Anda di halaman 1dari 12

GAMBARAN UMUM

PEREKONOMIAN INDONESIA

KELOMPOK 2
PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Orde lama dimulai sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno.
Jika dilihat dari pandangan ilmu ekonomi, pada masa ini perekonomian Indonesia
ditandai dengan berbagai fenomena ekonomi yang kurang menyenangkan, seperti :
 Turunnya laju pertumbuhan ekonomi secara drastis dari 7% menjadi 1,9%
 Defisit neraca saldo pembayaran dan APBN
 Produksi pada sektor pertanian dan industri manufaktur berada pada tingkat yang
rendah
 Hancurnya infrastruktur ekonomi baik fisik maupun non-fisik
Kebijakan untuk memperbaiki perekonomian pada masa orde lama :
1. Kabinet Hatta : revolusi moneter
2. Kabinet Natsir : perumusan RUP
3. Kabinet Sukiman : nasionalisasi De Javasche Bank
4. Kabinet Wilopo : Konsep APBN
5. Kabinet Ali I : pembatasan impor
6. Kabinet Burhanuddin : liberalisasi impor
Struktur ekonomi pada masa ini
PEMERINTAHAN ORDE BARU
Orde baru dimulai sejak Maret 1966, dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih tertuju pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonimi dan sosial di tanah air. Pemerintah orde baru
menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat, dan menjauhi ideologi komunis.
Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan lembaga-lembaga dunia lainnya seperti
World Bank dan IMF.
Pada awal pemerintah memusatkan pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu, yang secara
potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang dan
hanya di pulau jawa.
Sebelumnya pemerintah membuat rencana Rapelita (rencana pembangunan 5 thn), sebelum itu
dimulai, pemerintah terlebih dahulu melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial dan
politik serta rehabilitas ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut adalah
unntuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah dan
menghidupkan kembali kegiatan produksi termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi
pada masa orde lama.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di indonesia pada era orde baru, disebabkan oleh
beberapa hal yaitu: penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak terutama
pada periode Pertama pada tahun 1973 sampai 1974, pinjaman luar negeri dan
penanaman modal asing (PMA), yang khusus Sejak dekade 1980-an perannya di
dalam pembangunan ekonomi indonesia meningkat tajam.
kebijakan ekonomi selama masa orde baru memang telah menghasilkan suatu proses
reformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
dengan biaya ekonomi tinggi dan kondisi mental ekonomi yang rapuh hal terakhir
ini dapat dilihat antara lain pada buruknya kondisi sekitar perbankan nasional dan
semakin besarnya ketergantungan indonesia terhadap modal asing termasuk
pinjaman luar negeri semua hanya membuat indonesia dilanda satu krisis ekonomi
yang besar, belum juga kasus KKN
PEMERINTAHAN TRANSISI
Pemerintahan transisi dimulai setelah lengsernya presiden Soeharto, dan digantikan oleh
presiden BJ Habibie. Pada masa pemerintahannya, presiden BJ Habibie melanjutkan
perekonomian yang ditinggalkan oleh era sebelumnya dengan memikul berbagai krisis
ekonomi.
Seperti kasus krisis keuangan yang terjadi di Asia, yang mengakibatkan posisi uang
indonesia mulai tidak stabil. Menanggapi perkembangan itu pada bulan juli 1997 Bank
Indonesia(BI) melakukan empat kali intervensi, yakni mempercepat rentang intervensi.
Akan tetapi pengaruhnya tidak banyak, nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan dan
tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah dalam sejarah yakni Rp.2682
per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp.2.655 per dolar AS.
Sekitar bulan september 1999 nilai tukar Rupiah terus melemah mulai mengguncang
perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak tambah buruk pemerintah
orde baru mengambil beberapa langkah konkret antaranya menunda proyek-proyek
senilai Rp 39 triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara
yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut.
pada tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi
akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah
Thailand Philipina dan Korea Selatan.
Pada akhir bulan oktober 1997 lembaga keuangan internasional itu mengumumkan
paket bantuan keuangannya pada indonesia yang mencapai 40 miliar dollar Amerika
Serikat, 23 miliar diantaranya adalah pertahanan lapis pertama(Front Line Defence).
Paket program pemulihan ekonomi yang disyaratkan IMF pertama kali dilakukan pada
bulan november 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3 miliar dolar AS.
Pertama diharapkan bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah
Indonesia nilai rupiah akan menguat dan stabil kembali
PEMERINTAHAN REFORMASI
Pemerintahan reformasi dimulai sejak presiden Abdurrahman Wahid menjabat.
hubungan pemerintah indonesia di bawah pimpinan abdurrahman wahid dengan IMF
pada masa itu tidaklah baik terutama karena masalah-masalah seperti amandemen UU
nomor 23 tahun 1999 mengenai di penerapan otonomi daerah terutama menyangkut
kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus
tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntas nya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda
pencairan bantunya kepada pemerintah indonesia padahal roda perekonomian nasional
saat itu sangat bergantung pada bantuan IMF.
Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan
Abdurrahman wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Hal ini ditambah lagi
dengan buruknya hubungan antara pemerintahan indonesia dengan IMF membuat
pelaku pelaku bisnis termasuk investor asing menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis
atau menanam modalnya di Indonesia. Yang mengakibatkan perekonomian semakin
buruk.
Setelah Presiden Wahid turun, Megawati menjadi presiden Indonesia yang ke lima.
Pemerintah Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk
daripada masa pemerintahan Gus Dur.
Keterpurukan kondisi ekonomi yang ditinggal Wahid kian terasa jika dilihat dari
perkembangan indikator ekonomu lainnya seperti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca
pembayaran dan defiset APBN. Suku bunga untuk SBI, misalnya pada awal pemerintahan
Megawati Megawati mencapai di atas 17 persen, padahal saat awal pemerintahan Wahid
hanya sekitar 13%.
Namun demikian dalam era Megawati, kinaerja ekonomi Indonesia menunjukan perbaikan,
paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3
persen dibandingkan 3,8 persen pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus
hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1 persen.
Pada masa pemerintahan presiden SBY, kabinetnya dan lembaga-lembaga Keuangan dunia
menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2005 akan berkisar sedikit diatas 6
persen. Target ini dilandasi oleh asumsi bahwa kondisi politik di Indonesia akan terus
membaik dan faktor-faktor eksternal yang kondusif (tidak memperhitungkan akan adanya
gejolak harga minyak dipasar dunia), termasuk pertumbuhan ekonomi dari motor-motor
utama penggerak perekonomian dunia seperti AS, Jepang, Masyarakat Eropa (EU)dan RCC
(China) akan meningkat.
Menjelang akhir jabatan SBY periode pertama yang berakhir pada tahun
2009, perekonomian Indonesia menghadapi dua guncangan eksternal, yakni
kenaikan harga minyak mentah harga pangan dipasar global. Kenaikan harga
minyak mentah yang terus menerus sejak tahun 2005 memaksa pemerinta
menaikkan lagi harga BBM terutama premium, didalam negeri tahun 2008.
Sedangkan kenaikan harga pangan tersebut tidak menguntungkan Indonesia
karena Indonesia cenderung menjadi net importir pangan, yang berarti harga
pangan di dalam negeri ikut naik.
Selain itu, pada periode 2008-2009 terjadi krisis ekonomi global yang
berawal dari krisis keuangan di AS dan merembet ke sejumlah negara maju
lainnya, seperti Jepang dan negara-negara di Zona Euro, yang pada akhirnya
mengakibatkan suatu resesi ekonomi dunia. Krisis global ini yang membuat
permintaan dunia merosot juga berdampak pada perekonomian Indonesia
terutama lewat penurunan ekspor dari sejumlah komoditi penting
Pada periode kedua pemerintahan SBY (2009/2014), Indonesia kembali
menghadapi sebuah krisis ekonomi yang juga bersumber dari luar yakni krisis
ekonomi di sejumlah negara anggota EU, yang dikenal dengan sebutan krisis
zona euro. Namun, krisis tersebut sekitar periode 2010-2011 tidak terlalu
berdampak langsung pada perekonomian nasional karena EU bukan mitra
dagang Indonesia terpenting, melainkan AS, Jepang dan dalam beberapa
tahun belakangan ini juga Cina.
SBY Psda masa pemerintahannya juga meninggalkan banyak catatan yang
tidak possitif, di antaranya adalah: (1) ketergantungan Indonesia terhadap
impor atas hamper semua barang-barang jadi maupun setengah jadi dan
bahan baku (terutama yang sudah diproses siap pakai untuk kegiatan
industry), termasuk komoditas-komoditas pertanian dan minyak mentah dan
gas (migas) semakin tinggi yang membat neraca perdagangan deficit dan
cenderung semakin membesar; (2) walaupun tingkat kemiskinan menurun,
kesenjangan antara kaum berada dan kaum miskin cenderung membesar;
(3) kehidupan sehari-hari masyarakat semain mahal terutama akibat
pemotongan subsidi-subsidi , khususnya pada BBM: (4) jumlah ULN
semakin meningkat; (5) infrastruktur semakin memburuk; (6) korupsi
cenderung semakin merajalela, dan masih banyak lagi.
Pada era pemerintahan presiden Joko Widodo memfokuskan program pada
pemerataan yang berkeadilan, setidaknya ada empat aspek yang dilakukan.
Pertama, pembangunan ekonomi dan peningkatan produktivitas, kedua,
pengentasan kemiskinan dan program afirmatif, untuk mengatasi masalah
ketimpangan sosial, ketigapemerataan keadilan pada aspek kewikayahan,
dan keempat, pemerataan yang berkeadilan dalam prospek politik hukum,
keamanan dan kebudayaan. Selain itu pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
waktu itu sudah merancang Sembilan agenda prioritas, disebut Nawacita
 Ada pertanyaan ?

Anda mungkin juga menyukai