Anda di halaman 1dari 18

FLATNESS LARGE SLAB

on GROUND on
EXPANSIVE SOIL
One Time Pouring & Without Dilatation-Construction Joint Size of 17
m x 35 m Slab on Ground
BASKETBALL COURT SCB-CLU 13 FEBRUARI 2020
Presented by Sunardi Jusuf

Commercial Department Head


PT. Ciputra Development Tbk,
CitraLand-Surabaya
ABSTRAK
Slab on Ground adalah struktur yang sering digunakan dan
dijumpai. Pada dasarnya ada 2 macam type plat sebagai media
pemikul beban merata atau terpusat yaitu Slab on Ground dan
Suspended Slab.

Slab on Ground adalah plat yang bersifat struktural serta stabil


di mana keberadaannya adalah menumpu/duduk secara “penuh”
dan langsung di atas tanah sedangkan Suspended Slab adalah
plat yang bersifat structural serta stabil di mana keberadaanya
adalah “melayang” di mana tumpuan/penopangnya tidak merata
secara penuh (bisa berupa garis/line atau terpusat).

Faktor utama dari Slab on Ground adalah pengendalian


kekuatan tanah dasar sebagai lapisan pendukung serta terhadap
retak platic shrinkage/retak susut yang dapat mengurangi
durability dari Slab on Gound selama masa layannya. Presentasi
ini mencoba membahas hal-hal yang perlu diperhatikan-
dikoordinasikan-diterapkan dengan baik dan dapat diringkas
menjadi 8 hal kriteria/manajemen sehingga didapatkannya
struktur Slab on Ground yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pembahasan pada kesempatan ini akan dibahas case Slab on
Ground yang berada di atas tanah Expansive.
2
PROFILE LOCATION
PROFILE PROJECT

3
SITE PLAN

4
DATA-DATA PROYEK
• NAMA PROYEK                      : SEKOLAH CITRA BERKAT.
• LOKASI PROYEK                   : KAWASAN BUKIT PALMA-CITRALAND UTARA SURABAYA.
• PEMILIK                                  : YAYASAN CIPUTRA PENDIDIKAN.
• MANAJEMEN KONSTRUKSI : IN-HOUSE CIPUTRA.

• BANGUNAN TERDIRI DARI 4 DAN 3 LANTAI DENGAN 4 LANTAI DI SISI KIRI DAN BELAKANG DAN 3
LANTAI DI SISI KANAN SERTA SISI DEPAN ADALAH FASADE.
• PONDASI DENGAN MINI-PILE 25 x 25 CM² DENGAN DAYA DUKUNG IJIN 50 TON DAN ULTIMATE 100
TON DAN STRAUSS Ø 30 CM.
• PONDASI TELAH DILAKUKAN KONFIRMASI DENGAN PIT DAN PDA TEST DENGAN HASIL MEMENUHI
SYARAT YANG DITENTUKAN.

• CONSTRUCTION FLOOR AREA     : ± 7000 M².


• LUAS LAHAN                                   : ± 2800 M².
• LUAS PERIMETER                          : ± 2005 M².
• LUAS LAPANGAN                            : ± 666 M².
5
PRESPECTIVE
FRONT VIEW REAR VIEW

LEFT VIEW REAR-LEFT


VIEW

6
PRESPECTIVE

BIRD EYE VIEW

INTERIOR

7
DENAH LAPANGAN

8
WORK METHOD

9
A. Drainase
• Jenis tanah expansive sehingga tidak ada muka air tanah
• Air permukaan/air hujan harus tersalurkan dengan baik ke riol
pembuangan/saluran yang ada
• Untuk drainase air hujan dari atap yang turun ke bawah maka
semua tampungan bak kontrol yang berada di dalam bangunan
dibuat dari beton dengan diberi waterstop flange pipe pada
sambungan antara pipa dengan bak kontrol beton. Selain itu
dilapisi waterproofing pada sisi dalam bak control beton
tersebut dan dilakukan tes rendam untuk meyakini tidak ada
kebocoran
• Semua sambungan pipa di bawah tanah juga harus diyakini
terpasang dengan baik sehingga tidak ada potensial kebocoran.
• Konsep dasar penanganan tanah expansive adalah “selama
water content yang ada TIDAK mengalami perubahan” maka
sesungguhnya tanah expansive 100% TIDAK akan Waterstop flange pipe
menimbulkan masalah (Perubahan kadar air akan
menyebabkan PERUBAHAN VOLUME)
10
B. Sub-Base Course (Lapisan
Pondasi Bawah)

“Tanah Dasar” adalah tanah expansive sehingga


perlu dilakukan perbaikan tanah dan dipilih dengan
cara MEKANIS (pemadatan)
 Tanah expansive diganti dan diurug dengan material
pengganti yang lebih baik yaitu sirtu dengan tebal 50 cm
serta CBR minimal 40.
 Akhirnya didapat lapisan tanah urukan/pengganti sebagai
lapisan pondasi bawah yang menjadi dasar yang baik dan
padat

11
C. Base Course (Lapisan
Pondasi)

Konsep Slab on Ground adalah “ Plat


yang duduk langsung di atas tanah”
 Oleh karena itu kontribusi kekuatan sesungguhnya adalah
mutu dari tanah dasarnya
 Untuk meratakan beban ke lapisan tanah dasar dan
didapat kekuatan pada lapisan permukaan dari tanah
dasar maka ditambahkan material sebagai
pendukung/lapisan pondasi yaitu “Base Course Type A”
setebal 10 cm dengan CBR Minimal 40

12
D. Surface (Concrete of Slab on
Ground)
• Concrete grade is minimal fc’ 25 Mpa with Fly Ash type F
max.20% (normal concrete).
• Concrete slab thickness is 12 cm.
• Slump Concrete is 12 ± 2 cm  13-14 cm at delivery time on
site (depend position of Batching Plan. If it necessary, slump
concrete can be added “Supperplasticizer type PCE” concrete
admixture to avoid slump loss due to delivery time and
weather so that workability/early slump can be maintained).
• W/C ratio sekitar 0.45 – 0.5 diambil untuk case ini 0.45.
• Aggregate yang dipakai normal dengan ukuran maks. 25 mm.

13
E. Reinforcement
 Penulangan yang dipakai adalah wiremesh lapis tunggal
M8-150.
 Mengingat bahwa retak plastik shrinkage/retak susut
berada di permukaan beton maka dibutuhkan tulangan
susut di sisi tersebut (sedekat mungkin dengan
permukaan dan dalam hal ini di sisi atas).
 Beton decking adalah 1,5 cm dan dikarenakan tulangan
tersebut ada kemungkinan “terangkat” akibat desakan
beton ke atas pada saat proses penuangan maka
ditempatkan lebih dalam sekitar 1 cm sehingga menjadi
2,5 cm.
 Agar fungsi dari tulangan susut tersebut efektif, maka
elevasi tersebut harus terjaga selama proses pengecoran.
 Oleh karena itu ditambahkan tulangan dan modul
“Korset” (lihat shop drawing) sebagai dudukan /
penyangga agar wiremesh tetap terjaga elevasinya hingga
selesai pengecoran

14
F. Work Method
 Dikarenakan system pengecoran adalah sekali cor selesai dan tidak
ada dilatasi/concstruction joint, maka harus dihindari terjadinya
setting-time antar zoning pengecoran pada saat pengecoran masih
berlangsung di zoning yang bersangkutan
 Oleh karena itu, setting time beton harus diatur dan dicek dengan
metode simulasi pengecoran
 Point penting dari simulasi pengecoran :
- No delay of delivery truck mixer on site
- Queuing time truck mixer shouldn’t too long. It
caused concrete in mixer truck will be setting already

15
G. Finishing
 Agar didapat finishing yang “Flatness dan Levelness” sesuai target
maka perlu alat bantu selain alat survey yaitu dilakukan
pemasangan “Relat” yaitu suatu alur pedoman yang menunjukkan
“elevasi” top finish yang diinginkan dan sekaligus agar tebal plat
beton konsisten / seragam
 Pada saat beton hampir mencapai “Initial Set” nya maka dilakukan
penghalusan permukaan beton dengan menggunakan alat bantu
“Mesin Trowel”

16
H. Pemeliharaan (Curing)
 Menimbang luasan pengecoran relatif besar serta tidak adanya dilatasi
maka perlu dilakukan tindak curing selama proses kimiawi/pengerasan
beton berlangsung sehingga dapat meminimalkan terjadinya retak
plastik/shrinkage yang bisa disebabkan karena evaporasi dari air semen
yang berlebihan akibat aliran udara bebas. Dengan demikian air yang
dibutuhkan untuk menjaga kelembapan beton relatif tetap tercukup
selama timbulnya panas hidrasi semen.
 Curing dilakukan dengan jalan penyiraman 2x sehari (pagi dan sore)
selama sekurang-kurangnya 28 hari secara kontinu. Hal ini dilakukan
sama seperti curing benda uji beton.
 Dimulainya curing setelah setting time (final set) dari beton tercapai dan
mulai masuk fase hardening. Untuk beton normal sekitar 6-8 jam dari
awal percampuran/pembuatan beton.

17
THANK
YOU!
Sunardi Jusuf
No. Anggota HAKI: 2009196/Biasa

Phone

0896-1100-9592 (wa)
081-6542-7366 (hp)
Email
sunardi.jusuf@ciputra.com

Anda mungkin juga menyukai