streptococcus group A – B
• Klebsiella pneumoniae
• Pseudomonas aeruginosa
• Chlamydia spp
• Mycoplasma pneumoniae
Pembagian jenis pneumonia
• Community acquired pneumonia
 umumnya kuman Gram positif

• Hospital acquired pneumonia


 umumnya kuman Gram negatif
Patogenesis
• aspirasi kuman
• penyebaran langsung dari respiratorik atas
• viremia / bakteremia
• penyebaran langsung dari infeksi intra-
abdomen
• terbanyak : 2 pertama
Manifestasi klinis
• tergantung: kuman, usia, status imuno-logis,
beratnya penyakit
• neonatus bisa tanpa gejala khusus
• gejala: umum, pulmonal, pleural, ekstra-
pulmonal
• umum : demam, menggigil, sefalgia, resah,
gelisah, gastrointestinal (muntah, kembung,
diare)
Manifestasi klinis

gejala tanda pemr fisis


demam demam ronkhi
napas cepat takipnu mengi
batuk dispnu suara n lemah
muntah retraksi pekak
tdk mau minum napas cuping fremitus lemah
Iritabel merintih meningismus
letargi sianosis pl friction rub
Manifestasi klinis

• tanda pulmonal: berguna, tapi pd awitan mungkin


belum ada
• otot bantu napas: chest indrawing / retraksi
• frekuensi napas: indeks paling sensitif, anak
tenang / tidur
• batuk: pada anak besar, kering  produktif,
• suara napas, ronkhi basah halus (bayi - )
• klinis : sulit membedakan bakteri / virus
Manifestasi klinis sederhana (WHO)

Napas cepat (tachypnea)

batas frekuensi napas


Umur frekuensi nps
< 2 bulan 60
2 - 12 bulan 50
1 - 5 tahun 40

Chest Indrawing (tarikan


dinding dada ke dalam)
Pemeriksaan penunjang
• Rontgen toraks:
– menunjang diagnosis,
– menilai luasnya kelainan patologi
– Mencari kemungkinan komplikasi
• foto : AP, kadang + lateral
• pneumatokel  Staphylococcus aureus
• normal dalam 3-4 minggu
• tidak rutin diulang; kecuali pneumatokel,
pneumotoraks / komplikasi lain
Pemeriksaan penunjang
• Analisis gas darah
• lekositosis (>15.000/ul) lazim dijumpai
• dominasi netrofil, pergeseran ke kiri  bakteri
• trombosit >500.000/ul  bakteri
• trombopeni  virus
• LED dan CRP tidak khas
• biakan darah: spesifik, namun hanya 10-15% yang
(+)
Diagnosis
• terbaik: etiologik, dengan pemeriksaan
mikrobiologi
• kendala:
– teknis: spesimen representatif
– Biaya: mahal
• dasar diagnosis: klinis + penunjang lain
• masalah : virus atau bakteri ?
ISPA - MTBS
• Tujuan: deteksi pneumonia, sehingga tidak ada yang
luput
• Gejala awal kecurigaan: BATUK, biasanya disertai
tanda infeksi berupa demam
• Klasifikasi: (bukan diagnosis)
– Bukan pneumonia
– Pneumonia ringan
– Pneumonia berat
• Fokus utama pada pneumonia berat yang potensi
mortalitasnya tinggi
WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Hub diagnosis klinis - klasifikasi
ISPA
Diagnosis klinis Klasifikasi ISPA
Pneumonia berat Pneumonia berat
• tanpa hipoksemia hingga
• dengan hipoksemia Pneumonia sangat berat
• dengan komplikasi
Pneumonia ringan Pneumonia
Infeksi respiratori atas Bukan pneumonia

WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006


Pneumonia berat
Batuk &/ kesulitan bernapas, disertai >1 hal:
• Kepala terangguk-angguk
• Napas cuping hidung
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing)

Tanda lain:
• Napas cepat
• Merintih (grunting) pada bayi
• Auskultasi: ronki / suara napas turun / bronkial
WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006
Pneumonia sangat berat
Selain gejala pneumonia berat, dijumpai:

• Bayi tidak dapat menyusu, makan/minum; atau


memuntahkan semuanya
• Kejang, letargis, atau tidak sadar
• Sianosis
• Sesak sangat berat

WHO, Buku saku Pelayanan Kesehatan di RS, 2006


Tatalaksana
• Community acquired pneumonia > rawat rumah
adekuat
• rawat inap: sesak nyata, bayi < 3bulan
• terapi penunjang & etiologik
– Penunjang: oksigen, cairan, makanan
– terapi etiologik : antibiotik
• deteksi dan tatalaksana komplikasi
Tatalaksana
• ideal : sesuai dengan kuman penyebab
• kendala diagnostik, viral ~ bakterial, inf
bakteri sekunder  antibiotik untuk semua
pneumonia
• antibiotik : 5-10 hari, bisa 14 hari
• sampai 2-3 hari bebas demam
Vaksin
pneumokok
Faktor risiko pneumonia
Berat lahir rendah

Tanpa ASI Malnutrisi

Imunisasi tdk Defisiensi vit A


lengkap

PNEUMONIA
Usia muda Cuaca dingin

High prevalence
Kepadatan pathogen carrier

Pajanan dgn polusi


dalam / luar rumah

Asap rokok, asap biomass, polusi


kendaraan, pabrik
Streptococcus pneumoniae in pleural exudate
(Gram stain)

Copyright ©2006 American Academy of Pediatrics


History
• L Pasteur (1822-1895) & colleagues – the first
notion, the bacteria is important human pathogen
• 1886 - Fraenkel– pneumococci – tendency to cause
pneumonia
• 1920 - Society of American Bacteriologist
Diplococcus pneumoniae
• 1974 - form chain in liquid media – Streptococcus
pneumoniae

Pediatric Respiratory Medicine, 2nded, 2008


Colonization
• Nasopharyngeal carriages - most healthy persons
carry various S. pneumoniae in their upper
respiratory tract - carrier
• 6mo – 5yr of age >90% - at some point
• Peak 1st – 2nd year of life, decline gradually
• Does not consistently induce local / systemic
immunity sufficient to prevent later reacquisition of
the same serotype

Nelson textbook of Pediatrics, 18thed, 2007


Transmissions

N
asopha
r
yng
ea
lc
ar
ri
agem
ay
o c
cu
rinu
pt
o 60%
ofh
ea
l
thy
pr
e-s
ch
oo
l
c
hi
ldr
ena
ndu
pto3
0% o
fh
ea
l
thyo
l
derc
hi
ldr
ena
nda
du
l
ts
N
a
sa
lc
av
i
ty
A
sympt
oma
t
ic
c
ar
ri
er

N
as
ophary
nx:s
i
te
o
fc
ol
oni
sat
ion

A
er
oso
l
I
nha
l
ati
on T
r
ach
ea

P
ati
entw
it
h
p
neumoc
occa
l
d
i
sea s
e
D
i
sse
mi
nat
ion

Fedson, Musher, in Vaccines, 1994


Musher, in Principles and Practice of Infectious Diseases, 1995
Immunology

• Capsular polysaccharides impedes phagocytocis –


determined the virulence - 90 serotypes
• IPD isolates used to study the distribution of
serotypes causing the most severe forms of PD
• 4 decades: 4, 6B, 9V, 14,18C, 19F, 23F – the majority
of invasive isolates, in children in developed
countries
• 6B, 9V, 14, 19F – resistant to penicillin
• Capsule switching – resistance mechanism
Nelson textbook of Pediatrics, 18thed, 2007
Pathogenesis

Salyers, Whitt, in Bacterial Pathogenesis,


1994
Clinical presentation

Direct extension Bloodstream


• Otitis media • Occult bacteremia
• Mastoiditis • Sepsis
• Sinusitis • Meningitis
• Laryngotracheo- • Pneumonia
bronchitis • Pericarditis
• Pneumonia • Peritonitis
• Empyema • Osteomyelitis, etc
Nelson textbook of Pediatrics, 18thed, 2007
High risk group
Rates of infection are highest in:
• Infants
• Young children, below five years
• Elderly

Redbook online, 2006


Burden of Pneumococcal Disease

•CDC,Prevention of pneumococcal disease, recommendation of the ACIP ,MMWR 1997:46 ( No RR-8 )


•The Pink Book ( 8th Ed) www.cdc.gov/nip/publications/pink/#download
Pneumococcal Disease:
Overview
• Serious
Up to 1 million child deaths each year. Survivors of
meningitis are often left with life-long disabilities1
• Common
The No. 1 cause of vaccine-preventable mortality1
• Preventable
Need for modified vaccine formulations2 for global
coverage

WHO, Immunization data fact sheet, 2004; 2.


WHO Wkl Epi Report 2008; 83(1) - Target profile new PCVs
Sejarah vaksin pneumokok

• 1977 14-valent pneumococcal polysaccharide


vaccine (PPV-14) licensed
• 1983 23-valent pneumococcal polysaccharide
vaccine (PPV-23) licensed – Pneumo-23
• 2000 7-valent pneumococcal conjugate vaccine
(PCV-7) licensed - Prevenar
• 20xx? 10-valent pneumococcal conjugate vaccine
(PCV-10) licensed - ….. ???
• 20xx? 13-valent pneumococcal conjugate vaccine
(PCV-13) licensed?
Pneumococcal polysaccharide
vaccine - PPV
• Purified capsular polysaccharide antigen
from 23 types of pneumococcus
• Account for 88% of bacteremic
pneumococcal disease
• Cross-react with types causing additional 8%
of disease
Pneumococcal polysaccharide vaccine
- PPV
• Purified pneumococcal polysaccharide (23
types)
• Not effective in children younger than 2
years
• 60%-70% against invasive disease
• Less effective in preventing pneumococcal
pneumonia
PPV recommendations
• Adults 65 years of age or older
• Persons 2 years or older with
– chronic illness
– anatomic or functional asplenia
– immunocompromised (disease,
chemotherapy, steroids)
– HIV infection
– environments or settings with increased risk

MMWR 1997;46(RR-8):1-24
Pneumococcal conjugate vaccine -
PCV
• Pneumococcal polysaccharide conjugated to
nontoxic diphtheria toxin (7 serotypes)

• Vaccine serotypes account for 86% of bacteremia


and 83% of meningitis among children younger
than 6 years of age
Pneumococcal conjugate vaccine -
PCV
• Highly immunogenic in infants and young children,
including those with high-risk medical conditions
• 97% effective against invasive disease caused by
vaccine serotypes
• 73% effective against pneumonia
• 7% reduction in all episodes of acute otitis media
PCV recommendations

• All children younger than 24 months of age

• Unvaccinated children 24-59 months with a high-


risk medical condition

MMWR 2000;49(RR-9):1-35
PCV recommendations

• Doses at 2, 4, 6, months of age


• Booster dose at 12-15 months of age
• First dose as early as 6 weeks
• Minimum interval of 4 weeks between first 3
doses
• At least 8 weeks between dose 3 and dose 4
• Unvaccinated children >7 months of age require
fewer doses

MMWR 2000;49(RR-9):1-35
IPD by age & year-children <5 years, 1998-2003*

250
C ase s/10 0,000 p o p u la tio n

Age group
1 yr
200
<1 yr
150

100
2 yrs
50
3 yrs
0
4 yrs
1998 1999 2000 2001 2002 2003
Year
*2003 data are preliminary.
Source: Active Bacterial Core Surveillance/EIP Network
Effect of infant PCV7 vaccination
• Children <2 years: 94% reduction of invasive PCV7
disease in 5 years
• Oldman >65 years: 75% reduction of pneumococcal
disease due to a heard effect
• Antibiotic resistant strain have decreased
• Reduced ethnic disparity in disease risk
• Increase in non PCV7 serotypes has caused concern
PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA

LATAR BELAKANG
PENYAKIT ISPA SEBAGAI KEDARURATAN KESEHATAN
YANG MERESAHKAN DUNIA
(PHEIC-PUBLIC HEALTH EMERGENCY INTERNATIONAL CONCERN)

TAHUN ISPA-PHEIC
1918 FLU SPANYOL (A H1N1)-KEMATIAN 40-50 JUTA JIWA
1957 FLU ASIA (A H2N2)- KEMATIAN 4-5 JUTA JIWA
1968 FLU HONGKONG (A H3N2)-KEMATIAN SATU JUTA JIWA
2003 SARS-SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME
2005-SEKARANG FLU BURUNG H5N1
2009 PANDEMI INFLUENZA A BARU H1N1-DERAJAT
KEPARAHAN SEDANG

PANDEMI INFLUENZA JARANG TERJADI


TETAPI CENDERUNG BERULANG
PENANGGULANGAN PANDEMI
INFLUENZA

ANALISIS SITUASI
ESTIMASI KASUS DI INDONESIA
(Perkiraan jumlah penduduk 220.000.000)

> 2%
= >1.320.000
PANDEMI: Dengan & Tanpa Kesiagaan
Kasus Harian

DEKOMPRESI
BEBAN
PUNCAK

KASUS RENDAH
DAMPAK BURUK
TANPA KURANG
INTERVENSI
DENGAN
INTERVENSI

“Waktu” mulai kasus pertama


Iwan MM
PENANGGULANGAN PANDEMI
INFLUENZA

TUJUAN & SASARAN


DYAH A.R.
TUJUAN UPAYA PENANGGULANGAN
PANDEMI INFLUENZA
• Tersusunnya Rencana Kontijensi Penanggulangan
Episenter Pandemi Influenza di seluruh propinsi
dan kabupaten/kota sampai dengan akhir tahun
2014.
• Tersedianya pedoman Penanggulangan Episenter
Pandemi Influenza di seluruh propinsi dan
kabupaten/kota sampai dengan akhir tahun 2014.
• Tersedianya pedoman Respons Nasional
Penanggulangan Pandemi Influenza di seluruh
propinsi dan kabupaten/kota sampai dengan akhir
tahun 2014.

DYAH A.R.
SASARAN UPAYA PENANGGULANGAN
PANDEMI INFLUENZA

• Pengambil keputusan di pemerintah


pusat, daerah propinsi dan
kabupaten/kota

• Petugas sektor terkait di institusi pusat,


propinsi dan kabupaten/kota

DYAH A.R.
Kewaspadaan Kasus Influenza A
(H7N9) dan Novel Corona Virus
Kewaspadaan Kasus Influenza A
H7N9
INFLUENZA TYPE A (H7N9)
• Telah terjadi wabah virus Avian Influenza sub tipe influenza
A H7N9 yang sifatnya zoonosis di China, meskipun sifatnya
low pathogen pada unggas.
• Data WHO sampai dengan 29 Mei 2013 wabah tersebut
telah menyebabkan 132 orang terinfeksi dengan kematian
37 orang (CFR 28%)
• Virus flu burung H7N9 selama ini tidak pernah menginfeksi
manusia dan mamalia, eksklusif hanya menginfeksi unggas.
Penjelasan yang mungkin mengapa sekarang virus flu
burung H7N9 menginfeksi manusia atau mamalia adalah
terjadinya mutasi yang mungkin terjadi saat migrasi musim
semi unggas air di sekitar Danau Qinghai.
SITUASI TERKINI KASUS AI (H7N9)
PADA MANUSIA(2) PER 17 MEI 2013 sumberWHO

• Virus ini ditemukan pada unggas di pasar


unggas hidup Shanghai – belum diketahui
dengan pasti bagaimana cara virus ini
menginfeksi manusia (mode of transmission)
manusia.

• Genetik virus pada manusia sama dengan


genetik virus pada unggas.
INFLUENZA TYPE A (H7N9)
• Sebaran kasus berasal dari 8 Provinsi dan 2 Kota di China serta 1
kasus berasal dari Taipei, Taiwan ;
Anhui (4 kss), Fujian (6 kss), Zhejiang (46 kss), Shandong (2 kss),
Jiangxi (5 kss), Henan (4 kss), Jiangzu (26 kss), Hunan (2 kss),
Beijing City (2 kss), Shanghai City (34 kss) dan Taipei, Taiwan (1 kss)
• Dari manusia yang tertular virus H7N9 di China terdapat 2 cluster
keluarga.
• Hasil uji puluhan kontak erat kasus H7N9 pada manusia oleh
Otoritas Kesehatan Shanghai mendapatkan bahwa tidak ada satu
pun yang positif terinfeksi. Dengan demikian, tidak terbukti
adanya penularan antar manusia.
INFLUENZA TYPE A (H7N9)
• Virus Influenza A (H7N9) tersebut kemungkinan dapat berasal
dari unggas karena telah ditemukan unggas yang positif virus
Influenza A (H7N9) yakni pada burung dara yang mati di pasar
Shanghai, kemudian menyusul pada burung puyuh di pasar
unggas Huangzhou serta ayam dengan tanda subklinis
• Penyakit ini diklasifikasikan dalam Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI), yang berbeda dengan virus Influenza A (H5N1)
yang tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)
• Namun demikian virus Influenza A (H7N9) ini berakibat fatal
pada manusia dengan tingkat kematian (mortalitas) yang cukup
tinggi.
INFLUENZA TYPE A (H7N9)
• Menteri Pertanian telah meterbitkan Peraturan Pertanian
No.44/Permentan/OT.140/4/2013 tanggal 10 April 2013
tentang Penghentian  Pemasukan Unggas dan/atau Produk
Unggas dari Negara Cina ke Indonesia
• Memperhatikan sifat virus AI H7N9 dan virus AI lainnya yang
masih akan terus
mengalami mutasi antigenik dan genetik
• Peran dan koordinasi Balai Besar Penelitian Veteriner dengan
instansi terkait lainnya untuk melaksanakan berbagai penelitian
monitoring dinamika guna meningkatkan kewaspadaan dini dan
kesiagaan darurat terhadap risiko penyebaran virus H7N9
tersebut pada unggas di Indonesia
Gejala klinis H7N9
Gejala utama H7N9 :

 Pnemoni berat,

 demam,

 batuk,

 sesak napas,

 Riwayat dari daerah terjangkit


Analisis Kasus Influenza A (H7N9)
CASE
• Clinical features of the 4 case-patients .All case-patients were 58- to
73-year-old married men, farmers or retirees, and long-term
residents of Shanghai (Fengxian, Baoshan, Songjiang, and Pudong
districts, respectively). Case-patient 1 had a history of coronary heart
disease and hepatic schistosomiasis; case-patient 2 had no history of
chronic disease; case-patient 3 had a history of hypertension and
gout; and case-patient 4 had a history of hypertension and repetitive
cough for >10 years during spring and autumn.
• Case-patient 1 raised chickens at home. Case-patients 2–4 had no
clear history of close contact with poultry; however, each had visited
various farmers’ markets that sold live poultry. None of the patients
raised pigeons or live in or near a heavily pigeon-infested area.
• Before being transferred to SHPHCC on April 6, 2013 (patients 1
and 2) and April 7, 2013 (patients 3 and 4), the 4 patients had
been treated in local hospitals; infection with influenza A(H7N9)
virus had been confirmed by real-time reverse transcription PCR
of nasopharyngeal swab samples before transfer. The case-
patients had cough and fever and had been expectorating sputum
for ≈6–7 days before admittance to SHPHCC. In addition, all had
experienced cold-like symptoms and fatigue before influenza-like
symptoms developed. Case-patient 4 had cough and fever for 18
and 10 days, respectively, before being transferred to SHPHCC;
his case was the most serious of the 4, and the disease
progressed rapidly after he was transferred to SHPHCC.
Perbedaan antara Avian
Influenza A(H7N9) dan Novel
Corona NOVEL
INFLUENZA A(H7N9)
virus CORONA VIRUS
• Kasus ditemukan pd musim • Kasus ditemukan pd musim
semi 2013 semi 2012
• 131 kasus,36 meninggal • 41 kasus, 20 meninggal
• Di China • Arab Saudi. Jordania, Qatar,
• Klaster kecil penularan dari Uni Emirat Arab,Inggris,
Perancis dan German
orang ke orang belum dapat
disingkirkan. • Beberapa klaster menunjukkan
penularan terbatas dari
• Tersedia Neuraminidase
manusia ke manusia dan tidak
Inhibitor
berkelanjutan.
• Pengembangan vaksin dalam • Perawatan umum,tetapi tak
proses tetapi belum ada obat spesifik dan tak ada
diputuskan diproduksi. vaksin
Persamaan antara Avian Influenza A
(H7N9) dan Novel Corona virus

• Keduanya alamiah pada hewan


• Kasus sporadis dan terdapat klaster
• Tak terjadi KLB yang meluas di masyarakat.
• Terbanyak Penyakit Saluran Pernafasan
Berat/ISPA Berat dan Fatal
• Terbanyak menyerang lelaki kelompok
umur sama atau lebih 50 tahun
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
1. Membuat Surat Edaran Kewaspadaan Dirjen PP dan PL
mengenai kewaspadaan kasus Influenza A (H7N9) kepada
Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit, Kantor Kesehatan
Pelabuhan, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan di
seluruh Indonesia dengan melakukan langkah2 sbb:
a. Melakukan pengamatan ketat dan respon dini terhadap
kasus Influenza Like Illness dan Severe Acute Respiratory
b. Melakukan tindak lanjut pengambilan dan pengiriman
spesimen pada kesempatan pertama pada setiap kasus
suspek Flu Burung yang ditemukan dan memberikan
pertolongan/pengobatan dan atau rujukan secepatnya.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
c. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas untuk
segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada
keluarga atau tetangga yang sakit dengan gejala seperti
demam, batuk/pilek, dan sesak napas, namun tidak perlu
menimbulkan kepanikan bagi masyarakat.
d. Melaporkan kepada Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan RI bila menemukan kasus dengan gejala seperti
pada kasus Flu burung melalui sarana Posko KLB:
– Telepon 021- 4257125 atau 021-36840901
– SMS 021-36840901
– Surel poskoklb@yahoo.com
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
2. Surat Dirjen PP dan PL kepada Dirjen BUK, mengenai
kesiapsiagaan penyakit influenza (H7N9).
3. Pemasangan Banner mengenai kesiapsiagaan H7N9 di seluruh
pintu masuk negara
4. Berkoordinasi dengan Pusat BTDK, Litbangkes dan CDC terkait
kesiapan pemeriksaan Laboratorium.
5. Koordinasi dengan WHO Jakarta dan WHO Geneva utk update
situasi.
6. Penguatan koordinasi lintas sektor terkait, bersamaan dengan
pertemuan 4 Way Linking Human-Animal interface 
Epidemiologi - Laboratorium)
Rekomendasi WHO
1. Jika pada pemeriksaan laboratorium PCR ditemukan
virus influenza A unsubtypable (negatif H1,H3 dan
H5), harus segera dikirim ke WHO Collaborating
Centre untuk analisis lebih lanjut
2. Kasus influenza A unsubtypable harus dilaporkan ke
WHO melalui National Focal Point International
Health Regulations (IHR) 2005
3. Strategi pengamatan/surveilans terhadap kasus
H7N9 sama seperti yang dilakukan terhadap kasus
H5N1
Rekomendasi WHO (2)
4. Perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya
influenza pada pasien dengan penyakit pernafasan
akut yang parah
5. Standar/pedoman pengendalian infeksi dan Pelacakan
kontak (contact tracing)
6. Perlu ditingkatkan pengamatan kasus pada pasien
Severe Acut Respiratory Infection (SARI) dan terhadap
petugas kesehatan/perawat yang merawat pasien SARI
7. WHO tidak menyarankan dilakukan skrining khusus di
pintu masuk (bandara,pelabuhan) dan tidak
merekomendasikan untuk melakukan pembatasan
perjalanan atau perdagangan
KEWASPADAAN & KESIAPSIAGAAN
DI PINTU MASUK NEGARA
 Pengamatan orang (kru dan penumpang) dengan gejala demam,
batuk, kesulitan bernapas, terutama dari negara terjangkit
 Pemantauan perkembangan kasus
 Penguatan surveilans berbasis kejadian
 Persiapan Logistik : Health Alert Card (HAC), Alat Pelindung Diri
(APD), obat (Oseltamivir), Disinfektan
 Rumah Sakit rujukan
 Penguatan jejaring kerja
 Diseminasi informasi ( lintas sektor, masyarakat)
 Promosi kesehatan
 Penggunaan masker bagi orang yang sakit (agar tidak menular ke
yang sehat)
Genetic Evolution of H7N9 Virus in
China

