Anda di halaman 1dari 29

Budaya atau kebudayaan berasal

dari bahasa Sansekerta yaitu


buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal
manusia
Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau
mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani.
 Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
 Menurut ilmu antropologi, kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Koentjaraningrat)
Cultural relativism didesain untuk
mengeksplorasi variasi kultur secara
bebas yang mungkin diperoleh dari
prejudices (prasangka) peneliti
 Ideologi arus utama (mainstream) dalam ilmu
Antropologi

 Mempelajari tentang “budaya orang lain”


(other cultures); dalam segala aspek
kemanusiaannya agar dari hasil kajian
tersebut mereka bisa bercermin tentang
siapa diri mereka
Menjelaskan apa sebabnya suatu
perbuatan tertentu dipandang pantas
dalam kebudayaan yang satu; tetapi
sebaliknya merupakan perbuatan yang
seratus persen amoral dalam
kebudayaan yang lain.
Karena mengacu pada standar tingkah laku

Standar-standar tingkah laku berhubungan


dengan kebudayaan dimana standar-standar
itu berlaku, yaitu suatu gejala yang disebut
dengan relativitas kebudayaan
Gambaran subyektif mengenai kebudayaan suku bangsa
tertentu dan biasanya dijadikan sebagai ciri khas
yang melekat

Lebih
Dominan
 Mahasiswa yang berasal dari Medan
(suku Batak) dinilai sebagai orang yang
tegas, berpendirian, dan kasar (kasar
dalam artian tegas).

 Mahasiswa yang berasal dari Melayu


dikatakan pemalu, religius, dan merasa
lebih bisa diterima di mana pun berada.
 Mahasiswa Jawa, akibat pengaruh orde
baru, menganggap dirinya paling maju
dari daerah lain. Sehingga ketika
berhubungan dengan orang luar Jawa,
maka stigma yang terbentuk adalah
stigma negatif seperti malas, kasar, dan
pemberontak
Stereotype merupakan imaginasi
mentalitas yang kaku;
yaitu dalam wujud memberikan
penilaian negatif yang ditujukan
kepada out-group, sebaliknya kepada
sesama in-group memberikan
penilaian yang positif.
_ Beberapa Alternatif Solusi_
 Manusia sebagai pencipta dan pengguna
kebudayaan tidak diharuskan untuk terlalu
fanatik terhadap kebudayaan yang telah
dianut selama ini. Dalam menerima
kebudayaan luar perlu dilakukan seleksi
terlebih dahulu, unsur-unsur mana yang
pantas diterima dan elemen-elemen mana
yang harus ditolak, yang mana diselaraskan
dengan sikap jiwa dan mental bangsa yang
bersangkutan.
 Setiap individu sebaiknya bisa membedakan
antara kebudayaan yang ideal dari sebuah
masyarakat yakni (kebudayaan yang menurut
para anggotanya mereka miliki dan secara
verbal dinyatakan berupa perasaan-perasaan
yang abstrak); dan kebudayaan yang nyata
dari masyarakat itu, yaitu (tingkah laku/aturan
yang sesungguhnya diwujudkan di dalam
aktivitas mereka sehari-hari)
“Sebuah Bahan Renungan”
Koentjaraningrat:

“ Gotong royong pada masyarakat Jawa di daerah Jawa Tengah bagian selatan” (1961).

Fakta:

Gotong royong yang dianggap sebagai ciri masyarakat pedesaan tradisional tentunya juga telah
mulai berkurang atau berubah di desa yang letaknya lebih dekat dengan kota.
 Menelaah sebuah ritual inisasi pada
masyarakat Biak Numfor yang dikenal dengan
nama Wor k’bor yang kini sudah tidak pernah
dilakukan lagi.

 Wor k’bor berarti pesta atau perayaan


“menusuk atau mengiris bagian atas dari
sesuatu”, yang dalam ritual ini adalah bagian
atas dari alat kelamin pria.
 Upacara ini dijalani oleh seorang pemuda
yang telah selesai melewati masa
pendidikannya di rum sram yakni “rumah
bujang atau rumah laki-laki yang
berfungsi sebagai tempat atau pusat
pendidikan dan pemujaan roh nenek
moyang”.
 Di sinilah seorang anak laki-laki Biak
Numfor yang telah berusia 12 tahun
biasa dimasukkan untuk dididik.
 Ritual k’bor yang menandai selesainya
pendidikan ini, biasa dilakukan ketika si
anak berusia 15 tahun
 Lambang penyatuan seseorang ke dalam
kelompok secara tetap, di mana terlibat di
dalamnya berbagai hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi
 Menguji keberanian dan ketabahan seorang
pemuda Biak-Numfor
 Melambangkan hubungan-hubungan sosial
tertentu yang dianggap penting dalam
masyarakat
“Kesenjangan atau perbedaan pandangan antara pemerintah dan masyarakat
tentang gunung Merapi di Yogyakarta”

Secara kebetulan pula kajian ini semuanya berasal dari ahli antropologi dari Universitas Gadjah
Mada, yaitu: Dr.Laksono, Drs. Handoyo Adi Pranowo, dan Drs.Lukas Sasongko Triyoga.
LOCAL
WISDOM FOR
EARLY
WARNING
SYSTEM
ON THE
ERUPTION OF
MOUNT
MERAPI
DISASTER

Anda mungkin juga menyukai