Anda di halaman 1dari 63

KONSEP DASAR KELAINAN PRESENTASI, POSISI

DAN KONSEP DASAR DISTOSIA


O
L
E
H
TIFA MUTIYAH
194210414
2B
 Konsep Dasar Kelainan Presentasi Dan Posisi
Persalinan dengan beberapa penyulit dapat mengancam jiwa ibu, sehingga
diperlukan pengetahuan yang luas serta keahlian bidan dalam mengatasi resiko
tinggi. Pada bab ini akan dibahas pokok bahasan tentang Distosia Kelainan
Presentasi dan Posisi (Mal Posisi), Distosia karena Kelainan His, Distosia karena
Kelainan Alat Kandungan, serta Distosia karena Kelainan Janin.
Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex kepala janin (dengan
ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Malpresentasi adalah
semua presentasi lain dari janin selain presentasi vertex. Janin dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama/partus macet.
a. Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam keadaan flexi dalam
keadaan tertentu flexi tidak terjadi, sehingga kepala deflexi. Presentasi puncak kepala disebut
juga preesentasi sinput terjadi bila derajat deflexinya ringan, sehingga ubun-ubun besar
merupakan bagian terendah. Pada presentasi puncak kepala lingkar kepala yang melalui jalan
lahir adalah sikumfrensia fronto oxipito dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis
adalah glabella.
• Etiologi :

a. Kelainan panggul
b. Kepala berbentuk bulat
c. Anak kecil/mati
d. Kerusakan dasar panggul
• Penanganan
a. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan

b. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak yang lahir di dapati caput daerah VVB
• Komplikasi
a. Ibu : Robekan jalan lahir yang lebih luas
b. Anak: Karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas anak agak tinggi
• Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan sama dengan POPP, perbedaannya : pada presentasi puncak kepala tidak terjadi
fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada dibawah simpisis adalah glabella
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Posisi ini biasanya akan berubah menjadi letak muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar paksi dalam, dahi memutar
kedepan depan dan berada di bawah arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir
melewati perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah dagu
• Etiologi :
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Multiparitas
d. Kelainan janin
e. Kematian janin intra uterin
• Diagnosis :
a. Pemeriksaan luar seperti pada presentasi muka , tapi bagian belakang kepala tidak
seberapa menonjol.

b. DJJ terdengar dibagian dada, disebelah yang sama dengan bagian-bagian kecil janin.
c. Pada persalinan : kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila pada
persalinan sebelumnya normal
d. Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu teraba UUB dan ujung lain teraba
pangkal hidung dan lingkaran orbita., mulut dan dagu tidak teraba.
• Penanganan:
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat lahir
spontan pervaginam, jadi lakukan SC (janin hidup). Janin mati pembukaan belum
SC, pembukaan lengkap Kraniotomi.lengkap
• Komplikasi:
a. Ibu :Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur uteri
b. Anak: Mortalitas janin tinggi
• Mekanisme Persalinan:
Kepala masuk melalui PAPdengan sirkumferensia maksilo-parietalis dan dengan
sutura frontalis melintang / miring.Setelah terjadi moulage dan ukuran terbesar
kepala telah melalui PAP ,dagu memutar ke depan. Setelah dagu didepan dengan
fosa kanina sebagai hipomoklion terjadi fleksi sehingga UUB,dan belakang kepala
melewati perineum.Kemudian terjadi dfleksi sehingga mulut dan dagu lahir dibawah
simpisis. Yang ,menghalangi presentasi dahi untuk menjadi presentasi muka ,
biasanya terjadi karena moulage dan kaput sucsedaneum yang besar padadahi waktu
kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi.
c. Presentasi Muka

Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin. Yang teraba muka bayi =
mulut, hidung, dan pipi Primer bila terjadi sejak kehamilan, sekunder bila terjadi pada proses
persalinan.

• Diagnosis :
a. Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba punggung.
b. bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di sebelah yang berlawanan dengan letak
dada.

c. Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin dan DJJ lebih jelas.
d. Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
•Etiologi
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Kematian intrauterine
d. Multiparitas
e. Perut gantung
f. Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
g. Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi muka dagu anterior dan
postorior.
h. Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi
i. Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max
• Penanganan
Dagu anterior
a. Bila pembukaan lengkap
Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
Bila kemajuan persalinan lambat lakukan disitoksin drip
Bila kurang lancar, lakukan forseps
b. Bila pembukaan belum lengkap
Tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin drip. Lakukan evaluasi
persalinan sama dengan persalinan verteks
Dagu Posterior
 Bila pembukaan lengkap maka SC

 Bila pembukaan maka lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi, dan kemajuan
persalinan, jika macet maka SC
 Jika janin mati maka Kraniotomi
• Mekanisme Persalinan
Kepala turun melalui PAPdengan sirkum ferensiatrakelo-parietalis dan dengan dagu melintang /
miring.Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi PPD, sehingga dagu memutar kedepan dan
berada di bawah arkus pubis.Dengan daerah submentum sebagai hipomoklion kepala lahir dengan
gerakan fleksi sehingga dahi, UUB, belakang kepala melewati perineum.

