Anda di halaman 1dari 35

Asidosis DAN KETOSIS

Pada Ruminansia
OLEH KELOMPOK 4
 KELOMPOK 4
1. Muhammad Alif T (1810612052)
2.Rezki Muhammad F (1810612076)
3.Emilya Rosania (1810612077)
4.Muhammad Arrafi (1810612082)
5. Novriyaldi Pratama (1810612101)
6. Ricky Hanafy (1810612106)
7.Winni Dia Suci (1810612131)
Pendahuluan
 Asidosis adalah suatu kondisi patologis dengan
akumulasi asam tinggi atau menipisnya cadangan
basa dalam darah dan jaringan tubuh,serta ditandai
dengan konsentrasi ion hydrogen yang meningkat
 Asidosis metabolik pada hewan ruminansia dapat
terjadi pada sapi potong maupun sapi perah yang
diberikan pakan mengandung karbohidrat yang
mudah di fermentasi (Greenwood dan McBride
2010).Mikroba anaerobic dalam rumen dan sekum
akan melakukan fermentasi karbohidrat untuk
menghasilkan VFA dan laktat
ETILOGI ASIDOSIS
 Asidosis metabolik umumnya diawali kondisi asidosis
rumen (Greenwood dan McBride 2010) retikulorumen
merupakan organ pencernaan pada ruminansia yang
memiliki ekosistem mikroba anaeorbik.Mikroba dalam
rumen melakukan proses pencernaan dengan fermentasi,
substrat akan dirubah menjadi asam organic.Masuknya
substrat dalam jumlah yang normal serta proses penyerapan
yang baik akan menciptakan pH rumen yang stabil yaitu
berkisar 5,8 – 6, 8.  Pada keadaan asidosis pH rumen
biasanya dibawah 5,5 (Nagaraja dan Titgemeyer 2006).
Masuknya substrat dalam jumlah yang normal serta proses
penyerapan yang baik akan menciptakan pH rumen yang
stabil yaitu berkisar 5,8 – 6, 8.  Pada keadaan asidosis pH
rumen biasanya dibawah 5,5 (Nagaraja dan Titgemeyer
2006)
 Asidosis metabolik pada ruminansia terjadi
karena adanya konsumsi karbohidrat yang
mudah difermentasi secara berlebihan,Hal ini
biasanya terjadi pada saat pemberian pakan
dari biji-bijian.Biji-bijian seperti gandum dan
jagung merupakan jenis pakan yang
mangandung karbohidrat yang mudah
difermentasi sehingga dapat menyebabkan
kejadian asidosis. Pakan yang dikonsumsi oleh
hewan ruminansia akan masuk kedalam
rumen dan melewati tahap fermentasi oleh
bakteri
 Bakteri rumen akan merespon adanya
peningkatan kandungan karbohidrat yang mudah
dicerna dengan peningkatan akvitas. Adanya
peningkatan aktivitas bakteri rumen
menyebabkan senyawa kimia yang dihasilkan
juga meningkat seperti VFA dan laktat sehingga
memungkinkan tejadinya asidosis rumen.
Beberapa bakteri yang berperan adalah 
Bifidobacterium, Butyrivibrio, Eubacterium,
Lactobacillus, Mitsuokella, Prevotella,
Ruminobacter, Selenomonas, Streptococcus,
Succinimonas, dan Succinivibrio (Nagaraja dan
Titgemeyer 2006
 Hasil fermentasi rumen berupa VFA dan laktat yang
berlebihan akan diserap dan masuk kedalam darah.
Masuknya VFA dan laktat secara berlebihan dalam
darah yang menyebabkan terjadinya kondisi asidosis
metabolik. Dalam darah terdapat mekanisme buffer
yang dapat menetralkan asam yang masuk dalam
darah. Kondisi asidosis terjadi saat jumlah asam
yang masuk berlebihan dan jumlah buffer yang ada
sedikit. Umumnya senyawa kimia yg bersifat buffer
dalam darah ialah ion bikarbonat (HCO3-).
(Owens et al. 1998)
Gejala Asidosis
 Tanda asidosis yang biasa terlihat pada hewan ruminansia
ialah adanya penurunan nafsu makan. Tanda-tanda klinis
sangat bervariasi, tetapi biasanya menjadi jelas 12-36 jam
setelah konsumsi pakan yang mudah di fermentasi. Dalam
bentuk akut, asidosis yang cukup parah adalah pelemahan
dari fungsi tubuh. Tanda paling awal adalah kelesuan.
Berhentinya gerak ruminal adalah indikasi yang sangat kuat
terjadinya asidosis karena hal ini diakibatkan oleh
konsentrasi tinggi dari asam laktat dan VFA, khususnya
butyrate. Kotoran awalnya pekat kemudian menjadi berair
dan sering berbusa, dengan bau yang menyengat. Dehidrasi
akan berkembang dalam waktu 24 hingga 48 jam. Hewan
yang sembuh dapat meninggalkan rumenitis, laminitis, atau
pembengkakan hati. Hewan yang mengalami asidosis
subacute jarang menunjukkan tanda-tanda klinis (Owens et
al. 1998).
Pengendalian Asidosis

 Pengendalian asidosis cukup  dipengaruhi


oleh manajemen nutrisi. Evaluasi tentang
manajemen nutrisi adalah langkah pertama dalam
mengendalikan asidosis. Salah satu strategi untuk
meminimalkan risiko yang berkaitan dengan pakan
yang tinggi tingkat fermentasinya (gandum, barley,
jagung, dan sebagainya) adalah mencampur pakan
dengan fermentasi tinggi dengan bahan-bahan yang
lebih rendah tingkat fermentasi patinya. Efisiensi
pada kombinasi pakan, lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan satu pakan (Owens et
al. 1998).
TANDA HEWAN TERKENA ASIDOSIS
 1.  Pertama, lihat kondisi kaki ternak anda, jika
muncul tremor (gemetar), dan kemudian tidak kuat
berdiri, selain hipocalcemia, maka besar kemungkinan
ternak anda mengalami acidosis.
 2. Kedua, dan ini biasanya cukup banyak ditemui,
adalah kaki ternak mengalami laminitis atau foot rot.
Laminitis itu seperti apa?? Di lapang biasanya saya
simplifikasi, kalau laminitis itu posisi kaki belakang
tidak bisa jinjit (jawa = tegak), posisi kakinya jadi
seperti tapak kaki orang. Sedangkan foot rot, adalah
kondisi yang lebih parah dari laminitis, dengan posisi
kaki yang tidak bisa jinjit, dan pada beberapa kasus,
akan muncul aroma busuk dari daerah kaki, dan
kondisi kuku kaki membengkak. 
 3. ternak yang mengalami acidosis biasanya
intake atau konsumsi-nya akan menurun, baik
konsentrat maupun hijauan, karena dia sudah
merasakan ketidak-nyaman-an dalam sistem
digestive-nya, dan juga rasa sakit pada kaki
yang mengalami laminitis/foot rot. Mirip
manusia yang terkena sakit maag, sama-sama
kadar asam dalam perutnya naik.
 4. ini memperkuat ketiga faktor diatas, adalah
ternak anda mengalami mencret atau diare.
Diare yang muncul punya karakteristik feses
yang sangat cair dan biasanya berwarna agak
kuning.
 5. Pada saat panting(karena stress) CO2
dikeluarkan sehingga pembentukan karbonat
terganggu. Hal ini akan menyebabkan pH di
rumen menjadi asam sehingga terjadi asidosis.
Maka akan berpengaruh pada produksi
sapi.Pada saat asidosis rumen akan
mengeluarkan zat yang membuat pembuluh
darah menyempit. Sehingga pembuluh darah
kecil akan terputus,salah satunya pada kuku.
Maka pada kuku akan terjadi kematian
jaringan,dan kestabilan kuku akan terganggu
sehingga terjadi pincang(laminitis).Asidosis
akan berpengaruh pada hati
(detoksifikasi),reproduksi (asam) dll
ASPEK LAIN YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
ASIDOSIS

 § Manajemen
1.  Awal pemberian pakan pada sapiSering
sapi-sapi yang masuk ke dalam feedlot tidak
pernah diberi konsentrat secara berlebihan.
Akan lebih baik menggunakan pakan kasar
(roughage) untuk sapi-sapi yang baru datang,
kemudian secara bertahap diberi konsentrat
sampai akhirnya full feed.
2.  Perubahan pakanBila level konsentrat
ditingkatkan, harus diberikan secara bertahap
sehingga kalori yang dikonsumsi, peningkatannya
juga bertahap.
3.  Pakan dengan energi tinggiSangat sulit dalam
pemberian pakan dengan kandungan konsentrat
tinggi tanpa mengalami asidosis / kembung.
4.  Cuaca dan musimKejadian asidosis paling tinggi
terjadi selama musim panas / pada waktu
perubahan cuaca. Hal ini karena pakan yang
dikonsumsi berfluktuasi dalam jumlah dan kualitas.
5.  Perbedaan bangsaSapi Brahman yang diberi
konsentrat tinggi, level asam laktat dalam darah
akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan
sapi Hereford atau Angus.
 § Fisiologis
1.  Motilitas rumen berhenti / statisBila pH rumen
menurun mendekati 5, kontraksi rumen juga akan
menurun dan akhirnya akan berhenti sama sekali
karena banyak mikrobia rumen yang mati.
2.  Diare / dehidrasiDalam kondisi ini akan terjadi
penurunan total air tubuh sampai dengan 8% dari BB
(pada domba). Cairan fecal yang hilang melalui diare
cukup besar dan terjadi ketika motilitas rumen
terdepress.
  Asidosis sistemik Asidosis akut pada ruminansia
disebabkan karena kelebihan konsumsi KH
fermentable yang menyebabkan penurunan pH
karena produksi VFA dan non VFA yang besar.
Selama asidosis, bakteri pencerna selulosa dan
protozoa jumlahnya menurun dengan cepat.
Dengan kata lain organisme yang menstabilkan
lingkungan rumen berada di bawah kondisi
normal.
Pemberian pakan dengan kandungan SK tinggi
(roughage) akan membantu mengurangi terjadinya
asidosis, karena roughage mempunyai kemampuan
buffer yang lebih baik daripada konsentrat.
KETOSIS (ACETONEMIA)

 A. DEFINISI
 Ketosis merupakan penyakit metabolik yang
ditandai dengan penimbunan benda-benda
keton yaitu asam asetoasetat, β-hidroxibutirat
dan hasil dekarboksilasinya (aseton dan
isopropanol) di dalam cairan tubuh. Benda
keton dapat tertimbun di dalam kemih
(ketonuria), darah (ketonemia), dan air susu
(ketolaksia). (Subronto, 2004)
Epidemiologi
 Acetonemia terdapat di seluruh dunia pada
usaha peternakan sapi perah, dengan tingkat
kejadian yang dilaporkan sangat bervariasi (2-
10). Lebih kurang 10% ketosis dengan gejala
klinis terjadi dalam minggu pertama dan 70%
lebih dalam sebulan, setelah melahirkan. Kasus
ketosis hampir selalu terjadi dalam waktu 6
minggu setelah melahirkan, pada saat fase
laktasi menuju ke puncak produksi air susu.
 Gangguan lain yang mungkin ditemukan
bersama ketosis meliputi radang paru-paru,
foot rot, gangreen gigi, kista ovari dan lain-lain,
yang angka kejadiannya hanya kecil. Dari 120
ekor sapi penderita ketosis, diperoleh
gambaran tentang penurunan produksi susu
sebagai berikut. Tiga belas ekor tidak
mengalami penurunan, 64 ekor turun 1-30 %,
dan 14 ekor antara 30-40%.
MACAM MACAM KETOSIS
1. Ketosis Primer
 Ketosis primer adalah kelainan metabolik yang

terjadi apabila tidak disertai kondisi patologis


lainnya. Terjadi karena sapi memperoleh pakan yang
jumlahnya terlalu sedikit. Ketogenesis alimenter dan
hepatik berlangsung lambat. Ketosis primer tidak
disertai dengan kondisi patologis lainnya.
 Gejala klinisnya yaitu produksi susu turun, lesu,

tidak segera bergerak walaupun didorong-dorong.


Akan segera sembuh jika penderita diberi pakan
yang benar dan mencukupi.
2. Ketosis Sekunder
 Ketosis sekunder adalah dampak dari kelainan

patologis lainnya seperti milk fever, mastitis,


metritis, atau retensio sekundinarum. Dalam
ketosis bentuk ini, meskipun jumlah pakan
yang disediakan mencukupi tetapi sapi tidak
mampu memakannya.
 Gejala klinisnya yaitu nafsu makan turun,

hipomagnesemia, hipoglisemia, gangguan


fungsi hati.
3. Ketosis Alimenter
 Ketosis bentuk ini terjadi karena proses ketogenesis

berlebihan, yang berasal dari asam butirat di dalam rumen


dan omasum. Pakan yang diproses dalam bentuk silo,
silase biasanya mengandung asam butirat yang tinggi
karena adanya fermentasi aerobik yang berlebihan.
 Asam laktat dapat bersifat ketogenik karena di dalam

rumen diubah oleh mikroflora menjadi asam butirat.


Terapi yang dilakukan adalah perbaikan susunan
pakannya (rasio bahan pakan anti ketogenik : ketogenik
berimbang, dapat dengan penambahan propilen glikol
dalam ransumnya).
4. Ketosis Spontan
 Terjadi pada sapi-sapi yang dirawat dan diberi

pakan yang kualitatif maupun kuantitatif


mencukupi. Pembentukan asam asetoasetat di
dalam kelenjar susu melebihi proses ketogenesis
alimenter maupun hepatik.
 Awalnya ketosis spontan bersifat subklinis, bisa

berlangsung lama atau sembuh sendiri. Ketosis


yang melanjut menjadi klinis disebut acetonemia.
Pencegahan dilakukan dengan pengaturan
susunan pakan yang dibutuhkan oleh kelenjar susu
Patogenesis
 Ketosis pada sapi diawali dengan gangguan
metabolisme lemak, hingga terjadi hipoglikemia
dan hiperketonuria. Ketosis terjadi pada sapi yang
mengalami penurunan oksidasi karbohidrat dan
diikuti oksidasi lemak, biasa ditemukan pada saat
individu puasa.
 Untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat
puasa maka lemak terpaksa dimobilisasi. Selain itu,
ketosis juga terjadi pada sapi yang bunting karena
kurangnya ketersediaan energi yang sangat
dibutuhkan pada bulan terakhir masa kebuntingan.
 Salah satu penyebab utamanya adalah kebutuhan
glukosa yang meningkat untuk sintesa susu pada
awal masa laktasi karena sapi akan
memanfaatkan cadangan lemak tubuh sebagai
sumber energi. Namun oksidasi asam lemak
yang tidak sempurna terjadi dan terbentuk
badan-badan keton, level gula darah turun, keton
dalam darah meningkat dan terjadi infiltrasi
lemak dalam jaringan hati. Faktor penyebab
kunci terjadinya ketosis yaitu tidak cukupnya
pasokan energi dan protein setelah sapi beranak.
GEJALA KLINIS KETOSIS
 Secara tipikal, kasus ketosis sering terjadi pada awal
periode laktasi pada hewan khususnya sapi yang sedang
dibahas dalam hal ini (Baird, 1982). Gejala klinis yang
dapat diamati pada kasus ketosis ini pada ruminansia
khususnya sapi yang sering terlihat pertama kali gejalanya
adalah adanya penurunan nafsu makan (Anonim, 2008).
 Selain itu gejala yang dapat teramati adalah hewan terlihat
depresi, penurunan produksi air susu, dan adanya
ketonemia, dimana gejala-gejala di atas berlangsung
selama beberapa hari. Pada beberapa hewan, nafasnya
akan tercium bau khas seperti aseton (Anonim, 2004).
 Bau aseton yang tercium meskipun sebenarnya lebih
mirip dengan bau metal-sulfida. Timbulnya bau
manis atau bau aseton yang khas pada napas, susu,
dan urin yang disebabkan karena abnormalitas
akumulasi benda keton dalam darah dan jaringan.
 Pemilik yang berpengalaman kadang dapat mengenal
perubahan awal dari kelakuan sapi penderita dari
nafas atau air susu yang khas tersebut. Gejala syarafi
biasanya diamati dalam pemeriksaan yang berbentuk
sebagai kelesuan penderita, tidak tanggap terhadap
rangsangan suara maupun mekanis.
 Biasa pula dijumpai adanya hipersalivasi, menjilat suatu
objek berkali-kali, dan terlihat adanya gerak mengunyah.
Otot-otot bahu dan pinggang mungkin tampak gemetar
(hipertonia neuralis), yang hanya terlihat dalam 1-2 hari
pertama kejadian penyakit.
 Gangguan syarafi selanjutnya berjalan tanpa tujuan,
inkoordinasi, dan mungkin menerjang objek-objek di
depannya. Namun gejala syarafi hanya terjadi pada
minoritas kasus ketosis dan tidak selalu terjadi pada setiap
kasus (Anonim, 2008). Gejala syarafi yang demikian sering
dikenal sebagai ketosis bentuk nervosa, akan berkurang
dan hilang setelah penderita kehilangan nafsu makannya.
 Gejala ketosis selanjutnya yang sering dikenal sebagai
ketosis bentuk pencernaan (digesti) sangat bervariasi.
Penderita mungkin masih mau makan hijauan, meskipun
dilakukan sangat lambat, atau nafsu makannya hilang
sama sekali. Produksi air susu berkurang, mulai dari
ringan sampai berat derajatnya.
 Kalau penderita sangat menurun nafsu makannya dalam
beberapa minggu, penurunan sekresi air susu akan
bersifat tetap karena rusaknya jaringan hati. Rumen yang
mula-mula dalam keadaan penuhdalam beberapa hari
akan menjadi kosong, dan tonusnya yang dalam keadaan
awal gangguan meningkat berubah menjadi lemah.
Pengobatan (Terapi)
Pengobatan yang dapat diberikan pada sapi yang mengalami ketosis yaitu :

1. Pemberian larutan glukosa 50% 500 ml IV : untuk meningkatkan kadar glukosa dalam
darah, mengurangi proses glukoneogenesis.
2. Pemberian hormone insulin yang mempunyai kerja antiketogenik yang bagus. Selain
untuk menurunkan benda keton darah, juga meningkatkan penggunaan glukosa darah.
3. Pemberian Potassium chlorate.
4. Pemberian Sodium propionate.
5. Pemberian Propylene glikol
6. Pemberian glukokortikoid secara injeksi : untuk menurunkan pemanfaatkan glukosa
dalam jaringan.
7. Pemberian senyawa-senyawa pembentuk glukosa secara oral seperti asam laktat 200-
250 gr per hari, gliserol 450 gram diberikan 2 kali sehari, asam propionat 200-250 gram
per hari, dan propilen glikol 240-300 gram diberikan 2 kali sehari tetapi pemebrian
propilen glikol tidak efektif dibandingkan pemberian glycerol.
8. Senyawa-senyawa lipotropik seperti Cholin, L-Methionin, Cysteamine HCl.
9. Pemberian vitamin (vit. B12), tiroksin, dan kloralhidrat (untuk sapi yang mengalami
gejala syarafi). Pemberian asam nikotinat 15-30 gram pada pertama serta pemberian
 Karena glukosa banyak dikuras oleh kelenjar susu, untuk
dapat menghentikan asetonemia maka sering dianjurkan
untuk menghentikan pemerahan dan bahkan dianjurkan
pula untuk memompakan udara ke dalam kelenjar susu
(under insufflation).
 Selain itu juga anjuran untuk memuasakan selama 3 hari
pada penderita yang tidak gemuk. Sapi yang gemuk
jangan dipuasakan karena akan menyebabkan timbulnya
ketosis karena lapar namun diberikan saja senyawa
lipotropik dan pemberian glukosa terus menerus sampai
gejalanya benar-benar hilang. Dan yang perlu diingat
bahwa penderita mungkin dapat mengalami kesembuhan
secara spontan. (Subronto, 2004).
Pencegahan
 Tindakan terbaik yang dapat dilakukan adalah pemberian
pakan yang sangat palatable yang akan menstimulasi
pasokan bahan kering dan energi. Ketosis dapat dicegah
dengan pemberian ransum seimbang pada masa awal
laktasi dan memaksimalkan pasokan bahan kering pada
ransumnya. Hendaknya sapi diberikan hijauan dengan
kualitas yang baik terutama pada awal masa laktasi.
 Perhatian khusus sangat diperlukan pada masa kering
kandang, sapi tidak boleh terlalu gemuk. Pemberian niacin
pada ransum 2 minggu sebelum melahirkan sampai dengan
10 hari setelah melahirkan dapat membantu mencegah
terjadinya ketosis.(Subronto, 2004) Penambahan molasses
dalam pakan selama beberapa minggu pertama laktasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai