Anda di halaman 1dari 74

IMUNISASI

TUGAS DASAR BIOMEDIK SATU


KELAS “C”
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
1
Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi


dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu.Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang di
pakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan
kedalam tubuh melalui suntikan(misalnya vaksin BCG,DPT,dan
campak)dan melalui mulut (misalnya vaksin polio)
BAB I 2
KEBERHASIALAN VAKSINASI DALAM
PROFILAKSIS IMUN

Live Inactivated
Vaksin Vaksin
attenuated vaccine (Killed
Rekombinan Toksoid
vaccine vaccine)

Vaksin DNA Vaksin


Vaksin
(Plasmid DNA Acellular dan
Idiotipe
Vaccines) Subunit
3

  Contoh : Cacar yang


Imunisasi merupakan merupakan penyakit yang
kemajuan yang benar sangat ditakuti, berkat
dalam usaha imunisasi massal, sekarang
imunoprofilaksis serta telah dapat dilenyapkan dari
muka dunia ini. Demikian pula
menurunkan prevalensi
dengan polio yang dewasa ini
penyakit.  sudah dapat dilenyapkan
dibanyak negara.
4

PROSES
Imunitas intraseluler (sel T, magrofag) yang
diinduksi vaksinasi adalah esensial untuk mencegah FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
dan eradikasi bakteri, protozoa,virus, dan jamur,
intraseluler. oleh karena itu vaksin harus diarahkan
KEBERHASILAN IMUNISASI
• menginduksi baik sistem imun humoral maupun
untuk
selular, respon CD4+ ataau CD8+, respon Th1 atau Th2
sesuai dengan yang dibutuhkan. untuk infeksi cacing
dipilih induksi imunitas Th2 yang memacu produksi
IgE, sedangkan untuk proteksi terhadap mikrobakteri Status imun pejamu
dipilih respon Th1 yang mengaktifkan magrofag
imunitas pasif dengan sel, dewasa ini tidak dapat Faktor genetik pejamu
dilakukan dengan hitokompatibilitas yang berbeda.
imuniisasi dapat terjadi secara alamiah dan
Kualitas dan kuantitas vaksin
buatan(aktif dan pasif)
5
Live Attenuated Vaccine Live Attenuated Vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari Ciri-ciri:
 Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai
bakteri atau virus yang sudah menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk
dilemahkan daya virulensinya dosis kecil antigen
 Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak
dengan cara kultur dan perlu dosis berganda
perlakuan yang berulangulang,  Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek
netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.
namun masih mampu  Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
menimbulkan reaksi imunologi  Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi
alamiah
yang mirip dengan infeksi  Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan
alamiah. keefektifan mencapai 95%
 Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh,
meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan

Contoh:
Vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan
cacar air (varisela)
6
Inactivated vaccine (Killed vaccine) Inactivated vaccine (Killed vaccine)

 Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen


dapat dimasukkan dalam bentuk antigen
Vaksin dibuat dari bakteri atau  Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral
virus yang dimatikan dengan zat dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler
 Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu
kimia (formaldehid) atau dengan sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak
pemanasan, dapat berupa menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan
menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru
seluruh bagian dari bakteri atau barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga
virus, atau bagian dari bakteri  Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody
 Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
atau virus atau toksoidnya saja.  Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan
infeksi alamiah

Contoh:
vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia
pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.
7
Vaksin Toksoid

Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri


yang menimbulkan penyakit dengan Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu
memasukkan racun dilemahkan ke dalam dalam virus atau bakteri dengan
aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang melakukan kloning dari gen virus atau
dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan
bahan toksoid yang jadi disebut sebagai bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin
natural fluid plain toxoid yang mampu vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin
Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu hemofilus influenza tipe b (Hib) dan
tahun. vaksin Influenza.
Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus.

Vaksin Acellular dan Subunit


8
Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein
virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot.
(fragment antigen binding) dari antibodi yang Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli,
dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA
rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga
amino yang disebut sebagai idiotipe atau
dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai
determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen
antigen. Vaksin ini dapat menghambat pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk
pertumbuhan virus melalui netralisasai dan antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B. genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan
dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon
antibodi yang baik.
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan
epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen
vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode
gen epitop bagi sel penerima vaksin.
Vaksin Idiotipe
9
Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens
memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan
vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan
plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode
ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus
sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada
(kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA
dikodenya. (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang selular yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis
memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam pada manusia saat ini sedang dilakukan.
vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu
plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan
ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus
sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel
(kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang
dikodenya.
Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
BAB II 10
Antigen dan Imunogenistas
ANTIGEN
Pengertian :
Zat asing bisa bersifat imunogenik dan antigenik (mampu memprovokasi respons kekebalan tubuh) jika
komponen membran atau molekulnya mengandung struktur yang dikenali sebagai sistem kekebalan
asing.

Karakteristik umum :
• Struktur antigen disebut antigenik, determinan, atau epitop.
• Hanya faktor penentu yang menonjol pada permukaan protein yang biasanya dikenali oleh sistem
kekebalan tubuh.
• Respon kekebalan diarahkan pada determinan spesifik.
• Membran seluler secara kimia terdiri dari protein, fosfolipid, kolesterol, dan jejak polisakarida.
11
12
Pembagian Antigen
PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT EPITOP

d. Multideterminan,
multivalen
b. Unideterminan,
multivalen
c. Multideterminan,
a. Unideterminan, univalen
univalen Yaitu banyak macam
determinan dan
Yaitu hanya satu
banyak  dari setiap
determinan tetapi Yaitu banyak epitop macam pada satu
dua atau lebih yang bermacam-
Yaitu hanya satu determian tersebut
molekul (antigen
macam tetapi hanya dengan berat
jenis determinan ditemukan pada satu satu dari setiap molekul yang tinggi
atau epitop pada molekul. macamnya dan kompleks secara
satu molekul. (kebanyakan kimiawi).
protein).
13
Pembagian Antigen
ANTIGEN MENURUT SPESIFISITAS

a.  Heteroantigen,
d.  Antigen organ
yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesifik,
spesies yang berbeda. e. Autoantigen,

yaitu antigen yaitu antigen


b.  Xenoantigen c.  Alloantigen
yang dimilki oleh yang dimiliki
organ yang sama oleh alat tubuh
yaitu antigen (isoantigen) yaitu antigen dari spesies yang sendiri
yang hanya yang spesifik untuk berbeda.
dimiliki spesies individu dalam satu
tertentu. spesies.
14
Pembagian Antigen
KETERGANTUNGAN TERHADAP SEL T

A.  T dependent
yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat menimbulkan
respons antibodi.  Sebagai contoh adalah antigen protein.

B. T independent
yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi. 
SIFAT KIMIA ANTIGEN 15

Permukaan sel atau antigen terikat membran • Lipid dianggap antigen inferior
dapat terdiri dari kombinasi kelas karena kesederhanaan dan Asam nukleat adalah
biokimia. Sebagai contoh, antigen HLA kurangnya stabilitas struktural. antigen yang buruk karena
bersifat glikoprotein dan ditemukan pada Namun bila lipid dikaitkan kesederhanaan, fleksibilitas
membran permukaan sel tubuh yang dengan protein atau molekuler, dan degradasi
terdiri dari jaringan padat dan sel darah polisakarida, mereka dapat yang cepat.
yang paling banyak beredar. berfungsi sebagai antigen.

Antigen biasanya
• Karbohidrat (polisakarida) dianggap
merupakan molekul organik
kecil berfungsi sebagai antigen. Namun Protein adalah komponen antigen
besar yang mengandung
pada kasus antigen golongan darah yang sangat baik karena berat
protein atau polisakarida
eritrosit, pembawa protein atau lipida molekulnya yang tinggi dan
dalam jumlah besar,
mungkin bertentangan dengan ukuran kompleksitas strukturnya.
beberapa juga
yang diperlukan, dan polisakarida yang
mengandung lipid.
ada dalam bentuk rantai samping
memberikan spesifisitas imunologis.
SIFAT FISIKA ANTIGEN 16

Degradabilitas Keasingan
Untuk dapat dikenali sebagai benda asing
Merupakan ukuran sejauh
oleh sistem kekebalan, maka antigen harus
mana determinan antigen
merangsang respon imun. Oleh karena itu,
dikenali sebagai benda asing
molekul yang cepat mengalami degradasi
atau cepat hancur.
oleh sistem kekebalan. Kompleksitas

Semakin kompleks suatu


antigen (khususnya dalam hal
kompleksitas protein) maka
Ukuran molekul semakin efektif pula antigen
Stabilitas struktur tersebut.
Berat molekul yang lebih
tinggi akan lebih baik Jika struktur antigen yang stabil maka molekul
berfungsi sebagai antigen. merupakan antigen yang baru.
15
Imunogenisitas

Imunogenisitas merupakan
sifat dasar bahan tertentu
(imunogen). Imunogen
adalah bahan yang
menginduksi respon imun,
respon imun ditandai
dengan induksi sel B untuk
memproduksi Ig dan aktivasi
sel T yang melepas sitokin
BAB III 16
Klasifikasi Vaksin
17
18
IMUNISASI AKTIF
BAB IV 19
Imunisasi aktif dan imunisasi pasif

 Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik
dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
 Contoh :

Imunisasi polio atau campak

 Respons Primer dan Sekunder, ditandai dengan :


- Sel plasma memproduksi antibodi dan sel B memori.
- Lag phase, diperlukan sel naik untuk menjalani seleksi klon, ekspansi klon, dan differensiasi menjadi sel memori dan sel plasma.
- Kemampuan untuk memberikan respons humoral sekunder tergantung dari adanya sel B memori dan sel T memori.
- Aktivasi kedua sel menimbulkan respons antibodi sekunder yang dapat dibedakan dari respons primer.
20

 Unsur-unsur vaksin dalam imunisasi :


1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau
endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan juga dapat berasal dari ekstrak
komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian
dari organisme yang dijadikan vaksin.
2. Pengawet, stabilisator, atau antibiotik merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan
lemah atau menstailkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang biasa digunakan
dapat berupa seperti air raksa atau antibiotik.
3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultus jaringan yang digunakan sebagai
media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
4. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen
terpapar dengan antibody tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga (semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh)
IMUNISASI PASIF
21

 Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu
melalui placenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi.

 Contoh :

1. Penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.

2. Bayi yang baru lahir, dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta
selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
22

IMUNISASI PASIF ALAMIAH

1. Imunitas maternal melalui plasenta


Antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif kepada janin. IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus dan antibacterial
terhadap H, influenza B atau S, agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan memberikan proteksi pasif kepada janin dan
bayi.
2. Imunitas material melalui kolostrum
Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum (ASI pertama segera setelah partus). Antibodi
terhadap mikroorganisme yang menempati usus ibu dapat ditemukan dalam kolostrum sehingga bayi memperoleh proteksi
terhadap mikroorganisme yang masuk saluran cerna.
* Adanya antibodi terhadap patogen dalam ASI telah dibuktikan.
* Antibodi terhadap patogen nonamilentari seperti antitoksin tetanus, difteri, dan hemolisin anti-streptokok ditemukan
dalam bentuk kolostrum.
* Limfosit yang tuberculin sensitif dapat juga di transfer ke bayi melalui kolostrum, tetapi perannya dalam transfer CMI
belum diketahui.
23
IMUNISASI PASIF BUATAN
1. Immune Serum Globulin Nonspesifik (Human Normal Immunoglobulin)
Preparat dibuat dari plasma atau serum yang dikumpulkan dari donor sehat atau plasenta tanpa memperhatikan sudah atau belum
divaksinasi/dalam atau tidak dalam masa konvalesen suatu penyakit.
2. Immune Serum Globulin Spesifik
Plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi (booster) atau konvalesen dari suatu penyakit,
disebut sesuai dengan jenisnya, misalnya :


Diperoleh dari pool plasma manusia yang menunjukkan ●
Diperoleh dari serum manusia yang hiperimun
Hepatitis B Immune titer tertinggi antibodi HBsAG dan dapat diberikan Human Rabies Immune
terhadap rabies. HRIG digunakan untuk mengobati
Globulin (HBIG) kepada masa perinatal kepada anak yang dilahirkan oleh Globulin (HRIG)
ibu dengan infeksi Hepatitis B penderita terpajan dengan anjing gila

ISG ●
Diberikan sebagai proteksi sebelum Human Varicella-Zoster
Immune Globulin

digunakan sebagai profilaksis pada anak imunodefisien
untuk mencegah terjangkit varisela, tetapi tidak
menguntungkan untuk digunakan pada penderita dengan
dan sesudah pajanan.
Hepatitis A (HVIG) varisela aktif

ISG ●
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi
dengan virus campak yang dilemahkan
Antisera terhadap Virus

Diberikan secara rutin bagi mereka yang mendapat
transplan sumsum tulang untuk mengurangi reaktivasi
Sitomegalo virus bila diberikan obat imunosupresif dalam usaha
Campak kepada anak-anak yang imunodefisien. mengurangi kemungkinan penolakan tandur.
24
IMUNISASI PASIF BUATAN

Diberikan untuk mencegah sensitasi bu terhadap kemungkinan sel darah merah janin
Antibodi Rhogam yang rhesus positif, diberikan selama 16 minggu (trimester terakhir) kepada prima
rhesus negative.

Tetanus Immune ●
Antitoksin yang diberkan sebagai proteksi pasif setelah
Globulin (TIG) menderita luka

Vaccinia Immune ●
Diberikan kepada penderita dengan eksim atau imunokompromais yang
terpajan dengan vaksinia dan pada anggota tentara.
Globulin (VIG)

3. Serum Asal Hewan


Serum yang berasal dari anti bisa ular tertentu, laba-laba, kalajengking yang beracun digunakan untuk mengobati mereka yang
digigit.
4. Antibodi Heterolog Versus Antibodi Homolog
Antibodi heterolog asal kuda dapat menimbulkan sedikitnya 2 jenis hipersensitivitas (reaksi tipe I atau tipe II) yakni penyakit
serum atau kompleks imun.
25
BAB V
VAKSIN VIRUS
VAKSIN VIRUS
Vaksin Rubella (German measdes) Ada dua jenis vaksin yaitu yang dimatikan,
di-inaktifkan dalam formalin atau
Mengandung virus yang dilemahkan
propiolakton dan yang hidup atau
(dimatikan) dengan antigen tunggal
•dilemahkan (oral/naval).
yang ditumbuhkan dalam biakan
vaksin pada semua dewasa usia lebih dari
Human Diploid Cell Line
sama dengan 50 tahun
Rubella dapat menimbulkan
Dianjurkan vaksinasi pada semua anak usia
malformasi pada janin
6-23 bulan
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada
Golongan dengan resiko tinggi hendaknya
wanita yang sedang hamil
divaksinasi setiap tahun
Bila diberikan pada wanita yang
belum mengandung , dianjurkan untuk
tidak hamil dahulu selama 2 bulan. Virus Influenza
26

VAKSIN VIRUS
Vaksin Campak Diperoleh dalam dua bentuk yaitu vaksin
virus mati atau vaksin virus hidup (oral)
Vaksin hidup yang dilemahkan Vaksin virus mati: Vaksin memberikan
dari galur virus dengan antigen imunitas terhadap paralisa atau penyakit
tunggal yang dibiakkan dalam sistemik tetapi tidak terhadap infeksi
intestinal oleh polio
embrio ayam
Vaksin virus hidup: vaksin virus hidup
Dua dosis diberikan untuk memberikan proeksi terhadap inveksi
menyakinkan proteksi dapat intestinal dan penyakit paralisa
diberikan kepada orang yang
alergi telur
Vaksin Poliomielitis
27

VAKSIN VIRUS
Terdiri atas virus dimatikan
Vaksin Hepatitis B yang cukup efektif,
Terdiri atas partikel antigen permukaan diberikan kepada orang
Hepatitis B yang diinaktifkan (HBsAg) dan dengan resiko, misalnya
diabsorbsi dengan tawas, dimurnikan dari
plasma manusia/karier hepatitis dalam perjalanan atau
Produksi vaksin dari jamur dengan teknik mengunjungi negara
rekombinan dengan resiko
Merupan strategi vaksinasi pertama
terhadap bentuk kanker hepatoselular
Sering diberikan bersama (tempat berbeda)
dengan HBIG sebagai profilaksis paska Virus Hepatitis A
pajanan
28

VAKSIN VIRUS
Vaksin Varisela Virus Retro

Merupakan vaksin yang dilemahkan, Dapat mencegah kematian bayi


varisela yang dilemahkan diberikan akibat diare
kepada penderita leukimia limfosit tipe
akut
Vaksin mengandung4 tipe antigen
Tidak mencegah seluruh varisela, tetapi virus ysng berhubungan dengan
dapat mencegah penyakit berat penyakit pada manusia
Mungkin dapat diunakan sebagai
profilaksis paska pajanan
29

VAKSIN VIRUS
Resiko tinggi virus tipe papiloma
Vaksin Rabies
merupakan penyebab lesi
prekanker dan kanker serviks
Diperoleh dalam 2 bentuk yaitu : rahim.
1. Vaksin dimatikan untuk manusia Vaksin diberikan tiga kali suntikan
2. Vaksin hidup yang dilemahkan pada
hewan.
selama periode 6 bulan.
RIG (Rabies Imunoglobulin) diberikan Jadwal vaksin 0-2-6 bulan
pasca pajanan bersama vakin kecuali bila
sudah diberikan vaksinasi sebelumnya
Vaksin Papiloma
29
BAB V
VAKSIN BAKTERI
VAKSIN BAKTERI
VaksinVaksin
mikrobakterium bovis
Bacillus Calmette-Guerin Vaksin Subunit
yyang dilemahkan dan digunakan
manusia untuk pencegahan 1. Vaksin polisakarida
tuberkulosis. a. Vaksin pneumokok
b. Vaksin Hemofilus influenza
Vaksinasi diberikan pada bayi c. Vaksin Neseria meningitidis
Vaksin dapat mencegah penyakit d. Lyme disease
e. Vaksin S. pneumoni
berat pada anak, tetapi tidak f. Vaksin S. titi (Thiphim Vi)
mengontrol penyakit
Digunakan juga dalam
penanganan kanker kandung
kemih
30

VAKSIN BAKTERI

2. Antitoksin (ekso- dan 3. Vaksin peptida


endotoksin) – toksoid Menimbulkan efek subpresif terhadap
a. Antitoksin botulinum sistem imun, efektosik atau bereaksi silang
dengan protein endogen sudah
b. Antitoksin difteri dihilangkan
c. Antitoksin tetanus
d. Difteri, pertusis dan tetanus
31

Vaksin Hasil Rekayasa Genetika


• Vaksin dibuat dengan menggunakan prinsip rekayasa genetika yaitu suatu cara
untuk memanipulasi gen tertentu untuk memperoleh organisme unggul.
• Prinsip rekayasa genetika yang dilakukan dalam pembuatan vaksin:
1. Melakukan pemisahan beberapa gen tertentu dari organisme yang
menyebabkan penyakit, yang mempunyai peran sebagai penghasil antigen
yang mampu merangsang pembuatan antibodi oleh limfosit
2. Melakukan penyisipan gen-gen tersebut ke dalam tubuh organisme yang
mengalami kekurangan patogen
3. Melakukan kulturasi organisme hasil rekayasa sebagai upaya untuk
memproduksi anti gen dalam jumlah banyak
4. Melakukan ekstraksi anti gen untuk selanjutnya digunakan sebagai vaksin
VIRUS HEPATITIS B 32

•Rekayasa genetika telah memproduksi vaksin subunit yang berasal dari protein permukaan
virus. Vaksin sub unit pertama diproduksi adalah vaksin hepatitis.
•Partikel virus diselubungi oleh suatu protein permukaan. Protein permukaan ini merupakan
vaksin yang potensial. Protein permukaan dapat diperbanyak dengan metode kloning gen.
Gen pengkode protein tersebut dimasukkan  ke dalam plasmid sel ragi (Saccharomyces
cerevisiae). Sel ragi akan menghasilkan protein virus sekitar 1 – 2% dari total protein ragi.
Ragi yang ditumbuhkan dalam fermentor akan menghasilkan 50 -100 g protein virus
perliter kultur. Protein hasil rekombinan ini sama dengan protein virus alami.
• Virus hepatitis b (HVB), termasuk hepadnavirus, berukuran 42-nm double stranded DNA virus
dengan terdiri dari nucleocapsid core  (HBc Ag) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan
lipoprotein di bagian luarnya yang  berisi antigen permukaan (HBsAg). HBsAg adalah antigen
heterogen dengan suatu common antigen.
• Vaksin hepatitis B efektif sejak tahun 1982.
• Dua jenis vaksin hepatitis B yang diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada.
Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis
subtipe HBV.
 Tipe pertama  dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di
Amerika Serikat tetapi masih digunakan  secara luas.
33

Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA);


vaksin ini dibuat  dengan menggunakan sintesa HBsAg
dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae  (ragi yang
biasa dipakai untuk membuat kue).
Melalui tehnik rekombinan DNA menggunakan hepatitis B
surface antigen (HBsAg). Penggunaan vaksin meluas dan
efektif dalam menekan jumlah infeksi virus Hepatitis B (HVB).
Jenis vaksin rekombinan yang paling umum digunakan adalah
Recombivax HB   dan Energix-B, diberikan secara
intramuscular pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan
dewasa. Dosis pemberian vaksin sebanyak 3 kali.
Saccharomyces cerevisiae Teknologi DNA rekombinan atau sering juga disebut rekayasa
genetika merupakan teknologi yang memanfaatkan proses
replikasi, transkripsi dan translasi untuk memanipulasi,
mengisolasi dan mengekspresikan suatu gen dalam
organisme yang berbeda. Gen dari organisme yang lebih
tinggi diekspresikan pada organisme yang lebih rendah.
34

Vaksin Tumor
• Prinsip kerja sistem kekebalan tubuh dimulai dari sel dendritik atau disebut sistem alamiah yang dapat
membantu memulai respon kekebalan tubuh. Sel-sel yang terdapat di seluruh tubuh ini memperoleh zat
antigen berupa molekul dan terikat pada antibodi sehingga dapat mendeteksi adanya molekul pathogen
dari sel tumor. Selanjutnya, sel ini akan mengaktifkan kelenjar getah bening dan sel-sel T pada sistem
pertahanan tubuh untuk melakukan respon imun protektif untuk melawan sel tumor dan sel kanker
berkembang biak.
• Prinsip cara kerja vaksin antikanker menunjukkan suatu keberhasilan dalam uji coba pada binatang dan
manusia. Dengan meningkatnya Sel Dendritik (DC) bergerak atau bermigrasi secara dramatis ke kelenjar
getah bening sebagai respon antitumor merupakan cara optimal penggunaan vaksin DC sebagai
antikanker.
• Dalam uji klinis, penggunaan vaksin DC aman dan menginduksi respon imun antitumor yang bersifat
tahan lama. Hasil uji klinis dari vaksinasi ini pada beberapa pasien kanker stadium lanjut sangat
menggembirakan. Vaksin sipuleucel-T dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker prostat.
Dengan menyuntikkan vaksin DC berdampak langsung pada respon imun di sistem getah bening pasien.
• Bahkan pada uji klinis penggunaan sistem vaksin, DC terakumulasi dalam kelenjar getah bening pasien
yang menerima pengobatan Td daripada yang tidak. Harapan hidup pasien juga dapat bertahan hidup
lebih lama.
35

• Metode di atas dapat dijelaskan


dalam gambar berikut: dimulai dari
Sel dendritik (DC) bermigrasi ke
kelenjar getah bening untuk
menyiapkan antigen tumor yang
diturunkan pada dua jenis sel
kekebalan: memori sel CD4 + T yang
sebelumnya telah terkena antigen
itu.
• Begitu memperoleh, respon imun
yang kuat yang cepat, maka sel CD8
Cara Kerja Vaksin Dalam Pencegahan dan Pengobatan
Kanker + T akan membunuh sel-selyang
mengekspresikan antigen.
36

• Imunisasi biasanya dimulai pada anak dengan


memberikan toksoid difteri dan tetanus,kuman B.
• PPI atau EPI merupakan program pemerintah Indonesia
dalam bidang imunisasi untuk mencapai komitmen
internasional yaitu universal child immunization.
• Imunisasi yang diwajibkan Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) meliputi BCG,Polio,Hepatitis B,DPT dan
Campak
Jadwal Imunisasi Pada Anak: Rekomendasi IDAI 2008 37
38
IMUNISASI PADA GOLONGAN TERTENTU
1. Dewasa dan usia diatas 60 tahun pada usia dewasa dapat diberikan sebagai imunisasi ulangan atau
pertama. Pada usia diatas 60 tahun terjadi penurunan imun yang sekunder. Pemberian vaksin polisakarida
pneumokok dapat meningkatkan antibodi dengan efektif, pemberian vaksin influenza dianjurkan untuk
diberikan kepada golongan usia diatas 60 tahun karena virus influenza dapat merusak epitel pernafasan dan
memudahkan infeksi pneumonia bakterial.
2. Penyakit kronis penderita anemia sel sabit, penyakit hodgkin, mieloma multipel, penyakit kardiovaskuler
kronik, penyakit metabolik kronik/diabetes militus dan kegagalan ginjal dapat diberika vaksin pneumokok dan
vaksin virus influenza yang diinaktifkan/dilemahkan.
3. Risiko pekerjaan
a. Imunisasi hepatitis B, Q fever, pes, tularemia dan tifoid diberikan untuk karyawan laboratorium dan petugas
kesehatan. Imunoglobulin hepatitis B dengan titer tinggi dapat memberikan prokteksi pasif sementara pada
karyawan yang mendapat luka kulit yang berhubungan dengan bahaya transmisi hepatitis B. imunisasi profilaksis
dengan antigen sintetis atau dengan teknik rekombinan DNA untuk petugas kesehatan, petugas berbagai lembaga
(kontak dengan kelompok berisiko tinggi, narapidana) dan penderita yang sering menerima transfusi darah
Cont’d 39

b. Vaksin antraks untuk pekerja yang berhubungan dengan kulit dan binatang, terhadap penderita bruselosis
dan leptopsirosis meskipun proteksinya terhadap kedua penyakit tersebut belum terbukti.
c. Vaksin rabies untuk dokter hewan dan mahasiswa calon dokter hewan.
4. Rubela seronegatif penderita dengan rubela seronegatif perlu imunisasi sebelum pubertas dengan
vaksin yang dilemahkan. Pada golongan dengan imunokompromais (HIV, penderita transplantasi sumsum
tulang) dan kanker dianjurkan diberi vaksin pneumokok, influenza, hepatitis A dan B, Hemofilus influenza B
dan variesela.
5. Golongan risiko lain Golongan dengan aktivitas seksual yang tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif,
bayi lahir dari ibu pengidap penyakit hepatitis/AIDS, keluarga yang kontak dengan penderita terinfeksi
hepatitis akut atau kronis, memerlukan vaksin yang sesuai.
6. Imunisasi dalam perjalanan vaksin terhadap kolera dan yellow fever diperlukan untuk yang akan
mengunjungi negara dengan endemi atau epidemi. Yellow fever berlaku untuk 10 tahun dan mulai berlaku 10
hari sesudah tanggal vaksinasi. Vaksinasi kolera hanya berlaku untuk 6 bulan yang mulai berlaku 6 hari
sesudah vaksinasi primer. Vaksinasi yang diperlukan bagi mereka yang melakukan ibadah Haji/Umrah sudah
dijelaskan terlebih dahulu.
Cont’d 40

7. Vaksin/kontrasepsi Imunologis vaksin yang menginduksi antibodi dan respons imun humoral terhadap
hormon atau antigen gamet yang berperan pada reproduksi telah dikembangkan. Vaksin tersebut dapat
mengontrol fertilitas pada hewan eksperimental.
8. Vaksinasi pada penderita dengan tandur imunisasi diberikan kepada golongan imunokompromais.
imunisasi dengan virus hidup dapat menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin tersebut
sehingga vaksin tersebut tidak boleh diberikan. Vaksin mati tidak mereplikasi dan karenanya tidak
menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin. Pengguna imunosupresan, respon imun menjadi
tidak adekuat sehingga memerlukan booster yang multipel.
9. Wanita hamil dan yang menyusui vaksin yang diberikan pada ibu hamil yang hanya diduga tidak akan
menimbulkan efek samping, risiko untuk penyakit tinggi dan infeksi merupakan risiko untuk ibu dan bayi.
Vaksin diberikan pada trimester ke-2 atau ke-3, bila mungkin dapat mengurangi keresahan teratogenisitas.
Vaksin hidup tidak dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil. Vaksinasi tetanus dan influenza mati banyak
dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil.
Cont’d 41

10. Lain-lain

Risiko lain pada golongan tertentu


Kondisi/keadaan Risiko dan perhatian khusus dan

Dietesis perdarahan Gunakan vaksin IM dengan hati-hati

Pemberian aspirin jangka panjang Vaksin influenza mati

Penggunaan obat terlarang Hepatitis A dan B

Bayi prematur Ikuti jadwal vaksinasi jangan turunkan dosis

Senter titipan anak Hepatitis A, B, influenza


TEMPAT PEMBERIAN
VAKSIN
42

Pemberian parenteral (ID, SK, IM), pada lengan daerah Deltoid, usia 36 bulan dan lebih tua

Vaksin hepatitis IM lengan respons baik, dibanding pemberian Intragluteal

Vaksin polio parenteral (virus dimatikan) respons antibodi serum lebih tinggi,
dibanding vaksin hidup oral

Yang akhir produksi IgA secretori proteksi lokal

Beberapa vaksin saluran nafas baik, dibanding dg parenteral (seperti virus


campak hidup)
IMUNITAS MUKOSA 43

Imunitas mukosa timbul bila patogen terpajan


dengan sistem imun mukosa
Imunitas mukosa adalah proteksi
terhadap infeksi epitel mukosa
yang sebagian besar tergantung
dari produksi dan sekresi IgA Vaksin yang dilemahkan dan
diberikan oral atau intranasal
lebih efektif dalam memacu
imunitas setempat dan relevan
dibanding dengan pemberian
parenteral.
Terutama berlaku untuk patogen yang hidup di permukaan
mukosa atau yang masuk tubuh melalui mukosa sebagai
pertahanan tubuh.
44
IMUNITAS HUMORAL

- Ditentukan oleh adanya antibodi dalam darah dan cairan jaringan


terutama IgG.
- Antibodi serum efektif terhadap patogen yang masuk dalam darah
sehingga mencegah terjadinya penyakit.
- IgG juga penting pada proteksi terhadap toksin dan bisa
SISTEM
EFEKTOR
Sistem efektor adalah respons imun
yang dapat membatasi penyebaran
Imunitas tersebut dipacu oleh vaksin virus
infeksi atau mengeliminasi patogen
hidup / dilemahkan, yang selanjutnya
yang ditentuka oleh tempat patogen,
mengaktifkan sel-sel efektor melalui
intraselular atau ekstraseluler.
presentasi oleh APC dengan bantuan molekul
MHC-1 ke sel T.

sel CD4+/Th1 diperlukan untuk mengontrol


patogen yang hidup dalam makrofag.

Untuk membunuh virus intraselular dibutuhkan Vaksin yang dibutuhkan harus dapat
sel T CD8+ merangsag imunitas selular/makrofag.
Antibodi IgG, IgA dan lainnya, kadang-
kadang efektif dalam mengontrol patogen
yang disebarkan oleh infeksi ulang.
LAMA PROTEKSI

Imunitas
Lama proteksi
juga bergantung
sesudah pada
vaksinasi
tempat
bervariasi,
infeksi dan
bergantung
jenis respons
pada patogen
imun yang
dan
efektif
jenis vaksinnya.
terhadapnya.

Contoh:
Imunitas terhadap toksin tetanus dapat berlangsung 10
tahun atau lebih. Sebaliknya, imunitas terhadap kolera
akan melemah setelah 3-6 bulan.
Vaksinasi
1. Vaksin virus yang dilemahkan (campak, rubella, polio oral, BCG) dapat menimbulkan penyakit progresif
padapenderita yang imunokompromais atau pada penderita yang mendapat pengobatan steroid. Vaksin
dapat menimbulkan penyakit dan kematian oleh karena orang tersebut tidak dapat mengontrol virus
meskipun dilemahkan
2. Virus yang dilemahkan hendaknya tidak diberikan kepada wanita hamil karena berbahaya kepada janin
3. Vaksin pertusis kadang menimbulkan efek samping yaitu ensefalopati pada bayi. Vaksin pertusis tidak
dianjurkan untuk bayi dengan riwayat kejang-kejang.
4. Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun
5. Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti antibiotik seperti neomisin. Oleh karena itu
pemberiannya tidak dianjurkan pada mereka yang alergik terhadap obat.
45
Keamanan Vaksinasi
1. Proses melemahkan bakteri/virus
Bahaya vaksin yang kurang memadai
Disebabkan oleh
dilemahkan 2. Terjadi mutasi ke bentuk virulen
3. Kontaminasi

Bahaya vaksin yang 1. Kontaminasi


Disebabkan oleh
dimatikan 2. Reaksi alergi atau autoimun

Stabilitas
Pada umumnya (suhu 4
VAKSIN STABIL selama Satu tahun
derajat celcius)

Pada suhu 37 derajat


VAKSIN STABIL selama 2 – 3 hari
celcius
BIOTERORISME 46

Bioterorisme adalah pelepasan bahan KRITERIA PENENTU BAHWA BAHAN ILOGIS


biologis berbahaya yang disengaja untuk
mengintimidasi rakyat-pemerintahan (nama TERTENTU MEMILIKI SIFAT UNTUK
biowarfare lebih cocok). Kuman antraks MENYERANG DENGAN EFEKTIF
yang merupakan kuman aerobic positif-
Gram dengan ukuran besar, membentuk
sopra dan toksin merupakan salah satu 1. Kemampuan menimbulkan angka morbiditas dan
bahan senjata biologis yang sering di pakai.
mortalitas yang tinggi
2. Tranmisi potensial dari satu ke lain orang
3. Dosis infeksi yang rendah
4. Vaksin efektif tidak ada atau dalam persediaan sedikit
5. Tidak ada imunitas alamiah
6. Dapat diproduksi dalam jumlah besar
7. Stabil dalam lingkungan
8. Dapat menginduksi kepanikan oleh ketakutan infeksi
47

Kontraindikasi Imunisasi, keberhasilan Vaksinasi, Imunisasi


dalam Penilaian Respons Humoral
48

KONTRAINDIKASI IMUNISASI

• Kontraindikasi merupakan keadaan yang meningkatkan kemungkinan


terjadinya efek berbahaya yang tidak diinginkan ; bila ditemukan, vaksin
hendaknya tidak diberikan. Kontraindikasi yang benar permanen untuk semua
vaksin adalah reaksi alergi berat / anafilaksis terhadap vaksin atau komponennya.
Kontraindikasi umum vaksinasi dapat berupa absolut atau merupakan
pertimbangan khusus yang harus diperhatikan.
49

Kontraindikasi umum vaksinasi

Kontraindikasi Absolut Pertimbangan Khusus


• Penyakit akut sistemik dengan demam
• Reaksi saraf terhadap vaksin terdahulu
terutama pertusis, baik lokal, berat dan • Riwayat kerusakan serebral
sistemik. terdokumentasi waktu neonatus
(kejang – kejang, epilepsi)
• Anak dengan kelainan saraf
• Penderita dengan imunosupresi
primer atau sekunder
• Kehamilan
• Alergi telur – beberapa vaksin dibuat
dalam telur ayam
50

Vaksin dan autism

• Pada tahun 1998 di London dilaporkan 12 anak dengan gangguan regresif dan
enterokolitis, menderita autism yang menurut orang tuanya berhubungan dengan
pemberian vaksin MMR.
• Pada 8 anak awitan regresi saraf hanya bersifat sementara. Sesudah itu menyusul laporan
studi lain bahwa yang menimbulkan autism adalah vaksin individual dan bukan vaksin
campuran MMR.
• Namun oleh karena laporan itu tidak disertai kontrol, hubungan kausal tidak dapat
ditentukan. Kemudian dilaporkan berbagai hipotesis MMR yang menimbulkan autism.
• Studi – studi selanjutnya sesudah 1988, menunjukkan bahwa jumlah anak dengan autism
yang mendapat MMR adalah sama dengan jumlah anak dalam populasi. Tidak ditemukan
adanya kejadian autism pada berbagai interval sampai usia satu tahun. Studi – studi lebih
lanjut tidak ada yang menunjang bahwa MMR menimbulkan autism.
51

Keberhasilan Vaksinasi

• Tujuan vaksinasi
Untuk memberikan imunitas yang efektif dengan menciptakan
ambang mekanisme efektor imun yang adekuat dan sesuai, beserta
populasi sel memori yang dapat berkembang cepat pada kontak
baru dengan antigen dan memberikan proteksi terhadap infeksi.
52

Faktor keberhasilan imunisasi

• Status imun individu


Adanya antibodi spesifik pada individu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi.
Contohnya : Pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi
campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang
memuaskan. 
• Faktor Genetik
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen
tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain tinggi sehingga
mungkin ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons imun dapat berperan
melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non MHC.
• Gen komplek MHC
Gen kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan
molekul MHC kelas I, dan sel Td serta sel Th akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas II. Jadi
respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti bahwa akan terdapat potensi variasi respons imun.
53

• Gen non MHC


Secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan
gen tertentu, misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton yang terangkai
dengan kromosom X yang hanya terdapat pada anak laki-laki. Demikian
pula penyakit alergi yaitu penyakit yang menunjukkan perbedaan respons
imun terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang diturunkan.
Faktor-faktor ini menyokong adanya peran genetik dalam respons imun,
namun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.
• Kualitas dan kuantitas vaksin
Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan
keberhasilan vaksinasinya seperti cara pemberian, dosis, frekuensi
pemberian, anjuran yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
54

• Faktor Ajuvan
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik meningkatkan respons imun terhadap
antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen
pada atau dekat dengan tempat suntikan. Vaksin pertusis adalah suatu ajuvan yang
poten: ini terbukti bahwa pada hasil penelitian di negara lain, kombinasi antigen
pertusis kedalam vaksin DT akan memperbaiki imunogenitas toksoid dibandingkan
jika diberikan secara tunggal. Persyaratan ajuvan harus aman, stabil, dan mudah
diperoleh serta mempunyai sasaran khusus sel sistem imun dengan spesifisitas
berdasarkan asalnya dari peranan sebagai imunomodulator.
• Faktor bahan pengawet (preservative)
Pada vaksin juga berpengaruh pada respon imun ini. Menurut Vogel dkk (2004),
bahan pengawet yang digunakan dalam vaksin, digunakan dalam jumlah yang
sangat sedikit dapat mencegah kontaminasi bakteri dan mikro¬organisme lain pada
vaksin, terutama vial multidosis yang telah dibuka. Pemberian vaksin kombinasi
DTP/HB secara kumulatif akan mengurangi kadar zat pengawet yang terdapat di
dalam vaksin.
• Faktor Antibiotik 55
Antibiotik yang digunakan dalam vaksin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Sebagai contoh, neomycin, kanamycin yang ada di dalam vaksin campak, dapat menimbulkan
reaksi alergi sistemik. Reaksi alergi yang parah dapat membahayakan jiwa. Namun, hal ini jarang
terjadi, diperkirakan kemungkinan dapat ditemukan satu kasus dari setengah juta dosis vaksin.
Reaksi alergi dapat diperkecil dengan skrining terlebih dahulu melalui wawancara sebelum
dilakukan imunisasi.
• Faktor suntikan yang Aman
Salah satu kebijaksanaan program imunisasi di Indonesia, yaitu penggunaan satu jarum dan
satu spuit steril untuk setiap suntikan. Kebijakan ini mulai diterapkan sejak tahun 2002, yaitu
berupa penerapan kebijakan safety injection dan safe disposal management Sehingga mulai
tahun 2003 Program Imunisasi rutin dan tambahan di Indonesia menggunakan alat suntik
Autodisable syringe. Safety injection dan safe disposal management meliputi aman bagi
penerima suntikan, aman bagi pelaku penyuntikan dan aman bagi lingkungan. Pada dasarnya
Safety Injection, merupakan suatu  kondisi dalam hal mana sasaran imunisasi memperoleh
kekebalan terhadap suatu penyakit, tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan atau
penularan penyakit pasca imunisasi pada sasaran maupun petugas, serta tidak menimbulkan
kecelakaan atau penularan infeksi pada masyarakat atau lingkungan terkait.
56

Imunisasi dalam
Respons Humoral
57

Antibodi terhadap antigen virus umum dapat digunakan untuk mengetahui riwayat
adanya pajanan terhadap antigen virus.
Bila seseorang pernah mendapat imunisasi, maka adanya antibodi misalnya terhadap
toksoid tetanus, toksoid difteri dan polio dapat diketahui. Bila kadar antibodinya
rendah, pada penderita dapat dilakukan tes imunisasi dengan bakteri mati dan
responnya dievaluasi 4-6 minggu kemudian.
Tes imunisasi dapat digunakan dalam penilaian produksi antibodi pada penderita
dengan infeksi rekuren.
58

Respons Imun Respons imun primer

Respons imun primer adalah respons


imun yang terjadi pada pajanan pertama
kalinya dengan antigen. Antibodi yang
terbentuk pada respons imun primer
kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih
rendah dibanding dengan respons imun
sekunder, demikian pula daya afinitasnya.
Waktu antara antigen masuk sampai dengan
timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
dibanding dengan respons imun sekunder .
59

Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk


Respon Imun kebanyakan adalah IgG dengan titer dan afinitas yang lebih
Sekunder tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun
primer. Hal ini disebabkan sel memori yang terbentuk pada
respons imun primer akan cepat mengalami transformasi
blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi.

Sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi


blast dan berdiferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih
banyak terbentuk sel efektor dan sel memori
Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah yang
diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajan
pada antigen yang serupa kelak.
 Untuk mendapatkan titer antibodi yang cukup tinggi dan
mencapai nilai protektif, sifat respons imun sekunder ini
diterapkan dengan memberikan vaksinasi berulang
beberapa kali.
SEJARAH IMUNISASI DI INDONESIA 60
Tahun 1956 Pelaksanaan kegiatan imunisasi untuk penyakit cacar
Tahun 1956 Indonesia berhasil dinyatakan bebas penyakit cacar oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia)
Tahun 1956 Penyelenggaraan program imunisasi BCG
Tahun 1973 Pelaksanaan kegiatan imunisasi untuk penyakit cacar
Tahun 1974 Program imunisasi vaksin TT kepada ibu hamil
Tahun 1976 Mulai dikembangkan imunisasi DPT pada beberapa kecamatan di pulau Bangka

Tahun 1977 Penetapan fase persiapan Pengembangan Program Imunisasi (PPI)

Program imunisasi secara rutin terus dikembangkan dengan memberikan beberapa antigen,
Tahun 1980
yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak.

Tahun 1992 Program imunisasi Hepatitis B mulai diperkenalkan kepada beberapa kabupaten di beberapa
propinsi
Tahun 1995 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) I
Tahun 1996 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) II
Tahun 1997 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) III
Tahun 1997 Program imunisasi Hepatitis B dilaksanakan secara nasional
61

Pada tahun 1974, cakupan imunisasi di Indonesia baru mencapai 5% sehingga pemerintah

pada tahun 1977 menyelenggarakan PPI atau Expanded Program on Immunization (EPI).

Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai

komitmen internasional dalam rangka percepatan pencapaian Universal Child Immunization

(UCI) pada akhir tahun 1982.

Cakupan imunisasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga setiap tahun minimal 3

juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan.

Keberhasilan pemerintah dalam mecapai UCI secara nasional dapat dicapai pada tahun 1990

dengan cakupan imunisasi mencapai 90%.


62
SITUASI IMUNISASI DI INDONESIA
TAHUN 2007-2015
Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor
Dibandingkan dengan negaralain di antara
36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap
sebelas negara di Asia Tenggara (SEARO),
anak berhak memperoleh imunisasi dasar
Indonesia memiliki cakupan imunisasi
sesuai dengan ketentuan untuk mencegah
campak sebesar 84% dan termasuk dalam
terjadinya penyakit yang dapat dihindari
kategori cakupan imunisasi campak
melalui imunisasi dan pemerintah wajib
sedang (World Health Statistic 2015).
memberikan imunisasi lengkap kepada
Sedangkan Timor Leste dan India termasuk
setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan
dalam kategori cakupan imunisasi campak
imunisasi tertuang dalam Peraturan
rendah.
Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013
63
64
65
66
67

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna, 2010. Imunologi Dasar. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi.
Hidayat,Alimul aziz.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikaan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/

Turgeon, Mary Louise. 1996. Immunology & Serology In Laboratory Medicine Second Edition. United States of Amerika :
Mosby Inc.

Proverawati, A., C.S.D. Andhini. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta : Nuha Offset
Baratawidjaja, K.G., I. Rengganis. 2014. Edisi 11 Cetakan ke-2. Imunologi Dasar. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Barata widjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2013. Imunologi Dasar (Edisi ke-10). Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Karnen Garna Baratawidjaya, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 602-609.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Imunisasi-2016.pdf
http://infoimunisasi.com/vaksin/sejarah-imunisasi-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai