a. Kelainan panggul
b. Kepala berbentuk bulat
c. Anak kecil/mati
d. Kerusakan dasar panggul
• Penanganan
a. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan
b. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak yang lahir di dapati caput daerah VVB
• Komplikasi
a. Ibu : Robekan jalan lahir yang lebih luas
b. Anak: Karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas anak agak tinggi
• Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan sama dengan POPP, perbedaannya : pada presentasi puncak kepala tidak terjadi
fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada dibawah simpisis adalah glabella
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Posisi ini biasanya akan berubah menjadi letak muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar paksi dalam, dahi memutar
kedepan depan dan berada di bawah arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir
melewati perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah dagu
• Etiologi :
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Multiparitas
d. Kelainan janin
e. Kematian janin intra uterin
• Diagnosis :
a. Pemeriksaan luar seperti pada presentasi muka , tapi bagian belakang kepala tidak
seberapa menonjol.
b. DJJ terdengar dibagian dada, disebelah yang sama dengan bagian-bagian kecil janin.
c. Pada persalinan : kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila pada
persalinan sebelumnya normal
d. Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu teraba UUB dan ujung lain teraba
pangkal hidung dan lingkaran orbita., mulut dan dagu tidak teraba.
• Penanganan:
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat lahir
spontan pervaginam, jadi lakukan SC (janin hidup). Janin mati pembukaan belum
SC, pembukaan lengkap Kraniotomi.lengkap
• Komplikasi:
a. Ibu :Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur uteri
b. Anak: Mortalitas janin tinggi
• Mekanisme Persalinan:
Kepala masuk melalui PAPdengan sirkumferensia maksilo-parietalis dan dengan
sutura frontalis melintang / miring.Setelah terjadi moulage dan ukuran terbesar
kepala telah melalui PAP ,dagu memutar ke depan. Setelah dagu didepan dengan
fosa kanina sebagai hipomoklion terjadi fleksi sehingga UUB,dan belakang kepala
melewati perineum.Kemudian terjadi dfleksi sehingga mulut dan dagu lahir dibawah
simpisis. Yang ,menghalangi presentasi dahi untuk menjadi presentasi muka ,
biasanya terjadi karena moulage dan kaput sucsedaneum yang besar padadahi waktu
kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi.
c. Presentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin. Yang teraba muka bayi =
mulut, hidung, dan pipi Primer bila terjadi sejak kehamilan, sekunder bila terjadi pada proses
persalinan.
• Diagnosis :
a. Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba punggung.
b. bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di sebelah yang berlawanan dengan letak
dada.
c. Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin dan DJJ lebih jelas.
d. Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
•Etiologi
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Kematian intrauterine
d. Multiparitas
e. Perut gantung
f. Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
g. Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi muka dagu anterior dan
postorior.
h. Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi
i. Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max
• Penanganan
Dagu anterior
a. Bila pembukaan lengkap
Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
Bila kemajuan persalinan lambat lakukan disitoksin drip
Bila kurang lancar, lakukan forseps
b. Bila pembukaan belum lengkap
Tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin drip. Lakukan evaluasi
persalinan sama dengan persalinan verteks
Dagu Posterior
Bila pembukaan lengkap maka SC
Bila pembukaan maka lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi, dan kemajuan
persalinan, jika macet maka SC
Jika janin mati maka Kraniotomi
• Mekanisme Persalinan
Kepala turun melalui PAPdengan sirkum ferensiatrakelo-parietalis dan dengan dagu melintang /
miring.Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi PPD, sehingga dagu memutar kedepan dan
berada di bawah arkus pubis.Dengan daerah submentum sebagai hipomoklion kepala lahir dengan
gerakan fleksi sehingga dahi, UUB, belakang kepala melewati perineum.
Setelah kepala lahir terjadi PPL dan badan janin lahir seperti pada presentasi kepala.kalau dagu bedara
dibelakang pada waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang jarak yang lebih jauh supaya
dapat berada di depan. Kadang dagu tidak memutar ke depan dan tetap berada di belakang.Keadaan
ini disebut posisi mento posterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan, kecuali bila janin mati
atau kecil.Hal ini karena kepala sudah berada dalam fleksi maksimal dan tidak mungkin menambah
defleksinya lagi, sehingga kepala dan bahu terjepit dalam pangguldan persalinan tidak akan maju.
d. Presentasi Occipito Posterior
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP
dengan sutura sagitalis melintang/miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di
kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/kanan
belakang. Dalam keadaan flexi bagian kepala yang pertama mencapai dasar
panggul adalah Occiput. Occiput akan memutar kedepan karena dasar panggul dan
muculus levator aninya mementuk ruangan yang lebih sesuai dengan occiput.
•Keadaan VVK dibelakang dianggap :
Diameter antero posterior panggul lebih panjang dari
diameter transversa Ex : panggul antiopoid
Segmen depan Menyempit Ex : panggul android
1. His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak
normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan
jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu
dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his
normal.
•Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri primer
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama dan terjadi pada
kala I fase laten.
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif.
His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi
pada pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa
ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan
otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan baik waktu persalinan.
•Penanganan :
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan
keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan
dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes
permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian
oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah
pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari
berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian
oksitosin drips.
Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan
seksio sesarea.
Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak
ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai
dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau
forsep, atau seksio sesarea.
2. His Hipertonik
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang
terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang
biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang
terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
•Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.
Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin
dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir,
khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi
perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
•Penanganan :
a)Berikan obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu
dekat 4-6 jam
b)Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
c)Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat.
Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action) Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada
koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi
kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan
yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.
3. His Yang Tidak Terkordinasi
a. Vulva
1. Atresia vulva
Atresia vulva (tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada
yang diperoleh misalnya karena radang atau trauma. Atresia
yang sempurna menyebabkan kemandulan dan yang
menyebabkan distosia hanya atresia yang inkomplit.
2. Edema vulva
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre- eklamsi
akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi atau
malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada
persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan terlampau lama
(terus menerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit
pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat
menimbulakn kerusakan luas pada jalan lahir. Kelainan ini umumnya jarang
merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.
3. Stenosis vulva
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang, yang
menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut dapat menimbulkan
kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi dengan melakukan episiotomi yang
cukup luas agar persalinan berjalan lancar. Penanganannya dengan melakukan
sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala janin
4. Tumor vulva
Dapat berupa abses bartholini atau kista atau suatu kondilomata, tetapi apabila
tidak terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan.
b. Vagina
1. Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kogenital jarang terjadi. Lebih sering ditemukan septum vagina yang
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kiri dan bagian kanan.
Septum lengkap adalah septum yang terbentang dalam seluruh vagina dari serviks sampai
introitus vagina. Septum yang lengkap sangat jarang mengalami distosia, karena separuh vagina
yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar baik untuk coitus maupun untuk
lahirnya janin. Akan tetapi septum yang tidak lengkap kadang- kadang menghambat turunnya
kepala janin pada persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu. Stenosis dapat terjadi karena
parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan
dan merupakan halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan seksio sesaria.
2. Kista vagina
Kista vagina berasal dari duktus Gartner atau duktus Muller, biasanya berukuran kecil dan dapat menjadi besar
sehingga bukan saja mengganggu coitus namun bisa juga menyulitkan persalinan. Letaknya lateral dalam
vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah orificium uretra eksternum. Isi kista adalah cairan jernih
dan dindingnya ada yang sangat tipis ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan waktu coitus
dan persalinan, karena jarang sekali kista ini demikian besarnya sehingga menghambat turunnya kepala dan
perlu di punksi, atau pecah akibat tekanan kepala. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tapi bila besar
dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.(Ilmu kebidanan, 2005)
Penanganan dalam kehamilan muda adalah di ekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan. Dalam persalinan yaitu
jika kista berukuran kecil maka tidak akan menghalangi turunya kepala dan tidak mengganggu persalinan.
Setelah 3 bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi tumor. Bila besar dan menghalangi turunnya kepala,
untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi cairan tumor. (Sinopsis Obstetri Jilid 1,1998)
3. Tumor vagina
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Berupa kista gardner yang kalau besar dapat menghalangi jalannya persalinan.
Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap
mengandung terlalu banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu
dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau harus
diselesaikan dengan seksio cesarea.
4. Kista kelenjar bartholin
Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini sering dijumpai
pada primigravida tua, atau karena adanya parut-parut bekas luka atau bekas luka
infeksi atau pada karsinoma serviksis
Kejang atau kaku serviks dibagi 2 :
a. Primer disebabkan karena takut atau pada primi gravida tua
b. Sekunder disebabkan karena bekas luka-luka tau infeksi yang sembuh dan
meninggalkan luka parut
•Diagnosis :
Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bila terdapat his yang
baik dan normal pada kala I disetai pembukaan, dan setelah dilakukan beberapa kali
pemeriksaan dalam waktu tertentu. Juga pada pemeriksaan terasa serviks tegang dan
kaku.
•Penanganan:
Bila setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan petidin tidak merubah
kekauan, tindakan kita melakukan seksio sesaria
2. Serviks gantung (hanging cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar, sedangkan ostium uteri
internum tidak mau membuka. Serviks akan tergantung seperti corong. Bila dalam observasi
keadaan tetap dan tidak ada kemajuan berkembang pembukaan ostium eksternum, maka
pertolongan yang tepat adalah dengan seksio sesaria.
3. Serviks konglumer (conglumeratio cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka sampai lengkap, sedangkan
ostium uteri eksternum tidak mau terbuka.
Keadaan ini sering dijumpai pada ibu hamil dengan prolaps uteri disertai servik dan porposi yang
panjang (elongation services at portionis). Dalam hal ini servik menjadi tipis, namun ostium uteri
eksternum tidak membuka atau hanya terbuka 5 cm.
•Penanganan :
Tergantung pada keadaan turunnya kepala janin:
d) Pada saat persalinan,bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai dengan standar asuhan kebidanan:
Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His, DJJ, PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan
pada ibu dan janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.
a. Bayi besar
Bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat neonatus pada
umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan
lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000 - 5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan
memegang peranan penting. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan
diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu
hamil yang makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan .
b. Kembar siam
Kembar siam adalah keadaan anak kembar dimana tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan kasus
kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa bertahan hidup
berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 – 72 jam, 4 – 8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih.
Pada pembelahan pertama, akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua selaput ketuban, dan dikorionik atau
rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya
satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya
tidak. Akibatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta
masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan satu selaput
ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya
waktu pembelahannya kelamaan, sehingga sel telur keburu berdempet. Jadi kembar
siam biasanya terjadi pada monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari.
Dari keempat pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah pembelahan
pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna. Namun, keempat
pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang mempengaruhi waktu
pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak sempurna sehingga mengakibatkan
dempet, biasanya dikaitkan dengan infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.
•Ada beberapa jenis kembar siam:
Thoracopagus kedua tubuh bersatu di bagian dada (thorax). Jantung selalu terlibat
dalam kasus ini. Ketika jantung hanya satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa
operasi adalah rendah. (35-40% dari seluruh kasus)
Omphalopagus: kedua tubuh bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-
masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini
hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain. (34%
dari seluruh kasus)
c. Anencephalus