Imunisasi DB 1 KELAS C
Imunisasi DB 1 KELAS C
Live Inactivated
Vaksin Vaksin
attenuated vaccine (Killed
Rekombinan Toksoid
vaccine vaccine)
PROSES
Imunitas intraseluler (sel T, magrofag) yang
diinduksi vaksinasi adalah esensial untuk mencegah FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
dan eradikasi bakteri, protozoa,virus, dan jamur,
intraseluler. oleh karena itu vaksin harus diarahkan
KEBERHASILAN IMUNISASI
• menginduksi baik sistem imun humoral maupun
untuk
selular, respon CD4+ ataau CD8+, respon Th1 atau Th2
sesuai dengan yang dibutuhkan. untuk infeksi cacing
dipilih induksi imunitas Th2 yang memacu produksi
IgE, sedangkan untuk proteksi terhadap mikrobakteri Status imun pejamu
dipilih respon Th1 yang mengaktifkan magrofag
imunitas pasif dengan sel, dewasa ini tidak dapat Faktor genetik pejamu
dilakukan dengan hitokompatibilitas yang berbeda.
imuniisasi dapat terjadi secara alamiah dan
Kualitas dan kuantitas vaksin
buatan(aktif dan pasif)
5
Live Attenuated Vaccine Live Attenuated Vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari Ciri-ciri:
Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai
bakteri atau virus yang sudah menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk
dilemahkan daya virulensinya dosis kecil antigen
Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak
dengan cara kultur dan perlu dosis berganda
perlakuan yang berulangulang, Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek
netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.
namun masih mampu Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
menimbulkan reaksi imunologi Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi
alamiah
yang mirip dengan infeksi Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan
alamiah. keefektifan mencapai 95%
Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh,
meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan
Contoh:
Vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan
cacar air (varisela)
6
Inactivated vaccine (Killed vaccine) Inactivated vaccine (Killed vaccine)
Contoh:
vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia
pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.
7
Vaksin Toksoid
Karakteristik umum :
• Struktur antigen disebut antigenik, determinan, atau epitop.
• Hanya faktor penentu yang menonjol pada permukaan protein yang biasanya dikenali oleh sistem
kekebalan tubuh.
• Respon kekebalan diarahkan pada determinan spesifik.
• Membran seluler secara kimia terdiri dari protein, fosfolipid, kolesterol, dan jejak polisakarida.
11
12
Pembagian Antigen
PEMBAGIAN ANTIGEN MENURUT EPITOP
d. Multideterminan,
multivalen
b. Unideterminan,
multivalen
c. Multideterminan,
a. Unideterminan, univalen
univalen Yaitu banyak macam
determinan dan
Yaitu hanya satu
banyak dari setiap
determinan tetapi Yaitu banyak epitop macam pada satu
dua atau lebih yang bermacam-
Yaitu hanya satu determian tersebut
molekul (antigen
macam tetapi hanya dengan berat
jenis determinan ditemukan pada satu satu dari setiap molekul yang tinggi
atau epitop pada molekul. macamnya dan kompleks secara
satu molekul. (kebanyakan kimiawi).
protein).
13
Pembagian Antigen
ANTIGEN MENURUT SPESIFISITAS
a. Heteroantigen,
d. Antigen organ
yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesifik,
spesies yang berbeda. e. Autoantigen,
A. T dependent
yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat menimbulkan
respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
B. T independent
yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.
SIFAT KIMIA ANTIGEN 15
Permukaan sel atau antigen terikat membran • Lipid dianggap antigen inferior
dapat terdiri dari kombinasi kelas karena kesederhanaan dan Asam nukleat adalah
biokimia. Sebagai contoh, antigen HLA kurangnya stabilitas struktural. antigen yang buruk karena
bersifat glikoprotein dan ditemukan pada Namun bila lipid dikaitkan kesederhanaan, fleksibilitas
membran permukaan sel tubuh yang dengan protein atau molekuler, dan degradasi
terdiri dari jaringan padat dan sel darah polisakarida, mereka dapat yang cepat.
yang paling banyak beredar. berfungsi sebagai antigen.
Antigen biasanya
• Karbohidrat (polisakarida) dianggap
merupakan molekul organik
kecil berfungsi sebagai antigen. Namun Protein adalah komponen antigen
besar yang mengandung
pada kasus antigen golongan darah yang sangat baik karena berat
protein atau polisakarida
eritrosit, pembawa protein atau lipida molekulnya yang tinggi dan
dalam jumlah besar,
mungkin bertentangan dengan ukuran kompleksitas strukturnya.
beberapa juga
yang diperlukan, dan polisakarida yang
mengandung lipid.
ada dalam bentuk rantai samping
memberikan spesifisitas imunologis.
SIFAT FISIKA ANTIGEN 16
Degradabilitas Keasingan
Untuk dapat dikenali sebagai benda asing
Merupakan ukuran sejauh
oleh sistem kekebalan, maka antigen harus
mana determinan antigen
merangsang respon imun. Oleh karena itu,
dikenali sebagai benda asing
molekul yang cepat mengalami degradasi
atau cepat hancur.
oleh sistem kekebalan. Kompleksitas
Imunogenisitas merupakan
sifat dasar bahan tertentu
(imunogen). Imunogen
adalah bahan yang
menginduksi respon imun,
respon imun ditandai
dengan induksi sel B untuk
memproduksi Ig dan aktivasi
sel T yang melepas sitokin
BAB III 16
Klasifikasi Vaksin
17
18
IMUNISASI AKTIF
BAB IV 19
Imunisasi aktif dan imunisasi pasif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik
dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Contoh :
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu
melalui placenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi.
Contoh :
1. Penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.
2. Bayi yang baru lahir, dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta
selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
22
●
Diperoleh dari pool plasma manusia yang menunjukkan ●
Diperoleh dari serum manusia yang hiperimun
Hepatitis B Immune titer tertinggi antibodi HBsAG dan dapat diberikan Human Rabies Immune
terhadap rabies. HRIG digunakan untuk mengobati
Globulin (HBIG) kepada masa perinatal kepada anak yang dilahirkan oleh Globulin (HRIG)
ibu dengan infeksi Hepatitis B penderita terpajan dengan anjing gila
ISG ●
Diberikan sebagai proteksi sebelum Human Varicella-Zoster
Immune Globulin
●
digunakan sebagai profilaksis pada anak imunodefisien
untuk mencegah terjangkit varisela, tetapi tidak
menguntungkan untuk digunakan pada penderita dengan
dan sesudah pajanan.
Hepatitis A (HVIG) varisela aktif
ISG ●
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi
dengan virus campak yang dilemahkan
Antisera terhadap Virus
●
Diberikan secara rutin bagi mereka yang mendapat
transplan sumsum tulang untuk mengurangi reaktivasi
Sitomegalo virus bila diberikan obat imunosupresif dalam usaha
Campak kepada anak-anak yang imunodefisien. mengurangi kemungkinan penolakan tandur.
24
IMUNISASI PASIF BUATAN
●
Diberikan untuk mencegah sensitasi bu terhadap kemungkinan sel darah merah janin
Antibodi Rhogam yang rhesus positif, diberikan selama 16 minggu (trimester terakhir) kepada prima
rhesus negative.
Tetanus Immune ●
Antitoksin yang diberkan sebagai proteksi pasif setelah
Globulin (TIG) menderita luka
Vaccinia Immune ●
Diberikan kepada penderita dengan eksim atau imunokompromais yang
terpajan dengan vaksinia dan pada anggota tentara.
Globulin (VIG)
VAKSIN VIRUS
Vaksin Campak Diperoleh dalam dua bentuk yaitu vaksin
virus mati atau vaksin virus hidup (oral)
Vaksin hidup yang dilemahkan Vaksin virus mati: Vaksin memberikan
dari galur virus dengan antigen imunitas terhadap paralisa atau penyakit
tunggal yang dibiakkan dalam sistemik tetapi tidak terhadap infeksi
intestinal oleh polio
embrio ayam
Vaksin virus hidup: vaksin virus hidup
Dua dosis diberikan untuk memberikan proeksi terhadap inveksi
menyakinkan proteksi dapat intestinal dan penyakit paralisa
diberikan kepada orang yang
alergi telur
Vaksin Poliomielitis
27
VAKSIN VIRUS
Terdiri atas virus dimatikan
Vaksin Hepatitis B yang cukup efektif,
Terdiri atas partikel antigen permukaan diberikan kepada orang
Hepatitis B yang diinaktifkan (HBsAg) dan dengan resiko, misalnya
diabsorbsi dengan tawas, dimurnikan dari
plasma manusia/karier hepatitis dalam perjalanan atau
Produksi vaksin dari jamur dengan teknik mengunjungi negara
rekombinan dengan resiko
Merupan strategi vaksinasi pertama
terhadap bentuk kanker hepatoselular
Sering diberikan bersama (tempat berbeda)
dengan HBIG sebagai profilaksis paska Virus Hepatitis A
pajanan
28
VAKSIN VIRUS
Vaksin Varisela Virus Retro
VAKSIN VIRUS
Resiko tinggi virus tipe papiloma
Vaksin Rabies
merupakan penyebab lesi
prekanker dan kanker serviks
Diperoleh dalam 2 bentuk yaitu : rahim.
1. Vaksin dimatikan untuk manusia Vaksin diberikan tiga kali suntikan
2. Vaksin hidup yang dilemahkan pada
hewan.
selama periode 6 bulan.
RIG (Rabies Imunoglobulin) diberikan Jadwal vaksin 0-2-6 bulan
pasca pajanan bersama vakin kecuali bila
sudah diberikan vaksinasi sebelumnya
Vaksin Papiloma
29
BAB V
VAKSIN BAKTERI
VAKSIN BAKTERI
VaksinVaksin
mikrobakterium bovis
Bacillus Calmette-Guerin Vaksin Subunit
yyang dilemahkan dan digunakan
manusia untuk pencegahan 1. Vaksin polisakarida
tuberkulosis. a. Vaksin pneumokok
b. Vaksin Hemofilus influenza
Vaksinasi diberikan pada bayi c. Vaksin Neseria meningitidis
Vaksin dapat mencegah penyakit d. Lyme disease
e. Vaksin S. pneumoni
berat pada anak, tetapi tidak f. Vaksin S. titi (Thiphim Vi)
mengontrol penyakit
Digunakan juga dalam
penanganan kanker kandung
kemih
30
VAKSIN BAKTERI
•Rekayasa genetika telah memproduksi vaksin subunit yang berasal dari protein permukaan
virus. Vaksin sub unit pertama diproduksi adalah vaksin hepatitis.
•Partikel virus diselubungi oleh suatu protein permukaan. Protein permukaan ini merupakan
vaksin yang potensial. Protein permukaan dapat diperbanyak dengan metode kloning gen.
Gen pengkode protein tersebut dimasukkan ke dalam plasmid sel ragi (Saccharomyces
cerevisiae). Sel ragi akan menghasilkan protein virus sekitar 1 – 2% dari total protein ragi.
Ragi yang ditumbuhkan dalam fermentor akan menghasilkan 50 -100 g protein virus
perliter kultur. Protein hasil rekombinan ini sama dengan protein virus alami.
• Virus hepatitis b (HVB), termasuk hepadnavirus, berukuran 42-nm double stranded DNA virus
dengan terdiri dari nucleocapsid core (HBc Ag) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan
lipoprotein di bagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBsAg). HBsAg adalah antigen
heterogen dengan suatu common antigen.
• Vaksin hepatitis B efektif sejak tahun 1982.
• Dua jenis vaksin hepatitis B yang diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada.
Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis
subtipe HBV.
Tipe pertama dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di
Amerika Serikat tetapi masih digunakan secara luas.
33
Vaksin Tumor
• Prinsip kerja sistem kekebalan tubuh dimulai dari sel dendritik atau disebut sistem alamiah yang dapat
membantu memulai respon kekebalan tubuh. Sel-sel yang terdapat di seluruh tubuh ini memperoleh zat
antigen berupa molekul dan terikat pada antibodi sehingga dapat mendeteksi adanya molekul pathogen
dari sel tumor. Selanjutnya, sel ini akan mengaktifkan kelenjar getah bening dan sel-sel T pada sistem
pertahanan tubuh untuk melakukan respon imun protektif untuk melawan sel tumor dan sel kanker
berkembang biak.
• Prinsip cara kerja vaksin antikanker menunjukkan suatu keberhasilan dalam uji coba pada binatang dan
manusia. Dengan meningkatnya Sel Dendritik (DC) bergerak atau bermigrasi secara dramatis ke kelenjar
getah bening sebagai respon antitumor merupakan cara optimal penggunaan vaksin DC sebagai
antikanker.
• Dalam uji klinis, penggunaan vaksin DC aman dan menginduksi respon imun antitumor yang bersifat
tahan lama. Hasil uji klinis dari vaksinasi ini pada beberapa pasien kanker stadium lanjut sangat
menggembirakan. Vaksin sipuleucel-T dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker prostat.
Dengan menyuntikkan vaksin DC berdampak langsung pada respon imun di sistem getah bening pasien.
• Bahkan pada uji klinis penggunaan sistem vaksin, DC terakumulasi dalam kelenjar getah bening pasien
yang menerima pengobatan Td daripada yang tidak. Harapan hidup pasien juga dapat bertahan hidup
lebih lama.
35
b. Vaksin antraks untuk pekerja yang berhubungan dengan kulit dan binatang, terhadap penderita bruselosis
dan leptopsirosis meskipun proteksinya terhadap kedua penyakit tersebut belum terbukti.
c. Vaksin rabies untuk dokter hewan dan mahasiswa calon dokter hewan.
4. Rubela seronegatif penderita dengan rubela seronegatif perlu imunisasi sebelum pubertas dengan
vaksin yang dilemahkan. Pada golongan dengan imunokompromais (HIV, penderita transplantasi sumsum
tulang) dan kanker dianjurkan diberi vaksin pneumokok, influenza, hepatitis A dan B, Hemofilus influenza B
dan variesela.
5. Golongan risiko lain Golongan dengan aktivitas seksual yang tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif,
bayi lahir dari ibu pengidap penyakit hepatitis/AIDS, keluarga yang kontak dengan penderita terinfeksi
hepatitis akut atau kronis, memerlukan vaksin yang sesuai.
6. Imunisasi dalam perjalanan vaksin terhadap kolera dan yellow fever diperlukan untuk yang akan
mengunjungi negara dengan endemi atau epidemi. Yellow fever berlaku untuk 10 tahun dan mulai berlaku 10
hari sesudah tanggal vaksinasi. Vaksinasi kolera hanya berlaku untuk 6 bulan yang mulai berlaku 6 hari
sesudah vaksinasi primer. Vaksinasi yang diperlukan bagi mereka yang melakukan ibadah Haji/Umrah sudah
dijelaskan terlebih dahulu.
Cont’d 40
7. Vaksin/kontrasepsi Imunologis vaksin yang menginduksi antibodi dan respons imun humoral terhadap
hormon atau antigen gamet yang berperan pada reproduksi telah dikembangkan. Vaksin tersebut dapat
mengontrol fertilitas pada hewan eksperimental.
8. Vaksinasi pada penderita dengan tandur imunisasi diberikan kepada golongan imunokompromais.
imunisasi dengan virus hidup dapat menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin tersebut
sehingga vaksin tersebut tidak boleh diberikan. Vaksin mati tidak mereplikasi dan karenanya tidak
menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin. Pengguna imunosupresan, respon imun menjadi
tidak adekuat sehingga memerlukan booster yang multipel.
9. Wanita hamil dan yang menyusui vaksin yang diberikan pada ibu hamil yang hanya diduga tidak akan
menimbulkan efek samping, risiko untuk penyakit tinggi dan infeksi merupakan risiko untuk ibu dan bayi.
Vaksin diberikan pada trimester ke-2 atau ke-3, bila mungkin dapat mengurangi keresahan teratogenisitas.
Vaksin hidup tidak dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil. Vaksinasi tetanus dan influenza mati banyak
dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil.
Cont’d 41
10. Lain-lain
Pemberian parenteral (ID, SK, IM), pada lengan daerah Deltoid, usia 36 bulan dan lebih tua
Vaksin polio parenteral (virus dimatikan) respons antibodi serum lebih tinggi,
dibanding vaksin hidup oral
Untuk membunuh virus intraselular dibutuhkan Vaksin yang dibutuhkan harus dapat
sel T CD8+ merangsag imunitas selular/makrofag.
Antibodi IgG, IgA dan lainnya, kadang-
kadang efektif dalam mengontrol patogen
yang disebarkan oleh infeksi ulang.
LAMA PROTEKSI
Imunitas
Lama proteksi
juga bergantung
sesudah pada
vaksinasi
tempat
bervariasi,
infeksi dan
bergantung
jenis respons
pada patogen
imun yang
dan
efektif
jenis vaksinnya.
terhadapnya.
Contoh:
Imunitas terhadap toksin tetanus dapat berlangsung 10
tahun atau lebih. Sebaliknya, imunitas terhadap kolera
akan melemah setelah 3-6 bulan.
Vaksinasi
1. Vaksin virus yang dilemahkan (campak, rubella, polio oral, BCG) dapat menimbulkan penyakit progresif
padapenderita yang imunokompromais atau pada penderita yang mendapat pengobatan steroid. Vaksin
dapat menimbulkan penyakit dan kematian oleh karena orang tersebut tidak dapat mengontrol virus
meskipun dilemahkan
2. Virus yang dilemahkan hendaknya tidak diberikan kepada wanita hamil karena berbahaya kepada janin
3. Vaksin pertusis kadang menimbulkan efek samping yaitu ensefalopati pada bayi. Vaksin pertusis tidak
dianjurkan untuk bayi dengan riwayat kejang-kejang.
4. Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun
5. Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti antibiotik seperti neomisin. Oleh karena itu
pemberiannya tidak dianjurkan pada mereka yang alergik terhadap obat.
45
Keamanan Vaksinasi
1. Proses melemahkan bakteri/virus
Bahaya vaksin yang kurang memadai
Disebabkan oleh
dilemahkan 2. Terjadi mutasi ke bentuk virulen
3. Kontaminasi
Stabilitas
Pada umumnya (suhu 4
VAKSIN STABIL selama Satu tahun
derajat celcius)
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Pada tahun 1998 di London dilaporkan 12 anak dengan gangguan regresif dan
enterokolitis, menderita autism yang menurut orang tuanya berhubungan dengan
pemberian vaksin MMR.
• Pada 8 anak awitan regresi saraf hanya bersifat sementara. Sesudah itu menyusul laporan
studi lain bahwa yang menimbulkan autism adalah vaksin individual dan bukan vaksin
campuran MMR.
• Namun oleh karena laporan itu tidak disertai kontrol, hubungan kausal tidak dapat
ditentukan. Kemudian dilaporkan berbagai hipotesis MMR yang menimbulkan autism.
• Studi – studi selanjutnya sesudah 1988, menunjukkan bahwa jumlah anak dengan autism
yang mendapat MMR adalah sama dengan jumlah anak dalam populasi. Tidak ditemukan
adanya kejadian autism pada berbagai interval sampai usia satu tahun. Studi – studi lebih
lanjut tidak ada yang menunjang bahwa MMR menimbulkan autism.
51
Keberhasilan Vaksinasi
• Tujuan vaksinasi
Untuk memberikan imunitas yang efektif dengan menciptakan
ambang mekanisme efektor imun yang adekuat dan sesuai, beserta
populasi sel memori yang dapat berkembang cepat pada kontak
baru dengan antigen dan memberikan proteksi terhadap infeksi.
52
• Faktor Ajuvan
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik meningkatkan respons imun terhadap
antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen
pada atau dekat dengan tempat suntikan. Vaksin pertusis adalah suatu ajuvan yang
poten: ini terbukti bahwa pada hasil penelitian di negara lain, kombinasi antigen
pertusis kedalam vaksin DT akan memperbaiki imunogenitas toksoid dibandingkan
jika diberikan secara tunggal. Persyaratan ajuvan harus aman, stabil, dan mudah
diperoleh serta mempunyai sasaran khusus sel sistem imun dengan spesifisitas
berdasarkan asalnya dari peranan sebagai imunomodulator.
• Faktor bahan pengawet (preservative)
Pada vaksin juga berpengaruh pada respon imun ini. Menurut Vogel dkk (2004),
bahan pengawet yang digunakan dalam vaksin, digunakan dalam jumlah yang
sangat sedikit dapat mencegah kontaminasi bakteri dan mikro¬organisme lain pada
vaksin, terutama vial multidosis yang telah dibuka. Pemberian vaksin kombinasi
DTP/HB secara kumulatif akan mengurangi kadar zat pengawet yang terdapat di
dalam vaksin.
• Faktor Antibiotik 55
Antibiotik yang digunakan dalam vaksin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Sebagai contoh, neomycin, kanamycin yang ada di dalam vaksin campak, dapat menimbulkan
reaksi alergi sistemik. Reaksi alergi yang parah dapat membahayakan jiwa. Namun, hal ini jarang
terjadi, diperkirakan kemungkinan dapat ditemukan satu kasus dari setengah juta dosis vaksin.
Reaksi alergi dapat diperkecil dengan skrining terlebih dahulu melalui wawancara sebelum
dilakukan imunisasi.
• Faktor suntikan yang Aman
Salah satu kebijaksanaan program imunisasi di Indonesia, yaitu penggunaan satu jarum dan
satu spuit steril untuk setiap suntikan. Kebijakan ini mulai diterapkan sejak tahun 2002, yaitu
berupa penerapan kebijakan safety injection dan safe disposal management Sehingga mulai
tahun 2003 Program Imunisasi rutin dan tambahan di Indonesia menggunakan alat suntik
Autodisable syringe. Safety injection dan safe disposal management meliputi aman bagi
penerima suntikan, aman bagi pelaku penyuntikan dan aman bagi lingkungan. Pada dasarnya
Safety Injection, merupakan suatu kondisi dalam hal mana sasaran imunisasi memperoleh
kekebalan terhadap suatu penyakit, tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan atau
penularan penyakit pasca imunisasi pada sasaran maupun petugas, serta tidak menimbulkan
kecelakaan atau penularan infeksi pada masyarakat atau lingkungan terkait.
56
Imunisasi dalam
Respons Humoral
57
Antibodi terhadap antigen virus umum dapat digunakan untuk mengetahui riwayat
adanya pajanan terhadap antigen virus.
Bila seseorang pernah mendapat imunisasi, maka adanya antibodi misalnya terhadap
toksoid tetanus, toksoid difteri dan polio dapat diketahui. Bila kadar antibodinya
rendah, pada penderita dapat dilakukan tes imunisasi dengan bakteri mati dan
responnya dievaluasi 4-6 minggu kemudian.
Tes imunisasi dapat digunakan dalam penilaian produksi antibodi pada penderita
dengan infeksi rekuren.
58
Program imunisasi secara rutin terus dikembangkan dengan memberikan beberapa antigen,
Tahun 1980
yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak.
Tahun 1992 Program imunisasi Hepatitis B mulai diperkenalkan kepada beberapa kabupaten di beberapa
propinsi
Tahun 1995 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) I
Tahun 1996 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) II
Tahun 1997 Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) III
Tahun 1997 Program imunisasi Hepatitis B dilaksanakan secara nasional
61
Pada tahun 1974, cakupan imunisasi di Indonesia baru mencapai 5% sehingga pemerintah
pada tahun 1977 menyelenggarakan PPI atau Expanded Program on Immunization (EPI).
Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai
Cakupan imunisasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga setiap tahun minimal 3
juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan.
Keberhasilan pemerintah dalam mecapai UCI secara nasional dapat dicapai pada tahun 1990
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna, 2010. Imunologi Dasar. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi.
Hidayat,Alimul aziz.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikaan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/
Turgeon, Mary Louise. 1996. Immunology & Serology In Laboratory Medicine Second Edition. United States of Amerika :
Mosby Inc.
Proverawati, A., C.S.D. Andhini. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta : Nuha Offset
Baratawidjaja, K.G., I. Rengganis. 2014. Edisi 11 Cetakan ke-2. Imunologi Dasar. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Barata widjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2013. Imunologi Dasar (Edisi ke-10). Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Karnen Garna Baratawidjaya, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 602-609.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Imunisasi-2016.pdf
http://infoimunisasi.com/vaksin/sejarah-imunisasi-di-indonesia/