Anda di halaman 1dari 51

Clinical Science Session:

PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS


Shadrina Fitri Ghazani
Radiah Baizura
Izhar Muhammad A
M Faikar Rasyif

Preseptor:
M. Erias Erlangga, dr., Sp.An

BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
2017
ANATOMI

• Terdiri dari saluran nafas atas (hidung, pharynx, larynx) dan


saluran nafas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus).
• Bagian konduksi udara – hidung, rongga hidung, pharynx, larynx,
trakea, bronkus primer, bronkiolus terminal.
• Bagian respirasi tempat pertukaran gas – respiratory bronchioles,
saluran alveolus dan alveoli.
• Fungsi sistem respirasi :
 Mensuplai tubuh dengan O2 dan mengeluarkan CO2
 Menyaring udara
 Berperan dalam pembentukan suara
 Memiliki reseptor penciuman
 Eksresi, mengeluarkan udara dan panas
Persyarafan saluran nafas atas
OBSTRUKSI JALAN NAFAS

• Obstruksi jalan nafas adalah sumbatan yang terjadi


pada saluran nafas sehingga proses pernapasan
terganggu.
• Etiologi : masuknya benda asing, diphteria, laryngitis,
epiglottitis, peritonsillar abcess, reaksi anafilaksis, luka
bakar, dan retropharyngeal abcess
con’t
• Klasifikasi
 Berdasarkan jenis sumbatan : total, parsial
 Berdasarkan lokasi : atas, bawah
• Tanda dan gejala
Sulit bernafas
Wheezing, snoring
Sianosis
Ekstremitas dingin
Tidak sadar
• Pemeriksaan penunjang ; X-ray, bronkoskopi,
spirometer
Penanganan Jalan Nafas

TANPA ALAT DENGAN ALAT

• Membuka jalan • Pipa orofaring atau


napas  Triple nasofaring
airway maneuver • Face mask
• Membersihkan jalan • Laryngeal Mask
napas Airway)
• Esophageal tracheal
combitube
• Intubasi dengan ETT
• Flexible fiberoptic
bronchoscope
• Trakeostomi
Penanganan Jalan Nafas
Tanpa Alat
Membuka Jalan Napas (triple airway manuever)

• Head-tilt, chin lift  tanpa cedera servikal


• Jaw thrust  trauma servikal
• Open mouth

Membersihkan Jalan Napas

– Finger sweep/cross finger


– Abdominal thrust/Heimlich maneuver
– Back blows  biasa dilakukan pada bayi
Head tilt - chin lift
CARA MELAKUKAN

a) Letakkan tangan pada dahi pasien/korban

b) Tekan dahi sedikit mengarah ke depan

dengan telapak tangan penolong.

c) Letakkan ujung jari tangan lainnya

dibawah bagian ujung tulang rahang

pasien/korban

d) Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi

pasien/korban secara bersamaan sampai

kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.


Head tilt - chin lift

• Obstruksi saluran nafas atas


• Pasien tidak sadar
• pernapasan bising

• Pada pasien dengan kecurigaan


cervical trauma injury

COMPLICATIO • Aspirasi
N
Jaw thrust

CARA MELAKUKAN
a) Letakkan kedua siku penolong sejajar
dengan posisi pasien/korban
b) Kedua tangan memegang sisi kepala
pasien/korban
c) Penolong memegang kedua sisi rahang
d) Kedua tangan penolong menggerakkan
rahang keposisi depan secara perlahan
e) Pertahankan posisi mulut
pasien/korban tetap terbuka
Jaw thrust

• Soft tissue upper airway obstruction


• Pada pasien dengan kecurigaan cervical
trauma injury

• Fractured jaw
• Dislocated jaw
• Pasien sadar

COMPLICATIO • Memar pada posterior mandibular


N
Finger sweep/cross finger

Back blow
Heimlich Manauver
Posisi berdiri/duduk
• Penolong berdiri dibelakang korban
• Lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong
• Kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan
pada perut korban (sedikit diatas pusar dan dibawah ujung
sternum)
• Pegang erat kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang
cepat ke atas
• Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas

Posisi terlentang/supine
• Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka
ke atas
• Penolong berlutut disisi paha korban
• Letakkan salah satu tangan pada perut korban digaris tengah
sedikit diatas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum,
tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama
• Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat
kearah atas
PENANGANAN JALAN NAFAS DENGAN ALAT
Oropharyngeal Airway (OPA)
• Dapat dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran tetapi
masih dapat bernapas spontan
• Cara memasukkan OPA
▫ Pilih ukuran OPA yang sesuai dengan pasien
▫ Buka mulut pasien dan bersihkan dari darah, muntahan, atau sekret
▫ Masukkan OPA dengan posisi menghadap langit langit (hard palate)
▫ Setelah mencapai langit-langit, OPA diputar 180 o sehingga bentuk
OPA sesuai dengan bentuk jalan napas
Oropharyngeal Airway (OPA)
• Pasien dengan risiko obstruksi jalan napas
karena penurunan tonus otot jalan napas
atas atau penutupan jalan napas oleh lidah

• Pasien sadar dengan refleks muntah yang


baik
• Obstruksi jalan napas karena benda asing

• Trauma faring dan gigi karena kesalahan


teknik
KOMPLIKASI • Tersedak dan muntah-muntah, yang
dapat menyebabkan muntah, spasme
laring, peningkatan tekanan intrakranial
Nasopharyngeal Airway (NPA)
• Pemasangan NPA dilakukan apabila ada
obstruksi pada jalan napas, seperti
clenched jaws sehingga pemasangan
OPA tidak dapat dilakukan.
• Dilakukan pada pasien sadar
• Dapat terjadi epistaksis  sebaiknya
tidak dilakukan pada pasien dengan
trombositopenia atau konsumsi
antikoagulan
• Perlu diperhatikan pada pasien dengan
fraktur basilar
• Sebelum NPA dimasukkan, sebaiknya
diberikan gel terlebih dahulu
Face mask
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi
pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem
pernafasan ke pasien dengan pemasangan face mask
yang rapat
Laryngeal Mask Airway (LMA)
• Biasanya digunakan bila pemasangan intubasi trakea
diperkirakan akan menemui kesulitan
• Bentuk LMA seperti pipa besar berlubang dengan ujung
yang menyerupai sendok
• Pemasangannya dapat dilakukan dengan/tanpa bantuan
laringoskop
Laryngeal Mask Airway (LMA)

Indikasi Kontraindikasi
• Ventilasi elektif • pasien dengan kelainan faring
▫ Sebagai alternatif dan (misalnya abses), sumbatan
biasanya dipilih pada faring,
operasi singkat • lambung yang penuh
• Jalan napas sulit (misalnya kehamilan, hernia
hiatal),
▫ Apabila terdapat
• komplians paru rendah
kesulitan dalam (misalnya penyakit restriksi
memasang ETT jalan nafas) yang memerlukan
• Pasien henti jantung tekanan inspirasi puncak
lebih besar dari 30 cm H2O.
Esophageal – Tracheal Combitube (ETC)

• terbuat dari gabungan 2 pipa, Pipa biru yang lebih panjang ujung
distalnya ditutup. Pipa yang transparant berukuran yang lebih
pendek punya ujung distal terbuka.
• Pipa yang bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk
dekompresi lambung. Jika masuk ke dalam trakhea, ventilasi
melalui pipa yang bening akan langsung gas ke trachea.
30

ENDO TRACHEAL TUBE (ETT)


• Sebagai jalan napas
• Untuk oksigenasi
• Untuk pemberian ventilasi
• Mencegah aspirasi
• Jalan pemberian obat (intra trakheal)
31

INDIKASI INTUBASI
•Apnea
•Obstruksi parsial dengan penanganan jalan napas yang tidak efektif : trauma
fasial, bengkak laring.
•Pasien yang membutuhkan penanganan jalan napas secara invasif untuk
oksigenasi atau gagal ventilasi : trauma dada, pneumonia, edema paru akut,
COPD
•Pasien dengan jalan napas efektif dengan prediksi obstruksi jalan napas,
aspirasi dan regurgitasi, dan gagal napas
•Potensi airway compromise : luka bakar; tumor laring, epiglotis; anafilaksis
•Cedera kepala : coma (GCS < 8)
•Penurunan kesadarn ( GCS 9-12) dengan agitasi
•Shock dengan acidosis
32

ETT

• Pemilihan ukuran ETT bergantung kepada


pertimbangan antara memaksimalkan flow dengan
ETT ukuran besar dan meminimalkan trauma
dengan menggunakan pipa ukuran kecil.
• Adanya cuff berguna untuk: mengurangi aspirasi,
dapat digunakan untuk ventilasi tekanan positif.
33

DESAIN
34

ALAT BANTU INTUBASI

• S : stetoskop, laringoskop
• T : tube dengan ukuran yang sesuai
• A : oropharingeral airway
• T : tape
• I : introducer  mandrain/stylet
• C : connector  Bag-valve-mask
• S : suction, syringe
35
36

Intubasi Orotrakheal
Menilai kesulitan :
• L  look externally  obesitas, leher
pendek/gemuk/berotot, mandibula menonjol, maksila atau
gigi condong ke depan, kelainan gigi, cedera
maksilofacial/mandibular
• E  evaluasi 3-3-2 rule  bukaan mulut 3 jari, antara
hyloid dan dagu 3 jari, notch tiroid dan mulut 2 jari
• M  mallampati  klasifikasi tampakan faring saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
• O  obstruksi  stridor, epiglotis, abses peritonsilar, abses
• N  neck mobility  TMJ terbatas, gerakan vertebra
servikalis terbatas.
• Kelas I  tampak pilar
faring, pallatum molle,
dan uvula seluruhnyta
• Kelas II  tampak
hanya bagian atas
pilar dan sebagian
besar uvula
• Kelas III  tampak
hanya pallatum molle
• Kelas IV  tampak
hanya pallatum durum
38

Intubasi orotrakheal
1. Kepala pasien diganjal dengan bantal setinggi 10 cm.
2. Laringoskop dipegang ditangan kiri, mulut dibuka dengan jari tangan kanan, lalu
blade dimasukkan pada sisi kanan orofaring, hindari tindakan yang akan merusak gigi.
3. Lidah didorong kekiri.
4. Ujung blade pada valeculla, lalu blade diangkat sebesar 45o
5. Mengidentifikasi pita suara
6. ETT dipegang dengan tangan kanan.
7. ETT dimasukan melewati pita suara sampai seluruh balon melewati pita suara dan pita
hitam ETT berada diujung pita suara.
8. Setelah masuk balon dikembangkan dengan syringe sampai tidak terdengar suara
kebocoran saat dilakukan ventilasi.
9. Periksa apakah ETT sudah masuk dengan melihat pengembangan dada, auskultasi vbs
kanan-kiri harus sama. Diperiksa pada 5 tempat, yaitu kedua apex paru, kedua sisi
aksilar, dan lambung)
10.Bila terjadi kegagalan intubasi, ulangi lagi setelah pasien dilakukan ventilasi dengan
face mask
39
40
41
42

Komplikasi
Saat dilakukan intubasi :
Malposisi : intubasi bronkus atau esofagus
Trauma jalan napas : trauma gigi; laserasi gusi, bibir, laring; trauma
tenggorokan, dislokasi mandibula
Refleks fisiologi : hipoksia, hipercarbia, hipertensi, takikardia, hipertensi
intrakranial, hipertensi intraokular, laringospasm.

Saat tuba pada tempatnya :


Malposisi : ekstubasi yang tidak disengaja, intubasi bronkial
Trauma jalan napas : inflamasi dan ulserasi jalan napas, ekskoriasi hidung

Setelah ekstubasi :
Trauma jalan napas: malfungsi laring; aspirasi; gangguan fonasi; edema
dan stenosis glottis-subglottis atau trakea.
Spasme laring
Edema paru tekanan negatif
43

NASOTRAKHEAL INTUBASI

• Pasien sebelumnya diberi tetes hidung dengan


phenylephrine 0,5-0,25%
• Intubasi nasotrakheal, pemasangan pipa nasogastrik
berbahaya pada pasien dengan trauma facial, basis
cranii karena ada resiko masuk ke intrakranial.
Suara nafas tambahan
• Suara nafas tambahan ini muncul karena adanya kelainan
pada paru-paru yang disebabkan oleh penyakit. Beberapa
contoh suara tambahan pada paru-paru menurut
Ramadhan,M,Z (2012), yaitu:

1. Crackles
Crackles adalah jenis suara yang bersifat discontinuous
(terputus-putus), pendek, dan kasar. Suara ini umumnya
terdengar pada proses inspirasi. Suara crackles ini juga sering
disebut dengan nama rales atau crepitation. Suara ini dapat
diklasifikasikan sebagai fine, yaitu memiliki pitch tinggi,
lembut, sangat singkat. Atau sebagai coarse, yaitu pitch
rendah, lebih keras, tidak terlalu singkat. Spectrum frekuensi
suara crackles antara 100-2000Hz (Sovijarvi, et al. 2000).
• Suara crackles dihasilkan akibat dua proses yang terjadi.
Proses pertama yaitu ketika terdapat saluran udara yang
sempit tiba-tiba terbuka hingga menimbulkan suara mirip
seperti suara “plop” yang terdengar saat bibir yang dibasahi
tiba-tiba dibuka. Apabila terjadi di daerah bronchioles maka
akan tercipta fine crackles. Proses kedua, ketika gelembung
udara keluar pada pulmonary edema. Kondisi yang
berhubungan dengan terjadinya crakle:
• Asma
• Bronchiectasis
• Chronic bronchitis
• ARDS
• Early CHF
• Consolidation
• Interstitial lung disease
• Pulmonary edema
2. Wheeze
• Suara ini dihasilkan oleh pergerakan udara turbulen melalui
lumen jalan nafas yang sempit. Wheeze merupakan jenis
suara yang bersifat kontiniu, memiliki pitch tinggi, lebih
sering terdengar pada proses ekspirasi. Suara ini terjadi saat
aliran udara melalui saluran udara yang menyempit karena
sekresi, benda asing ataupun luka yang menghalangi. Jika
Wheeze terjadi, terdapat perubahan setelah bernafas dalam
atau batuk. Wheeze yang terdengar akan menandakan peak
ekspirasi yang 50% lebih rendah dibandingkan dengan
pernafasan normal.
Terdapat dua macam suara Wheeze, yaitu:
1. Suara monophonic yaitu suara yang terjadi karena
adanya blok pada satu saluran nafas, biasanya sering
terjadi saat tumor menekan dinding bronchioles.

2. Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena


adanya halangan pada semua saluran nafas pada saat
proses ekspirasi.
Kondisi yang menyebakan wheezing :
• Asthma
• CHF
• Cronic bronchitis
• COPD
• Pulmonary edema
3. Ronchi
• Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat
kontiniu, pitch rendah, mirip seperti Wheeze.
Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau
sering disebut coarse ratling sound. Suara ini
menunjukkan halangan pada saluran udara yang
lebih besar oleh sekresi. Kondisi yang
berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu :
• Pneumonia
• Asthma
• Bronchitis
• Bronkospasme
4. Stridor
• Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar keras
pada trachea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea
atau pada larynx sehingga sangat dianjurkan pertolongan medis

5. Pleural rub
• Pleural rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau
menggeretak yang terjadi saat permukaan pleural membengkak
atau menjadi kasar dan bergesekan satu dan lainnya. Suaranya
dapat bersifat kontiniu atau diskontiniu. Biasanya terlokasi pada
suatu tempat di dinding dada dan terdengar selama fase inspirasi
atau ekspirasi. Beberapa kondisi yang menyebabkan pleural rub :
• Pleurisy
• Pneumonia
• Tuberculosis
• Pleural effusion
TERIMA KASIH
Referensi
• Morgan G.E MMS. Clinical Anesthesiology. 5 ed:
McGraw Hill; 2013. p. 1232-7
• Geddes D.M. Topics in Respiratory Disease:
Airways Obstruction

Anda mungkin juga menyukai