Anda di halaman 1dari 50

Tara Kairupan

Wanda Rumamby
Sthefanie
Gaghana Liny
Poluakan
Definis
i Pembesaran pada
kelenjar tiroid (2x dari
normal atau lebih)
 Fungsi kelenjar dapat normal/eutiroid, hipertiroid,
atau hipotiroid  toksik, nontoksik
 Pembesaran bervariasi  tanpa gejala, gejala
pendesakan
Definis
iderajat:
Dibagi ke dalam
Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
 Derajat tidak terlihat atau teraba tidak besar
0a : dari normal
 Derajat jelas teraba lebih besar dari normal,
0b : tetapi
Derajat I tidak terlihat bila kepala ditegakkan
: teraba pada pemeriksaan,
Derajat II terlihat hanya kalau kepala
ditegakkan
Derajat III : mudah terlihat pada posisi
kepala
normal
Embriolog
i  dua tonjolan dinding depan tengah
• Tonjolan pertama
farings
• Tonjolan kedua
 pharyngeal pouch
 foramen ceacum
 MINGGU ke-4
 MINGGU ke-7  tonjolan dari foramen caecum akan
menuju pharyngeal pouch melalui  ductus
thyroglossus.
 BULAN ke-3 (akhir)  ductus thyroglossus akan
menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid
terletak di depan vertebra cervicalis 5,
6, dan 7.
Kelainan klinis  persisten duktus
tyroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual,
desensus terlalu jauh (tiroid substernal)
Branchial pouch IV  sel-sel parafolikular
atau tiroid janin secara fungsional mulai
 MINGGU ke-12  Kelenjar
mandiri pada masa kehidupan intrauterin. sel C
Anatom
 terletak dibagian bawah leher,
i antara fascia koli media dan
fascia prevertebralis
 Melekat dan melingkari
trakea 2/3 - 3/4 lingkaran.
 Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada
permukaan belakang kelenjar tiroid.
 Tiroid terdiri atas dua lobus, dihubungkan oleh
isthmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3.
 Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada
fascia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan terangkatnya
Anatom
 Arteri :
i A.A. thyroidea
1.
2.
thyroidea superior (arteri utama).
inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima,
cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.
 Vena :
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
 Limfatik:
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli
pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V.
jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli
mediastinum superior.
Anatom
i  Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus)
 Persarafan

cervicalis media dan inferior


 Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea
recurrens (cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu
operasi, akibatnya pita suara terganggu
(stridor/serak).
Histolog
 Berat kelenjar tiroid (dewasa)  kira-kira 20 gram.
i Mikroskopis  banyak folikel yang berbentuk
bundar dengan diameter 50-500 µm.
 Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal
dengan puncak menghadap ke dalam lumen,
sedangkan basisnya menghadap ke arah membran
basalis.
 Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah
untuk membentuk lobulus yang mendapat
vaskularisasi dari end artery.
 Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar
terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin
(BM 650.000).
Fisiolog
i tiroid utama yaitu Tiroksin (T4).
 Kelenjar tiroid menghasilkan hormon

 Bentuk aktif  Triodotironin (T3),


 sebagian besar dari konversi hormon T4 di perifer,
 sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid.
 Iodida inorganik (dari GIT)  oksidasi  organik  menjadi
bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
monoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT)  T3 atau
T4
 disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid.
 Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi,
 sisanya tetap didalam kelenjar  iodinasi untuk didaur ulang.
 Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin
(thyroid- binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat
tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).
Fisiolog
i  Waktu paruh T4 di plasma
 Metabolisme T3 dan T4:
: 6 hari
 Waktu paruh T3 di plasma : 24-30 jam
 Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi
lewat proses monodeiodonasi menjadi T3.
 Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan
perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung
dan hipofisis.
 Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed
T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang
digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.
Fisiolog
i  TRH (Thyrotrophin releasing
 Pengaturan faal tiroid:

hormone)
 TSH (thyroid stimulating
hormone)
 Umpan Balik sekresi
hormon
(negative feedback).
 Pengaturan di tingkat
kelenjar
tiroid sendiri.
Fisiolog
 Efek metabolisme Hormon Tiroid:
i 1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein
4. Metabolisme karbohidrat
5. Metabolisme lipid
6. Vitamin A
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat
menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi
besi dan hipotiroidisme
Fisiolog
i
Klasifikasi Struma
Simple goiter (endemic / Diffuse hyperplastic goitre
sporadic ) Nodular goiter
Diffuse (Graves’ disease)
Toxic goiter Toxic multinodular goiter
Toxic solitary nodule
Benign
Neoplastic Maligna
Subacute (granulomatous) –
goiter de Quervain’s
Autoimmune (Hassimoto’s)
Riedel’s
Thyroiditis
Acute suppurative
Miscellaneus Chronia bacterial
infection (e.g. TB or
syphilis) Actinomycosis
Amyloidosis
Dyshormonogenesis
Klasifikasi
Struma
 Menurut American Society for Study of Goiter
membagi :
 Struma Non Toxic Nodusa
 Struma Non Toxic Diffusa
 Struma Toxic Nodusa
 Struma Toxic Diffusa

*Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari
segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid,
sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk
anatomi.
Struma Nodosa Non-
Toksik
 Definisi : Pembesaran dari kelenjar tiroid
yang berbentuk nodular tanpa gejala-gejala
hipertiroid.
 Epidemiologi :
 Endemik pada daerah yang kekurangan yodium
Wanita : Pria = 1,2 - 4,3 : 1
 Etiologi
 Kekurangan iodium
 Kelebihan yodium
 Goitrogen
 Dishormonogenesis
 Riwayat radiasi kepala dan leher
Struma Difusa Non-
 Definisi : Pembesaran dari kelenjar tiroid yang bersifat
difus tanpaToksik
gejala-gejala hipertiroid.
 Etiologi :
 Defisiensi Iodium
 Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
 Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff ) atau ingesti lithium,
dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
 Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi
hipofisis terhadap hormon tiroid, gonadotropin, dan/atau
tiroid- stimulating immunoglobulin
 Inborn errors metabolisme
 Terpapar radiasi
 Resistensi hormon tiroid
 Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
 Silent thyroiditis
 Agen-agen infeksi
 Keganasan Tiroid
Struma Nodosa
 Definisi : Pembesaran dari kelenjar tiroid yang bersifat
Toksik
nodular dengan gejala gangguan produksi hormon
tiroid (hipertiroid)
 Epidemiologi:
 Wanita > pria
 Usia > 40 tahun
 Etiologi
 Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level
T4
 Aktivasi reseptor TSH
 Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
 Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1
(ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor,
dan fibroblast growth factor.
Struma Difusa
 Definisi : Pembesaran dari kelenjar tiroid yang

tiroid (hipertiroid)
Toksik
bersifat difus dengan gejala gangguan produksi hormon

 Epidemiologi :
 Kanak-kanak : perempuan 3/100000,
laki-laki 0,5/100000
 Dewasa : wanita:pria = 2,7% : 0,23%
 Riwayat keluarga, insidens meningkat.
 Etiologi :
 Genetik + Lingkungan  genetik (HLA factors), wanita,
infeksi viral, operasi, konsumsi iodine, obat goitrogen.
 Berhubungan dengan TSH receptor stimulating antibodies.
Kurangnya sel T supresor menyebabkan produksi antibodi
yang tidak terkontrol  autoimun  dapat melewati
sawar plasenta dan menyebabkan hipertiroidisme fetal
dan neonatal.
Diagnosi
 Diagnosis  BENTUK dan FAAL
s BENTUK
 Bentuk kista : Struma kistik
 Mengenai 1 lobus
 Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
 Kadang Multilobaris
 Fluktuasi (+)
 Bentuk Noduler : Struma nodusa
 Batas Jelas
 Konsistensi kenyal sampai keras
 Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma
tiroidea
 Bentuk diffusa : Struma diffusa
 batas tidak jelas
 Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
 Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa
 Tampak pembuluh darah
 Berdenyut
 Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Diagnosi
s  Eutiroid
 FAAL

 Hipotiroid
 Hipertiroid
 Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
 Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
 Toksik : Hipertiroid
Anamnesi
 Non-toksik :
 Massa nodular s
(soliter atau multipel) atau difus,
biasanya mulai membesar pada usia muda dan
berangsur-angsur berkembang pada usia
dewasa kebanyakan tanpa gejala, ikut saat
menelan
 Keluhan pendesakan (gangguan bernapas)
 Rasa berat pada leher terutama saat menelan
 Toksik :
 Massa struma ditambah dengan gejala
hipertiroid
 Hipermetabolik dengan produksi panas dan
katabolisme protein – penurunan BB, heat intolerance,
berkeringat, muscle weakness, osteoporosis
Pemeriksaan
Fisik
 Status Lokalis :
 Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
 lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
 ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
 jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari
satu (multinodosa)
 konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
 nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan
palpasi
 mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap
trakea, muskulus sternokleidomastoidea
 pembesaran KGB di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Pemeriksaan
Fisik
 Status Generalis : (Hipertiroid)
Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Mata :
 Exopthalmus
 Stelwag Sign : Jarang berkedip
 Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut
bulbus okuli waktu melihat ke bawah
 Moebius Sign : Sukar konvergensi
 Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
 Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup
 Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin,
tremor halus
 Jantung : Takikardi
Eksoftalmus Von Graefe’s Sign Joffroy’s Sign

Stelwag’s Sign Dalrymple's sign Moebius’ Sign


Pemeriksaan
Derajat 0
Fisik
Dibagi ke dalam derajat:
: tidak teraba pada pemeriksaan
 Derajat tidak terlihat atau teraba tidak besar
0a : dari normal
 Derajat jelas teraba lebih besar dari normal,
0b : tetapi tidak terlihat bila kepala
Derajat I ditegakkan
: teraba pada pemeriksaan, terlihat
Derajat II
hanya kalau kepala ditegakkan
: mudah terlihat pada posisi
Derajat III
kepala normal
: terlihat pada jarak jauh
 Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik
perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang
memiliki karakteristik:
 Konsistensi keras, sukar digerakkan
 Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,
walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan
pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
 Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika
ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome)
merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.
 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel
jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40%
pada keganasan tiroid
 Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu
dicurgai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul
lama yang tiba-tiba membesar progresif.
 Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi
serak.
 Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul
(Berry’s sign).
Pemeriksaan
Penunjang
 Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
 Pemeriksaan antibodi terhadap antigen tiroid
 Pemeriksaan radiologis
 Rontgen
 USG
 Radioisotop
 Pemeriksaan histopatologis (FNAB)
 Pemeriksaan potong beku
Pemeriksaan Fungsi
Tiroid radioimmuno-assay (RIA) dan cara
 Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering
menggunakan
enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam
serum atau plasma darah.
 Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua
penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
 T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,
kadar N dewasa  1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7
ng/dL;
 TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat
6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
Pemeriksaan antibodi
terhadap antigen tiroid
 Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid
ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
 antibodi tiroglobulin
 antibodi mikrosomal
 antibodi antigen koloid 2 (CA2 antibodies)
 antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
 thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan
Radiologis
 Foto Rontgen leher
 memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran
struma retrosternal (umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga)
 untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan
intubasi anastesi
Pemeriksaan
 USG
Radiologis
 membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk
kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan
pasti ganas atau jinak.
 USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
 menentukan jumlah nodul
 membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
 mengukur volume dari nodul tiroid
 mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
 pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak
dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu
mengetahui adanya pembesaran tiroid.
 mengetahui lokasi dengan tepat untuk biopsi terarah
 sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan
 Radioisotop
Radiologis
 Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau
kurang dibandingkan sekitarnya.
 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari
pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas
yang berlebih.
 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan
sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian
tiroid yang lain.
Pemeriksaan
 FNAB
PA Akurasinya 80%  menentukan

terapi definitif tidak hanya
berdasarkan hasil FNAB saja
 Mempergunakan jarum suntik
no. 22-27
 Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya,
sehingga dapat mengecilkan nodul
 Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan
suatu
keganasan.
 Potong beku (VC/vries coupe)
 Pada operasi tiroidektomi untuk meyakinkan bahwa nodul
yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan.
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa
dirangkum:
 Sangat mencurigakan
 riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
 cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
 nodul padat atau keras
 sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
 paralisis pita suara
 metastasis jauh

 Kecurigaan sedang
 umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun, pria
 riwayat iradiasi pada leher dan kepala
 nodul >4cm atau sebagian kistik
 keluhan penekanan termasuk disfagia,disfonia, serak,
dispnu&batuk.
 Nodul jinak
 riwayat keluarga: nodul jinak
 struma difusa atau multinodosa, besarnya tetap
 FNAB: jinak
 kista simpleks
 nodul hangat atau panas
 mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Penatalaksanaa
n
 Perawatan akan tergantung pada penyebab struma.
Penyebab struma dapat karena:
 Defisiensi Yodium
suplementasi yodium
 Hashimoto Tiroiditis
diberikan suplemen hormon tiroid sebagai pil setiap
hari.
 Hipertiroidisme
 tergantung pada penyebab hipertiroidisme.
 Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi
produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara
menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
Penatalaksanaa
 Obat antitiroid
 Indikasi :n
 Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan
remisi yang menetap, pada pasien muda dengan
struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
 Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase
sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada
pasien yang mendapat yodium aktif.
 Persiapan tiroidektomi
 Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
 Pasien dengan krisis tiroid
 Obat antitiroid yang sering digunakan :
 Karbimazol, Metimazol, Propiltiourasil
Penatalaksanaa
n
 Yodium radioaktif
 Indikasi :
 Pasien umur 35 tahun atau lebih
 Hipertiroidisme yang kambuh
 Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat
antitiroid
 Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Penatalaksanaa
 Operasi
 Indikasi :
n
 Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak
berespons
terhadap obat antitiroid.
 Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan
obat antitiroid dosis besar
 Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat
menerima
yodium radioaktif
 Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
 Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau
lebih nodul
 Multinodular
 Kosmetik
Penatalaksanaa
n
 Untuk nodul tunggal tiroid
yang bukan oleh karena
keganasan dilakukan
tindakan isthmolobektomi,
sedangkan
multinoduler dilakukan tindakan subtotal
tiroidektomi atau near total tiroidektomi, tetapi para
ahli bedah endokrin menganjurkan total tiroidektomi.
 Menurut ahli bedah endokrin, terdapat 2 pilihan
operasi yang dianjurkan pada penderita
hipertiroid:
 Bilateral tiroidektomi atau near total tiroidektomi

Anda mungkin juga menyukai