Anda di halaman 1dari 29

ABORTUS

Melani Sugiarti – 11.2014.140


Kelvin Arifin – 11.2014.312
Andrey Setiawan – 11.2014.116
Pengertian abortus
 Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat kurang dari 500
gram.
 Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut
abortus spontan
 Abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan
tindakan disebut abortus provokatus -> abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus
kriminalis
Penyebab abortus
1. Faktor genetik
 Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom ->
Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus
Pengelolaan standar menyarankan pemeriksaan
genetik pada wanita hamil di atas usia 35 tahun
 Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3 %

kelainan sitogenetik pada abortus


 Adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses

implantasi bahkan menyebabkan abortus.


Penyebab abortus
2. Faktor anatomi
 Defek anatomi uterus diketahui sebagai

penyebab komplikasi obstretik (abortus


berulang, prematuritas, serta malpresentasi
janin)
 septum uterus (40 - 80 %).

 uterus bikornis atau uterus didelfis atau

unikomis (10 - 30 %).


 Mioma uteri -> menyebabkan infertilitas dan

abortus berulang
Penyebab abortus
3. Penyebab autoimun
 Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 %,
dibanding populasi umum
 Antiphospholipid Antibodies (aPA) merupakan antibodi spesifik
yang didapati pada perempuan dengan SLE.
 APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan
pada beberapa keadaan obstetrik -> preeklampsia, IUGR dan
prematuritas
 Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin
subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin,
atau kombinasi semuanya.
 pemberian heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari
aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50 % jadi 80 %
4. Penyebab infeksi
 Virus

Sitomegalovirus
Rubela
Herpes Simpleks Virus (HSV)
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Parvovirus
 Parasit

Toksoplasmosis Gondii
Plasmodium Falsiparum
 Spirokaeta

Treponema Pallidum
peran infeksi terhadap risiko abortus
 Adanya metabolik toksik, endotoksin,

eksotoksin, atau sitokin yang berdampak lang­


sung pada janin atau unit fetoplasenta
 Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi

plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.


 Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan

gram-negatif, Listeria monositogenes).


 Memacu perubahan genetik dan anatomik

embrio
5. Diabetes mellitus
tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada
trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin
meningkat signifikan.
6. Temabakau
Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko
abortus euploidi. Dua studi menunjukkan bahwa risiko
abortus meningkar secara linier seiring dengan jumlah batang
rokok yang dihisap setiap hari
7. Alkohol
Baik abortus spontan maupun anomali janin dapat ditimbulkan
oleh seringnya mengonsumsi alkohol dalam 8 minggu
pertama kehamilan
8. Kafein
Peningkatan signifikan abortus hanya pada wanita yang
mengonsumsi paling sedikit 500mg kafein setiap hari-
kira-kira setara dengan lima cangkir kopi
9. Radiasi
Meskipun dosis yang lebih rendah kurang toksik, dosis yang
menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
pasti
10. Kontrasepsi

jika alat kontrasepsi dalam rahim tidak dapat mencegah


kehamilan, risiko abortus, dan secara spesifik abortus
septik, meningkat secara substantif
11. Toksik lingkungan
arsen, timbal, formaldehida, benzena, dan etilen
oksida mungkin menyebabkan keguguran.
wanita yang terpajan ke gas anestetik di
pekerjaannya memperlihatkan peningkatan
risiko keguguran.
12. Trauma

Trauma abdomen mayor dapat memicu abortus.


Namun, hal ini jarang terjadi
13. Faktor hematologik
 abortus berulang ditandai dengan defek
plasenta dan adanya mikrotrombi pada
pembuluh darah plasenta
 Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi
dikarenakan:
 Peningkatan kadar faktor prokoagulan
 Penurunan faktor antikoagulan
 Penurunan aktivitas fibrinolitik
 Perempuan dengan riwayat abortus berulang,
sering terdapat peningkatan produksi
tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan
produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-
11minggu
Jenis-jenis abortus
1. Abortus Iminens
 Abortus tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus, ditandai per­darahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
 Diagnosis abortus iminens:
 perdarahan pervaginam pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu
 Ostium uteri masih tertutup
 besarnya uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif
Abortus iminens
 Pemeriksaan USG -> mengetahui pertumbuhan janin,
keadaan placenta, ukuran biometri janin/kantong gestasi,
Denyut jantung janin dan gerakan janin, serta hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis
 Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai
perdarahan berhenti.
 Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi
atau diberi tambahan hormon progesteron atau
derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus
 Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi
perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu
Gambar 1. Abortus iminens, abortus insipiens, dan missed abortion
Abortus insipien
 Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran
 penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang
sering dan kuat
 perdarahannya bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan
 Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
dengan tes urin kehamilan masih positif
 pemeriksaan USG -> pembesaran uterus yang masih
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak
jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai
tidak normal.
 Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan
keadaan umum dan perubahan ke­adaan hemodinamik
yang terjadi
 Perdarahan banyak -> evakuasi/pengeluaran hasil
konsepsi disusul dengan kuretase
 umur kehamilan di atas 12 minggu -> evakuasi dengan
cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan
kuretase sambil diberikan uterotonika
Abortus Kompletus
 Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram
 Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum
uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
sehingga perdarahan sedikit.
 Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan
 Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif
sampai 7-10 hari setelah abortus
 Biasa­nya hanya diberi roboransia atau hematenik
bila keadaan pasien memerlukan
Abortus Inkompletus
 Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal
 pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih
terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri
atau menonjol pada ostium uteri eksternum
 Perdarahan akibat sisa jaringan -> bisa timbul
anemia atau syok hemoragik
 Pemeriksaan USG -> Besar uterus sudah lebih kecil
dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah
sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa
hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan
 Pengelolaan pasien harus diawali dengan
perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan
kuretase
 Pascatindakan perlu diberikan uterotonika
parenteral ataupun per oral dan antibiotika.
Missed Abortion
 Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20
minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan
dalam kandungan.
 Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan
kehamilannya tidak seperti yang diharapkan
 missed abortion juga bisa diawali dengan abortus iminens
yang kemudian me­rasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti
 Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif
setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan
 Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil,
kantong gestasi yang me­ngecil, dan bentuknya tidak beraturan
disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda- tanda kehidupan
 Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan
kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau
tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan
 Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi
dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan
ku­retase bila serviks uterus memungkinkan
 Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20
minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku
dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk
mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis
Gambar 3. Pengeluaran hasil konsepsi secara digital
Abortus Habitualis
 Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut
 Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX)
 Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia
serviks -> serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk
tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester
pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten)
tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi
pengeluaran janin.
 pengelolaan penderita inkompetensia serviks -> fiksasi pada
serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
umur kehamilan
 Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14
minggu dengan cara SHIRODKAR atau
McDONALD dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/ MERSILENE
yang tebal dan simpul baru dibuka serta umur
kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan
Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
 Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai
infeksi pada alat genitalia. Abortus septik ialah
abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum
(septikemia atau peritonitis).
 Terjadi pada tindakan abortus yang tidak
menggunakan peralatan yang asepsis dengan
didapat gejala dan tanda panas tinggi.
 tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar
dan lembut, serta nyeri tekan
 Pengelolaan pasien -> mempertimbangkan keseimbangan
cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang
adekuat sesuai dengan hasil kultur
 Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta
unit atau Ampisilin 4x1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80
mg dan Metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur
 Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah
membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat
diberikan
 Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila
dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons
harus diganti dengan antibiotik yang lebih se­suai
Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)
 Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi
di mana mudigah tidak ter­bentuk sejak awal walaupun
kantong gestasi tetap terbentuk. Di samping mudigah,
kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk
 Diagnosis kehamilan anembrionik -> usia kehamilan 7-8
minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong
gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm
yang tidak disertai adanya gambaran mudigah
 Kemudian evaluasi USG 2 minggu kemudian
 Pengelolaan kehamilan anembrionik dilaku­kan terminasi
kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif

Anda mungkin juga menyukai