This diagram depicts the origins of the H7N9 virus from China
and shows how the virus's genes came from other influenza
viruses in birds
Electron Micrograph Images of H7N9 Virus from China
H7N9 virus - Image A Large expanded expanded

Electron Micrograph Images of H7N9


Virus from China

H7N9 infections in people and poultry in China


Sporadic infections in humans; many with poultry exposure
No sustained or community transmission
Investigation ongoing
Kewaspadaan novel Corona
Virus
NOVEL CORONA VIRUS
• Terdapat peningkatan kasus novel Corona virus yang
dilaporkan ke WHO dari berbagai negara. Terhitung sejak
September 2012 sampai dengan tanggal 14 Juni 2013 jumlah
total kasus sebanyak 61, dengan 34 kematian (CFR 57%).
• Rincian kasus berasal dari negara; Saudi Arabia, Jordania,
Qatar, United Kingdom, Uni Emirat Arab, Perancis, Jerman,
Tunisia, dan Italia.
• Terdapat 3 klaster yang dilaporkan ; 2 klaster dari Saudi
Arabia,1 Klaster dari Jordania, dan 1 klaster dari Tunisia.
• Hal ini menunjukkan kemungkinan penularan dari manusia ke
manusia atau alternatif lain karena terpapar dari sumber
yang sama.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
1. Membuat Surat Edaran Kewaspadaan Dirjen PP dan PL mengenai
kewaspadaan kasus Novel Corona Virus kepada Dinas Kesehatan Provinsi,
Rumah Sakit Vertikal, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan, di seluruh
Indonesia dengan melakukan langkah2 sbb:
a. Meningkatkan surveilans terhadap kasus Severe Acut Respiratory Infection
(SARI) yang mungkin ditemukan di masyarakat khususnya pada kasus
klaster (cluster).
b. Peningkatan kewaspadaan di Rumah Sakit dengan pengamatan semua
kasus Severe Acute Respiratory Infection (SARI) yang tidak jelas
penyebabnya dan ditangani dengan seksama serta dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
c. Pengamatan orang (kru dan penumpang) dengan gejala demam, batuk,
dan kesulitan bernapas di pintu masuk negara
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
d. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas khususnya bagi
jemaah umrah untuk selalu menjaga kesehatannya dan segera
mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada keluarga atau
tetangga yang sakit dengan gejala seperti tersebut di atas, serta
selalu melaksanakan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
namun tidak perlu menimbulkan kepanikan bagi masyarakat.
e. Agar Segera melaporkan kepada Ditjen PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI bila menemukan kasus dengan gejala seperti
tersebut diatas melalui sarana POSKO KLB:
 Telepon 021-4257125 atau 021-36840901
 SMS 021-36840901
 Email : poskoklb@yahoo.com
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
2. Surat Edaran Dirjen PP dan PL Kepada Dinas Kesehatan
Provinsi mengenai Kewaspadaan Novel Corona Virus bagi
Jemaah Umrah, agar memberikan informasi dan
penyuluhan seputar nCoV dan pencegahan umum
kepada calon jemaah umrah berupa :
a. Agar selalu menjaga kesehatan dengan melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), antara lain:
– Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir
– Menutup hidung dan mulut dengan sapu tangan
atau lengan baju bagian dalam bila batuk atau
bersin.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
b. Segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan
kesehatan bila ada jemaah umroh dengan gejala
demam, batuk, dan kesulitan bernapas (sesak, napas
pendek).
c. Segera melaporkan bila menemukan jemaah umroh
dengan gejala sakit di atas kepada POSKO KLB
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI:
–Telepon : +6221-4257125
atau +6221-36840901
–SMS : +622136840901
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
3. Surat Dirjen PP dan PL kepada Kepala Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI) agar memberikan
informasi dan penyuluhan seputar nCoV dan
pencegahan umum kepada TKI berupa
a. Agar selalu menjaga kesehatan dengan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan menjaga kesehatan, istirahat yang cukup,
makan makanan bergizi dan jangan merokok.
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
b. Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir
sebelum, selama dan sesudah menyiapkan makanan,
sebelum makan, setelah menggunakan toilet,
menangani hewan/bangkai hewan, saat tangan kotor
dan setelah mengunjungi orang sakit;
c. Menutup hidung dan mulut dengan masker,
tisue/sapu tangan atau lengan baju bila batuk atau
bersin. Buang tisue yang telah terpakai di tempat
sampah tertutup;
d. Segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan
kesehatan bila mengalami sakit dengan gejala
demam, batuk, dan kesulitan bernapas (sesak, napas
pendek).
UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN

4. Berkoordinasi dengan Pusat BTDK, Litbangkes dan


CDC terkait kesiapan pemeriksaan Laboratorium.

5. Koordinasi dengan WHO Jakarta dan WHO Geneva utk


update situasi.
Rekomendasi WHO
1. Perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya
novel corona virus pada pasien dengan penyakit
pernafasan akut yang parah
2. Perlu ditingkatkan pengamatan kasus pada pasien
Severe Acut Respiratory Infection (SARI) dan
terhadap petugas kesehatan/perawat yang
merawat pasien SARI
3. Standar/pedoman pengendalian infeksi dan
Pelacakan kontak (contact tracing)
Rekomendasi WHO
4. Upaya identifikasi sumber virus, pajanan, dan
cara transmisi harus dilakukan secara
multisektor dan melibatkan veteriner, otoritas
keamanan pangan, kesehatan lingkungan, selain
otoritas kesehatan masyarakat.
5. Kasus konfirmasi dan probable dilaporkan dalam
waktu 24 jam setelah klasifikasi ditetapkan
kepada WHO, melalui National Focal Point
International Health Regulations (IHR) 2005
KEWASPADAAN & KESIAPSIAGAAN
DI PINTU MASUK NEGARA
Pengamatan orang (kru dan penumpang) dengan gejala
demam, batuk, kesulitan bernapas, terutama bagi jemaah
Umrah atau negara terjangkit
Pemantauan perkembangan kasus
Penguatan surveilans berbasis kejadian
Persiapan Logistik : Health Alert Card (HAC), Alat
Pelindung Diri (APD), dan obat-obatan
Rumah Sakit rujukan
Penguatan jejaring kerja
Diseminasi informasi ( lintas sektor, masyarakat)
Promosi kesehatan
Selalu

Waspada !
Detect

Respon !
CORDINATION !!!
INFO PENTING
• POSKO KLB: 021- 4257125 / 02136840901 (Telp/SMS)
•  Email : poskoklb@yahoo.com
• SMS Gateway: 085 7645 99996 / 085 7645 99997
• Homepage Kementerian Kesehatan RI : www.depkes.go.id
• Homepage Ditjen PP dan PL : www.pppl.depkes.go.id
• Info Penyakit Menular Lokal : www.infopenyakit.org
• Info Penyakit Menular ASEAN PLUS THREE :
www.aseanplus3-eid.info
• Info WHO Head Quarter : www.who.int
• Info WHO Regional Asia Tenggara : www.searo.who.int
• Info CDC Atlanta : www.cdc.gov
139

Anda mungkin juga menyukai