Setelah kepala lahir terjadi PPL dan badan janin lahir seperti pada presentasi kepala.kalau dagu bedara
dibelakang pada waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang jarak yang lebih jauh supaya
dapat berada di depan. Kadang dagu tidak memutar ke depan dan tetap berada di belakang.Keadaan
ini disebut posisi mento posterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan, kecuali bila janin mati
atau kecil.Hal ini karena kepala sudah berada dalam fleksi maksimal dan tidak mungkin menambah
defleksinya lagi, sehingga kepala dan bahu terjepit dalam pangguldan persalinan tidak akan maju.
d. Presentasi Occipito Posterior

Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP
dengan sutura sagitalis melintang/miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di
kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/kanan
belakang. Dalam keadaan flexi bagian kepala yang pertama mencapai dasar
panggul adalah Occiput. Occiput akan memutar kedepan karena dasar panggul dan
muculus levator aninya mementuk ruangan yang lebih sesuai dengan occiput.
•Keadaan VVK dibelakang dianggap :
Diameter antero posterior panggul lebih panjang dari
diameter transversa Ex : panggul antiopoid
Segmen depan Menyempit Ex : panggul android

Otot-otot dasar panggul yang lembek pada multi para

Kepala janin yang kecil dan bulat


•Penanganan
Lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir sontan pervaginam
Tindakan baru dilakukan jika kalla II terlalu lama/ada tanda-tanda bahaya terhadap janin
Pada persalinan dapat terjadi robekan perenium yang teratur atau extensi dari episiotomi
Periksa ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban
Bila pesisi kepala > 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka SC
Bila pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, beri oksitosin drip
Bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, ulangi apakah ada obstruksi.
Bila tidak ada tanda obstruksi oksitosin drip
Bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5 atau (0) maka E.V atau forseps
Bila ada tanda obstruksi/gawat janin maka SC
 Konsep Dasar Distosia
a. Distosia Kelainan Tenaga / His
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam
kekuatan / sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan
lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet (Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, 1993).
•Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan diperlukan
his normal yang mempunyai sifat:
1. Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.
2. Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim

3. Kekuatannya seperti memeras isi rahim


4. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga
terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.
•Jenis-jenis kelainan his menurut Prof. dr. Sarwono
Prawirohardjo (1993) :

1. His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak
normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan
jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu
dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his
normal.
•Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri primer
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama dan terjadi pada
kala I fase laten.

b. Inersia uteri sekunder

Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif.
His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi
pada pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa
ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan
otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan baik waktu persalinan.
•Penanganan :
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan
keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan
dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
 Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes
permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian
oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
 Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah
pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari
berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian
oksitosin drips.
 Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan
seksio sesarea.
 Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak
ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai
dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau
forsep, atau seksio sesarea.
2. His Hipertonik
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang
terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang
biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang
terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
•Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
 Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
 Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
 Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.
Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin
dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir,
khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi
perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
•Penanganan :
a)Berikan obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu
dekat 4-6 jam
b)Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
c)Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat.
Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action) Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada
koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi
kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan
yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.
3. His Yang Tidak Terkordinasi

Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat


Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot meningkat diluar his
dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan.
•Penanganan :
a)Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan
obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika)
seperti morfin, petidin dan valium.

b)Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut,


selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan
evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.
• Etiologi :
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) penyebab inersia uteri yaitu :
 Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
 Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida.
 Faktor herediter
 Faktor emosi dan ketakutan
 Salah pimpinan persalinan
 Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada
disproporsi sefalopelvik
 Kelainan uterus, seperti uterus bikornis unikolis
 Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
 Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion
 Kehamilan postmatur
 Distosia Kelainan Alat Kandungan

a. Vulva

1. Atresia vulva
Atresia vulva (tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada
yang diperoleh misalnya karena radang atau trauma. Atresia
yang sempurna menyebabkan kemandulan dan yang
menyebabkan distosia hanya atresia yang inkomplit.
2. Edema vulva
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre- eklamsi
akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi atau
malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada
persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan terlampau lama
(terus menerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit
pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat
menimbulakn kerusakan luas pada jalan lahir. Kelainan ini umumnya jarang
merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.
3. Stenosis vulva
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang, yang
menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut dapat menimbulkan
kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi dengan melakukan episiotomi yang
cukup luas agar persalinan berjalan lancar. Penanganannya dengan melakukan
sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala janin
4. Tumor vulva

Dapat berupa abses bartholini atau kista atau suatu kondilomata, tetapi apabila
tidak terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan.
b. Vagina
1. Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kogenital jarang terjadi. Lebih sering ditemukan septum vagina yang
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kiri dan bagian kanan.
Septum lengkap adalah septum yang terbentang dalam seluruh vagina dari serviks sampai
introitus vagina. Septum yang lengkap sangat jarang mengalami distosia, karena separuh vagina
yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar baik untuk coitus maupun untuk
lahirnya janin. Akan tetapi septum yang tidak lengkap kadang- kadang menghambat turunnya
kepala janin pada persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu. Stenosis dapat terjadi karena
parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan
dan merupakan halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan seksio sesaria.
2. Kista vagina
Kista vagina berasal dari duktus Gartner atau duktus Muller, biasanya berukuran kecil dan dapat menjadi besar
sehingga bukan saja mengganggu coitus namun bisa juga menyulitkan persalinan. Letaknya lateral dalam
vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah orificium uretra eksternum. Isi kista adalah cairan jernih
dan dindingnya ada yang sangat tipis ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan waktu coitus
dan persalinan, karena jarang sekali kista ini demikian besarnya sehingga menghambat turunnya kepala dan
perlu di punksi, atau pecah akibat tekanan kepala. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tapi bila besar
dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.(Ilmu kebidanan, 2005)
Penanganan dalam kehamilan muda adalah di ekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan. Dalam persalinan yaitu
jika kista berukuran kecil maka tidak akan menghalangi turunya kepala dan tidak mengganggu persalinan.
Setelah 3 bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi tumor. Bila besar dan menghalangi turunnya kepala,
untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi cairan tumor. (Sinopsis Obstetri Jilid 1,1998)
3. Tumor vagina
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Berupa kista gardner yang kalau besar dapat menghalangi jalannya persalinan.
Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap
mengandung terlalu banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu
dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau harus
diselesaikan dengan seksio cesarea.
4. Kista kelenjar bartholin

Kista kelenjar bartholin merupakan bentuk radang menahun


kelenjar bartholin. Abses kelenjar bartholin diserap isinya,
sehingga tinggal kantung yang mengandung cairan yang disebut
kista bartholin. Pengobatan kista bartholin adalah dengan
mengangkat seluruh kista dan marsivialisasi. Operasi ini
memerlukan keahlian sehingga perlu dilakukan di rumah sakit.
•Penanganan :
 Melakukan anamnesa yang lengkap
 Melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan menyeluruh
 Pada saat kehamilan bidan melakukan ANC yang berkualitas untukmelakukan deteksi dini sehingga bila ditemukan adanya
kelainan pada vulva atau vagina, bidan bisa langsung merujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas memadai.
 Pada saat persalinan, bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai dengan standar asuhan kebidanan:
a) Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His, DJJ, PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan
pada ibu dan janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
b)Memenuhi kebutuhan hidrasi, nutrisi, dan eliminasi
c) Mengajarkan ibu teknik relaksasi
d)Memberitahukan ibu kapan ibu harus mengedan, yaitu saatpembukaan sudah lengkap dan bila terdapat his
e) Melakukan pengawasan persalinan dengan menggunakan partograf
 Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat kelainan
c. serviks

Distosia serviks adalah terhalangnya kemajuan


persalinan karena kelainan pada serviks uteri. Walaupun
his normal dan baik, kadang-kadang pembukaan serviks
macet karena ada kelainan yang menyebabkan serviks
tidak mau membuka.
•Ada 4 jenis kelainan pada serviks uteri, yaitu:
1. Serviks kaku (rigid cervix = cervical rigidity).

Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini sering dijumpai
pada primigravida tua, atau karena adanya parut-parut bekas luka atau bekas luka
infeksi atau pada karsinoma serviksis
 Kejang atau kaku serviks dibagi 2 :
a. Primer disebabkan karena takut atau pada primi gravida tua
b. Sekunder disebabkan karena bekas luka-luka tau infeksi yang sembuh dan
meninggalkan luka parut
•Diagnosis :
Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bila terdapat his yang
baik dan normal pada kala I disetai pembukaan, dan setelah dilakukan beberapa kali
pemeriksaan dalam waktu tertentu. Juga pada pemeriksaan terasa serviks tegang dan
kaku.
•Penanganan:
Bila setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan petidin tidak merubah
kekauan, tindakan kita melakukan seksio sesaria
2. Serviks gantung (hanging cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar, sedangkan ostium uteri
internum tidak mau membuka. Serviks akan tergantung seperti corong. Bila dalam observasi
keadaan tetap dan tidak ada kemajuan berkembang pembukaan ostium eksternum, maka
pertolongan yang tepat adalah dengan seksio sesaria.
3. Serviks konglumer (conglumeratio cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka sampai lengkap, sedangkan
ostium uteri eksternum tidak mau terbuka.
Keadaan ini sering dijumpai pada ibu hamil dengan prolaps uteri disertai servik dan porposi yang
panjang (elongation services at portionis). Dalam hal ini servik menjadi tipis, namun ostium uteri
eksternum tidak membuka atau hanya terbuka 5 cm.
•Penanganan :
Tergantung pada keadaan turunnya kepala janin:

a. Coba lebarkan pembukaan ostium uteri eksternum


secara digital atau memakai dilatator

b. Bila hal-hal diatas tidak berhasil atau tidak mungkin


sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
4. Edema serviks
Bila dijumpai edema yang hebat pada serviks dan disertai hematoma serta
nekrosis, maka ini merupakan tanda adanya obstruksi. Bila syarat-syarat untuk
ekstraksi vakum atau forsep tidak dipenuhi, lakukan seksio sesaria.
•Diagnosa distosia kelainan serviks :
 Dapat ditemukan melalui inspeksi atau sewaktu pemeriksaan bimanual
 His baik tetapi pembukaan serviks tidak bertambah.
 Pemeriksaan dilakukan 2-3 kali antara1-2 jam.
•Penanganan :
a) Melakukan anamnesa yang lengkap
b) Melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan menyeluruh
c) Pada saat kehamilan bidan melakukan ANC yang berkualitas. Pada kasus ini,memang belum dapat dideteksi
secara dini.

d) Pada saat persalinan,bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai dengan standar asuhan kebidanan:
 Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His, DJJ, PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan
pada ibu dan janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

 Memenuhi kebutuhan hidrasi, nutrisi, dan eliminasi.

 Mengajarkan ibu teknik relaksasi

e) Melakukan pengawasan persalinan dengan menggunakan partograf


f) Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat kelainan.
 Distosia Kelainan Janin

a. Bayi besar
Bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat neonatus pada
umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan
lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000 - 5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan
memegang peranan penting. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan
diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu
hamil yang makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan .
b. Kembar siam

Kembar siam adalah keadaan anak kembar dimana tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan kasus
kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa bertahan hidup
berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan.

•Penyebab Kelahiran Kembar :


Banyak faktor diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain faktor genetik, obat
penyubur yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna, juga diduga
ikut memicu terjadinya bayi kembar. Alasannya, jika indung telur bisa memproduksi sel telur
dan diberi obat penyubur, maka sel telur yang matang pada saat bersamaan bisa banyak,
bahkan sampai lima dan enam.
•Proses :
Secara garis besar, kembar dibagi menjadi dua. Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar
yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot
berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Akibatnya, kedua sel telur itu
mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi
sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang akan berpengaruh pada kondisi bayi kelak.

Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 – 72 jam, 4 – 8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih.
Pada pembelahan pertama, akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua selaput ketuban, dan dikorionik atau
rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya
satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya
tidak. Akibatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta
masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan satu selaput
ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya
waktu pembelahannya kelamaan, sehingga sel telur keburu berdempet. Jadi kembar
siam biasanya terjadi pada monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari.

Dari keempat pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah pembelahan
pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna. Namun, keempat
pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang mempengaruhi waktu
pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak sempurna sehingga mengakibatkan
dempet, biasanya dikaitkan dengan infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.
•Ada beberapa jenis kembar siam:
 Thoracopagus kedua tubuh bersatu di bagian dada (thorax). Jantung selalu terlibat
dalam kasus ini. Ketika jantung hanya satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa
operasi adalah rendah. (35-40% dari seluruh kasus)
 Omphalopagus: kedua tubuh bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-
masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini
hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain. (34%
dari seluruh kasus)
c. Anencephalus

Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang


tengkorak dan otak tidak terbentuk.

Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup,


tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui. penelitian
menunjukkan kemungkinan anensefalus berhubungan dengan racun
di lingkungan juga kadar asam folat yang rendah dalam darah.
Anensefalus ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir. faktor resiko
terjadinya anensefalus adalah:
o riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
o kadar asam folat yang rendah.
o resiko terjadinya anensefalus bisa dikurangi dengan cara meningkatkan asupan asam folat
minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan bulan pertama.
Gejalanya berupa:
o ibu : polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
o bayi tidak memiliki tulang tengkorak, tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum),
kelainan pada gambaran wajah, kelainan jantung.
d. gawat janin
Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih
dari 180 per menit, air ketuban hijau kental.
•Penanganan :
 Pasien dibaringkan miring ke kiri
 Berikan oksigen
 Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).
•Diagnosis :
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang ab-normal. Diagnosis
lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan
karena partus lama, Infuse oksitosin, per¬darahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan
pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
• a. Denyut jantung janin abnormal
Kontak kelainan denyut jantung janin (DJJ), DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera
kembali normal setelah relaksasi,DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan
adanya gawat janin, DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu
demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin
yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.
b. Mekonium
Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai
ma¬turitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit
mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu
peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang
berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan
mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kom¬presi
abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini
terjadi pada awal persalinan.
e. Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah akumulasi abnormal cairan cerebrospinal di dalam otak.
Cairan ini sering meningkatkan tekanan sehingga dapat memeras dan merusak otak.
•Penyebab :
Hydrocephalus dapat berhubungan dengan beberapa sebab termasuk cacat sejak
lahir, pendarahan di otak, infeksi, meningitis, tumor, atau cedera kepala. Banyak
bentuk dari hydrocephalus adalah hasil dari terhambatnya cairan cerebrospinal di
ventrikel (di otak bagian tengah. Pada cacat sejak lahir, kerusakan fisik dari aliran
cairan ke ventrikel biasanya menyebabkan hydrocephalus. Hydrocephalus biasanya
mendampingi cacat sejak lahir yang disebut spina bifida (meningomyelocele).
•Gejala :
Tanda dan gejala hydrocephalus tergantung pada usia penderita.
 Bayi, tanda yan paling nyata dari hydrocephalus adalah besar kepala yang abnormal. Hal ini terjadi karena
tekanan luar yang terus menerus pada otak dan temperung kepala dari hydrocephalus sepanjang perkembangan
dan pertumbuhan kepala. (Itulah alasannya kepala bayi selalu diukur dengan hati-hati setiap periksa kedokter).
Gejala hydrocephalus pada bayi yaitu muntah, mengantuk, gelisah, tidak mampu melihat ke atas dan seizures.
 Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, tidak ada pembesaran dari hydrocephalus (karena tulang tengkorak
sudah padat dan tidak dapat membesar). Gejala yang terjadi termasuk sakit kepala, mual, muntah dan kadang-
kdang pandangan kabur. Bisa menimbulkan masalah pada keseimbangan dan koordinasi, dan perkembangan
yang terlambat dalam berjalan dan berbicara pada anak-anak.
Gelisah, sakit kepala, seizures dan perubahan kepribadian seperti tidak mampu berkonsentrasi dan mengingat bisa
terjadi. Mengantuk dan pandangan menjadi dua adalah gejala umum perkembangan hydrocephalus.
•Pengobatan :
Hydrocephalus meliputi operasi pemasangan pipa untuk memperlancar aliran cairan yang
berlebih dan mengurangi tekanan ke otak. Pipa tersebut fleksible, berupa tabung plastik
dengan katup satu arah. Pipa dipasang ke dalam sistem ventrikel pada otak untuk
membelokkan alian cairan ke bagian lain dari tubuh, sehingga cairan akan mengalir dan
diabsorbsi ke dalam aliran darah.
Prognosis penderita hydrocephalus tergantung pada penyebabnya dan waktu diagnosa dan
pengobatan. Banyak penderita hydrocephalus anak-anak hidup normal dengan batasan dan
kekurangan yang minim. Pada beberapa kasus kerusakan kognitif pada fungsi bahasa dan
non- bahasa bisa terjadi. Masalah infeksi karena pemasangan pipa atau tidak berfungsinya
alat perlu dilakukan operasi revisi.
 Distosia Kelainan Jalan Lahir
a. kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
Diameter antero-posterior terpendek
Diameter tranversal terbesar
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran
Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ;
sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD
b. kesempitan bidang tengah panggul
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK
MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisio
occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang
Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis
pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara
vertebra sacralis 4 – 5.
•Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm

Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5)


11.5 cm
Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan
diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
c. kesempitan pintu bawah panggul
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa
diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama. Apex segitiga
anterior permukaan posterior arcus pubis.Apex segitiga posterior ujung vertebra
sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah
Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga
anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan
konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai