Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK Jurnal

FAKULTAS KEDOKTERAN
November 2019
UNIVERSITAS PATTIMURA

Disusun oleh :
 Tantri Widura Saptenno
Nim : 2018 – 84 – 015

Pembimbing

dr. Vivianty Hartiono, Sp.A


Bab I
Pendahuluan
Sindrom Down (SD) adalah suatu kelainan kongenital multipel akibat kelebihan materi genetik pada
kromosom 21 (trisomi).
Sindrom Down diambil dari nama seorang dokter berkebangsaan Inggris, John Langdon Down yang pada
tahun 1866 menguraikan gambaran sekelompok individu yang tinggal di Earlswood Asylum for Idiots di
Surrey, Inggris di tempat dr. Down tersebut bertugas, anak dengan retardasi mental dan memiliki
penampakan wajah yang khas dan mirip satu sama lain.
Dasar biologis kelainan ini baru dapat diungkapkan tahun 1959 saat Jerome LeJeune menemukan bahwa
semua individu dengan gambaran khas tersebut memiliki cetakan ketiga (third copy) kromosom 21
sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom. Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental,
kelainan kongenital terutama jantung, dan disfungsi/ penyakit pada beberapa organ tubuh. Derajat
retardasi mental bervariasi, mulai dari retardasi mental ringan (IQ:50-70) hingga sedang (IQ:35-49), dan
kadang (jarang) ditemukan retardasi mental berat (IQ: 20- 34).
Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital dan masalah kesehatan, di antaranya gangguan
pendengaran (75%), otitis media (50%- 70%), kelainan mata (60%) termasuk katarak (15%) dan gangguan
refraksi berat (50%), kelainan jantung bawaan (50%), obstructive sleep apnea (50%-75%), penyakit tiroid
(15%), atresia gastrointestinal (12%), dislokasi sendi panggul yang didapat (6%), leukemia dan penyakit
Hirschprung (<1%). Insidens SD di Amerika Serikat diperkirakan terjadi tiap 600-800 kelahiran hidup,4
sedangkan di Indonesia angka yang definitif masih belum diketahui. Meskipun demikian, sebuah
penelitian di Universitas Indonesia memperkirakan bahwa 300.000 anak dengan SD lahir per tahunnya.
Derajat retardasi mental pada anak SD adalah ringan dan sedang Menurut Institusi Nasional Kesehatan
Anak dan Perkembangan Manusia, sindrom Down (DS) terjadi pada sekitar 1 dari 800 bayi baru lahir.
Mayoritas individu dengan DS memiliki salinan tambahan kromosom 21, yang menghasilkan individu
memiliki 47 kromosom, bukan 46 normal. Ada bentuk DS lainnya (atau trisomi 21) yang dihasilkan dari
individu yang memiliki bagian kromosom 21 yang terletak pada kromosom lain (translokasi trisomi 21)
atau memiliki campuran sel dengan 46 dan 47 kromosom (mosaik trisomi 21)
Anak cacat mental pada umumnya mempunyai kelainan yang lebih dibandingkan cacat
lainnya, terutama intelegensinya. Hampir semua kemampuan kognitif anak cacat mental
mengalami kelainan seperti lambat belajar, kemampuan mengatasi masalah, kurang dapat
mengadakan hubungan sebab akibat, sehingga penampilan sangat berbeda dengan anak
lainnya. Anak cacat mental ditandai dengan lemahnya kontrol motorik, kurang
kemampuannya untuk mengadakan koordinasi, tetapi dipihak lain dia masih bisa dilatih untuk
mencapai kemampuan sampai ke titik normal. Tanda-tanda lainnya seperti membaca buku ke
dekat mata, mulut selalau terbuka untuk memahami sesuatu pengertian memerlukan waktu
yang lama, mempunyai kesulitan sensoris, mengalami hambatan berbicara dan perkembangan
verbalnya.
Bab II
Pembahasan

defenisi Down Syndrom


 Menurut World Health Organization (WHO) Down Syndrome adalah sebuah tipe retardasi mental yang disebabkan materi
genetic kromosom 21. Sindrom ini bisa terjadi akibat adanya proses yang disebut nondisjunction atau gagal berpisah yang
mana materi genetiknya gagal untuk memisahkan diri selama proses penting dari pembentukan gamet, menghasilkan
kromosom ekstra yang disebut trisomi 21. Penyebab gagal berpisah ini belum diketahui, walaupun sebenarnya berkolerasi
dengan umur ibu.
 Kelaian kromosom yang umum terjadi dan mudah dikenali. Diawali dari nama dokter Inggris, Langdon dowm. Adanya
lipatan pada kelopak mata penderita yaitu lipatan epikantur yang juga memberi kesan seperti ras mongoloid. Down
Syndrome bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu kelainan genetic yang dapat terjadi pada pria and wanita berupa
kelaianan kromosom 21 yang dinamakan trisomi 21.
 Semua penyandang Down Syndrome mengalami keterlambatan kognitif yang efeknya biasanya dalam taraf ringan ke
sedang, dan tidak diindikasikan terhadap banyaknya kekuatan dan bakat yang dimiliki tiap individu. Anak-anak
penyandang Down Syndrome juga memiliki keterlambatan dalam aspek motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal
sosial, antara lain hipotonus, perhatian penglihatan yang inkonsisten, ketidakmampuan membuat frase yang bermakna
setelah 24 bulan menurut acuan perkembangan yang dipakai yaitu Denver.
 Epidemiologi Down Syndrome
Kelainan ditemukan diseluruh dunia pada semua suku bangsa. Diperkirakan angka kejadian 1,5 : 1000 kelahiran dan terdapat
10 % diantara penderita retardasi mental. Sejauh ini diketahui faktor usia ibu hamil mempengaruhi tingkat risiko janin
mengidap SD. Usia yang berisiko adalah ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun. Kehamilan pada usia lebih dari 40 tahun,
risikonya meningkat 10 kali lipat dibanding pada usia 35 tahun. Sel telur (ovum) semakin menua seiring pertambahan usia
perempuan. Down Syndrome merupakan kelainan kromosom yang paling sering ditemukan pada manusia. Kelainan ini dapat
terjadi pada setiap orang, ras dan status sosial ekonomi.
Kelainan ini ditemukan di seluruh dunia, pada semua suku bangsa dan kejadiannya 1,6% per 1000 kelahiran dan terjadi pada
bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam. Di Indonesia terdapat sekitar 300.000 penyandang Down Syndrome.
Angka kejadian Down Syndrome pada penelitian yang dilakukan di RSCM pada tahun 1999 adalah 0,8% per 1000 kelahiran
hidup.
Insiden Down Syndrome meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Banyak ahli merekomendasikan perempuan yang berumur
diatas 35 tahun harus mengadakan test prenatal untuk mengetahui adanya kelainan Down Syndrome. Wanita di bawah 30
tahun yang hamil dan kemungkinan mempunyai bayi dengan Down Syndrome diperkirakan 1 dari 1.000, tetapi kesempatan
mempunyai bayi dengan Down Syndrome meningkat pada ibu yang berusia 35 tahun atau lebih.
Faktor penyebab lain adalah autoimun, khususnya autoimun tiroid dan penyakit tiroid yang lain. Penelitian Fialkow’s
menunjukkan perbedaan kadar autoantibodi tiroid antara ibu yang melahirkan anak Down Syndrome dengan ibu kontrol
pada umur yang sama. Tidak didapatkan penyakit tertentu yang secara langsung menyebabkan peningkatan kejadian
Down Syndrome, tetapi beberapa peneliti menemukan peningkatan kejadian pada ibu dengan diabetes mellitus.
Kasus sindrom down di Indonesia, cenderung meningkat. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2010, pada anak 24 sampai 59 bulan kasus sindrom down sebesar 0,12 persen, pada Riskesdas tahun
2013 meningkat menjadi 0,13 persen dan pada Riskesdas tahun 2018 meningkat lagi menjadi 0,21 persen.
Jumlah kasus baru sindrom down psien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia erdasarkan data SIRS Online laporan tahun 2015 (2.488),
2016 (2.589) dan 2017 (2.776 RS) terjadi peningkatan.

Berdasarkan Riskesdas 2018, total kecacatan sejak lahir anak 24-59 bulan 0,41 persen, sindrom down menyumbang kecacatan tersebar 0,21
persen.
 Etiologi Down Syndrom
Down syndrome biasanya disebabkan oleh kesalahan pembelahan sel yang disebut nondisjunction. Namun, dua jenis kelainan kromosom lain, mosaikisme dan
translokasi, juga terlibat dalam sindrom Down - meskipun pada tingkat yang jauh lebih rendah. Terlepas dari jenis sindrom Down seseorang, semua orang dengan
sindrom Down memiliki bagian kromosom 21 ekstra kritis yang terdapat pada semua atau beberapa sel mereka. Materi genetik tambahan ini mengubah arah
perkembangan dan menyebabkan karakteristik yang terkait dengan sindrom tersebut.
Nondisjunction adalah pembelahan sel yang salah yang menghasilkan embrio dengan tiga salinan kromosom 21, bukan dua yang biasa. Sebelum atau pada saat
pembuahan, sepasang kromosom ke-21 pada sperma atau sel telur gagal untuk berpisah. Ketika embrio berkembang, kromosom ekstra direplikasi di setiap sel tubuh.
Kesalahan dalam pembelahan sel ini bertanggung jawab atas 95 persen dari semua kasus sindrom Down.
Faktor penyebab down syndrome antara lain:
Hubungan faktor oksigen dengan down syndrome
Down syndrome terjadi bukan karena faktor luar, down Syndrome terjadi karena kekurangan kromosom akibat dari kecelakaan yang bersifat genetika yang bisa
dideteksi melalui pemeriksaan amniosintesis. Para dokter menekankan bahwa down syndrome tidak terkait dengan segala yang dilakuakan oleh orang tua baik sebelum
ataupun selama kehamilan. Down syndrome terjadi bukan karna makanan atau minuman yang dikonsumsi ibunya ketika hamil, tidak juga perasaan traumatis, bukan
pula ibu dan ayah melakukan atau menyesali perbuatannya yang telah dialami.
 
Hubungan faktor endogen dengan Down Syndrome
Down syndrome disebabkan karena adanya kromosom ekstra dalam setiap sel tubuh, faktor penyebab lain yang menimbulkan resiko tingginya resiko mempunyai anak
down syndrome adalah umur rang tua. Semakin tua umur ibu, semakin pula ibu memiliki peluang untuk melahirkan anak down syndrome.
 Patofisiologi Down Syndrome
Tubuh manusia terbuat dari sel, yang teridri dari bagian utamanya yaitu nukleus, dimana nukleus merupakan tempat
menyimpanan gen. kumpulan gen yang mempunyai struktur disebut kromosom. Normalnya, setiap nukleus dari tiap sel
berjumlah 23 pasang kromosom, dimana setengahnya diwarisi dari masing-masing orang tua. Pada tiap individu penyandang
Down Syndrome sel berjumlah 47, bukan 46 dimana kromosom ekstra adalah kromosom ke 21. Ini merupakan kelebihan jumlah
materi genetik pada Down Syndrome. Kromosom ke 21 ini dideteksi dengan menggunakan prosedur yang dinamakan karotype.
Kromosom adalah suatu bentuk bahan genetik yang ditemukan pada nukleus sel. Kromosom membentuk blok-blok yang
memberi karekteristik pada tiap individu, misalnya membentuk warna dari rambut kita, mata kita dan penampilan fisik lainnya.
Sel manusia secara normalnya terdiri dari 23 pasang kromosom, dimana setengahnya diwariskan dari kedua orang tua. Pada kasus
Down Syndrome, beberapa sel dari individu yang terkena mempunyai sel ganda dari kromosom 21. Bentuk yang paling terlihat
dari Down Syndrome dikenal dengan sebutan Trisomi 21. Kondisi tersebut menyebabkan kesalahan pada divisi sel yang disebut
gagal berpisah.
Down Syndrom biasanya disebabkan karena kesalahan dalam memisahkan kromosom abnormal dari sel, dua tipe kromosom
yang abnormal adalah mosiacism dan transovation. Semua penyandang Down Syndrome memiliki kromosom ekstra 21 pada tiap
sel. Kromosom inilah yang menyebabkan keterlambatan dan menyebabkan anak mempunyai sindrom-sindrom tersebut.
Translokasi merupakan kasus perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel. Sebanyak 5% kasus
Down Syndrome merupakan translokasi badan sel, misalnya translokasi antara kromososm 14 dan 21,
translokasi dapat mempunyai 46 kromososm yang salah satunya mempunyai badan genetik dari kromosom
14 dan 21. Down Syndrome tipe translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun akan
meningkat resikonya pada orang tua yang merupakan pembawa sifat.
Walaupun peristiwa gagal memisah bisa menjadi penyebab awal Down Syndrome, ada faktor
lingkungan yang berperan dalam peristiwa gagal memisahnya. Namun, setelah beberapa tahun
penelitian ditemukan bahwa penyebab dari gagal memisah masih belum ditemukan. Tidak ada
bukti yang kuat bahwa faktor lingkungan atau aktivitas orang tua sebelum mengandung
mempunyai efek pada tiga tipe Down Syndrome.
Mosaicism yakni suatu individu yang terbentuk dari 1 zygot tetapi mengandung 2 atau lebih sel
yang berbeda genotipe, misalnya genotipe pada iris terjadi saat peristiwa gagal memisah dari
kromosom 21 bertempat pada divisi sel setelah pembuahan. Ketika ini terjadi, ada percampuran
antara dua tipe sel, beberapa dari peristiwa ini menjadi 46 kromosom dan beberapa menjadi 47.
Sel-sel yang terdiri dari 47 kromosom mempunyai kromosom 21 ekstra. Karena pola (mosaic)
sel, prinsip “mosaicism” terbentuk. Mosaicism jarang terjadi, biasanya terjadi hanya satu sampai
dua persen pada kasus Down Syndrome.
Translokasi hanya terjadi pada 3-4% dari kasus Down Syndrome.
Pada saat translokasi, bagian dari kromosom 21 berpisah pada divisi
sel dan menyambung ke kromosom lain. Ketika jumlah keseluruhan
kromosom pada sel tetap 46, adanya bagian ekstra dari kromosom 21
menyebabkan karakteristik lain dari Down Syndrome.
Penyebab terjadinya gagal memisah terjadi masih belum diketahui,
walaupun berbagai penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tersebut
bertambah resikonya seiring bertambahnya usia pada wanita.
Meskipun demikian, banyak orang terkejut saat mengetahui bahwa
80% anak yang lahir dengan Down Syndrome adalah anak yang lahir
dari seorang ibu yang berusia dibawah 35 tahun. Ini terjadi karena
wanita yang lebih muda mempunyai tingkat kesuburan yang lebih
tinggi. Namun itu tidak menyangkal fakta bahwa insiden kelahiran
anak Down Syndrome meningkat secara drastik seiring dengan
bertambahnya usia ibu.
 Diagnosis Down Syndrome
Diagnosis Down Syndrome dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif
menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapkan. Suatu riwayat penyakit dan wawancara
psikiatrik sangat berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan dan fungsi anak, sedangkan pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis. Diagnosa Down Syndrome dapat ditegakkan melalui apa pemeriksaan
ultrasonografi pada masa kehamilan ibu, pemeriksaan kromosom dilakukan dengan melakukan tes nuchal translucency screening (USG) awal,
tes darah atau kombinasi keduanya.
Diagnosis sindrom down dapat ditegakan dengan dua cara :
Sebelum Lahir

Ada dua kategori tes untuk sindrom down yang dapat dilakukan sebelum bayi lahir, tes skrining dan tes diagnostic. Pemeriksaan prenatal
memperkirakan kemungkinan janin mengalami sindrom down atau tidak, namun tes ini memberikan diagnosis pasti dengan akurasi hampir 100%
Tes skrining pra lahir yang sekarang tersedia untuk wanita hamil adalah tes darah dan USG (sonogram). Tes darah (tes skrining serum) mngukur
jumlah berbagai zat dalam darah ibu. Bersama dengan usia wanita, ini digunakan untuk memperkirakan peluang untuk memiliki anakdengan
sindrom down. Tes darah ini sering dilakukan bersamaan dengan sonogram
Saat Lahir

Sindrom down basanya diidentifikasi saat lahir dengan adanya ciri-ciri fisik tertentu : tonus otot rendah, lipatan dlam tunggal di telapak tangan,
profil wajah sedikit rata dan miring ke atas ke mata. Fitur-fitur ini dapat terjadi juga pada bayi tanpa sindrom down, analisis kromosom yang
disebut karotipe dilakukam intuk mengkonfirmasi diagnosis. Untuk mendapatkan karotipe, dokter mengambil sapel darah untuk memeriksa sel-
sel bayi. Kromosom dipotret, kemudian dikelompokan berdasarkan ukuran, jumlah, dan bentuk. Dengan memeriksa karotipe, dokter dapat
mendiagnosis sindrom down. Tes genetic lain yang disebut FISH dapat menerapkan prinsip-prinsip serupa dan mengkonfirmasi diagnosis dalam
waktu lebih singkat.
NO Biasanya bayi terdiagnosa sebagai sindrom down lebih karena roman mukanya, yakni :
Pada anamnesis riwayat penyakit didapatkan dari orang tua, dengan perhatian khusus pada
kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat keluarga retardasi mental, dan gangguan herediter.
Selain itu, sebagai bagian riwayat penyakit, klinisi sebaiknya menilai latar belakang sosiokultural 1 Lemah otot (muscle hypotenia)
pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.
2 Profil muka yang datar (flat facial profile)
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down. Pertama
adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji 3 Bentuk mata yang keatas (obliq palpebral fissures)
diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down 4 Bentuk kuping yang abnormal (Dysplastic Ear)
atau tidak.
5 Satu garis horizontal pada telapak tangan (Simian Crease)
Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT test).
Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di
bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat 6 Kelenturan yang berlebihan pada persendian (Hyperflexibility)
dikenal pasti dengan tehnik ini. Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada
darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma
protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi 7 Jari kelingking (jari kecil) hanya ada satu sendi (Dysplastic middle phalanx of
indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung. the fifth finger)

Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. 8 Lipatan pada dalam ujung mata (Epicanthal folds)
Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk
9 Jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan telunjuk kaki (Exessive space
menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko
keguguran adalah 1 per 200 kehamilan. between large and second toe)

10 Lidah besar yang tidak sebanding dengan mulutnya (Enlargment of tongue)


Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk
melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1
per 100 kehamilan.
Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk
melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain
tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kazemi M dkk, menjelaskan bahwa skrining untuk sindrom down merupakan
bagian penting dari perawatan rutin prenatal. Metode skrining yang paling umum adalah usia ibu, penanda serum dan
ultrasoundgraphy trimester kedua. Metode utama yang tersedia untuk skrining aneuploidy adalah usia ibu. Usia lanjut ibu
merupakan predisposisi down sindrom dan kelainan kromosom lainnya berdasarkan nondisjunction. Pada faktanya ibu
dengan usia lanjut didefinisikan sebagai usia 35 tahun atau lebih pada saat persalinan, karena risiko memiliki janin
dengan aneuploidy yang setaraatau lebih dari perkiran risiko kehilangan kehamilan pada karena amniosintesis.
Penanda pertama yang dilaporkan terkait dengan DS adalah penebalan area leher. 40-50 persen janin yang terkena
memiliki lipatan nuchal yang tebal berukuran ≥ 6 mm pada trimester kedua.
 Manisfestasi Klinik Down Syndrome
Manifestasi klinis penderita Down Syndrome antara lain adanya joint laxity pada ekstremitas atas bawah, mental retardasi, keterlambatan bicara, yang
disertai dengan keterlambatan perkembangan motorik.
Dikutip dari Clinical Practice Guideline: The Guideline Technical Report of Down Syndrome, Assessment and Intervention for Young Children (Age 0-3 Years)
bahwa Gejala yang muncul akibat Down Syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda
yang khas :
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal
(microchephaly) dengan bagian (anteroposterior) kepala mendatar
Sifat pada kepala, muka dan leher : penyandang down syndrome memiliki ciri-ciri :
 bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar.
 Pangkal hidungnya pendek.
 Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
 Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur.
 Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
 Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur.
 Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bagian depan ke belakang.
 Lehernya agak pendek. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di
sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment.
 Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. (buat point2)
 Manifestasi mulut :
 gangguan mengunyah menelan dan bicara.
 Scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla),
 keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia, juvenile periodontitis,
 kadang timbul bibir sumbing Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
 Manifestasi kulit :
 kulit lembut, kering dan tipis,
 Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria
infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis.
 Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa :
 tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. B.
 lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
 Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
 Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
 Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat.
 Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau
Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan.
 Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrome boleh mengalami masalah jantung berlubang
jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal
atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia)
ataupun tiada saluran sama sekali di bagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan
semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus
kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”.
Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan
mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut
membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang
paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan
“Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian
rektum.
Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di
mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami
sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu
hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan Down Syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus
dengan hati- hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan Down Syndrome lebih tinggi.
Sifat pada tangan dan lengan :

Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam.

Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.

Tampilan kaki :

Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.

Tampilan klinis otot : mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan masa kanak-kanak Down Syndrome mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali jantung dan usus.

Down Syndrome mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom. Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya
penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10% kanak-kanak Down Syndrome. Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia. Pada otak penderita sindrom down, ditemukan peningkatan rasio
APP (amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

Masalah Perkembangan Belajar Down Syndrome secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan kognitif. Pada pertumbuhana mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik
halus dan berbicara. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berhasil
melakukan hampir semua pergerakan kasar.

Gangguan tiroid

Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan perubahan kepribadian). Penyandang down syndrome sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung,
kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita Down Syndrome dapat mengoptimakan gangguan yang sudah ada. 44 % Down Syndrome hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit
jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada down syndrom adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. Tanda-tanda
yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita Down Syndrome sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal ( microchephaly) dengan bagian (anteroposterior) kepala mendatar. Pada bagian
wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).

Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus ( esophageal
atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi
dapat meninggal dengan cepat.
 Permasalahan Sosial dan adaptasi pada anak Down Syndrome
Permasalahan anak down syndrome adalah terdapat pada karakteristiknya yang akan menjadi hambatan pada kegiatan belajarnya. Mereka dihadapkan dengan masalah internal dalam mengembangkan dirinya
melalui pendidikan yang diikutinya. Masalah-masalah tersebut tampak dalam hal dibawah ini:
Kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan di rumah dan kondisi anak down syndrome akan membawa suasana yang kurang kondusif terhadap
kegiatan pembelajaran di sekolah. Pihak sekolah tidak berhubungan secara akademis, melainkan harus pula mempertimbangkan usaha peningkatan kebiasaan dan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi anak.
Kemampuan belajar
Kesulitan belajar anak down syndrome adalah masalah paling besar, mengingat keterbatasan mereka kegiatan pembelajaran yang di sekolah. Keterbatasan ini tercermin dari seluruh aspek akademik seperti,
matematika, IPA, IPS dan Bahasa.
Adaptasi
Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome tidak saja berpengaruh terhadap kesulitan belajar, melainkan juga terhadap penyesuaina diri. Hallahan D dan Kauffanan dalam (Gunarhadi 2005 : 198)
mengisyaratkan bahwa seorang dikategorikan down syndrome harus memiliki dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan dibawah normal dan bermasalah dalam penyesuaian diri. Implikasinya terhadap
pendidikan, anak down syndrome harus mendapatkan porsi pembelajaran untuk meningkatkan ketrampilan sosialnya.
Ketrampilan Bekerja
Ketrampilan bekerja erat kaitannya dengan hidup mandiri. Keterbatasan anak down syndrome banyak menyekat antara kemampuan yang dimliki tuntutan kreativitas yang diperlukan untuk bekerja. Akibatnya
untuk bekerja kepada orang lain. Anak down syndrome tersingkir dalam kompetensi. Pekerjaan yang mungkin dilakukan dalam rangka hidup mandiri adalah usaha domestik. Hal itu pun secara empiris dapat
dilihat bahwa dewasa down syndrome banyak menggantungkan hidupnya kepada orang lain, terutama keluarganya. Bagi sekolah keadaan demikian merupakan tantangan bahwa selain akademik, anak down
syndrome perlu sekali memperoleh ketrampilan bekerja dalam mempersiapkan masa depannya.
Kepribadian dan Emosiny
Karena kondisi mentalnya anak down syndrome sering menampilkan kepribadiannya yang tidak seimbang. Terkadang tenang terkadang juga kacau, sering termenung berdiam diri, namun terkadang
menunjukan sikap tantrum (ngambek), marahmarah, mudah tersinggung, mengganggu orang lain, atau membuat kacau dan bahkan merusak.
 Retardasi mental
Retardasi mental adalah gangguan intelegensi yang disebabkan gangguan dalam kandungan sampai masa perkembangan dini, usia 5 tahun. Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh
secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan.
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan : (1) mild retardation, IQ 50-69; (2) moderate retardation, IQ
35-49; (3) severe retardation, IQ 20-34; (4) profound retardation, IQ <20.
Klasifikasi Mental Retardasi
Mild Retardation
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk
wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya
sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang
memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai
masalahperkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
Moderate Retardation
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian
akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di
sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasardasar membaca, menulis dan berhitung.
Severe retardation
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-kedaan yang terkait. Pebedaan utama adalah pada retardasi mental berat
ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
Very Severe Retardation
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya
mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.
 Penatalaksanaan Fisioterapi pada Down Syndrome
 Neuro-Developmental Treatment (NDT)

 Neuro Development Treatment (NDT) atau sering dikenal dengan Bobath merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1940. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani
gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Penanganan harus dimulai secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan, walaupun sesungguhnya masih efektif untuk digunakan pada usia yang lebih tua,
namun ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy. Tujuan konsep NDT pada umumnya adalah memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal
dan mengajarkan postur dan pola gerak yang normal.
 Teori dasar NDT
 Pengertian bahwa manusia itu dipengaruhi oleh sistem-sistem yang berbeda (otot, tuang, paru, jantung, hormon, saraf, dll) yang bekerja dibawah komando otak.
 Pentingnya mengerti bagaimana perkembangan anak dan bagaimana anak bergerak, sehingga terapis dapat membuat rencana treatment sesuai dengan gangguan gerakannya.
 Treatment dimulai dengan assessment dan treatment difokuskan pada kemandirian gerak
 Prinsip NDT
 Anak sebagai manusia seutuhnya
 Intervensi bersifat individual, mengacu pada :
 Masalah geraknya
 Personaliti, keluarga, dan budaya.
 Assessment rutin setiap akan dilakukan treatment
 Kesempatan anak bergerak aktif selama treatment
 Handling digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur koordinasi, menghinbisi pola abnormal, dan memfasilitasi respon otomatis normal. Dengan handling yang tepat, tonus serta pola gerak yang abnormal
dapat dicegah sesaat setelah terlihat tanda-tandanya.
 Mengembangkan komponen gerak dengan bantuan furniture dan equipment
 Mengacu pada tumbuh kembang normal
 Prinsip motor control, motor learning dan postural control
 Motor Control
 Motor control adalah proses informasi suatu aktifitas yang berpusat pada central nervous system (CNS) dengan tujuan mengorganisasikan sistem musculoskeletal untuk
membuat koordinasi suatu gerakan. Motor Control merupakan nama dari bidang yang berkembang dalam ilmu saraf dimana bidang ini menganalisis bagaimana orang
mengendalikan gerakan mereka. Sebagai contoh mudah seperti meraih segelas kopi, yang sebernarnya mempunyai komponen-komponen kompleks di dalamnya. Motor
control difokuskan pada kordinasi terhadap postur dan gerakan melalui mekanisme serta perpaduan antara fisiologis dan psikologis. Ada 6 tingkatan motor koordinasi
dalam motor control :
 Level 1 : tingkatan pada neuron, merupakan organisasi neuromotor yang relatif sederhana yaitu pada motor unit. Motor unit adalah bagian yang mengubungkan motor
neuron dan otot yang akan dipersarafi.
 Level 2 : tingakatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya kontraksi dari sekelompok motor unit
 Level 3 : tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa kelompok otot yang melakukan kerja pada suatu sendi.
 Level 4 : tingkatan organ (beberapa sendi dalam segmen tubuh), merupakan bagian yang mengatur koordinasi gerakan pada setiap sendi.
 Level 5 : tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan yang teroganisir yang merupakan fungsi lokomotor.
 Level 6 : tingkatan organism, merupakan tempat dari fungsi motorik dalam konteks makhluk hidup. Pada tahap ini merupakan tahap tertinggi dari koordinasi gerakan.
Sistem sensorik memberikan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan
 Motor control memungkinkan tubuh kita untuk mengatur atau mengarahkan mekanisme gerakan. Secara singkat, memungkinkan tubuh kita untuk bergerak ketika kita
membutuhkan mereka untuk pergi, tanpa harus berpikir tentang hal itu. Ketika salah satu menunjukan "normal" motor control, kitabisa berasumsi bahwa ia memiliki otot
yang normal.
 Motor Learning
 Motor learning adalah perubahan yang “relatif permanen”, yang dihasilkan dari praktek atau pengalaman baru, dalam kemampuan untuk merespon. Motor learning melibatkan kelancaran dan ketepatan gerakan serta diperlukan untuk gerakan rumit seperti
berbicara, bermain piano dan memanjat pohon. Penelitian dalam motor learning sering melibatkan beberapa variable yang mendukung pembentukan program itu sendiri, yaitu sensitifitas pada proses deteksi kesalahan dan kekuatan dari skema gerakan itu sendiri.
 Menurut Schmidt motor learning adalah serangkaian proses internal berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang akan membentuk perubahan permanent relatif terhadap kemampuan untuk merespons. Jadi pengertian motor learning ini beraneka ragam, dan
berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dirumuskan bahwa motor learning adalah: suatu proses pembentukan sistematika kognitif tentang gerak yang kemudian diaplikasikan dalam psikomotor, mulai dari tingkat keterampilan gerak yang sederhana ke
keterampilan gerak yang kompleks sebagai gambaran fisiologis yang dapat membentuk psikologis untuk mencapai otomatisasi gerak.
  
 Postural Control
 Postural control (kontrol postur) adalah gerakan korektif yang diperlukan untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah, koordinasi dari rangka, otot sensorik dan system saraf pusat.
 Kontrol postur meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi (memelihara hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara tubuh dan lingkungan). Fungsi ganda musculo postural didasarkan
pada empat komponen yaitu:
 Nilai acuan, seperti orientasi segmen tubuh dan posisi pusat gravitasi (representasi internal dari tubuh atau skema tubuh postural);
 Masukan multiindrawi mengatur orientasi
 Stabilisasi segmen tubuh
 Reaksi postural fleksibel atau antisipasi untuk pemulihan keseimbangan setelah gangguan, atau stabilisasi postural selama gerakan sukarela.
 Sistem kontrol postur terdiri dari proses kompleks yang meliputi komponen sensoris dan motoris dan menghasilkan kombinasi yang terintegrasi antara visual, vestibular dan input afferent proprioseptif. Gabungan dari usaha alat-alat   sensoris ini merupakan dasar
untuk keseimbangan dinamis (stabilitas). Apabila salah satu dari alat ini mengalami kerusakan, maka stabilitas dari postur akan mengalami gangguan. Adapun prinsip dasar dari postural control antara lain:
 Sistem sensoris
 Kemampuan melihat
 Sistem vestibular
 Sistem somatosensoris
 Sistem Musculoskeletal
 All day management
 Team approach
 Konsep bobath (NDT)
 Menurut Raine (2005) dsalam konsep Bobath (NDT) terdapat Tone influence Patterns (TIPs) merupakan suatu usaha untuk
mengurangi aktifitas refleks, reaksi asosiasi, involuntary movement, dan mengatasi tonus postural abnormal dengan
menggunakan inhibisi, stimulasi, dan fasilitasi untuk mencapai:
 Gambaran postural yang normal untuk bergerak
 Membangun reaksi righting dan equilibrium
 Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih kearah aktifitas yang lebih terampil, berfungsi, dan bertujuan.
  
 Dalam konsep bobath, Tone Influence Patterns (TIPs) akan mempengaruhi fasilitasi terhadap reaksi normal yang merupakan
di dalamnya key point of control. Key Point of Control sendiri yaitu titik yang digunakan terapis dalam inhibisi dan fasilitasi.
KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal atau bergerak mulai dari kepala–leher–trunk-kaki dan jari kaki. Dengan
bantuan KPoC, pola inhibisi dapat dilakukan pada penderita cerebral palsy dengan mengarahkan pada pola kebalikannya.
 Sensori Integrasi
 Terapi Sensori Integrasi sebagai bentuk treatment pada anak dengan kondisi tertentu seringkali digunakan sebagai cara untuk melakukan upaya perbaikan, baik untuk perbaikan gangguan
perkembangan atau tumbuh kembang atau gangguan belajar, gangguan interaksi sosial, maupun perilaku lainnya.
 Sensori integrasi merupakan suatu proses mengenal, mengubah, membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “Perilaku Adaptif Bertujuan”.
  

 Dasar Teori Sensori Integrasi

 Dasar teori sensori integrasi adalah adanya plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang bersifat progresif, teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif, serta dorongan dari
dalam diri.
 Plastisitas system saraf pusat
 Plastisitas adalah kemampuan atau kapasitas dari sistem saraf pusat untuk beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
 Perkembangan yang bersifat progresif
 Sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan menguasai input sensori yang dialami. Sistem sensori akan terus mengalami perkembangan sejalan dengan bertambahnya
usia anak.
 Teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat
 Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses sensori integrasi terjadi pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal diperlukan untuk
perkembangan praksis dan produksi respons adaptif.
 Respon Adaptif
 Respon adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada tingkat perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat ketrampilan yang tercapai sebelumnya. Respons adaptif
mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan hal-hal baru.
 Dorongan dari dalam diri
 Konsep ini merupakan hal terpenting dalam perkembangan sensori integrasi, bagaimana dorongan ini muncul dari dalam diri yang terwujud dalam bentuk kegembiraan dan eksplorasi lingkungan tanpa lelah. Tetapi motivasi internal ini kurang atau tidak dimiliki
oleh anak dengan gangguan disfungsi sensori integrasi.
  

 Prinsip Terapi Sensori Integrasi

 Terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indera utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera penglihatan dan pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting
karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.
 Sistem Taktil
 Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan,
berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu.Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi
terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi  taktil yang dikenal dengan tactile diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi
kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam
bahaya.
 Sistem Vestibular
 Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral.Tanda-tanda anak yang hipersensitif terhadap stimulasi
vestibular mempunyai respons fight atau flight antara lain ; anak takut atau lari dari  orang lain, anak bereaksi takut terhadap gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil.
  

 Sistem Propioseptif
 Terdapat pada serabut otot, tendon dan ligament yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Contoh dari sistem ini adalah gerakan motorik halus, antara lain menulis, mengangkat sendok dan mengancingkan baju.
Hipersensitive terhadap sistem propioseptif menyebabkan berkurangnya kemampuan menginterpretasiklan umpan balik/feed back dari setiap gerakan dan tingkat kewaspadaan yang relative rendah . Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah clumsiness,
kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif   menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit atau membentur benturkan kepala.
  

 Efektifitas Terapi Sensori Integrasi  

 Terapi sensori intergrasi memperlihatkan adanya manfaat untuk anak dengan retardasi mental ringan, autisme, dan gangguan pemrosesan sensori. Meskipun dalam beberapa literatur efektivitas terapi SI dinyatakan tidak lebih baik daripada terapi alternatif, akan
tetapi  beberapa penelitian membuktikan bahwa efektivitas terapi SI berhasil pada anak-anak dengan retardasi mental ringan, autism spectrum disorder dalam mengoptimalkan pemrosesan sensori dan respons motorik. Penelitian juga menunjukkan terapi sensori
integrasi ini juga efektif pada anak ADHD dalam mengurangi kesulitan pada gangguan Sensory Motor Disorder (SMD). Terapi sensori integrasi banyak digunakan untuk tata laksana anak dengan gangguan perkembangan, belajar, maupun perilaku. Elemen inti
terapi sensori integrasi yang terdiri dari 10 elemen, belum diterapkan pada sebagian besar (94%) penelitian yang menggunakan prinsip terapi sensori integrasi. Penelitian yang lebih baru menunjukkan adanya manfaat dari terapi Sensori Integrasi untuk anak dengan
retardasi mental ringan, autisme dan gangguan proses sensori.
 Terapi Kelompok
 Terapi kelompok merupakan bentuk intervensi untuk stimulasi motorik dan stimulasi sensorik yang diberikan kepada anak dengan SD secara
bersama-sama dan melibatkan orang tua dalam kegiatan tersebut, fisioterapis sebagai instruktur yang mencontohkan dan menginstruksikan
kegiatan stimulasi tersebut dalam permainan.
 Beberapa kelebihan pendekatan terapi kelompok anatara lain adalah situasi bermain. Situasi bermain tersebut akan memungkinkan penggunanya sebagai
modalitas terapi, sehingga tidak saja membangkitkan anak untuk mengembangkan keterampilan baru tetapi juga menyenangkan. bermain Sebagai sarana
meningkatkan keterampilan motori, selain itu aktifitas sensorik dan motorik membantu melepaskan energy yang berlebihan dan memperbaiki keseimbangan.
 Kelebihan terapi kelompok lainnya adalah dengan bermain secara kelompok dapat meningkatkan fungsi psikososial, anak akan mengerti apakah ia diterima
atau tidak oleh lingkungannya, maka ia sudah mualai belajar mempunyai rasa moral social. Dengan terapi kelompok anak juga mendapat perkembangan
emotional dimana anak dapat menemukan rasa percaya diri dan stabilitas internal.
 Perkembangan kognitif juga dapatmelalui terapi kelompok yang diperoleh melalui bermain dengan manipulasi objek-objek dikelompoknya. Hal ini meltih
anak pada saat dewasa nanti dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Perasaan seorang anak dalam aktifitas bermain menentukan kualitas anak
tersebut untuk interaksi dengan lingkungannya pada saat bermain, dan aspek-aspek lain dalam kehidupannya. Kemampuan turut serta berperan dalam terapi
kelompok sebagai interaksi social dan fisik (Cassel, 1962). Dengan demikian terapi kelompok juga memiliki beberapa tujuan seperti uraian diatas, yaitu :
(1)Situasi bermain yang menyenangkan sambil mengembangkan keterampilan baru, (2) bermain selain sebagai sarana meningkatkan keterampilan motorik
juaga membantu melepaskan energy yang berlebihan dan memperbaiki keseimbangan, (3) meningkatkan fungsi psikososial , (4) perkembangan emosional
untuk kepercayaan diri dan (5) perkembangan kognitif. Pengaturan dalam terapi kelompok meliputi :
 Jumlah anak
 Jumlah anak dalam terapi kelompok tergantung dari situasi klinis sejauh anak-anak dalam terapi kelompok tersebut dapat terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
 Staf
 Satu orang staf dalam hal ini fisioterapi memimpin kelompok dan fisioterapi yang lain membantu memantau kegiatan
 Tempat
 Terapi kelompok terbaik dilakukan didalam kelas dimana anak tidak merasa asing sendiri dan tidak terganggu dengan anak-anak lain atau orang dewasa yang datang atau pergi.
 Pengaturan posisi
 Anak-anak selama sesi kelompok setap saat dapat melihat instruktur atau pemimpin terapi kelompok dan juga dapat melihat satu sama lain. Bentuk setengah lingkaran atau posisi L adalah yang terbaik,
tetapi posisi dapat berubah saat kegiatan aktifitas dan mobilisasi motorik.
 Durasi
 Setiap sesi terapi kelompok direncanakan lamanya satu hingga dua jam tergantung pada kemampuan anak-anak untuk tetap berpatisipasi dalam kegiatan. Anak dengan SD dimana terdapat hipotonus
otot maka dianjurkan untuk mendapatkan kegiatan fisik hingga 60 menit (Candiche Hughes, 2011)
 Frekuensi
 Banyaknya atau seberapa seringnya anak melakukan terapi menentukan perkembangan anak, baik mengenai motorik kasar, motorik halus, bahasa maupun social. Namun tentu saja perkembangan pada
anak juga tidak hanya dilatih saat dilakukan terapi.
 Perilaku anak
 Jika anak menolak untuk bergabung dengan kelompok pastikan bahwa program tidak terlalu sulit untuk anak, biarkan anak meliha saja untuk sementara waktu dan abaikan. Ketika anak tersebut melihat
anak-anak yang lain menyenangi aktifitasnya coba kembali ajak abak untuk bergabung dengan kelompok. Dalam hal awal biarkan anak mengikuti hanya sebagian sesi dalam terapi kelompok
 Seleksi anak
 Dasar untuk seleksi anak yang mengikuti terapi kelompok bervariasi, tetapi akan lebih mudah bagi staf atau fisioterapis bila
kesenjangan perkembangan motork tidak terala besar (Sophie Levitt, 1995). Namun demikian dimungkinkan beberapa
kekuranan pendekatan terapi kelompok, diantara lain:
 kesenjangan kemampuan motorik walaupun pada usia yang sama.
 Kesenjangan tingkat kognitif
 Tingkat pendidikan dan social ekonomi orangtua juga turut menentukan keberhasilan pendekatan dengan terapi kelompok
ini. Adapun kegiatan dalam terapi kelompok meliputi:
 Kegiatan untuk taktil, vestibular inputi dan feedback propriocepsi
 Akomodasi motorik kasar: postur dan pola gerakan (berguling dari telungkup, menumpu pada elbow (forearm support), merangkak, berdiri, berjalan dalam pola dan permukaan yang berbeda-beda, berlari, melompat pada titik tertentu, menangkap, melempar).
 Perencanaan motorik (motor planning/praxis); adalah kemampuan otak untuk memahami, mengatur dan melaksanakan urutan tindakan yang asing yang diperlukan. Kegiatan diarahkan untuk pencapaian tujuan untuk membantu mengembangkan keterampilan
gerakan (motor planning). Membersihkan tempat tidur atau meja dan bermain bola dapat membantu meningkatkan akomodasi motorik kasar dan praksis.
 Reaksi tegak dan keseimbangan dan pola mengintegrasikan pada perbedaan posisi dapat mempertahankan rangsangan tersebut. Bermain diatas roll dapat memfasilitasi keseimbangan dan reaksi ekuilibrium. Terapis mengatakan, “kamu adalah perahu diatas laut, dan
aku badai maka kamu harus mencoba untuk tidak jatuh kebawah” dan terapis mendorong roll sangat lambat untuk beberapa kali dalam rangka untuk mengganggu keseimbangan anak (Kramer, 2007).
 Kegiatan motor planning dan permainan persepsi ruang visual memiliki komponen perencanaan gerakan (motor planning), karena motor planning dan persepsi ruang visual saling berhubungan. Kegiatan motorik seperti berjalan, berdiri, menaiki tangga, dapat
diberikan untuk mendorong anak dalam menunjukkan spatial features (Kramer, 2007). Aktifasi rutin dan menyusun beberapa benda (puzzle, menyusun balok dan menyalin gambar) dapat diberikan sebagai contoh untuk persepsi visual-spasial.
 Dalam mempelajari keterampilan motorik halus, stabilisasi postural yang tepat sangat penting. Baiknya ko-kontraksi kepala, leher, dan lengan juga diperlukan. Ocular kontrol yang baik, koordinasi motorik bilateral dan taktil mempengaruhi fungsi tangan. Anak
membutuhkan kegiatan yang terdiri dari semua komponen dalam rangka untuk mengembangkan keterampilan motorik halus. Sebagai contoh: bermain puzzle, bermain dengan jari-jari, origami.
 Taktil, vestibular , input dan feedback propriocepsi dan visual
 Aktifitas apedal dan quadripedal; scooter board, tas kacang, bermainbola, berguling, merangkak, mengikuti pemimpin, ritme music dan lain-lain.
 Kontrol ocular; aktifitas yang membutuhkan gerakan tangan dan kelompok otot besar seperti melempar, dan menangkap, dan kegiatan yang membutuhkan gerakana otot kecil seperti menggambar dan mengikuti garis putus-putus dapat membantu mengembangkan
kontrol ocular.
 Aktifitas posisi bipedal; berlari, melompat, berlompat-lompatan dan permainan/games dengan melompat, bermain dengan peralatan (ayunan, tong, peluncuran, tangga), bermain bola, permainan music.
 Koordinasi motorik bilateral; ketika kedua sisi tubuh bekerja bersama dalam koordinasi, gerakan tangan yang terarah muncul dan anak bisa melewati garis tengah tubuhnya.
 Aktifitas propriosepsi; mendaki, mendorong, menarik, membawa benda berat, bekerja melawan tahanan dan tekanan.
 Visual persepsi; anak-anak dengan disfungsi persepsi ryang visual mengalami kesulitan dalam menulis dan bekerja dengan angka
 Kegiatan stimulasi sistem vestibular dalam perkembangan motorik
 Sistem vestibular sangat penting dalam pencapaian perkembangan motorik normal dan koordinasi (Weeks 1979a, Cohen dan Keshner 1989b, Shumway-cook 1992). Disfungsi vestibular diamati dalam gangguan perkembangan sebagai diskoordinasi motorik dan
ketidak mampuan belajar (Maggrun dkk. 1981, Schaaf 1985, MacLean dkk. 1988, Shunway-Cook 1992) Sistem vestibular adalah salah satu sistem sensorik penyempurnaan strukturanatomi (Shunway-Cook 1992). Sistem vestibular adalah salah satu sistem
sensorik penyempurnaan struktur anatomi.
 Biasanya, input vestibulookular yang signifikan dalam koordinasi mata dan kepala yang penting untuk stabilitas saat melihat pada satu titik, sedangkan vestibulospinal adalah input yang signifikan dalam menjaga stabilitas postur dengan inputvisual dan
somatosensori (Nasher dkk. 1982). The Vestibulonuclear complex, cerebellum dan juga ke nervus cranialis 3,4,6 yang memungkinakan gerakan otot ocular ekstrake semua level tulang belakang yang emperngaruhi tonus otot.
 Sistem vestibular sangat penting dalam perkembangan keterampilan motorik, integrasi postural, gerakan mata yang terkoordinasi, dan kemampuan mengatur tingkat keaktifan.
 Orthopaedi Shoes
 Anak penyandang Down Syndrome cenderung menumpu pada medial kaki sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas
pada stance phase dan dorongan saat swing phase ketika berjalan, maka diperlukan penggunaan Orthopaedic Shoes untuk
membantu anak melangkahkan kakinya.
 Orthopaedic Shoes adalah alat bantu yang berbentuk splint sehingga dapat menutup sebagian daerah lesi atau kecacatan yang
dipasangkan pada area ankle kaki. Alat bantu Orthopaedic Shoes ini bentuknya menyerupai seperti kaki, dan memiliki fungsi
utama sebagai alat bantu ortopedi yang mampu memfiksasi sendi ankle  untuk mempertahankan posisi kaki pada bentuk
anatomi normal manusia.
 Orthopaedic Shoes berfungsi untuk mencegah deformitas lebih lanjut untuk mengkoreksi telapak kaki pasien Selain itu
penggunaan Orthopaedic Shoes juga untuk menjaga alignment kaki dan stabilitas ketika berjalan. Setiap anak memiliki
penilaian yang komprehensif untuk mengidentifikasi apakah anak tersebut membutuhkan Orthopaedic Shoes untuk
menunjang kebutuhan motorik kasarnya. Pemakaian Orthopaedic Shoes tetap dalam pengawasan. Orthopaedic Shoes
merupakan salah satu bagian dari pengobatan untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar, mobilitas dan kemandirian
anak, namun tetap berdampingan dengan terapi lain untuk memaksimalkan manfaat dari pemakaian Orthopaedic Shoes.
 Prognosis Down Syndrome
Anak dengan Down Syndrome beresiko tinggi mengalami kelainan jantung dan leukemia sehingga kemungkinan angka harapan
hidup berkurang. Beberapa penderita Down Syndrome dapat mengalami hal-hal berikut :
 Gangguan tiroid.
 Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
 Gangguan pengelihatan kare adanya perubahan pada lensa dan kornea .
 Usia 30 tahun menderita dimensia, bisa terjadi kematian dini meskipun ada banyak yang berumur panjang .
Survival rate penderita Down Syndrome umumnya hingga usia 50 tahun. Selain perkembangan fisik dan mental terganggu, juga
ditemukan berbagai kelainan fisik. Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan kelainan
jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk prognosis. Sebesar 44% penderita Down Syndrome hidup
sampai 50 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada Down Syndrome adalah 15
kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Bab III
Penutup
 Kesimpulan

 Down syndrom adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
  
 Pada penderita down syndrom, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi),
sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Down Syndrom merupakan satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan
retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan matanya miring, abnormalitas pada muka, tubuh pendek, dagu atau mulut kecil, leher pendek, kaki dan tangan
terkadang bengkok, dan kelopak mata mempunyai lipatan epikantus.
  
 Down Syndom dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan,
dianataranya yaitu Pemeriksaan fisik penderita, Chorionic Villus Sampling, pemeriksaan kromosom ekokardiogram, ultrasonografi, pemeriksaan darah, dan
amniosintesis. Untuk membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak, penderita bisa dilatih mandiri dan melakukan keperluan pribadinya
sehari-hari seperti berpakaian dan buang air besar, walaupun memiliki kemajuan yang lebih lambat dari anak-anak seusianya. pembelajaran haruslah dapat
mengembangkan kemampuan kognitifnya peserta didiknya, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus.
  
 Salah satu alternative yang dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan kognitif peserta didik Donw sindrome yaitu dengan metode puzzle dengan puzzle
peserta didik akan merasa pembelajaran lebih menyenangkan, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka terutama perserta didik donw sindrome

Anda mungkin juga menyukai