Anda di halaman 1dari 21

Infeksi Saluran Nafas Atas

NALENDRA DIWALA NARAYANA (03015129)


PENGERTIAN
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah inflamasi pada hidung,
sinus paranasal, nasofaring, epiglotis, atau laring yang disebabkan
oleh infeksi organisme patogen.
Penyebab ISPA antara lain adalah virus seperti rhinovirus dan
coronavirus, serta bakteri seperti Streptococcus dan Haemophilus
influenzae.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) secara global cukup tinggi, dan dilaporkan
sebagai salah satu diagnosis penyakit akut yang paling sering ditemukan di praktik dokter.
Global
◦ Menurut laporan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat, terdapat hampir 31 ribu (3,4%) pasien
didiagnosis dengan ISPA pada tahun 2006. [8] Di Belanda, dilaporkan bahwa ISPA lebih sering ditemukan
pada kelompok usia 0-4 tahun, yaitu 392 per 1000 populasi. [9]

Indonesia
◦ Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut
diagnosis pada 25% pasien yang mengalami penyakit menular, seperti HIV. Insidensi tertinggi dilaporkan
di provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur. [10]
KLASIFIKASI BERDASARKAN
UMUR
a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang,
mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah
35,5 ºC), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan
dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea,
distensi abdomen dan abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60
kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.
b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :
b. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
c. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
d. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan dinding
dada.
e. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa pernafasan
cepat atau penarikan dinding dada.
f. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya
terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.
ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari: Jamur :
◦ Aspergillus sp, Candida albicans, Histopla
Bakteri : ma, dan lain-lain.
◦ Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus Aspirasi :
aureus, Haemophilus influenza, dan lain- ◦ Makanan, asap kendaraan bermotor, BB
lain. M (bahan bakar minyak) biasanya
minyak tanah, cairan amnion pada saat
Virus : lahir, benda asing (biji-bijian, mainan
◦ Rhinovirus, coronavirus, adenovirus, plastic kecil, dan lain-lain).
enterovirus, (ISPA atas virus utama),
Parainfluenza, 123 coronavirus,
adenovirus.
FAKTOR RISIKO
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang mempengaruhi atau
mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor yaitu:
• Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
• Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
• Kebiasaan merokok dan pencemaran udara.
PATOFISIOLOGI
• Patofisiologi terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah
invasi patogen sehingga terjadi reaksi inflamasi akibat respon imun.
Penyakit yang termasuk ISPA adalah rhinitis (common cold), sinusitis
, faringitis, tonsilofaringitis, epiglotitis, dan laringitis.
• ISPA melibatkan invasi langsung mikroba ke dalam mukosa saluran
pernapasan. Inokulasi virus dan bakteri dapat ditularkan melalui
udara, terutama jika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin.
• Setelah terjadi inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa
pertahanan saluran napas, seperti barrier fisik, mekanis, sistem
imun humoral, dan seluler. Barrier yang terdapat pada saluran
napas atas adalah rambut-rambut halus pada lubang hidung yang
akan memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, struktur anatomis
persimpangan hidung posterior ke laring, dan sel-sel silia. Selain itu,
terdapat pula tonsil dan adenoid yang mengandung sel-sel imun.
• Patogen dapat masuk dan berhasil melewati beberapa sistem
pertahanan saluran napas melalui berbagai mekanisme, seperti
produksi toksin, protease, faktor penempelan bakteri, dan
pembentukan kapsul untuk mencegah terjadinya fagositosis. Hal ini
menyebabkan virus maupun bakteri dapat menginvasi sel-sel
saluran napas dan mengakibatkan reaksi inflamasi. Beberapa respon
yang dapat terjadi adalah pembengkakan lokal, eritema, edema,
sekresi mukosa berlebih, dan demam sebagai respon sistemik.
MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
◦ Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk.
Batuk juga bisa terjadi karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
◦ Kesulitan bernafas
◦ Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
◦ Sakit tenggorokan
◦ Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi
pelepasan kemoreseptor yaitu bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada tenggorokan.
◦ Demam
◦ Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan
mikroorganisme yang masuk.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab);
hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung
darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan
bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan antara lain :
Simptomatik :
◦ Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti parasetamol danaspirin.
◦ Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh :dekongestan antara lain
pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin.
◦ Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.
◦ Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin, gliserilgualakolat.
◦ Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan.
Suportif :
◦ meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.

Antibiotik :
◦ Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
◦ Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
◦ Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh virus.
Antibiotik diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
◦ Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
◦ Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
PERAWATAN DIRUMAH
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam)
◦ Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
Mengatasi batuk
◦ Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

Pemberian makanan
◦ Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya,
lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

Pemberian minuman
◦ Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan
membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain
◦ Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak
dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
KOMPLIKASI
1. Asma
◦ Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan
gejala : sesak nafas, nafas berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari atau dini hari.

2. Kejang demam
◦ Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc)
dengan geiala berupa serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik keatas
dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan kekauan fokal.

3. Tuli
◦ Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau
virus dengan gejala awal nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga telinga.
4. Syok
◦ Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain : faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan yang mengakibatkan
seseorang kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan syok.

5. Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis, yang disebabkan oleh radang
tenggorokan karena infeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A (Strep Throat)

6. Sinusitis

7. Meningitis

8. Abses Peritonsiler

9. Abses Retrofaring
PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi komplikasi yang berat. Hal ini
juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu self limiting disease sehingga tidak
memerlukan tindakan pengobatan yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7
hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4
hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.
REFERENSI
1. Simoes EAF, Cherian T, Chow J, Salles SAS, Laxminarayan R, John TJ. 1. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada
Acute respiratory infection in children. Chapter 25. Disease Control Anak Balita, OrangDewasa, Usia Lanjut, Pneuminia Atypik dan
Priorities in Developing Countries.p.483-499. Pneumonia Atypik Mikobakterium. Pustaka Populer Obor. Jakarta

2. Maneghetii A, Upper Respiratory Infections. [Internet]. 2018;[cited 2. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
2020 June 29]. Available from: Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
https://emedicine.medscape.com/article/302460-overview
3. WHO. Infeksi saluran pernapasan akut. 2008.
3. Mandell LA. Etiologies of acute respiratory tract infection. Clinical https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_20
Infectious Disease. 2005;42:503-506. 07_8BahasaI.pdf

4. Fayyaz J. Bronchitis. [internet]. 2018:[cited 2020 June 28]. Available 4. Hek E, Rovers MM, Kuyvenhoven MM, et al. Incidence of GP-
from: https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview diagnosed respiratory tract infections according to age, gender and
high risk comorbidity: the second dutch national survey of general
5. Bosch AATM, Biesbroek G, Trzcinski K, et al. Viral and bacterial practice. Family Practice, 2006. 23(3): 291-294.
interaction in the upper respiratory tract. PLoS Pathogens, 2013. 9(1), https://doi.org/10.1093/fampra/cmi121
e1003057. doi:10.1371/journal.ppat.1003057
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. 2013.[cited 2020 June 29].
Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Risk
esdas%202013.pdf

Anda mungkin juga menyukai