INFEKSI MATA
Dexa Rivandi
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
2016
Mikroba Penyebab
Infeksi bakterial:
Haemophylus influenzae : conjunctivitis
Naesseria gonnorrhae : neonatal opthalmia
Chlamydia trachomatis : trachoma & inclusion
conjunctivitis
Staphylococcus aureus : conjunctivitis
Infeksi viral:
Adenovirus : viral conjunctivitis
Herpes simpleks tipe 1 : Herpetic keratitis
Haemophylus influenza
Pendahuluan
Berukuran kecil, merupakan bakteri Gram negatif,
pleomorfik
Membutuhkan media kaya (biasanya yang mengandung
darah)
Semua bakteri Haemophylus merupakan flora normal
pada manusia, kecuali
Haemophylus influenza tipe B bakteri patogen
penting pada manusia
Haemophylus ducreyi ditularkan secara seksual
penyebab chancroid
Morfologi dan Bentuk
Pada infeksi akut
Berbentuk kokus dan
basil
Kadang-kadang rantai
pendek
Pada 6-8 jam dalam media
kaya: yang terbanyak
berbentuk kokus dan basil
lalu bentuk basil yang
lebih panjang saat
bakteri lisis, berbentuk
sangat pleomorfik
Penanaman
Pada agar BH 1 dengan darah, setelah 24 jam akan
muncul koloni kecil, berbentuk bulat, dan konveks
Pada agar coklat, setelah 36-48 jam:
Koloni diameter 1 mm
Iso vitale X membantu pertumbuhan bakteri
Tidak ada hemolisis
Di sekitar koloni H. influezae yang tumbuh sangat besar,
akan muncul koloni Staphylococcus fenomena satelit
Sifat-sifat pertumbuhan Haemophylus influenzae
membutuhkan faktor X (hemin) dan faktor V (nukleotida
nikotinamid adenin)
Struktur Antigen
Kapsula H. influenzae (polisakarida) 6 tipe (a-f)
Antigen kapsular dari tipe b berupa polyribose-ribitol
phosphate (PRP)
Pada beberapa tipe dengan anti sera spesifik H.
influenzae
Tes ini analog dengan reaksi Quellung untuk S.
pneumoniae
Penentuan tipe dapat pula dengan immunofluoresensi
H. influenzae yang tidak berkapsul flora normal pada
saluran napas
Pemeriksaan Laboratorik
Bahan pemeriksaan: usap nasofaring, nanah, darah
Identifikasi langsung jika kuman dalam jumlah besar
dapat dengan:
Imunofluoresensi
Tes pembengkakan kapsul
Antiserum spesifik tipe B
Biakan agar coklat + Iso Vitalex
Koloni di identifikasi dengan tes pembengkakan
kapsul
Kebutuhan faktor X dan V dan hemolisis pada agar
darah
Biakan
Kuman Kebutuhan
Hemolisis X V Kapsul
H. influenzae - + + +
H. para influenzae - - + +
H. hemolyticus + + + -
H. suis - + + +
H. haemoglobinophilus - + - -
B. pertussis + - - +
Terapi
Angka kematian meningitis H. influenzae tanpa diobati
90%
75% H. influenzae tipe B sensitif terhadap ampisilin
25% resisten terhadap penisilin karena produksi beta
laktamase
Kebanyakan strain sensitif terhadap kloramfenikol
Praktis semua strain peka terhadap sefalosoprin baru
Sefotaksim IV hasil sangat baik
Neisseria gonorrhoea
Klasifikasi
Dunia : Bakteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Beta proteobakteria
Ordo : Neisseriales
Famili : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Spesies : N.gonorrhoeae
Pendahuluan
Merupakan diplococcus Gram Pertumbuhannya
negatif memerlukan media yang
Bentuk biji kopi, tersusun lengkap dan baik media
dua-dua: tunggal dan selektif Thayer-Martin,
bergerombol pada 36oC, pada
Pewarnaan Gram: kuman lingkungan CO2 3-5%
merah dengan latar belakang
biru
Oxidase-positive, catalase-
positive
Fermentasi glukosa, namun
tidak laktosa, sukrosa, maltosa
Rentan terhadap panas dan
suasana kering
Ciri
Bakteri Gram negatif
Diplococcus non motil
Diameter: kira-kira 0,8 µm
Biasanya ditemukan
bergabung di dalam sel
polimorfonuklear
Pada gonococci memiliki
70% homolog
Tidak memiliki kapsul
polisakarida
Memiliki plasmid
Etiologi
Sifat:
Tidak tahan lama di udara bebas
Cepat mati dalam keadaan kering
Tidak tahan zat disinfektan
Tidak tahan suhu > 39oC
Sel sasaran: epitel kolumnar atau lapis gepeng yang belum
berkembang
Sediaan langsung dengan pewarnaan Gram di luar dan di
dalam leukosit polimorfonuklear
Penularan terjadi melalui hubungan seksual genitogenital,
orogenital, dan anogenital
Patogenesis
Masa inkubasi:
Pria: 2-5 hari (dapat 24 jam sampai 14 hari)
Wanita: sulit ditentukan asimtomatis
Gambaran klinis dan komplikasi – susunan anatomi dan
faal genital
Gonococci menyerang membran selaput lendir dari
saluran genitourinaria, mata, rektum, dan tenggorokan
menghasilkan nanah akut mengarah ke invasi jaringan
diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis
Diagnosis
Dasar:
Anamnesis
Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan penunjang:
Sediaan langsung
Kultur
Tes definitif
Tes beta-laktamase
Tes Thomson
Diagnosis
1. Sediaan Langsung
Bahan: sediaan apusan pus tubuh
Dengan pewarnaan Gram diplokokus (-) Gram intraselular dan
ekstraselular
2. Media
Transport: media Stuart, media Transgrow
Media pertumbuhan: Mc Leod’s chocolate agar, media Thayer Martin,
media modified T-M agar
3. Tes Definitif
Tes oksidasi
Reagen oksidasi ditambahkan pada koloni tersangka
(+) bila terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda
sampai merah lembayung
Diagnosis
4. Tes Fermentasi
Spesies Macam Gula
Glukosa Maltosa Sukrosa Laktosa
N. catarrhalis - - - -
N. gonorrhoea + - - -
N. meningitidis + + - -
N. pharyngis sicca + + + -
N. lactamica + + + +
Diagnosis
5. Tes Thomson: Tes 2 gelas bed side
Gelas I II
Normal Jernih Jernih
Uretritis Anterior Keruh Jernih
Uretretis Posterior Keruh Keruh
Syarat :
Volume urin 80-100ml urin
Urin pagi
Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Terapi
Penicilin G
Jika terjadi resistensi pada penggunaan tetracycline dan
spectinomycin pengobatan pada infeksi genital dengan
kombinasi ceftriaxone 125mg secara i.m. dengan dosis sekali
pakai
Terapi tambahan:
Doxyxycline 100mg 2 kali sehari selama 7 hari (per oral)
direkomendasikan untuk infeksi concomitant chlamydia
Erythromycin 500mg 4x sehari selama 7 hari (per oral)
sebagai pengganti doxyxycline bagi wanita hamil
Penggunaan ceftriaxone cukup efektif dengan dosis 250mg i.m.
dan sefoperazon dengan dosis 0,5-1 gram secara i.m
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan ofloksazin
400mg, siprofloksasin 250-500mg, dan norflokasin 800mg secara
Staphylococcus aureus
Morfologi dan Bentuk
Kokus Gram positif
Khas menggerombol
Flora normal
Infeksi dengan pernanahan
S. aureus Penyebab
infeksi paling banyak di
antara Staphylococcuss
Pendahuluan
75% infeksi Staphylococcus dengan koagulase (-)
S.epidermidis
Jarang : S.lugdunensis, S.warneri, S.hominis,
S.saprophyticus
Kultur
Aerobic/mikro aerofilik
Suhu optimal: 37oC
Koloni: bundar, halus, menonjol dan berkilauan
Pigmen, paling baik 20-25oC
Sifat
Merupakan kuman berbentuk sferis yang tumbuh
bergerombol seperti buah anggur dengan ukuran diameter
sekitar 0,5-1,5μm
Memiliki warna keemasan ketika dibiakkan pada media
solid, sesuai dengan namanya “aureus” yang berasal dari
bahasa Latin
Merupakan salah satu kuman flora normal yang
ditemukan pada kulit dan hidung manusia
Bersifat non motil, non spora, anaerob fakultatif yang
tumbuh melalui respirasi aerob atau fermentasi, dan
termasuk bakteri kokus gram positif
Dapat menghemolisis agar darah
Zat yang Berperan Sebagai Faktor Virulensi
1. Katalase
Yaitu enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap
proses fagositosis
Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus
Staphylococcus dari Streptococcus
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma
sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum
yang bereaksi dengan enzim tersebut
Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas
penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada
permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis
Zat yang Berperan Sebagai Faktor Virulensi
3. Hemolisin
Merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis
disekitar koloni bakteri
Hemolisin pada Staphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin,
beta hemolisin, dan delta hemolisin
Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan zona hemolisis disekitar koloni Staphylococcus aureus
pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis
pada kulit hewan dan manusia
Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan
Staphylococcus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis
pada sel darah merah domba dan sapi
Delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah
manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah
merah domba
Zat yang Berperan Sebagai Faktor Virulensi
4. Leukosidin
Dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan
Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas,
karena Staphylococcus patogen tidak dapat mematikan sel-
sel darah putih manusia dan dapat difagositosis
5. Toksin eksfoliatif
Mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan
matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan
pemisahan intraepitelial pada ikatan sel di stratum
granulosum
Merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS), yang ditandai dengan melepuhnya kulit
Zat yang Berperan Sebagai Faktor Virulensi
6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi
dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin
pirogenik
Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam
kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh
7. Enterotoksin
Adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana
basa di dalam usus
Merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan,
terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan
protein
Terapi
1. Methicillin
Yaitu antibiotik yang digunakan dalam pengobatan infeksi bakteri yang
disebabkan oleh organisme dari genus Staphylococcus
Merupakan turunan semisintetik penisilin
Dipakai sebagai obat pilihan utama untuk terapi Staphylococcus aureus
yang memproduksi penisilinase
2. Vancomycin
Merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri
Gram positif
Telah lama menjadi antibiotik pilihan untuk menangani infeksi MRSA
timbulnya resistensi beberapa tahun terakhir ini
Penemuan terakhir obat yang terbaik untuk MRSA: Linesolid/Zyfox,
Daptomycin, dan Tigecycline, yang harganya sangat mahal dan tidak
selalu tersedia di setiap pusat pelayanan kesehatan
Chlamydia trachomatis
Klasifikasi
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : Chlamydia trachomatis
Morfologi
Merupakan bakteri obligat intraselular
Hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot
Hidup dengan membentuk semacam koloni atau
mikrokoloni Badan Inklusi (BI)
Membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma.
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena
berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang
unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan
Inisial
Morfologi
Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau
Badan Inisial
Badan elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak
ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius,
sedangkan badan retikulat lebih besar (1 um), terletak
intraselular dan tidak infeksius.
Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen
di dalamnya
Peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah
serovarnya adalah 15
Siklus Hidup
Terapi
Tetrasiklin drug of choice
Dosis 4 x 500 mg/hari selama 7 hari, atau
Dosis 4 x 250 mg/hari selama 14 hari
Doksisiklin (analog dari tetrasiklin) dosis 2 x 100 mg/hari
selama 7 hari
Azithromisin dosis tunggal l gram sekali minum
Regimen alternatif dapat diberikan:
Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x
250 mg/hari selama l4 hari
Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.
Regimen untuk wanita hamil
Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari
Adenovirus
Klasifikasi
Grup : Virus DNA
Family : Adenoviridae
Genus : Atadenovirus
Aviadenovirus
Mastadenovirus
Siadenovirus
Tipe spesies : Atadenovirus Ovine adenovirus D
Aviadenovirus Fowl adenovirus A
Mastadenovirus Human adenovirus C
Siadenovirus Turkey adenovirus B
Morfologi
Virion: ikosahedral,
diameter 80-110 nm, 252
kapsomer, memiliki fibrin
(serat)
Komposisi: DNA (13%)
dan protein (87%)
Genom: dsDNA,
mengandung 3600pb
Protein: antigen (hexon,
penton, fibrin)
Tidak memiliki amplop
Patogenesis dan Replikasi
Virus menyerang sel epitel
mukosa dari konjungtiva,
saluran pernapasan,
gastrointestinal, dan
genitourinaria
Penempelan pada sel inang
diperantarai protein fiber
Virus bereplikasi di sitoplasma
tetapi DNA virus bereplikasi di
nukleus sel inang
Patogenesis dan Replikasi
Tiga jenis infeksi yang terjadi
pada sel inang:
Litik
Laten (persisten)
Transformasi onkogenik
Perakitan dan Maturasi
Perakitan terjadi di sitoplasma
Perakitan dibantu oleh protein L4
Mekanisme:
Kapsomer berkumpul dan masuk ke dalam kapsid
DNA memasuki kapsid. Protein lain yang masuk ke
dalam kelompok L1 membantu enkapsidasi DNA
Protein core prekursor terbelah, memungkinkan partikel
merapatkan konfigurasi
Partikel yang sudah mature menjadi stabil, infeksius dan
resisten terhadap nuklease
Respon Imun Terhadap Adenovirus
(Sistem Imun Bawaan)
Upregulation faktor transkripsi NF-kB dan faktor pengatur
inteferon 3(IRF3) dan produksi inteferon
Produksi interferon setelah ada transkripsi gen awal
Respon peradangan setelah interaksi viral dengan sel inang
Fibre dapat menimbulkan respon immediate pro-
inflammatory
Respon imun berbeda , sesuai dengan tipe virus:
Adenovirus B Inteferon
Adenovirus C respon peradangan
Komponen virus ( kapsid dan DNA ) memainkan peran
dalam induksi espon bawaan terhadap infeksi adenovirus
Sistem komplemen
Respon Imun Terhadap Adenovirus
(Sistem Imun Adaptif)
Komponen yang berperan adalah hexon
Hexon memiliki min.9 daerah variabel, beberapa berfungsi
sebagai antigen neutralisasi dan penentu serotipe
Respon humoral antibodi (anti-capsid antibodi)
NK cell
Mengenali sel yang mengalami modifikasi (down
regulations) MHC I
NKG2D pada NK cell mengenali MIC A atau MIC B
pada sel yang terinfeksi
NK cell – antibody ( IgG ) ADCC ( Antibody Dependent
Citotoxic Cell)
Vaksin vs Serum
Vaksin Serum
Imunisasi aktif (induksi sistem Imunisasi pasif (transfer produk
imun) imun)
Pencegahan Pengobatan
Kerja: waktu lama Kerja: waktu cepat
pembentukan antibodi mereduksi patogen
Diberikan pada orang sehat Diberikan pada orang yang
sakit
Whole/sub unit vaccine Antibodi
Hapten (bersifat imunogen)
Pemberian: Waktu pemberian: tertentu
• Single dose bergantung hasil diagnosis
• Multiple dose (booster)
Herpes Simpleks Tipe 1
Klasifikasi
Famili : Herpes viridae
Subfamili : Alpha herpes virinae
Genus : Simpleks virus
Spesies :
Virus Herpes Simpleks Tipe 1
Virus Herpes Simpleks Tipe 2
Morfologi
Pembungkus berasal dari
selaput inti sel yang
terinfeksi
Pembungkus ini
mengandung lipid,
karbohidrat, dan protein, dan
dapat menghilangkan eter
Genom ADN beruntai-untai
ganda (BM 85-106 X 106)
berbentuk lurus
Tipe1 dan 2 memperlihatkan
50% urutan homologi
Siklus Hidup
Siklus pertumbuhan HSV berlangsung dengan cepat,
memakan waktu 8-16 jam sampai selesai
Gen alfa(dini-segera) segera timbul setelah infeksi
Gen-gen ini ditraskripsikan pada keadaan tidak adanya
sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi
Gen beta(dini) timbul kemudian; membutuhkan hasil gen
alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu kebanyakan
berupa enzim dan protein replikasi
Ekspresi gen beta bertepatan dengan penurunan
transkripsi gen alfa dan penghentian sintesis protein sel
inang yang ireversibel, dan dikatakan sebagai kematian sel
Hasil-hasil gen gama(lambat) yang kemudian dihasilkan
dan mencakup sebagian besar protein struktural virus
Patogenesis
Ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang
Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa
atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten)
Ditransmisikan melalui sekresi oral,virus menyebar melalui droplet
pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi
Penyebaran dapat melalui kontak langsung antara seseorang yang tidak
memiliki antigen terhadap HSV dengan seseorang yang terinfeksi HSV
Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak langsung kulit
dengan lesi
Transmisi juga dapat terjadi dari seorang pasangan yang tidak memiliki
luka yang tampak
Kontak tidak langsung dapat melalui alat-alat yang dipakai penderita
karena memiliki envelope sehingga dapat bertahan hidup sekitar 30
menit di luar sel
Terapi dan Pencegahan
Terapi: Acyclovir tab
Dosis dewasa: 200 mg (400 mg pada pasien yang
memiliki respon imun yang
diperlemah/immunocompromised atau bila ada gangguan
absorbsi) 5 kali sehari, selama 5 hari