Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

“MANAJEMEN NYERI AKUT”

Disusun oleh: MOH. WAHID AGUNG (N 111 17 103)

Pembimbing Kliknik: Dr. Faridnan, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN


REANIMASI
RSUD UNDATA PALU
PENDAHULUAN
• Nyeri merupakan bagian dari pengalaman hidup sehari-hari.
Nyeri mempunyai sifat yang unik, karena di satu sisi nyeri
menimbulkan derita bagi yang bersangkutan, tetapi disisi lain
nyeri juga menunjukkan suatu manfaat. Nyeri bukan hanya
merupakan modalitas sensori tetapi juga merupakan suatu
pengalaman. Menurut The International Association for the
Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi
rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan
kerusakan jaringan tersebut.
KLASIFIKASI NYERI
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan
subkutan dan membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan
seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik
akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan
ikat
c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya
(pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi
nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri
alih parietal. Klasifikasi yang dikembangkan oleh IASP didasarkan pada lima
aksis yaitu:
Aksis I : regio atau lokasi anatomi nyeri
Aksis II : sistem organ primer di tubuh yang berhubungan dengan timbulnya
nyeri
Aksis III : karekteristik nyeri atau pola timbulnya nyeri (tunggal, reguler,
kontinyu)
Aksis IV : awitan terjadinya nyeri
Aksis V : etiologi nyeri
• Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi
farmakologi mengikuti ”WHO
• Three Step Analgesic Ladder” yaitu :1
• Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik non
opiat seperti NSAID atau COX2 specific inhibitors.
• Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh
nyeri. Maka diberikan obat-obat seperti pada tahap 1
ditambah opiat secara intermiten.
Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2
ditambah opiat yang lebih kuat. Penanganan nyeri
berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi
dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang
non steroid, pada transmisi impuls saraf dapat diberikan
obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan
kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan
pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau
parasetamol
• Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai
efek analgetika yang dapat digunakan untuk
menanggulangi nyeri akut.
1. Obat analgetika non narkotika.
2. Obat analgetika narkotik
3. Kelompok obat anestesia lokal.
Kontraindikasi AINS
• Riwayat tukak peptik
• Insufisiensi ginjal atau oliguria
• Hiperkalemia
• Transplantasi ginjal
• Antikoagulasi atau koagulopati lain
• Disfungsi hati berat
• Dehidrasi atau hipovolemia
• Terapi dengan furosemid
• Riwayat eksaserbasi asma dengan AINS
Keadaan Khusus
• Pasien > 65 tahun
• Penderita diabetes yang mungkin mengidap nefropati
dan/atau penyakit pembuluh darah ginjal
• Pasien dengan penyakit pembuluh darah generalisata
• Penyakit jantung, penyakit hepatobilier, bedah vaskular
mayor
• Pasien yang mendapat penghambat ACE, diuretik hemat-
kalium, penyekat beta, cyclosporin, atau metoreksat.
• Elektrolit dan kreatinin harus diukur teratur dan setiap
kemunduran fungsi ginjal atau gejala lambung adalah indikasi
untuk menghentikan AINS. Ibuprofen aman dan murah. Obat-
obat kerja lama (misal piroksikam) cenderung memiliki efek
samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari siklo-oksigenase
2 (COX-2) misal meloxicam mungkin lebih aman karena efeknya
minimal terhadap sistem COX gastrointestinal dan ginjal.
Pemberian AINS dalam jangka lama cenderung menimbulkan
efek samping daripada pemberian singkat pada periode
perioperatif. Antagonis H2 (misal ranitidin) yang diberikan
bersama AINS bisa melindungi lambung dari efek samping.
Analgesia Balans
Analgesia Balans merupakan suatu teknik pengelolaan
nyeri yang menggunakan pendekatan multimodal pada
proses nosisepsi, dimana proses transduksi ditekan dengan
AINS, proses transmisi dengan obat anestetik lokal, dan
proses modulasi dengan opiat. Pendekatan ini, memberikan
penderita obat analgetika dengan titik tangkap kerja yang
berbeda seperti obat obat analgetika non narkotika, obat
analgetika narkotika serta obat anesthesia lokal secara
kombinasi disebut Balans analgesia atau pendekatan
polifarmasi
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Nn. N
• Umur : 16 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Status pernikahan : Belum menikah
• Alamat : Dolo
• Tanggal Masuk : 30-6-2019
ANAMNESIS
• Keluhan Utama :
Nyeri Kepala
• Anamnesis Terpimpin :
Pasien perempuan umur 16 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS.
Pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien terjatuh dari dari sepeda
motor karena bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lainnya.
Pasien mengaku kepalanya terbentur di aspal dan sempat pingsan
kurang lebih selama 1-2 menit. Pasien tidak mengenakan helm pada saat
kejadian. Pasien juga mengaku pada saat malam hari pasien mengaku
merasa mual, riwayat penyakit hipertensi dan Diabetes Mellitus
disangkal. BAB dan BAK pasien lancar.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Sakit ringan
• Kesadaran : Composmentis
• Tekanan Darah : 140/90 mmhg
• Pernafasan : 20 x/menit
• Nadi : 108x/menit
• Suhu : 36,7C
• NRS :8
PRIMARY SURVEY
Airway
• Paten, gargling (-), snooring (-)
Breathing
• RR 20 kali/menit, Pergerakan dada simetris bilateral, VF (kanan = kiri), Rhonki
(-/-), Wheezing (-/-)
Circulation
• TD: 140/90 mmHg, N: 108 kali/menit, CRT < 2 detik, akral hangat pada
ekstremitas superior dan inferior
Disability
• GCS E4 V5 M6
Exposure
• Vulnus excoriatum regio zygomaticum dextra, subgalleal hematoma regio
temporoparietal sinistra
Pemeriksaan Hasil
Kepala Normocephali
Mata Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (+/+).
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Paru-paru  Inspeksi : pergerakan simetris bilateral,
retraksi (-/-)
 Palpasi : vocal fremitus sama bilateral, nyeri
teakan (-/-)
 Perkusi : sonor (+/+) kedua lapang paru
 Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Jantung  Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V
midclavicula sinistra
 Perkusi : pekak
Batas jantung atas SIC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC V midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternl
dextra
 Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler
Abdomen  Inspeksi :Tampak cembung kesan normal
 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Perkusi : Timpani diseluruh kuadran
abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium(-), nyeri
tekan (-), ginjal teraba -/-, hepar dan lien
tidak teraba.
Ekstremitas  Superior : akral hangat +/+, edema -/-
 Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
DIAGNOSIS
• Cedera Kepala Ringan

PENATALAKSANAAN
• IVFD Ringer Laktat 20 tpm
• Ranitidin 50 mg IV
• Ketorolac 30 mg IV
FOLLOW UP
Waktu TD N R S NRS
10.30 140/90 108 20 36,5 8
10.45 140/80 100 20 36,5 8
11.00 130/90 104 20 36,5 8
11.15 140/90 120 20 36,5 8
11.30 140/80 96 20 36,5 8
11.45 140/90 100 20 36,5 6
12.00 130/80 84 20 36,5 5
12.15 130/90 80 20 36,5 5
12.30 140/80 76 20 36,5 4
PEMBAHASAN
Pasien perempuan umur 16 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri kepala
yang dirasakan sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS. Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya pasien terjatuh dari dari sepeda motor karena
bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lainnya. Pasien mengaku
kepalanya terbentur di aspal dan sempat pingsan kurang lebih selama 1-2
menit. Pasien tidak mengenakan helm pada saat kejadian. Pasien juga
mengaku pada saat malam hari pasien mengaku merasa mual, riwayat
penyakit hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal. BAB dan BAK pasien
lancar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD: 140/90, N: 108 kali/menit, R:20
kali/menit, S:36,5, NRS: 8. Pada kepala didapatkan vulnus excoriatum pada
regio zygomaticum dextra, dan subgalleal hematoma regio temporoparietal
dextra.
Dari data yang didapatkan pasien didiagnosis dengan cedera kepala
ringan dan mendapatkan terapi infus ringer laktat, ranitidin, dan
ketorolac. Dimana ketorolac berfungsi sebagai analgesik, tergolong
dalam Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Menurut literatur, OAINS
digunakan untuk mengatasi nyeri derajat ringan, sesuai dengan step
ladder WHO. Penilaian derajat nyeri menggunakan Numeric Rating
Scale. Literatur mengatakan untuk derajat nyeri 1 sampai 3 menurut
NRS dapat digunakan OAINS untuk mengatasi nyeri, sedangkan 4
sampai 6 menggunakan OAINS dan dapat ditambahkan dengan
analgesik non opioid, sedangkan untuk 7 sampai dengan 10 dapat
digunakan obat analgesik opioid dalam tatalaksana nyeri.
Untuk kasus ini, ada satu faktor perancu. Yakni derajat nyeri
yang tidak tepat menurut pasien dimana pasien merupakan
perempuan sehingga derajat nyeri yang dikatakan tidak sesuai
dengan apa yang dialami, kecenderungan untuk bias karena
mungkin pasien tidak tahan dengan nyeri yang menurutnya
nyeri hebat walaupun sebenarnya nyeri pasien bersifat ringan
ataupun sedang. Hal ini juga dikuatkan dengan pada saat
pemberian ketorolac nyeri kepala pada pasien berkurang, ini
menunjukkan bahwa derajat nyeri pada pasien bersifat ringan
karena dengan OAINS memberikan respon yang baik terhadap
pasien
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai