Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

Rinosinusitis akut dengan komplikasi abses periorbital okuli


sinistra.

TRIDAYA PUTRI
HANDAYANI
119810054
Pembimbing :
dr. H. Edy Riyanto Bakri, Sp.THT-
KL

Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati


SMF ILMU KESEHATAN THT-KL
RSUD Waled Kabupaten Cirebon
2020
KASUS
Nama : Tn. I Tanggal Pemeriksaan: 23 Juni
2012
Usia : 51 Tahun
Keluhan utama :
Agama : Islam Mata kiri bengkak sejak 7 hari yang
lalu
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan mata kiri bengkak kurang lebih sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengalami keluhan
rasa nyeri dan merah pada mata kiri, bengkak dan mengeluarkan air mata
secara terus menerus.
Kemudian pasien berobat ke puskesmas setempat, tetapi keluhan pada
mata dirasakan belum ada perubahan dan semakin membengkak sehingga
pasien berobat kembali puskesmas dan dirujuk ke dokter spesialis mata di
RSUD Jombang.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari terakhir. Di RSUD
Jombang, penderita mendapatkan tindakan mengeluarkan cairan nanah
bercampur darah pada kelopak mata kiri yang atas dan selanjutnya pasien
dirujuk ke RSUD. Dr.Soetomo Surabaya. Pasien dikonsulkan ke bagian
THT-KL pada tanggal 4 Juli 2012 oleh bagian Mata dikarenakan adanya
gambaran massa sinonasal dari hasil pemeriksaan radiologi Computerize
Tomography (CT) Scan.
RIWAYAT PENYAKIT
DAHULU
Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat kiri sejak 1
bulan disertai ingus kental yang berbau. Terdapat rasa nyeri pada wajah
terutama daerah pipi kiri dan sakit kepala.

Didapatkan keluhan nyeri pada mata kiri dan penglihatan berkurang dengan
visus mata kanan 6/8.5 dan mata kiri 0. Riwayat hidung tersumbat disertai
bersin di pagi hari bila udara terlalu dingin.

Riwayat sekret hidung bercampur darah dan mimisan dari kedua hidung
disangkal. Tidak didapatkan keluhan pada telinga, tenggorok maupun
benjolan dileher.
Riwayat penyakit sistemik disangkal
Riwayat asma dan alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang


mempunya keluhan atau penyakit yang sama.

Riwayat pribadi sosial


Merokok, meminum alkohol, disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Internus
-Kepala : dbn
Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
Mata : OS : visus 0, palpebral
superior udem, bekas insisi
Kesadaran: Composmentis
terpasang drain handscoen, pus
bercampur darah dan hiperemis,
Tanda-tanda vital:
konjungtiva hiperemis dan
TD: 130/70 mmhg
kemosis, kornea jernih, iris radier,
HR: 91x/ menit, reguler, kuat, isi
pupil bulat refleks cahaya
cukup
dijumpai dan diameter 6 mm,
RR: 20x/ menit
lensa keruh.
Suhu: 36, 8o c
OD : dalam batas normal.
Thorax : dbn
Abdomen : dbn   Dextra Sinistra
Auricula Bentuk normal, nyeri Bentuk normal, nyeri
Ekstremitas : dbn tekan (-) tekan (-)

Preauricula Fistel (-), Abses (-), Fistel (-), Abses (-),


Hiperemis (-), Nyeri tekan Hiperemis (-), Nyeri tekan
(-), Tragus pain (-) (-), Tragus pain (-)
Status lokalis (telinga)
Retro aurikula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

CAE Hiperemis (-), Edema (-), Hiperemis (-), Edema (-),


Corpus alienum (-), Corpus alienum (-),
serumen (-), discharge (-), serumen (-), discharge (-),
furunkel (-), karbunkel (-) furunkel (-), karbunkel (-)

