Anda di halaman 1dari 37

Efektifitas serum anti bisa

ular (SABU) Indonesia

DR.dr.Tri Maharani Msi,SpEM


Latar belakang
• Penanganan yang benar dari gigitan ular di
Indonesia masih sangat rendah
• Kebanyakan di bawa ke rumah sakit dalam
kondisi sudah terlambat
• Masyarakat tidak banyak mengetahui cara
penanganan yang benar yang banyak
adalah mengikuti tradisi
Tradisi penanganan gigitan ular di
masyarakat
• Menghisap dengan mulut
• mengkompres luka gigitan
• memakai batu ular( di papua) dan memakai raket
elektrik ( di papua)
• mengikat luka gigitan
• melakukan luka sayatan di tempat gigitan ular
• mengkonsumsi alkohol
• Ke dukun
Penanganan medis
• Pemahaman tenaga medis tentang kasus
gigitan ular/tidak
• Pemahaman tentang penanganan yang
benar
• Penatalaksanaan A,B,C,D
• Ketersediaan antibisa ular
Anatomi ular
Racun ular
• Produksi oleh kelenjar khusus dari sejumlah
spesies ular tertentu.
• Kelenjar yang mensekresikan zootoksin
merupakan modifikasi kelenjar parotis
vertebrata lain, dan bisanya terletak di setiap
sisi kepala di bawah dan di belakang mata,
terbungkus selubung otot.
• Kelenjar ini diperlengkapi dengan alveolus
besar di mana bisa disimpan sebelum
disalurkan melalui sebuah duktus ke dasar
taring bersaluran atau tubular yang dari situ
racun dikeluarkan.
• Bisa ular merupakan gabungan sejumlah
protein dan enzim yang berbeda.
• Banyak dari protein itu yang tak berbahaya
bagi manusia, namun beberapa protein
beracun.
Racun ular
• Setiap spesies ular menghasilkan komponen
dan kandungan bahan toksik atau non toksi k
yang berbeda beda.
• Tetapi jika ular tersebut memiliki kekerabatan
maka komponen penyusun bisanya akan mirip.
• Umumnya setiap jenis ular berbisa
mengandung hemoragin, kardiotoksin, dan
neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda.
• Susunan kimia dari bisa ular sangat
kompleks sekitar 90 % tersusun atas
protein yang sebagian besar adalah
enzim serta mengandung polipeptida,
Enzim utama bisa ular antara lain
proteolitik hialurinidase, asam amino
oksidase, kolinesterase, fosfolipase A,
ribonuklease, deoksiribonuklease,
fosfomonoeterase, fosfodiesterase,
nukleotidase, ATPase dan DPNase.
• Sampai saat ini dikenal sekitar 20 jenis enzim
yang beracun.
• Umumnya ular berbisa memiliki 6 sampai 12
jenis enzim dalam bisanya.
• Masing masing berfungsi khusus, misalnya
untuk mencerna mangsa, sedangkan enzim yang
lain untuk melumpuhkan mangsa.
• Beberapa Jenis enzim yang dimiliki ular berbisa:
• Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat
melumpuhkan mangsa
• Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna
mangsa dan memicu peran enzim lainnya.
• Hyaluronidase : Berfungsi untuk
mempermudah penyerapan enzim lain
kejaringan korban.
• Proteinase: Berfungsi untuk mencerna,
mengahancurkan jaringan tubuh korban.
• Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin
yang bekerja sentral dan menyebabkan korban
mengalami syok dan melumpuhkan mangsa.
• Phospodiesterase : Bekerja dengan cara
mengganggu fungsi jantung dan menurunkan
tekanan darah dengan cepat.
Serum anti bisa ular
• Monovalen:spesifik satu jenis ular
• Polivalen:spesifik beberapa jenis ular
SABU
• DESKRIPSI
Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera
murni yang dibuat dari plasma kuda yang
memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang
bersifat neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja
sputatrix – Ular Kobra, Bungarus fasciatus – Ular
Belang) dan yang bersifat hemotoksik (ular
Agkistrodon rho- dostoma – Ular Tanah) yang
banyak ditemu- kan di Indonesia, serta
mengandung fenol sebagai pengawet.
Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan
bening kekuningan.
• KOMPOSISI
Zat aktif :
Setiap mL mengandung anti bisa ular :
• Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50
• Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50
• Naja sputatrix ≥ 25 LD50
Zat tambahan:
• Fenol 2,5 mg
• INDIKASI
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular
berbisa dari jenis Naja sputatrix, Bungarus
fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.
• CARA KERJA OBAT
Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk-
kan zat-zat Anti yang mampu menetralisir
bisa ular yang beredar dalam darah pen-
derita.
• POSOLOGI
• JumLah dosis yang tepat tergantung tingkat
keparahan penderita pada saat akan menerima
antisera.
• Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila
ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi
larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus
dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam
kemudian.
• Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-
gejala tidak berkurang atau bertambah) Serum Anti
Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24
jam sampai mak- simum 80 – 100 mL.
• Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang
tidak diencerkan dapat diberikan
langsung sebagai suntikan intravena
dengan sangat perlahan-lahan.
• Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen
untuk anak-anak sama dengan dosis
untuk orang dewasa.
• Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu,
bila peka lakukan desensitisasi.
• Pemberian secara Intravena :
1. Hasil uji kepekaan harus negatif
2. Penyuntikan harus dilakukan secara
perlahan
3. Penderita harus diamati paling sedikit
selama 1 (satu) jam
• EFEK SAMPING
Perhatikan Petunjuk Pemakaian Antisera .
• INTERAKSI OBAT
Tidak ada interaksi obat.
• KONTRAINDIKASI
Penderita yang terbukti alergi
terhadap an- tisera kuda.
• PERINGATAN & PERHATIAN
• Karena tidak ada reaksi netralisasi silang
(cross-neutralization) Serum Anti Bisa Ular
Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan
ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur
(misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis
antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis
papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan
ular laut (Enhydrina cystsa).
• Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat
penyakit asma berat jika sudah
menunjukkan tanda-tanda keracunan
sistemik.
• Bukan untuk pemberian lokal pada tempat
yang digigit.
• Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti- sera
(Halaman 57).
• PENYIMPANAN
• Serum anti bisa ular harus disimpan pada
suhu antara +2°C s/d +8°C.
• JANGAN DIBEKUKAN.
• Masa daluarsa 2 tahun.
• KEMASAN
Dus : 10 Vial @ 5 mL
Riset SABU
• Thn 2001 IPB
• Reaksi silang antibisa ular Calloselasma
Rhodostoma (A) dan Bungarus fasciatus (B)
terhadap bisa ular Colloselasma
Rhodostoma,Bungarus fasciatus serta Naja
naja sputatix (N)
• Penelitiannya ada 3 tahap :
1.Titrasi bisa ular
2.Titrasi serum anti bisa ular (SABU)
3.Titrasisilang
Alat dan bahan
• Bahan agar Gel presipitasi test
• HASIL
• Titer ketiga bisa ular ¼ unit pengenceran AGPT
• Titer SABU A 1/32 U
• Titer SABU B 1/16 U
• Titer SABU ABN ¼ U
• Tidak ada reaksi silang antara SABU A dengan
bisa ular B dan N
• Tidak ada reaksi silang antara SABU B dengan
bisa ular A dan N
Kasus di rumah sakit
• Malang
• Tahun 2008:
• 48 kasus/tahun dibanding kasus kecelakaan 8511/tahun
• Tahun 2009: 52 kasus/tahun
• Tahun 2010:30 kasus/tahun
• Meninggal tahun 2008: 18 kasus
• tahun 2009:10 kasus
• tahun 2010: 5 kasus
• Kejadian di RS lain:
• Di indonesia :2012 : 60 kasus/tahun
• Indonesia timur bulan september 2013: 10 kasus
• Sumatra september 2013:1 kasus
• RS Sanglah Bali 2011:116 kasus(ron liliey)
Kasus di puskesmas dan masyarakat

• Puskesmas pakem bondowoso tahun 2003-


2007: 20 kasus
• Meninggal 5 dirujuk 3 pulang paksa 2
• Data lain ??????
• Data dinas kesehatan kabupaten ????
• Data dinas kesehatan provinsi????
• Serum anti bisa ular : SABU (polyvalent buatan
biofarma bandung) yang ada di RS 1 vial 300-
500 rb di papua 40 juta pervial
Kesimpulan
• Pengetahuan yang benar tentang penanganan
gigitan ular/bukan gigitan ular ,penanganan
A,B,C,D,transportasi pasien ke tempat rujukan
menentukan morbiditas dan mortalitas penderita
gigitan ular
• Pemilihan dan pemberian antibisa ular yang tepat
sangat dibutuhkan
• Harga antibisa ular sangat berperan dalam
penatalaksanaan gigitan ular
• Dibutuhkan support dana dan kebijakan program
pemerintah dalam penanganan gigitan ulardan
ketersediaan antibisa ular
Selanjutnya??????

• Riset antibisa ular yang masih sedikit di


Indonesia
• Riset efektifitas antibisa ular
• Riset polivalen atau monovalen antibisa ular
• Riset penanganan kegawatdaruratan akibat
gigitan ular berbisa
• Pemanfaatan tehnologi baru pembuatan
antibisa ular?????
• Desa siaga ular???????
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai