Anda di halaman 1dari 17

CLINICAL SCIENCE SESSION

Sindrom Croup
Disusun oleh:
Novanka Qory Yuanita 1915056
Billy Nicholas Manik 1915066
Clara Shinta HP 1915070
Nadya Larasati 1915071

Pembimbing : dr. Franky Saputra, Sp. A


BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2020
Definisi: Sindrom Croup

• Croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak,


batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau adanya
stress pernapasan. Istilah lain untuk croup adalah laringitis akut
yang menunjuk lokasi inflamasi, jika meluas sampai trakea
(laringotrakeitis), jika sampai bronkus (laringotrakeobronkitis).
Epidemiologi
• Terjadi pada anak berusia 6 bulan - 6 tahun, puncaknya  usia
1-2 tahun.
• Anak laki-laki > anak perempuan, dengan rasio 3:2.
• Pasien croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan
infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter. Sekitar 15%
pasien sindrom croup mempunyai keluarga dengan riwayat
penyakit yang sama.
Etiologi
• Virus  penyebab tersering sindrom croup (60%).
• Virus yang dapat menyebabkan sindrom croup:
• Human Parainfluenza virus type I (HPIV-1)
• HPIV 2.3, dan 4
• virus Influenza A dan B
• Adenovirus
• Respiratory Syncytial virus (RSV), dan virus campak.
• Sindrom croup juga dapat disebabkan oleh beberapa bakteri, seperti Corynebacterium
diphteriae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influaenza, dan
Moxarella catarrhalis.
Klasifikasi
• Viral croup: ditandai oleh gejala prodromal infeksi respiratori.
Gejala obstruksi saluran respiratori berlangsung selama 3-5hari.
• Spasmodic croup/spasmodic cough : terdapat faktor atopic,
tanpa gejala prodromal. Anak dapat tiba-tiba mengalami gejala
obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam
menjelang tidur. Serangan terjadi sebentar, kemudian normal
kembali.
• Berdasarkan derajat keparahan :
• Ringan :
• Batuk menggonggong kadang-kadang 
• Stridor saat istirahat (-)
• Retraksi suprasternal atau intercostal (-) atau ringan
• Sedang
• Batuk menggonggong sering 
• Stridor inspirasi (+) saat istirahat
• Retraksi suprasternal (+)
• Tidak ada gawat napas
• Berat
• Batuk menggonggong sering
• Stridor inspirasi (kadang ekspirasi) (+) saat istirahat 
• Retraksi suprasternal (+)
• Distress nafas
Patogenesis
Virus Parainfluenza 1 Menyerang mukosa Merangsang pusat
Pelepasan sitokin-sitokin
merupakan pathogen nasofaringeal, trakea, dan termoregulasi di
inflamasi
utama sindroma croup laring hipothalamus

Permeabilitas kapiler
Demam
meningkat

Mukosa nasal Trakea Laring

Mukosa nasal bengkak


dan inflamasi

Coryza Kongesti nasal


Patogenesis (cont,)
Virus Parainfluenza 1 Menyerang mukosa Merangsang pusat
Pelepasan sitokin-sitokin
merupakan pathogen nasofaringeal, trakea, dan termoregulasi di
inflamasi
utama sindroma croup laring hipothalamus

Permeabilitas kapiler
Demam
meningkat

Mukosa nasal Trakea Laring

Batuk
Penyempitan trakea  menggonggong
peningkatan aliran udara Terjadi turbulensi dan
dan penurunan tekanan Stridor
aliran udara
Terjadi mekanisme
Distress
kompensasi  ventilasi
Pernafasan
udara meningkat
Patogenesis (cont,)
Virus Parainfluenza 1 Menyerang mukosa Merangsang pusat
Pelepasan sitokin-sitokin
merupakan pathogen nasofaringeal, trakea, dan termoregulasi di
inflamasi
utama sindroma croup laring hipothalamus

Permeabilitas kapiler
Demam
meningkat

Mukosa nasal Trakea Laring

Suara menjadi parau Mengiritasi pita suara Laring menjadi bengkak


Pemeriksaan Penunjang
• Hematologi Rutin
• Foto Rontgen Leher Postero-anterior
• CT-Scan (bila perlu)
Penatalaksanaan
• Atasi obstruksi jalan napas.
• Pasien dirawat di rumah sakit bisa dijumpai salah satu dari gejala-
gejala berikut :
• Anak berusia kurang dari 6 bulan
• Terdengar stridor progresif
• Stridor terdengar ketika sedang beristirahat
• Terdapat gejala gawat napas
• Hipoksemia
• Gelisah
• Sianosis
• Gangguan kesadaran
• Demam tinggi
• Tidak ada respons terhadap terapi
• Terapi inhalasi
• Epinefrin  menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus
dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan
laju udara pernapasan.
• Racemic epinephrine (campuran 1 :1 isomer d dan 1 epinefrin) dengan
dosis 0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan
dalam 3 ml normal saline. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer
selama 20 menit.
• Kortikosteroid
• Deksametason
• dosis 0,15-0,6ml/KgBB peroral/IM/IV sebanyak 1 kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam.
• Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan, efek kostikosteroid sistemik terjadi
dalam 1 jam.
• Selain dexa, prednisone atau prednisolon dapat digunakan dengan dosis 1 -2mg/KgBB.
• Budesonid
• Lebih bermanfaat pada pasien dengan muntah dan gawat napas yang hebat.
• Larutan 2-4mg budesonid (2ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12
dan 48 jam pertama.
• Efek terapi terjadi dalam 30 menit.
• Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan.
• Intubasi endotrakeal
• Antibiotik  jika terdapat infeksi bakteri
Pencegahan
• Memberikan vaksin Haemophillus influenza (Hib), difteri, campak.
• Menghindari asap rokok yang dapat menyebabkan iritasi pada laring
Komplikasi
• Otitis media, dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi)
• Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang
perawatan dan pengobatannya tidak adekuat
• Penyebab kematian tersering dari croup  laryngeal obstruksi atau
komplikasi dari tracheotomy
Prognosis
• Sindrom croup  penyakit yang bersifat self-limited dengan
prognosis yang baik.
• Mayoritas pasien dapat dikelola dengan sukses sebagai pasien rawat
jalan, tanpa memerlukan perawatan di rawat inap.
• Tingkat rawat inap sangat bervariasi, berkisar antara 1,5-30% dan
rata-rata 2-5%.

Anda mungkin juga menyukai