Membran timpani
Perforasi (-), intak (-), intak
Refleks cahaya (+) arah jarum jam 5 (+), arah jarum jam 7
Warna Bening Bening
Bentuk Normal, bulging (-) Normal, bulging (-)
HIDUNG DAN SINUS
PARANASAL
Hidung
  Dextra Sinistra
Bentuk Normal, simetris Normal, simetris
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Concha Konkha media : dalam batas Konkha media : udem,
normal, Konkha inferior : didaptkan cairan seromukus
dalam batas ormal warna putih di meatus medius,
konkha inferior : hipertrofi
minimal

Polip, polipoid, benjolan (-) (-)

Epitaksis (-) (-)


Rambut hidung (+) (+)
Sinus paranasal
Maksilaris Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-),
Frontalis Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
TENGGOROKAN
(OROFARING)
Mukosa bukal Warna merah muda, sama seperti daerah sekitar

Ginggiva Warna merah muda, sama denga daerah sekitar

Gigi geligi Warna kuning gading, caries (+), gangren (-)

Lidah Dalam batas normal

Arkus faring Simetris, utuh

Uvula Simetris ditengah

Patatum Warna merah muda, luka (-)


Dinding posterior orofaring Post nasal drip (+)
 
TONSIL
  Dextra Sinistra

Ukuran T1 T1

Kripte (-) (-)

Permukaan Rata Rata

Hiperemis (-) (-)

Detritus (-) (-)

Fixative (-) (-)

Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Pilar anterior Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Leher
Inspeksi: tidak terlihat benjolan, hiperemis (-), luka terbuka (-)
perdarahan (-)
Palpasi: tidak teraba benjolan, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Diagnosa banding
1. Rinosinusitis akut dengan
komplikasi abses periorbital
okuli sinistra Hasil pemeriksaan penunjang
2. Hordeolum 1. CT Scan
Usulan pemeriksaan penunjang
1. CT Scan
2. Darah lengkap
Darah lengkap:
Hb: 13, 8
Ht: 39
Tro: 245
Leu:17,8
Diff count: 0/0/0/86/6/8
MCV: 84,7
MCH: 29,7
MCHC: 35,1
Erit: 4,64
Diagnosa Kerja
Rinosinusitis akut dengan komplikasi abses periorbital okuli
sinistra.
Tatalaksana
Dekompresi orbita dengan pendekatan bedah sinus
endoskopi. Pasien diberikan terapi dengan antibiotika injeksi
ceftriakson 2x1 gram intravena, metronidazol drip 3x500 mg,
injeksi metilprednisolon 1x125 mg (diberikan selama 5 hari),
kloramfenikol ED 2x1tetes pada mata kiri.

Medikamentosa:
Cefriaxon 2x1 g i.v
Metronidazol 3x500 mg
Metilprednisolon 1x125 mg i.v
Kloramfenikol 2x1 tetes E.D
Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam
 
ANATOMI
Dorsum Nasi

 Kerangka tulang
 Os nasalis
 Procesus frontalis os maksila
 Procesus nasalis os frontal
 Tulang rawan ( kartilago)
 Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
 Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
 Beberapa kartilago alar minor Septum Nasi
 Tepi anterior kartilago septum
ANATOMI
Cavum Nasi Mukosa Hidung
ANATOMI
Vaskularisasi
Inervasi
PERSARAFAN HIDUNG
Bagian atas dan depan rongga hidung :
 N. V – N.opthalmikus – N.ethmoidalis anteri

Rongga hidung lainnya :


 N. V – N maxillaris – ganglion sphenopaltinus – N palatini mayor

N. olfactorius turun melalui lamina kribrosa dr permukaan bawah


bulbus olfaktorius reseptor penghidu pd mukosa olfaktorius
(sepertiga atas hidung)
Sinus Paranasal

4 SINUS PARA NASAL


1. Sinus Frontal
2. Sinus Sphenoid
3. Sinus Ethmoid
4. Sinus Maksila
SINUS MAKSILA
Sinus maksilaris atau antrum highmore terbesar diantara sinus
paranasalis lainnya
Lahir : 7-8 x 4-6 mm
Dewasa : Medio lateral : 3-5 cm
Antero posterior : 2-5 cm
Volume : 15-30 ml
Batas : superior : orbita
inferior : dental dan alveolar
lateral : proc. Zygomaticum
medial : dinding tulang tipis yang memisahkan rongga tersebut
dari fossa infratemporal dan pterygopalatina di posterior, serta
prosesus unsinatus, fontanel dan konka inferior di medial
SINUS MAKSILA

