Anda di halaman 1dari 38

Yuly Peristiowati,S.Kep Ns,M.

Kes
 Defisiensi Imun :
Defisiensi Imun muncul ketika satu atau
lebih komponen sistem Imun tidak aktif,
kemampuan sistem Imun untuk merespon
patogen berkurang pada baik golongan
muda dan golonga tua, respon imun
berkurang pada usia 50 tahun,
 Respon imun terlalu aktif menyebabkan
disfungsi imun yang disebut autoimunitas.
 Sistem imun gagal untuk memusnahkan
dengan tepat antara diri sendiri dan orang
lain yang menyerang dari bagian tubuh.
 Adalah respon imun yang merusak jaringan
tubuh sendiri. Mereka terbagi menjadi 4
kelas (tipe I-IV) yaitu:
 Reaksi anafilaksi
 Reaksi sitotoksik
 reaksi imun kompleks
 reaksi tipe lambat
 Pada dasarnya tubuh kita memiliki
imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik dan imunitas spesifik ialah sistem
imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang
memproduksi 5 macam imunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE)
 Sistem imunitas seluler yang dihantarkan
oleh sel limfosit T, yang bila mana
ketemu dengan antigen lalu mengadakan
diferensiasi dan menghasilkan zat
limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk
menghancurkan antigen tersebut.
 Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh,
maka tubuh akan mengadakan respon.
 Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini
merupakan hal yang menguntungkan,
sehingga yang terjadi ialah keadaan imun.
Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh
menjadi rusak, maka terjadilah reaksi
hipersensitivitas atau alergi.
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
 Di sini antigen atau alergen bebas akan
bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE
yang terikat pada sel mast atau sel basofil
dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan
ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Alergen

Menstimulasi sel B memproduksi AB (Ig E)

Berikatan dg basofil dan mastosit tersentisasi.

Pada serangan II tjd granulasi

Primer :Urtikaria,vasodilatasi,Pe permeabilitas vaskuler


Sekunder: pelepasan prostaglandin,sitokin dan enzim
 Histamine :Meningkatnya permiabilitas
pembuluh darah dan kontraksi otot polos
 Serotonin :Meningkatnya permiabilitas
pembuluh darah dan kontraksi otot polos
 ECF-A :Kemotaksis eosinofil
 NCF-A :Kemotaksis eosinofil
 Proteases :Sekresi mucus, degradasi jaringan
penghubung
 Leukotrienes :Meningkatnya permiabilitas
pembuluh darah dan kontraksi otot polos
 Prostaglandins :Vasodilatasi pembuluh darah,
aktivasi platelet, kontaksi otot polos
 Bradykinin :Meningkatnya permiabilitas
pembuluh darah dan kontraksi otot polos
 Cytokines :Aktivasi sel endothelium,
penarikan eosinofil
Mekanisme reaksi Hipersensitif Tipe I
 Defisiensi sel T : Penurunan jumlah sel T
diasosiasikan dengan peningkatan dari
jumlah serum IgE pada penyakit Eczema.
Juga ada perbedaan jumlah sel T pada bayi
yang disusui dengan ASI dan dengan susu
bubuk.
 Mediator feesback: Menurut penelitian,
inhibisi reseptor H2 oleh pelepasan
enzim lisosom dan aktivasi penahan sel
T oleh histamine akan meningkatkan
jumlah IgE
 Faktor lingkungan : Polutan seperti SO2,
NO, asap kendaraan dapat
meningkatkan permeabilitas mukosa
sehingga meningkatkan pemasukkan
antigen dan respos IgE
1. Anafilatoksis lokal ( alergi atopik )
 Terjadi karena adanya alergen yang
masuk ke tubuh dan gejalanya
tergantung dari tipe alergen yang
masuk, misalnya :
a. batuk, mata berair, bersin karena alergen
masuk ke saluran respirasi (alergi rhinitis)
yang mengindikasikan aksi dari sel mast.
Alergen biasanya berupa : pollen, bulu
binatangm debu, spora.
b. Terakumulasinya mucus di alveolus paru-paru
dan kontraksi oto polos kontraksi yang
mempersempit jalan udara ke paru-paru
sehingga
 menjadi sesak, seperti pada penderita asma.
Gejala ini dapat menjadi fatal bila
pengobatan tertunda terlalu lama
c. Kulit memerah atau pucat, gatal (urticaria)
karena alergi makanan. Makanan yang
biasanya membuat alergi adalah gandum,
kacang tanah, kacang kedelai, susu sapi,
telur, makanan laut
 Dampak ini disebabkan karena pemaparan alergen
yang menyebabkan respon dari sel mast yang banyak
dan cepat, sehingga mediator-mediator inflamasi
dilepaskan dalam jumlah yang banyak.
 Gejalanya berupa sulit bernafas karena kontraksi
otot polos yang menyebabkan tertutupnya bronkus
paru-paru, dilatasi arteriol sehingga tekanan darah
menurun dan meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah sehingga cairan tubuh keluar ke jaringan.
 Gejala ini dapat menyebabkan kematian dengan
hitungan menit karena tekanan darah turun drastis
dan pembuluh darah collapse (shock anafilatoksis).
Alergen dapat biasanya berupa penisilin, antisera,
dan racun serangga dari lebah
 Uji gores alergi yang positif
 Anafilaksis
 Alergi saluran napas
 Bisa serangga
1. Anafilatoksis lokal
a. Menghindari alergen dan makanan yang
dapat menyebabkan alergi
b. Bila alergen sulit dihindari (seperti pollen,
debu, spora, dll) dapat digunakan
antihistamin untuk menghambat pelepasan
histamine dari sel mastosit., seperti
Chromolyn sodium menghambat degranulasi
sel mast, kemungkinan dengan menghambat
influks Ca2+. Bila terjadi sesak nafas
pengobatan dapat berupa bronkoditalor
(leukotriene receptor blockers,seperti
Singulair, Accolate) yang dapat merelaksasi
otot bronkus dan ekspektoran yang dapat
mengeluarkan mucus
c. Injeksi alergen secara berulang dapar dosis
tertentu secara subkutan dengan harapan
pembentukan IgG meningkat sehingga mampu
mengeliminasi alergen sebelum alergen
berikatan dengan IgE pada sel mast. Proses ini
disebut desensitisasi atau hiposensitisasi.
 Hindari alergen penyebab reaksi alergi.
Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi
obat, kadang sebelum obat penyebab alergi
diberikan, terlebih dahulu diberikan
kortikosteroid, antihistamin atau epinefrin.
 Pengobatan harus dilakukan dengan cepat
dengan menyuntikan epinefrin
(meningkatkan tekanan darah) atau
antihistamin (memblok pelepasan histamine)
secara intravena.
Tes Kulit thd Alergen
 Di sini antigen terikat pada sel sasaran.
 Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM dengan
adanya komplemen akan diberikan dengan
antigen, sehingga dapat mengakibatkan
hancurnya sel tersebut.
 Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan
ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
 Hipersensitivitas tipe II muncul ketika
antibodi melilit pada antigen sel pasien,
menandai mereka untuk penghancuran. Hal
ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik,
dan ditengahi oleh antibodi IgE dan IgM.
 Anemia hemolitik imun
 Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan
komplemen membentuk kompleks imun.
 Keadaan ini menimbulkan
neurotrophichemotactic factor yang dapat
menyebabkan terjadinya peradangan atau
kerusakan lokal.
 Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah
kecil. Contoh rekasi ini : di kornea dapat
berupa keratitis herpes simpleks, keratitis
karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan
jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada
keratitis Herpes simpleks.
 Beberapa bentuk glomerulonefritis

 Lesi pada lupus eritematosus sistemik


 Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan
III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe
IV yang berperan adalah limfosit T atau
dikenal sebagai imunitas seluler.
 Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte)
bereaksi dengan antigen, dan
menyebabkan terlepasnya mediator
(limfokin) yang dijumpai pada reaksi
penolakan pasca keratoplasti, keraton-
jungtivitis flikten, keratitis Herpes
simpleks dan keratitis diskiformis
 Dermatitis kontak alergi

 Lesi/uji kulit tuberkulosis

 Anafilaksis
 Defisiensi Imun :
Defisiensi Imun muncul ketika satu atau lebih komponen
sistem Imun tidak aktif, kemampuan sistem Imun untuk
merespon patogen berkurang pada baik golongan muda
dan golonga tua, respon imun berkurang pada usia 50
tahun,
Respon juga dapat terjadi karena penggunaan Alkohol dan
narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang
buruk, namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling
umum yang menyebabkan difisiensi imun di negara
berkembang.
Diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan
gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi
fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan produksi sitokin,
Defisiensi nutrisi seperti zinc, Selenium, zat besi,
tembaga, vitamin A, C, E, B6 dan asam folik (vitamin B9)
juga mengurangi respon imun.
 Difisiensi imun juga dapat didapat dari
chronic granulomatus disease (penyakit yang
menyebabkan kemampuan fagosit untuk
menghancurkan fagosit berkurang),
contohnya: Aids dan beberapa tipe kanker.
 Dibawah keadaan sekitar yang normal,
banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan
peptid sendiri.
 Satu fungsi sel (terletak di thymus dan
sumsum tulang) adalah untuk
memunculkan limfosit muda dengan
antigen sendiri yang diproduksi pada
tubuh dan untuk membunuh sel tersebut
yang dianggap antigen sendiri, mencegah
autoimunitas
 Suatu reaksi alergi yang bersifat akut,
menyeluruh dan bisa menjadi berat.
 Anafilaksis terjadi pada seseorang yang
sebelumnya telah mengalami sensitisasi
akibat pemaparan terhadap suatu
alergen.
 Anafilaksis tidak terjadi pada kontak
pertama dengan alergen. Pada pemaparan
kedua atau pada pemaparan berikutnya,
terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini
terjadi secara tiba-tiba, berat dan
melibatkan seluruh tubuh.
 Gigitan/sengatan serangga

 Serum kuda (digunakan pada beberapa


jenis vaksin)

 Alergi makanan

 Alergi obat. Serbuk sari dan alergen


lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
 Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke
dalam aliran darah dan bereaksi dengan antibodi
IgE.
 Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan
histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam
reaksi peradangan kekebalan.
 Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin,
morfin, zat warna untuk rontgen), pada
pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi
anafilaktoid (reaksi yang menyerupai anafilaksis).
 Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik
atau reaksi racun dan bukan merupakan
mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi
pada anafilaksis sesungguhnya.
 Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan
melepaskan histamin dan zat lainnya.
 Penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi
mengi (bengek), gangguan pernafasan;
 gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut,
kram, muntah dan diare.
 Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang
akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan
perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan
(yang akan menyebabkan penurunan volume darah),
sehingga terjadi syok.
 Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-
paru dan menyebabkan edema pulmoner.
 Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema.
Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan
penyumbatan saluran pernafasan.
 Anafilaksis yang berlangsung lama bisa
menyebabkan aritimia jantung.
 Gejala-gejala yang bisa ditemui pada
suatu anafilaksis adalah: - kaligata - gatal
di seluruh tubuh - hidung tersumbat -
kesulitan dalam bernafas - batuk - kulit
kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku -
pusing, pingsan - kecemasan - berbicara
tidak jelas - denyut nadi yang cepat atau
lemah - jantung berdebar-debar
(palpitasi) - mual, muntah - diare - nyeri
atau kram perut - bengek - kulit
kemerahan
Pemeriksaan fisik menunjukkan:
 - kaligata di kulit dan angioedema
(pembengkakan mata atau wajah)
 - kulit kebiruan karena kekurangan
oksigen atau pucat karena syok.
 - denyut nadi cepat - tekanan darah
rendah.
 Pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop
akan terdengar bunyi mengi (bengek) dan
terdapat cairan di dalam paru-paru
(edema pulmoner).
 Resusitasi kardiopulmonal,
 intubasi endotrakeal (pemasangan selang melalui hidung
atau mulut ke saluran pernafasan) atau
trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea
untuk membantu pernafasan).
 Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup,
untuk membuka saluran pernafasan dan meningkatkan
tekanan darah. Untuk mengatasi syok,
 Cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong
fungsi jantung dan peredaran darah.
 Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan
kortikosteroid (misalnya prednison) diberikan untuk
meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan
penyelamatan dan pemberian epinephrine).

Anda mungkin juga menyukai