Anda di halaman 1dari 15

Berfikir ilmiah dan Metode ilmiah

Nama : Wildan Setiawan


Noreg : 1502619013
Matkul : Filsafat Ilmu Rabu Jam 08.00

Pendidikan Vokasional Teknik Mesin


Universitas Negeri Jakarta
2020
1.Definisi Berfikir Ilmiah
Menurut Nana Sudjana, Berfikir Ilmiah adalah proses berfikir yang
menggabungkan logika deduktif dan induktif. Penalaran menggunakan logika
deduktif disebut juga berfikir rasional. Jika merujuk pada metode logico-
jzipotetiko-verikatf sebagai basis metode ilmiah, dapat dikatakan bahwa berfikir
deduktif merupakan Sebagian dari kegiatan penelitian ilmiah. Proses berfikir
rasional hanya sampai pada menurunkan hipotesis. Hipotesis ini diturunkan dari
teori, kemudian diuji melalui verifikasi data secara empirik. Kegiatan pengujian
hipotesis secara empiris melalui verifikasi data tidak dilakukan dalam kegiatan
berpikir deduktif. Jadi jelas bahwa untuk menguji hipotesis harus dilakukan
verifikasi data secara empirik. Tahapan verifikasi penting untuk memastikan
apakah hipotesis itu benar (terbukti) atau tidak (tertolak).
2. Logika Deduktif
Dalam logika deduktif, seseorang dituntut untuk me­narik
kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum menuju
pemyataan-pernyataan khusus dengan mengguna­ kan penalaran.
Dengan kata lain, deduksi adalah cara ber­ pikir di mana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Hasil dari berpikir deduktif inilah yang digunakan untuk
menyustm hipotesis, yakni jawaban sementara yang kebenarannya
masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses penelitian
selanjutnya. Penarikan kesimpulan secara deduktif umumnya meng­
gunakan pola berpikir yang dinamakan dengan silogisme. Dalam
hal ini silogisme disusun dari dua buah pemyataan dan sahi
kesimpulan. Pemyataan yang mendukung silogis­me ini disebut juga
premis, yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan yang dihasilkan me­ rupakan pengetahuan yang didapat
dari penalaran deduk­tif berdasarkan dua premis sebelumnya
3.Contoh dan Kesimpulan Logika Deduktif
Contoh Logika deduktif yaitu :
–Pasir adalah material dasar sungai (premis major)
–Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)
–Lempung adalah pasir (kesimpulan)

Kesimpulan yang didapat dari proses berpikir deduktif


adalah sah karena didasarkan pada premis yang men­ dukungnya. Pertanyaannya,
apakah kesimpulan bahwa "Si Fulan pasti akan mati", mengandung kebenaran?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka harus dikembalikan pada kebenaran premis-
premis yang mendahuluinya. Kebenaran dari hasil berpikir deduktif sangat
ditentukan oleh kebe­ naran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keab­
sahan pengambilan kesimpulan. Tiga ketentuan ini harus diperhatikan karena jika
ada kesalahan pada salah satunya, maka kesimpulan yang ditarik pasti akan salah.
4. Logika Induktif
Jenis penalaran yang kedua adalah menggunakan logika
induktif. Penalaran induktif berarti berpikir dengan cara menarik
kesimpulan yang bersifat umum dari berba­ gai kasus yang
bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernya­ taan-pemyataan yang memiliki
ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam penyusunan
argumentasi dan diakhiri pemyataan yang bersifat umum.140
Dalam kaitan ini dapat dicontohkan pernyataan yang berbunyi
bahwa kambing memiliki mata, gajah memiliki mata, demikian
juga sapi, kerbau, singa, dan berbagai binatang lainnya.
Kesimpulan dari kumpulan fakta ini adalah semua binatang
memiliki mata.
5. Contoh dan kesimpulan Logika Induktif
Contoh Logika Induktif yaitu :
Strong Inductive/Induktif kuat
–Besi (logam) apabila dipanaskan memuai
–Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai
–Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai
–Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila dipanaskan akan memuai.
Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai.
Weak Inductive/Induktif lemah
–Apel di Toko A rasanya manis
–Apel di Toko B rasanya manis
–Apel di Toko C rasanya manis
–Jadi, semua apel rasanya manis.
Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang
rasanya masam.
Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa diambil
kesimpulan bahwa logika induktif bisa menjadi reliable ketika kebanyakan
orang sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut pendapat kebanyakan
orang secara global.
Kesimpulan yang bersifat umum tersebut penting karena
memiliki dua keutungan.

Keuntungan pertama, bersifat ekonomis karena realitas


kehidupan yang sangat beraneka itu dapat direduksi menjadi
beberapa pernyataan. Harus diingat bahwa pengetahuan manusia
bukan koleksi dari berbagai fakta, melainkan esensi dari kumpulan
fakta tersebut. Dalam hal ini yang penting dalam pengetahuan
manusia adalah pernyataan elementer yang bersifat kate­ goris
mengenai realitas. Misalnya kategori yang mengata­ kan gula itu
manis, kopi itu pahit jeruk itu kecut dan lain­ lain. Pemyataan ini
cukup bagi manusia untuk menfung­sikan dalam berpikir teoretis
dan kehidupan praktis.
Keuntungan kedua, melalui pemyataan yang bersifat
umum manusia dapat melakukan kegiatan penalaran lanjutan
baik bersifat deduktif a tau induktif. Artinya, secara
dedukti( dari kesimpulan yang bersifat umum dapat di­
kembangkan pernyataan-pen1yataan yang bersifat khusus. Pada
akhin1ya ditemukan kesimpulan yang bersifat khusus.
Sementara secara indukti( dari pernyataan yang bersifat
umum kita dapat mengembangkan kesimpulan yang Iebih
umum lagi. Dari paparan mengenai logika deduktif dan
induktif jelas bahwa keduanya menggunakan prernis­ premis
dalam penalarannya. Dalam hal ini penalaran dapat diartikan
sebagai proses berpikir guna menarik kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
6. Dua Ciri Utama Kegiatan Berfikir Penalaran
Pertama, adanya suatu pola berpikir yang umum­nya dinamakan
logika. Itu berarti bahwa setiap penalaran pasti menggunakan logika.
Dengan demikian kegiatan penalaran sejatinya adalah proses berpikir
logis. Artinya ke­giatan berpikir dengan menggunakan pola tertentu
dalam logika.
Kedua, kegiatan penalaran itu pasti bersifat analitik. Jadi penalaran
merupakan aktivitas berpikir yang bersandar pad a suatu analisis
sesuai dengan logika yang digunakan. Misalnya, penalaran ilmiah
pasti merupakan aktivitas ber-pikir yang menggunakan logika ilmiah.
Sifat analitik ini rnerupakan konseksuensi dari pola berpikir yang
diguna­kan. Tanpa adanya pola berpikir, tidak akan ada kegiatan
analitik. Itu karena kegiatan analitik rnerupakan aktivitas berpikir
berdasarkan langkah-Iangkah tertentu.
Selain berpikir ilmiah dengan rnenggunakan logika deduktif
dan induktit tahapan yang juga penting untuk mendapatkan
pengetahuan ilrniah adalah rnetode ilmiah. Dalarn hal ini
metode ilmiah dapat dipaharni sebagai pro­sedur untuk
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilrnu. Dengan kata
lain ilrnu adalah pengetahuan yang diperoleh rnelalui metode
ilrniah. Pengertian rnetode secara urnum berarti prosedur a
tau cara rnengetahui sesuatu rnelalui lang­kah-langkah yang
sistematis. Begitu pentingnya suatu me­tode, maka setiap
ilrnuwan diharuskan untuk mernatuhi langkah-langkah itu
dengan saksama agar rnencapai kesirn­pulan yang benar.
Jika mengamati langkah-langkah yang ada jelas bahwa
metode ilmiah sejatinya merupakan sintesis antara berpikir
rasional dan berturnpu pada data ernpiris
7. Langkah-Langkah Berfikir Ilmiah dalam menghasilkan Metode Ilmiah

1. Perurnusan rnasalah, yakni pengajuan pertanyaan­pertanyaan untuk dicari jawabannya


melalui kegiatan penelitian ilrniah. Langkah pertama ini sangat penting dalam
aktivitas keilrnuan. Langkah ini mengharuskan ilmuwan secara sadar menemukan
masalah. Proses menemukan rnasalah ini sering kali rnemakan waktu yang lama.
Karena itu ilrnuwan harus rajin rnengarnati realitas ernpirik di sekitar. Termasuk
juga persoalan yang potensial menjadi perdebatan dalam ranah pemikiran nasional.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipo­tesis. Tahapan ini merupakan
alasan yang menjelaskan hubungan antar faktor dan saling terkait sehingga mem­
bentuk permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis yang telah teruji kebenarannya. Kerangka pikir juga harus mern­
pertimbangkan faktor-faktor empirik yang terkait de­ngan permasalahan.
3. Perumusan Hipotesis, yakni jawaban sementara atau dugaan
jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya.
Dalam menentukan hipotesis ilmuwan harus mendasarkan
pada khazanah pengetahuan. Artinya, hipotesis yang
diajukan hendaknya diturun­kan dari kajian teoretis melalui
penalaran deduktif. Dalam metode penelitian dikenal ada
dua kategori hipotesis, yakni hipotesis nol (Ho) dan
hipotesis kerja (Hi). Secara sederhana Ho dirumuskan dengan
notasi A B. Jika diverbalkan maka berarti "tidak terdapat
perbedaan an tara A dengan B". Sedang hipotesis kerja/
penelitian dirumuskan dengan A>B atau A<B. Secara verbal
berarti A lebih besar a tau lebih tinggi dari B. Juga bisa
berarti A lebih kecil atau lebih rendah dari B.
4. Pengujian hipotesis, merupakan proses pengumpulan fakta
fakta yang relevan dengan hipotesis yang diaju­kan
untuk memperlihatkan apakah ada fakta-fakta yang
mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Langkah ini
juga disebut verifikasi data, yang berarti kegiatan pe­
ngumpulan data secara empirik kemudian mengolah dan
menganalisisnya untuk menguji benar tidaknya hipotesis.
Jika dalam proses pengujian hipotesis ini dite­mukan
kesesuaian dengan data/fakta empirik, maka hipotesis
berubah menjadi tesis.
5. Penarikan kesimpulan, merupakan penilaian apakah pengajuan
hipotesis itu diterima atau ditolak. Langkah terakhir ini sekaligus
menjawab pertanyaan yang di­ ajukan berdasarkan pengujian secara
empirik terhadap hipotesis. Hipotesis yang ditolak atau tidak teruji
ke­ benarannya harus tetap disimpulkan dengan mem­ berikan
penjelasan faktor-faktor penyebabnya. Se­ mentara hipotesis yang
diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah.

Lima langkah tersebut hams dilalui agar suatu pene­


laahan/penelitian dikatakan ilmiah. Hasil dari kegiatan penelitian
dengan menggunakan tahapan dalam metode ilmiah inilah yang
disebut pengetahuan ilmiah, atau di­singkat dengan ilmu. Dalam kaitan
ini ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan dalam berbagai bentuk
yang berupa asas, kaidah, hukum, dan sebagainya. Kumpulan
pengetahuan ini selanjutnya membentuk suatu teori ilmiah yang konsisten
dan sistematis.146 Teori ilmiah ini akan terus mengalami perkembangan
seiring dengan semakin ba­nyaknya kegiatan penelitian ilmiah.
Sekian Dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai