Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

TETES MATA ATROPIN


KONSENTRASI RENDAH UNTUK
PERKEMBANGAN MYOPIA

Pembimbing : dr. Hadi Soesilo Sp.M


Oleh : Hafizh Yoanta Utama (20190420092)
TUJUAN: meninjau uji klinis terbaru untuk memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang penggunaan tetes mata
atropin pada perkembangan myopia.

METODE: Meninjau semua uji klinis acak tetes mata


ABSTRAK atropin untuk perkembangan myopia dalam literature.
.

HASIL: atropin 0,05% adalah konsentrasi optimal


untuk mencapai efikasi dan profil keamanan terbaik
 Myopia adalah kelainan okular yang paling umum, terutama di
Asia Timur. Diperkirakan sekitar 2,5 miliar orang akan mengalami
myopia pada tahun 2020, dan sekitar setengah dari populasi dunia
EPIDEMIOLOGI akan menjadi myopia, dengan 10% dari mereka menderita myopia
MYOPIA DI yang parah pada 2050.
ASIA  Di Cina, kejadian myopia (SE ≤-0,5 D) pada anak-anak usia sekolah
6 hingga 7 tahun adalah 39,5%.
TINJAUAN UJI COBA
KLINIS UNTUK
PERKEMBANGAN MYOPIA
 Uji coba pertama dari atropine 1% untuk control myopia. Total 96
anak-anak usia 6 sampai 14 tahun secara acak dibagi menjadi
kelompok untuk diberikan atropine 1%, cyclopentolate 1%, dan
placebo selama 1 tahun.
Yen dkk.  Mereka menemukan bahwa atropine 1% menunjukkan efikasi
terbaik untuk kontrol myopia dari 3 kelompok tersebut
1989  Namun, data panjang aksis/axial length (AL) belum tersedia, dan
oleh karena itu data efek atropine pada pemanjangan axial belum
diketahui secara jelas. Selain itu, seluruh anak-anak pada
kelompok atropine 1% mengeluhkan fotofobia.
 Uji coba pada 200 anak-anak usia 6 sampai 13 tahun, dengan
pemberian atropine 0,5%, 0,25%, 0,1%, dan tropicamide 0,5%
(sebagai kelompok kontrol).
 Setelah difollow-up selama 2 tahun, Seluruh kelompok yang
diberikan atropin lebih efektif jika dibandingkan dengan kelompok
Shih dkk. kontrol (P<0,01). Sebagai catatan, hanya 22% dari anak-anak yang
1999 diberikan atropine 0,5% yang mengeluhkan fotofobia.
 Namun, pada penelitian ini tidak ada data AL dan kelompok
kontrol placebo. Oleh karena itu, untuk mengetahui efikasi dari
atropine 0,5%, 0,25%, 0,1% perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
 Total 400 anak-anak berusia 6 hingga 12 tahun dengan myopia
(spherical equivalent -1.00 sampai -6.00 D) dibagi secara acak ke
dalam 2 kelompok. Pada kelompok terapi, anak-anak
mendapatkan atropine 1% .

Chua dkk.  Setelah 2 tahun, rata-rata perkembangan myopia secara


signifikan lebih rendah pada kelompok atropine 1% (-0.28 ± 0.92
2006 D/2 tahun), dibandingkan dengan kelompok kontrol (-1.20 ± 0.69
D/2 tahun).
(ATOM 1)  Rata-rata peningkatan AL pada penelitian ATOM 1 diukur
menggunakan ultrasonografi A-scan dan pada kelompok atropine
1% tetap tidak berubah (-0.02 ± 0.35 mm/2 tahun) dibandingkan
dengan pemanjangan secara signifikan dari AL pada kelompok
kontrol (0.38 ± 0.38 mm/ 2 tahun, P < 0.001).
 Penelitian ATOM 1 memnunjukkan dokumentasi secara detail
bahwa hanya 18% peserta yang mengeluhkan fotofobia.
 Efek samping okular utama pada pemberian atropine topical
ATOM 1 termasuk midriasis yang menyebabkan fototobia, hilangnya
akomodasi menyebabkan pandangan dekat kabur, dan respon
alergi local.
 Mengevaluasi atropin konsentrasi 0,5%, 0,1%, dan 0,01% pada
400 anak dengan myopia setidaknya -2,0 D dan dibagi secara acak
dalam rasio 2:2:1
 Setelah 2 tahun, perkembangan myopia adalah -0,30 ± 0,60 D,
-0,38 ± 0,60 D, dan -0,49 ± 0,63 D, , dan perpanjangan aksial
adalah 0,27 ± 0,25 mm, 0,28 ± 0,28 mm, dan 0,41 ± 0,32 mm secara
ATOM 2 beruturut-turut pada masing-masing kelompok atropin 0,5%,
0,1%, dan 0,01%.
 Efikasi atropin 0,01% dalam ATOM2 terutama didasarkan pada
tahun kedua dengan perkembangan SE yang secara signifikan
lebih baik daripada perpanjangan AL. Atropin 0,01% juga memiliki
efek samping minimal.
 Ukuran pupil meningkat sebesar 3,11 mm, 2,42 mm, dan 0,91 mm
masing-masing dalam kelompok atropin 0,5%, 0,1%, dan 0,01%.
 Amplitudo akomodasi adalah 3,6 D pada atropin 0,5%, 6,0 D pada
atropin 0,1%, dan 11,7 pada atropin 0,01%.
ATOM 2  Dengan menggunakan peningkatan ≥3 mm dalam ukuran pupil
photopic dan amplitudo akomodasi 5 D sebagai cut-off yang
menunjukkan adanya ketidaknyamanan yang signifikan bagi
sejumlah pengguna, maka data menunjukkan bahwa konsentrasi
atropin kurang dari 0,1% dapat diterima.
PENELITIAN LOW-
CONCENTRATION ATROPINE
FOR MYOPIA PROGRESSION
(LAMP)
 Penelitian LAMP meneliti 438 anak berusia 4 hingga 12 tahun
dengan myopia minimal 1,0 D secara acak dalam rasio 1:1:1:1
untuk menerima tetes mata atropin 0,05%, 0,025%, 0,01%, dan
plasebo harian.
LAMP  Atropin 0,05% adalah yang paling efektif untuk mengendalikan
perkembangan myopia dan perpanjangan aksial selama periode
penelitian.
Setelah 1 tahun, perubahan SE rata-rata adalah
-0,27 ± 0,61 D, -0,46 ± 0,45 D, -0,59 ± 0,61 D, dan
-0,81 ± 0,53 D, secara berturut-turut pada
atropin 0,05%, 0,025%, 0,01%, dan plasebo (P
<0,001)
Sementara itu, rata-rata perubahan AL setelah
1 tahun adalah 0,20 ± 0,25 mm, 0,29 ± 0,20
mm, 0,36 ± 0,29 mm, dan 0,41 ± 0,22 mm,
secara berturut-turut (P <0,001)
 Pada aspek profil efek samping, semua kelompok konsentrasi
atropin dalam penelitian kami (0,05%, 0,025%, dan 0,01%)
ditoleransi dengan baik.
 Pertama, penurunan amplitudo akomodasi pada semua
kelompok secara klinis kecil, dengan 1,98 D, 1,61 D, 0,26 D, dan
0,32 D pada kelompok atropin 0,05%, 0,025%, 0,01%, dan
kelompok plasebo, secara berturut-turut.
LAMP  Kedua, ukuran pupil meningkat sebesar 1,03 mm, 0,76 mm, 0,49
mm, dan 0,13 mm pada kelompok atropine 0,05%, 0,025%,
0,01%, dan kelompok plasebo, secara berturut-turut.
 Terakhir, gejala fotofobia dilaporkan serupa di antara semua
kelompok, yakni sebesar 7,8% pada atropin 0,05%, 6,6% pada
atropin 0,025%, dan 2,1% pada atropin 0,01% dalam penlitian
LAMP
 Hasil dari penelitian telah menunjukkan bahwa atropin
konsentrasi rendah berguna dalam memperlambat
perkembangan myopia dalam proporsi tertentu pada anak
myopia usia sekolah.
KESIMPULAN  Hasil studi LAMP memberikan bukti terbaru dari penggunaan
atropin konsentrasi rendah, khususnya, atropine 0,05%, karena
efikasinya yang lebih tinggi dan profil efek samping yang dapat
ditoleransi dengan baik.
1. Tina Wardhani Wisesa. Penggunaan Antihistamin Dalam Bidang
Dermatologi. In: Sri Linuwih et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 th
Edition. Indonesia: Badan Penerbit FKUI. 2012, pp: 411-416
2. Michael D. Tharp. Antihistamines. In: Wolff K et al. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 9th Edition. United States of America:
The McGraw-Hill Companies. 2019, pp: 3451-3462
3. Nikola Stojkovic et al. In: Histamine and Antihistamines. Faculty of
Medicine, University of Nis, Serbia. 2015. pp: 1-10
DAFTAR 4. Hans F. Merk. In: Standard Treatment: The Role of Antihistamines.
Departement of Dermatology and Allergology, University-Hospital,
PUSTAKA Aachen, Germany. 2001. pp: 1-4
5. Roisin Fitzsimons et al. In: Antihistamine use in children. Children’s
Allergy Service, London. 2014. pp: 1-10
6. Gavin Makin. In: The management of chronic urticaria in primary care for
adults and children. Greater Manchester Shared Services. 2017. pp: 1-4
7. Zbys Fedorowicz et al. In: Histamine H2-receptor antagonists for
urticaria. The Cochrane Collaboration. 2012. pp: 1-34
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai