Latar belakang • Penanganan yang benar dari gigitan ular di Indonesia masih sangat rendah • Kebanyakan di bawa ke rumah sakit dalam kondisi sudah terlambat • Masyarakat tidak banyak mengetahui cara penanganan yang benar yang banyak adalah mengikuti tradisi Tradisi penanganan gigitan ular di masyarakat • Menghisap dengan mulut • mengkompres luka gigitan • memakai batu ular( di papua) dan memakai raket elektrik ( di papua) • mengikat luka gigitan • melakukan luka sayatan di tempat gigitan ular • mengkonsumsi alkohol • Ke dukun Penanganan medis • Pemahaman tenaga medis tentang kasus gigitan ular/tidak • Pemahaman tentang penanganan yang benar • Penatalaksanaan A,B,C,D • Ketersediaan antibisa ular Anatomi ular Racun ular • Produksi oleh kelenjar khusus dari sejumlah spesies ular tertentu. • Kelenjar yang mensekresikan zootoksin merupakan modifikasi kelenjar parotis vertebrata lain, dan bisanya terletak di setiap sisi kepala di bawah dan di belakang mata, terbungkus selubung otot. • Kelenjar ini diperlengkapi dengan alveolus besar di mana bisa disimpan sebelum disalurkan melalui sebuah duktus ke dasar taring bersaluran atau tubular yang dari situ racun dikeluarkan. • Bisa ular merupakan gabungan sejumlah protein dan enzim yang berbeda. • Banyak dari protein itu yang tak berbahaya bagi manusia, namun beberapa protein beracun. Racun ular • Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksi k yang berbeda beda. • Tetapi jika ular tersebut memiliki kekerabatan maka komponen penyusun bisanya akan mirip. • Umumnya setiap jenis ular berbisa mengandung hemoragin, kardiotoksin, dan neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda. • Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas protein yang sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida, Enzim utama bisa ular antara lain proteolitik hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase. • Sampai saat ini dikenal sekitar 20 jenis enzim yang beracun. • Umumnya ular berbisa memiliki 6 sampai 12 jenis enzim dalam bisanya. • Masing masing berfungsi khusus, misalnya untuk mencerna mangsa, sedangkan enzim yang lain untuk melumpuhkan mangsa. • Beberapa Jenis enzim yang dimiliki ular berbisa: • Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan mangsa • Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainnya. • Hyaluronidase : Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain kejaringan korban. • Proteinase: Berfungsi untuk mencerna, mengahancurkan jaringan tubuh korban. • Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang bekerja sentral dan menyebabkan korban mengalami syok dan melumpuhkan mangsa. • Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah dengan cepat. Serum anti bisa ular • Monovalen:spesifik satu jenis ular • Polivalen:spesifik beberapa jenis ular SABU • DESKRIPSI Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari plasma kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus fasciatus – Ular Belang) dan yang bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho- dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu- kan di Indonesia, serta mengandung fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan bening kekuningan. • KOMPOSISI Zat aktif : Setiap mL mengandung anti bisa ular : • Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50 • Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50 • Naja sputatrix ≥ 25 LD50 Zat tambahan: • Fenol 2,5 mg • INDIKASI Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix, Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma. • CARA KERJA OBAT Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah pen- derita. • POSOLOGI • JumLah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan menerima antisera. • Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian. • Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala- gejala tidak berkurang atau bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai mak- simum 80 – 100 mL. • Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. • Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis untuk orang dewasa. • Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi. • Pemberian secara Intravena : 1. Hasil uji kepekaan harus negatif 2. Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan 3. Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam • EFEK SAMPING Perhatikan Petunjuk Pemakaian Antisera . • INTERAKSI OBAT Tidak ada interaksi obat. • KONTRAINDIKASI Penderita yang terbukti alergi terhadap an- tisera kuda. • PERINGATAN & PERHATIAN • Karena tidak ada reaksi netralisasi silang (cross-neutralization) Serum Anti Bisa Ular Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa). • Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit asma berat jika sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik. • Bukan untuk pemberian lokal pada tempat yang digigit. • Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti- sera (Halaman 57). • PENYIMPANAN • Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C. • JANGAN DIBEKUKAN. • Masa daluarsa 2 tahun. • KEMASAN Dus : 10 Vial @ 5 mL Riset SABU • Thn 2001 IPB • Reaksi silang antibisa ular Calloselasma Rhodostoma (A) dan Bungarus fasciatus (B) terhadap bisa ular Colloselasma Rhodostoma,Bungarus fasciatus serta Naja naja sputatix (N) • Penelitiannya ada 3 tahap : 1.Titrasi bisa ular 2.Titrasi serum anti bisa ular (SABU) 3.Titrasisilang Alat dan bahan • Bahan agar Gel presipitasi test • HASIL • Titer ketiga bisa ular ¼ unit pengenceran AGPT • Titer SABU A 1/32 U • Titer SABU B 1/16 U • Titer SABU ABN ¼ U • Tidak ada reaksi silang antara SABU A dengan bisa ular B dan N • Tidak ada reaksi silang antara SABU B dengan bisa ular A dan N Kasus di rumah sakit • Malang • Tahun 2008: • 48 kasus/tahun dibanding kasus kecelakaan 8511/tahun • Tahun 2009: 52 kasus/tahun • Tahun 2010:30 kasus/tahun • Meninggal tahun 2008: 18 kasus • tahun 2009:10 kasus • tahun 2010: 5 kasus • Kejadian di RS lain: • Di indonesia :2012 : 60 kasus/tahun • Indonesia timur bulan september 2013: 10 kasus • Sumatra september 2013:1 kasus • RS Sanglah Bali 2011:116 kasus(ron liliey) Kasus di puskesmas dan masyarakat
• Puskesmas pakem bondowoso tahun 2003-
2007: 20 kasus • Meninggal 5 dirujuk 3 pulang paksa 2 • Data lain ?????? • Data dinas kesehatan kabupaten ???? • Data dinas kesehatan provinsi???? • Serum anti bisa ular : SABU (polyvalent buatan biofarma bandung) yang ada di RS 1 vial 300- 500 rb di papua 40 juta pervial Kesimpulan • Pengetahuan yang benar tentang penanganan gigitan ular/bukan gigitan ular ,penanganan A,B,C,D,transportasi pasien ke tempat rujukan menentukan morbiditas dan mortalitas penderita gigitan ular • Pemilihan dan pemberian antibisa ular yang tepat sangat dibutuhkan • Harga antibisa ular sangat berperan dalam penatalaksanaan gigitan ular • Dibutuhkan support dana dan kebijakan program pemerintah dalam penanganan gigitan ulardan ketersediaan antibisa ular Selanjutnya??????
• Riset antibisa ular yang masih sedikit di
Indonesia • Riset efektifitas antibisa ular • Riset polivalen atau monovalen antibisa ular • Riset penanganan kegawatdaruratan akibat gigitan ular berbisa • Pemanfaatan tehnologi baru pembuatan antibisa ular????? • Desa siaga ular??????? TERIMAKASIH