Vaskularisasi :
 a. maksila interna
 a. sphenopalatina
 a. palatina mayor
 a. alveolaris anterior - posterior
SINUS FRONTALIS
Sempurna usia > 8 tahun

Sinus frontalis bervariasi dalam bentuk,


ukuran dan terkadang asimteris
ukuran rata-rata sinus ini tinggi 3 cm,
lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm sedangkan
kapsitas rata-rata 6-7 ml.
Sinus frontalis berhubungan dengan meatus
media melalui saluran duktus nasofrontalis
yang berjalan menuju muara
frontoetmoidalis.
SINUS ETHMOID
Jumlah : 2 kelompok
 S. Ethmoid anterior muara  meatus
media
 S. Ethmoid posterior muara : meatus
superior

Tulang etmoid memiliki bagian vertikal


dan horizontal yang membentuk sudut
siku-siku.

Sinus etmoid dipisahkan dari orbita oleh


lapisan tulang tipis (lamina papirasea),
dimana keadaan jika suatu infeksi
mengenai tulang tersebut dapat
mengenai rongga orbita dan menimbulkan
berbagai komplikasi.
SINUS SPHENOID
Letak : di dalam os sphenoid
Batas – batas :
 Superior : fosa cerebri media
 Inferior : atap nasofaring
 Lateral : sinus cavernosus & a. carotis interna,
nervus optikus, sinus kavernosus, N II, IV, V, VI.
 Posterior : Pons / fosa cerebri
posterior

Sinus sfenoidalis terletak di tengah di dalam


tengkorak

Sinus sfenoidalis memiliki bentuk yang bervariasi,


letaknya pada badan tulang sfenoid dan
berhubungan dengan tulang hidung pada meatus
superior dan sinus ini di bagi menjadi beberapa
bagian oleh septum intra sinus.
Kompleks ostiomeatal merupakan
unit fungsional yang merupakan
tempat ventilasi dan drainase dari
sinus-sinus yang letaknya di
anterior (sinus maksila, etmoid
anterior dan frontal)
FISIOLOGI
Fungsi Hidung :
1. Fungsi respirasi
2. Fungsi penghidu (mukosa
olfaktorius)
3. Fungsi penyaringan/proteksi
4. Proses bicara 1. Sebagai pengatur kondisi udara
(air conditioning)
5. Refleks nasal
2. Sebagai penahan suhu (thermal
insulators)
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Sebagai peredam perubahan
tekanan udara
6. Membantu produksi mucus
PROSES PEMBAUAN
Partikel zat yang berbau

Cavum nasi (melalui inspirasi)

Mukosa olfactorius

Olfactorius hair + kel.bowman

Olfaktorius reseptor

Depolarisasi sel olfactorius

Potensial aksi

Bulbus olfactorius (melalui lamina kribosa)

Traktus olfactorius (serat bercabang 2 di trigomun olfaktorius) → atas & bawah


Impuls
Traktus
Olfaktorius

Strie Lateral Strie Medial

Sistem
Limbik & Hipotalamus
Hipokampus

Sistem Respon
Perilaku Primitif
RHINOSINUSITI
S?

Suatu kondisi peradangan yang


mengenai mukosa rongga hidung
dan sinus paranasal dengan
terjadinya pembentukan cairan
atau adanya kerusakan pada tulang
dibawahnya.
KLASIFIKASI
Berdasarkan Waktu :
Akut : 4 minggu

Subakut : > 4-12


minggu

Kronik : > 12 minggu • Kronik dengan polip


• Kronik tanpa polip
Akut rekuren : ≥ 4 episode per tahun;
tiap episode ≥ 7-10 hari resolusi
komplit di antara episode

Kronik eksaserbasi akut :


perburukan gejala tiba-tiba dari
rhinosinusitis kronik dengan
kekambuhan berulang setelah
pengobatan.
Berdasarkan letak
Organisme penyebab rhinosinusitis akut

Viral Bacteria

Rhinovirus Streptococcus pneumonia


Influenza virus Haemophilus influenzae
Parainfluenza virus Moraxella catarhalis
Anaerobic bacteria
Staphylococcus aureus
Streptococcus aureus
Gram-negative bacteria
Faktor Resiko
• ISPA akibat virus

• Bermacam rinitis
terutama rinitis
alergi

• Polip hidung
• Kelainan anatomi
seperti deviasi
• Infeksi tonsil
septum atau
hipertrofi konka
• Sumbatan
kompleks
ostiomeatal (KOM)

• Infeksi gigi • Kelainan imunologik


PATOFISIOLOGI
Sekresi mukus: berisi Pengentalan sekret;
antibodi dan IgA perubahan pH

Perubahan
Material terlarut Kompsisi mukus
Stagnasi sekret metabolisme udara
diabsorbsi mukosa normal
mukosa

Edema mukosa /
Sekresi mukus Kerusakan epitel dan
kelainan anatomi
Material sisa dan normal mukosa
hambat drainase
bakteri dikeluarkan
oleh mukosilia

Retensi sekret dan


perubahan
metabolisme sinus
Ostium terbuka Ostium tertutup timbulkan inflamasi
Mukosilia mencegah
dan pertumbuhan
kerusakan mukosa
bakteri

Penebalan mukosa
Infeksi tercegah menambah obstruksi
ostium

Sinus Normal Rhinosinusitis


Rhinosinusitis
non bacterial

Infeksi dan faktor Transudasi


Sekret serous
predisposisi (akumulasi cairan)

Mentap,
Perubahan pH dan
Ostium tersumbat pertumbuhan
hipooksigenasi
bakteri
Rhinosinusitis
bacterial
Mukosa saling
Fungsi silia berhadapan, silia
Sekret purulen
menurun tidak dapat
bergerak

Jaringan menjadi
Epitel sel
hipertrofi,
mensekresikan Bila terjadi edema
polipoid,
mukus kurang baik
pembentukan kista
Penyebaran infeksi rhinosinusitis ke orbita dapat melalui penyebaran
langsung melalui defek kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang
terbuka, erosi tulang terutama pada lamina papirasea dan tromboflebitis
retrogard langsung melalui pembuluh darah vena yang tidak berkatup
yang menghubungkan orbita dengan wajah, kavum nasi, dan sinus
paranasal.
Klasifikasi komplikasi orbita menurut Chandler terdiri dari :
1. Selulitis periorbita: peradangan pada kelopak mata yang
ditandai dengan edema pada kelopak mata.
2. Selulitis orbita: peradangan dan edema sudah meluas ke
orbita, ditandai dengan adanya proptosis, kemosis dan
gangguan pergerakan bola mata. Biasanya bisa meluas
menjadi abses orbita dan kebutaan.
3. Abses periorbita (abses subperiosteal): pembentukan dan
pengumpulan pus antara periorbita dan dinding tulang
orbita, yang ditandai dengan proptosis dengan perubahan
letak bola mata, gangguan pergerakan bola mata dan
penurunan visus.
4. Abses orbita: terdapat pembentukan dan pengumpulan pus di
orbita ditandai dengan optalmoplegi, proptosis dan kehilangan
penglihatan
5. Trombosis sinus kavernosus: sudah terjadi perluasan infeksi ke
sinus kavernosus yang ditandai dengan proptosis, optalmoplegi,
kehilangan penglihatan disertai perluasan tanda infeksi ke mata
yang sehat dan tanda-tanda meningitis.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis

Keluhan rhinitis akut

Nyeri/rasa penekanan pada wajah

Sakit kepala

Post nasal drip

Keluhan sistemik berupa demam dan malaise


 2 gejala mayor atau lebih
Atau
 1 gejala mayor ditambah 2 gejala
minor
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Hidung dan Sinus


Terdiri dari:
1. Pemeriksaan luar
2. Pemeriksaan dalam (rhinoskopi anterior)

PERSIAPKAN : - HEAD LAMP


- SPEKULUM, SPATULA
PEMERIKSAAN LUAR
Inspeksi Palpasi
1. Amati struktur tulang hidung,
kulit sekitar hidung, septum
nasi, nares anterior
2. Pemeriksaan patensi tulang
hidung
- Tutuplah satu lubang hidung
dgn meletakkan jari pemeriksa
secara perlaham
- Mintalah pada pasien utk
menarik napas
- Tanyakan pada pasien apakah
ada sumbatan saat menarik
napas
RINOSKOPI ANTERIOR
 Mukosa konka hiperemis dan edema
 Sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior →
tampak pus pada meatus medius
 Sinusitis etmoid posterior dan sinusitis spenoid → tampak pus di
meatus superior

RINOSKOPI POSTERIOR
 Tampak pus pada nasofaring (post nasal drip)
TRANSILUMINASI
PEMERIKSAAN SINUS MAKSILARIS, FRONTALIS

RUANG GELAP

SIAPKAN SENTER SBG SUMBER CAHAYA

PENILAIAN SKALA 0 – 3
0 : GELAP
1 : SURAM / REDUP
2 : AGAK TERANG
3 : TERANG

BERMAKNA JIKA KELAINAN UNILATERAL


 Transiluminasi → sinus yang mengalami
peradangan akan terlihat berubah
menjadi suram atau gelap
Pemeriksaan Penunjang

X-Ray
Waters CT – Scan Endoskopi
(Gold
Standar)

 Pemeriksaan Laboratorium mikrobiologik dan kultur → untuk mengetahui


mikroorganisme penyebab
Tatalaksana

Pengobatan pada rhinosinusitis tergantung pada etiologi dari gejala


Tujuan terapi rhinosinusitis adalah :
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Tatalaksana

Tatalaksana rhinosinusitis akut bakterial :


1. Antibiotik, diberikan selama 10 – 14 hari meskipun gejala
klinik sudah hilang
2. Terapi simptomatik, biasanya diberi dekongestan oral /
topikal dan analgetik
3. Steroid oral / topical
4. Pencucian rongga hidung dengan NaCl.
Tatalaksana

Tatalaksana rhinosinusitis kronik


bakterial :
1. Antibiotik yang sesuai dengan
bakteri penyebab
2. Tindakan operatif, meliputi :
 Pembedahan radikal :
a) Sinus maksila : Caldwell
– Luc
b) Sinus ethmoid :
Etmoidektomi
 Pembedahan tidak radikal :
Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional (BSEF)
Tatalaksana
TATALAKSANA RHINOSINUSITIS AKUT PADA
DEWASA UNTUK PELAYANAN KESEHATAN
PRIMER
KOMPLIKASI
Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan komplikasi orbita dapat
berupa pemberian medikamentosa baik antibiotik intravena dengan
spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan, kortikosteroid sistemik
maupun disertai dengan tindakan operatif.

Pada abses periorbita, selain terapi medikamentosa dilakukan juga


drainase abses dan eradikasi sumber infeksi pada sinus yang terlibat.
Pada abses orbita diberikan terapi medikamentosa dan operatif berupa
drainase abses dan orbitotomi untuk dekompresi saraf optik.

Umumnya tindakan operatif dilakukan bila terdapat kegagalan


terapi medikamentosa yang optimal atau sudah terdapat komplikasi
orbita yang berat dan atau komplikasi intrakranial.
PROGNOSIS

 Rhinosinusitis akut sangat baik, rata-rata 70% sinusitis akut


karena bakteri bisa sembuh kembali tanpa antibiotik.
 Kronik rhinosinusitis tergantung dari penyebabnya. Sering
kali pengobatan dan tindakan pembedahan diperlukan untuk
mengurangi inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai