Anda di halaman 1dari 29

ASPEK HPI DALAM JUAL

BELI INTERNASIONAL DAN


PENYELESAIAN SENGKETA
Pendahuluan
 Transaksi-tansaksi atau hubungan dagang banyak
bentuknya. Dari berupa hubungan jual beli barang,
pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan
jasa berdasarkan suatu kontrak, dll. Semua transaksi
tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa.
 Umumnya sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh
penyelesaian dengan negosiasi. Manakala cara penyelesaian
ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara
lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau
arbitrase.
 Hukum Perdata Internasional adalah termasuk
dalam kelompok hukum privat. Karena
menyangkut hukum privat, maka Hukum Perdata
Internasional tersebut juga mengatur hubungan
hukum antar pihak (party) dalam suatu kontrak
yang timbul dari hukum perikatan.
 Hukum Perdata Internasional memiliki dimensi
yang lebih luas dari sekedar yurisdiksi dalam satu
negara.
 Menurut S. Gautama, Hukum Perdata
Internasional adalah hukum perdata untuk
hubungan-hubungan internasional.
 Hukum Kontrak, sebagai bagian dari hukum
perdata memiliki beberapa asas yang bersifat
universal seperti asas kebebasan berkontrak
(party authonomy), kontrak mengikat sebagai
undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya, serta asas sepakat.
 Para pihak yang terlibat dalam kontrak atau
perjanjian dimana isi yang diperjanjikan
melewati batas satu negara, dalam hal timbul
suatu sengketa perlu menetapkan terlebih
dahulu cara-cara untuk menyelesaikan
sengketa tersebut.
 Salah satu upaya untuk menyelesaikan

sengketa adalah dengan arbitrase.


 Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun
1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa umum, yang dimaksud
dengan arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.
 Adapun perjanjian arbitrase diartikan sebagai
suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase
yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis
yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
 Kesepakatan atau aturan main yang perlu
disepakati dalam arbitrase tersebut adalah
menyangkut pilihan hukum (choice of law),
pilihan forum (choice of jurisdiction) dan
pilihan domisili (choice of domicile).
 Namun, sekalipun telah ada kesepakatan di depan atas
cara-cara penyelesaian sengketa tersebut, dalam
implementasinya tidaklah mudah.
 Komplikasi yang muncul terutama dari pihak yang
tidak menerima hasil arbitrase antara lain adalah
menyangkut kompetensi para pihak, kompetensi
pengadilan, prosedur (proceedings) beracara, materi
yang dipersengketakan, sampai kepada daya eksekusi
dari putusan arbitrase tersebut.
 Hukum Kontrak Internasional, sebagai bagian dari hukum
perdata Internasional, pada dasarnya adalah hukum kontrak
nasional, dimana ada unsur asingnya.
 Setiap negara memiliki kedaulatan hukum tersendiri, dan
tidak ada satu sistem hukum dimana seluruh negara
menundukkan diri terhadapnya.
 Dengan demikian, sistem hukum nasional, termasuk
pengaturan dan kedaulatan pemerintah suatu negara dalam
mengartikan kepentingan publik, tidak boleh diabaikan
dalam membuat suatu kontrak yang berdimensi
Internasional.
 Pendapat Sudargo Gautama yang memandang
kontrak internasional sebagai bagian dari
sistem kontrak nasional telah diakui sebagai
doktrin.
 Dalam kontrak kontrak berdimensi internasional,
penentuan pilihan hukum (choice of law) adalah
sangat penting untuk menghindarkan terjadinya
conflict of law, mengingat para pihak yang
terlibat, tempat transaksi dan sistem hukum yang
terkait berbeda-beda dan bahkan mungkin
bertentangan atau berkebalikan antar satu
jurisdiksi hukum dengan jurisdiksi hukum
lainnya.
Ruang lingkup arbitrase
 Pengakuan sistem peradilan di Indonesia akan
arbitrase telah berlangsung sejak jaman
kolonial.
 Keberadaan arbitrase sebagai salah satu

alternatif dalam penyelesaian sengketa


keperdataan telah mendapat pengakuan formal
yuridis dalam sistem hukum Indonesia.
 Konvensi New York 1958 yaitu konvensi
pengakuan atas pelaksanaan putusan arbitrase
luar negeri yang telah diterima/ diaksesi oleh
Indonesia melalui Keputusan Presiden no. 34
tahun 1981 dan merupakan pengakuan resmi
arbitrase internasional dalam sistem tata
hukum nasional di Indonesia.
Mengapa Arbitrase Dipilih?
 Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara
sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak
ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau
arbitrase sementara (ad hoc).
 Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin
populer. Dewasa ini arbitrase semakin banyak
digunakan dalam menyelesaikan sengketa-
sengketa dagang nasional maupun internasional.
Alasan utama mengapa badan arbitrase ini semakin
banyak dimanfaatkan

1) kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang


pertama dan terpenting adalah penyelesaiannya yang relatif
lebih cepat daripada proses berperkara melalui pengadilan.
Dalam arbitrase tidak dikenal upaya banding, kasasi atau
peninjauan kembali seperti yang kita kenal dalam sistem
peradilan kita. Putusan arbitrase sifatnya final dan mengikat.
Kecepatan penyelesaian ini sangat dibutuhkan oleh dunia
usaha.
2) Keuntungan lainnya dari penyelesaian sengketa melalui
arbitrase ini adalah sifat kerahasiaannya. Baik kerahasiaan
mengenai persidangannya maupun kerahasiaan putusan
arbitrasenya.
3) Dalam penyelesaian melalui arbitrase, para pihak memiliki
kebebasan untuk memilih ‘hakimnya’ (arbiter) yang menurut
mereka netral dan akhli atau spesialis mengenai pokok
sengketa yang mereka hadapi. Pemilihan arbiter sepenuhnya
berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbiter yang
dipilih adalah mereka yang tidak saja ahli tetapi juga ia tidak
selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-
bidang lainnya. Ia bisa insinyur, pimpinan perusahaan
(manajer), ahli asuransi, ahli perbankan, dll.
5) Keuntungan lainnya dari badan arbitrase ini adalah
dimungkinkannya para arbiter untuk menerapkan
sengketanya berdasarkan kelayakan dan kepatutan (apabila
memang para pihak menghendakinya).
6) Dalam hal arbitrase internasional, putusan arbitrasenya
relatif lebih dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan
apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui misalnya
pengadilan. Hal ini dapat terwujud antara lain karena dalam
lingkup arbitrase internasional ada perjanjian khusus
mengenai hal ini, yaitu Konvensi New York 1958 mengenai
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Perjanjian Arbitrase
 Dalam praktik, biasanya penyerahan sengketa ke suatu
badan peradilan tertentu, termasuk arbitrase, termuat dalam
klausul penyelesaian sengketa dalam suatu kontrak.
 Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan
dengan pembuatan suatu submission clause, yaitu
penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir.
 Alternatif lainnya, atau melalui pembuatan suatu klausul
arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir
(klausul arbitrase atau arbitration clause).
 Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa
klausul arbitrase melahirkan jurisdiksi
arbitrase. Artinya, klausul tersebut memberi
kewenangan kepada arbitrator untuk
menyelesaikan sengketa.
 Apabila pengadilan menerima suatu sengketa

yang di dalam kontraknya terdapat klausul


arbitrase, maka pengadilan harus menolak
untuk menangani sengketa.
Lembaga-lembaga Arbitrase
 Peran arbitrase difasilitasi oleh adanya lembaga-lembaga
arbitrase internasional terkemuka. Badan-badan tersebut
misalnya adalah the London Court of International Arbitration
(LCIA), the Court of Arbitration of the International Chamber
of Commerce (ICC) dan the Arbitration Institute of the
Stockholm Chamber of Commerce (SCC).
 Di samping kelembagaan, pengaturan arbitrase sekarang ini
ditunjang pula oleh adanya sutau aturan berabitrase yang
menjadi acuan bagi banyak negara di dunia, yaitu Model Law
on International Commercial Arbitration yang dibuat oleh the
United Nations Commission on International Trade Law
(UNCITRAL).
Pengadilan (Nasional dan Internasional)

 Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan


sengketa selain cara-cara tersebut di atas adalah
melalui pengadilan nasional atau internasional.
Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-
cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
 Penyelesaian sengketa dagang melalui badan peradilan
biasanya hanya dimungkinkan manakala para pihak
sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausul
penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang para
pihak.
 Kemungkinan kedua, para pihak dapat menyerahkan
sengketanya kepada badan pengadilan internasional.
Salah satu badan peradilan yang menangani sengketa
dagang ini misalnya saja adalah WTO. Namun perlu
ditekankan di sini, WTO hanya menangani sengketa
antar negara anggota WTO. Umumnya pun
sengketanya lahir karena adanya suatu pihak
(pengusaha atau negara) yang dirugikan karena
adanya kebijakan perdagangan negara lain anggota
WTO yang merugikannya.
 Makna arbitrase yang menjadi pilihan para pihak
dalam kontrak adalah :
 Arbitrase adalah suatu mekanisme penyelesaian
sengketa yang dipilih oleh para pihak.
 Arbitrase adalah pranata swasta (private tools) atau
ekstra-judisial atau mekanisme penyelaian di luar
pengadilan
 Eksistensi arbitrase adalah pada prinsip
kemandirian yang dimilikinya
 Sumber atau dasar hukum jurisdiksi dan ruang
lingkupnya adalah ditentukan dan dibatasi oleh
kehendak para pihak sendiri, dalam arti para
pihak yang bersengketa dapat menentukan
sendiri aturan hukum yang akan diberlakukan,
dengan prosedur atau hukum acara apa,
maupun dapat menyepakati lain dengan cara
bagaimana arbitrase dijalankan.
Pembatasan terhadap efektivitas arbitrase

 Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase


dimaksudkan para pihak untuk mendapatkan
penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan
efektif. Kesepakatan para pihak tersebut
diharapkan tidak akan diingkari – sesuai dengan
asas pacta sunt servanda – mana kala ada
sengketa, untuk menyelesaikannya melalui jalur
arbitrase.
 Namun demikian, pihak yang dikalahkan dalam
arbitrase, sering kali men-challenge keputusan
arbitrase, baik atas dasar bahwa arbitrase tidak
memiliki kewenangan dalam memutuskan materi yang
menjadi objek sengketa, atau para arbiter bertindak
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, cover
both side atau impartialitas. Lebih jauh lagi, sering
keputusan murni bisnis dalam arbitrase, dikaitkan
dengan penekanan atau campur tangan politis negara
kuat tertentu yang menekan salah satu pihak yang
berperkara.
Celah hukum internasional
 Perumusan atau konstruksi hukum pada konvensi New York
1958 mengandung beberapa kontroversi, ambiguitas dan
contradictio in terminis dalam klausula-klausulanya.
 Di satu pihak, konvensi tersebut menegaskan bahwa arbitrasi
sebagai extra judicial untuk penyelesaian perkara memiliki
kompetensi absolut, namun di sisi lain juga membuka ruang
kepada para negara anggota untuk mengesampingkan
keputusan arbitrase manakala hal tersebut dianggap
bertentangan dengan kepentingan umum, dan memperjanjikan
hal-hal yang tidak boleh diperjanjikan menurut hukum negara
tertentu (causa tidak halal)

Anda mungkin juga menyukai