Anda di halaman 1dari 31

 Selama berabad-abad manusia mencoba untuk

memahami hubungan antara tubuh dan jiwa (body


and mind), serta antara konstitusi dan kepribadian.
 Sejak tahun 1880, Sir Francis Galton mengungkapkan
tentang nature (hereditas) dengan nurture
(lingkungan).
 Neurolog terkenal, yaitu Antonio Damasio (1994)
mengangkat kembali kasus Phineas Gage, seorang
pekerja konstruksi yang pada tahun 1848 mengalami
kecelakaan parah, dimana balok besi menembus
kepalanya. Ia berhasil hidup, namun ada beberapa
karakter Gage yang berubah  balok besi secara luas
merusak bagian frontal dari otak Gage.
TEMPERAMEN: SEJARAH PANDANGAN
TENTANG HUBUNGAN MIND-BODY (JIWA-
BADAN)
 Temperamen : perbedaan individu dalam mood atau
kualitas respon emosi yang dipandang sebagai
sesuatu yang sudah melekat pada manusia dan
memiliki dasar biologis.

A.Pandangan mula-mula tentang konstitusi dan


temperamen
1. Hippocrates dari Yunani berpendapat bahwa variasi
dari karakteristik psikologis merefleksikan variasi dari
cairan tubuh. Galen memiliki pendapat yang sama.
 Ke empat elemen dasar (udara, bumi/tanah, api, dan
air ) digambarkan dalam tubuh manusia dengan 4
cairan tubuh, yaitu, darah, empedu hitam, empedu
kuning, lender/phlegm, yang masing-masing
berkaitan dengan temperamen: sanguine,
melancholic, choleric, phlegmatic.
 Perbedaan individu dalam temperamen
berhubungan dengan mana yang lebih dominan
diantara ke empat cairan tubuh tersebut.
2. Kant (+ 1800) membedakan 4 tipe temperamen
dan ia meyakini bahwa variasi dalam darah (bukan
cairan tubuh) menyebabkan variasi temperamen.
3. Abad ke 19, seorang dokter Jerman Franz Joseph
Gall menggagas tentang Phrenology, yang
mencoba melokalisasi area dari otak yang
bertanggung jawab terhadap aspek spesifik dari
fungsi emosi dan perilaku.
 Namun ternyata pendapat Gall tidak didukung
oleh penelitian lebih lanjut. Penelitian
menunjukkan bahwa tingkah laku yang
kompleks dan pola berpikir terjadi karena
adanya sinkronisasi dan interkoneksi dari bagian-
bagian otak.
4. Charles Darwin, ia mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara ekspresi emosi pada
manusia dan ekspresi emosi pada mamalia tingkat
tinggi. Hal ini mengawali perkembangan dari
Contemporary Evolutionary Psychology.
5. Penelitian Mendel selama 8 tahun pada ciri-ciri
kacang polong mendasari ilmu genetic modern.
6. Emil Kraepelin berupaya untuk mengklasifikasikan
mental disorder/gangguan mental dengan
memperhatikan hereditas.
7. Psikiater Jerman, Ernst Kretschmer mencoba
menghubungkan antara tipe tubuh dengan
kepribadian.
 Kretschmer mengklasifikasi 3 tipe dasar, yaitu piknis
(gemuk, tubuh bulat), atletis (otot, tubuh atletis) dan
asthenik (lemah, tubuh”lurus”).
 Ditemukan bahwa gangguan psikis berhubungan
dengan bentuk tubuh, yaitu bentuk tubuh piknis
dihubungkan dengan gangguan manik-depresif,
bentuk tubuh asthenik dihubungkan dengan
schizophrenia.
 Asumsi lain : hubungan antara bentuk tubuh dan
kepribadian normal, seperti piknis dan ekstraversi,
asthenik dan introversi, walaupun tidak ada bukti
yang menunjukkan keterkaitan ini.
 Kelemahan metodologi penelitian Kretschmer
adalah ia tidak mengoreksi untuk fakta bahwa
gangguan manik-depresif cenderung terjadi pada
usia lebih lanjut dibandingkan dengan schizophrenia
dan manusia cenderung menjadi lebih berat dan
gemuk dengan bertambahnya usia. Walaupun
demikian penemuannya ini menjadi dasar untuk
psikologi konstitusional.
8. Di Amerika Serikat, William Sheldon berpendapat
bahwa masing-masing individu memiliki struktur
biologis dasar bawaan (bodily physique,
constitution) yang menentukan temperamennya.
 Sheldon mengungkapkan 3 dimensi dari bentuk
tubuh yaitu endormorphy (lembut dan bulat),
mesomorphy (keras dan “empat persegi panjang”;
berotot), dan ectomorphy (datar dan rapuh, kurus,
otot lemah).
 Seperti Kretschmer, ia berpendapat bahwa bentuk
tubuh secara sistematis berhubungan dengan
temperamen.
B.Konstitusi dan temperamen:
penelitian longitudinal
 Tahun 1950 , Alexander Thomas dan Stella Chess, melakukan penelitian
terhadap 100 anak yang diikuti sejak lahir sampai remaja (New York
Longitudinal Study /NYLS).
 Dari laporan orang tua, ditetapkan variasi dari temperamen bayi.
Karakteristik yang dilaporkan adalah tingkat aktivitas, mood umum,
rentang atensi dan persistensi/ketekunan.
 3 tipe temperamen bayi, (1) easy babies, yang suka bermain dan adaptable,
(2) difficult babies yang negative dan sulit beradaptasi, dan (3) slow-to-
warm-up babies yang lambat dalam bereaksi dan sedikit dalam responnya.
 Penelitian ini dan penelitian-penelitian berikutnya menemukan keterkaitan
antara perbedaan awal temperamen dan karakteristik kepribadian
selanjutnya.
 Thomas dan Chess juga mengungkapkan adanya kesesuaian tertentu
antara tipe bayi dengan lingkungan orang tua.
 Mengikuti penelitian NYLS, maka Arnold Buss dan Robert
Plomin (1975, 1984) menggunakan rating dari tingkah laku
parental untuk menetapkan 4 dimensi dari temperamen, yaitu:
EASI
1. Emosionalitas (mudah terbangkitkan dalam situasi
membingungkan; general distress)
2. Aktivitas (tempo dan kekuatan dari gerakan motorik; giat
sepanjang waktu; kegelisahan)
3. Sosiabilitas (responsivitas pada orang lain, mudah berteman
atau pemalu)
4. Impulsivitas (kemampuan untuk menghambat atau
mengontrol tingkah laku; impulsif; mudah bosan)
 Penelitian lanjutan menunjukkan bukti adanya
kesinambungan sepanjang waktu dan peran faktor bawaan.
C. Konstitusi dan Temperamen: Penelitian
Kagan pada anak-anak inhibited dan
unhibited
 Keinginan untuk menggunakan pengukuran
temperamen yang objektif diperkenalkan oleh
Psikolog perkembangan yaitu Jerome Kagan.
 Idenya seperti Galen : bahwa masing-masing
individu membawa temperamen yang
didasarkan pada konstitusi atau fisiologis.
 Kagan menggunakan pengukuran laboratorium
yang objektif tentang tingkah laku dan fungsi
biologis untuk mempelajari temperamen pada
masa anak-anak.
 Kagan membuat 2 profil tingkah laku dari temperamen : inhibited
dan unhibited.
 Anak inhibited bereaksi terhadap orang asing atau kejadian dengan
“pengendalian”, menghindar, dan tertekan, dan membutuhkan
waktu yang lama untuk relaks pada situasi baru, serta lebih banyak
ketakutan yang tidak umum dan phobia.
 Pada situasi yang sama, anak unhibited lebih senang, lebih spontan
pada situasi baru, lebih mudah tersenyum dan tertawa.
 Hipotesis utama Kagan adalah bayi memiliki perbedaan yang
terbawa dalam fungsi biologis yang membimbing mereka untuk
lebih atau kurang reaktif terhadap sesuatu yang baru dan
perbedaan ini cenderung stabil selama perkembangan.
 Menurut hipotesis ini, bayi yang lahir dengan reaktivitas yang tinggi
terhadap situasi baru akan menjadi bayi inhibited dan bayi yang
lahir dengan reaktivitas rendah akan berkembang menjadi bayi
unhibited.
 Kagan melakukan penelitian di laboratorium pada bayi-bayi yang
berusia 4 bulan dan menelitinya kembali saat bayi telah berusia 14
bulan, 21 bulan, dan 4 ½ tahun
 Mereka diperhadapkan pada situasi baru yang tidak dikenal,
kemudian tingkah laku diobservasi, dan diukur reaksi fisiologis nya.
 Kesimpulannya, ditemukan adanya bukti dari stabilitas
temperamen dan tentang kemungkinan faktor biologis yang
mendasari perbedaan dalam temperamen.
 Ada juga bukti dari potensi untuk berubah. Kebanyakan dari bayi
yang high-reactive tidak secara konsisten menjadi penakut, dan
beberapa bayi dengan low-reactive kehilangan stylenya yang relaks.
 Lingkungan memainkan peran dalam pembentukan kepribadian.
Menurut Kagan,”beberapa kecenderungan/predisposisi disumbang
oleh bawaan gentik, namun tidak bisa dielakkan bahwa orang
dewasa memberikan kontribusi pada temperamen bayi. Tapi
sangatlah sulit untuk merubah kecenderungan bawaan seseorang
secara menyeluruh”.
 Penelitian akhir-akhir ini memberikan bukti yang jelas tentang
peran dari amygdala dalam temperamen inhibited dan
unhibited. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu
inhibited memperlihatkan reaksi amygdala yang lebih tinggi
dibandingkan unhibited pada saat diperlihatkan gambar wajah
yang tidak dikenal.
 Hasilnya: terdapat bukti biologis yang mendasari karakteristik
dari temperamen, dan perbedaan dalam biologis dapat bersifat
stabil untuk waktu yang panjang dalam hidup manusia.
Kesimpulan :
 Bukti dari keturunan/bawaan tidaklah berarti bahwa
temperamen hanyalah semata-mata dibawa sejak lahir, sama
seperti semua aspek-aspek kepribadian, lingkungan juga
berperan penting.
 Penelitian Kagan mengindikasikan bukti bahwa
bawaan/keturunan memungkinkan untuk berubah.
NEUROSCIENCE AND PERSONALITY
Lokalisasi dari fungsi otak: Amygdala
 Amygdala memainkan peran penting dalam motivasi dan
emosi.
 Amygdala penting dalam memroses seluruh stimuli emosi,
terutama yang berkaitan dengan stimuli negatif (seperti,
ketakutan, penghindaran).
 Amygdala memainkan peran sentral dalam pengkondisian
rasa takut dan ingatan emosional yang tidak disadari.
 Kerusakan pada amygdala akan menghambat
pengkondisian stimuli rasa takut dan kesulitan untuk
mengingat respon takut di masa lalu.
Dominansi Hemisphere Kiri dan
Kanan
 Aspek lain dari fungsi system otak sebagai pusat
emosi dan motivasi adalah region anterior dari
hemisphere otak kiri dan kanan.
 Dominansi dari aktivitasi bagian depan dari otak kiri
dihubungkan dengan pembangkitan approach-
related (khususnya yang positif) dari emosi dan
dominansi dari bagian depan dari otak kanan
dihubungkan dengan pembangkitan withdrawal-
related (khususnya negative) dari emosi.
 Penelitian: subjek diperlihatkan tayangan film yang
akan menimbulkan emosi positif atau emosi negatif.
Dominansi Hemisphere Kiri dan
 Kanan Individu dengan prefrontal kiri yang lebih
Hasilnya:
teraktivasi lebih memberikan afek positif pada tayangan film
positif dan yang lebih aktif prefrontal kanannya lebih
memberikan afek negative pada tayangan film yang
negative.
 Dalam kaitannya dengan gangguan emosional, maka
penelitian menemukan bahwa individu dengan kerusakan
region anterior otak kiri kemungkinan menjadi depresi,
sedangkan individu dengan kerusakan region anterior otak
kakan kemungkinan menjadi manic
 Kagan (1994) melaporkan bukti bahwa anak inhibited
dominan pada hemisphere kanan dan anak unhibited
dominan hemisphere kiri.
Fungsi Neurotransmitter: Dopamine
dan Serotonin
 Neurotransmitter dopamine yang terlalu banyak
merupakan implikasi dalam schizophrenia,
sedangkan dopamine yang rendah merupakan
implikasi dari penyakit Parkinson.
 Dopamine dikaitkan dengan kesenangan,
digambarkan sebagai kimia “feel good” (Hamer,
1997).
 Neurotransmitter serotonin meliputi regulasi
dari suasana hati/mood.
Neurobiologi dan Tiga Dimensi Utama
Temperamen
 Tiga dimensi dari temperamen : PE (Positive Emotionality), NE
(Negative Emotionality), DvC (Disinhibition Vs Constraint)
 Individu dengan factor NE tinggi mengalami peningkatan
dalam level emosi negatif dan melihat dunia sebagai tempat
yang mengancam, penuh dengan masalah dan tekanan,
sedangkan NE rendah dalam trait tenang, emosinya stabil,
dan puas-diri.
 Faktor PE berhubungan dengan keinginan individu untuk
berhubungan dengan lingkungan, dengan skor tinggi (seperti
ektraversi) maka mereka senang bersama-sama orang lain
dan aktif dalam menghadapi hidup, energetic, ceria, dan
antusias. Sedangkan skor rendah (seperti introversi)
Neurobiologi dan Tiga Dimensi Utama
Temperamen
 Walaupun NE dan PE memiliki kualitas yang tampak
berlawanan, namun keduanya independen satu dengan
lainnya; jadi individu bisa tinggi atau rendah pada masing-
masing faktor. Hal ini karena keduanya berada pada kontrol
sistem internal biologis yang berbeda.
 Individu dengan skor DvC tinggi adalah impulsif,
nekad/berani, dan berorientasi pada perasaan dan sensasi
dari kejadian. Sedangkan dengan skor rendah, individu hati-
hati, dikontrol oleh implikasi jangka panjang dari tingkah
lakunya, dan menghindari resiko atau bahaya.
Emotional dan Lifestyle
berhubungan dengan PE, NE, dan
 DvC dengan NE tinggi : individu yang keadaan emosinya
Individu
negative seperti takut, sedih, marah, rasa bersalah, dan benci.
 Individu dengan PE tinggi : individu dengan perasaan positif,
seperti gembira, interes, perhatian, antusias, dan bangga/rasa
harga diri (pride), cenderung seperti ”burung yang suka
menyanyi di pagi hari” yang tidur dan bangun lebih awal.
 Faktor DvC menggambarkan gaya regulasi afektif. Individu
dengan skor tinggi pada DvC cenderung memperoleh nilai
rendah di sekolah dan dalam unjuk kerja. Biasanya lebih
banyak minum alcohol, mengisap marijuana, dan aktivitas
seksual. individu cenderung seperti “burung hantu” yang tidur
jauh malam dan bangun siang.
Hubungan PE, NE, dan DvC dengan
Biologis
 PE diasosiasikan dengan aksi dari dopamine, yaitu kimia “feel
good”. Skor yang tinggi dari PE dihubungkan dengan hemisphere
kiri yang dominan.
 Menurut Clark dan Watson, dasar biologis dari DvC adalah
serotonin. Individu dengan neurotransmitter serotonin yang
rendah cenderung menjadi agresif. Alkoholisme juga dikaitkan
dengan penurunan fungsi serotonin.
 Hamer (1997) menghubungkan neurotransmitter dopamine
dengan mencari hal-hal yang menggetarkan hati, impulsivitas dan
bebas (tidak terhambat). Ada bukti bahwa hormon testosterone
yang tinggi dihubungkan dengan keinginan untuk berkompetisi
dan agresivitas, keduanya dikaitkan dengan skor DvC yang tinggi.
Hubungan PE, NE, dan DvC dengan
Biologis
 Clark dan Watson juga menggambarkan kurangnya
pengetahuan tentang neurobiology yang mendasari NE.
Terdapat relasi antara tingkat serotonin yang rendah pada sinaps
neuron dengan depresi, anxiety, dan symptom-simptom obsesi
kompulsi.
 Hamer dan Copeland (1998) menghubungkan tingkat serotonin
yang rendah dengan “pandangan yang kelabu” tentang dunia,
yang analog dengan pandangan Galen tentang temperamen
melancholic.
 Akhirnya terdapat bukti bahwa sensitivitas yang berlebihan dari
amygdala mungkin memainkan peran dalam kecenderungan
untuk mengalami anxiety dan distress pada level yang tinggi.
Biologi dan Trait Kepribadian:
Beberapa Limitasi
 Dari hasil penelitian tampak jelas bahwa tidak ada
hubungan satu-satu antara proses biologis dan trait
kepribadian. Masing-masing komponen biologis
dihubungkan dengan ekspresi lebih dari satu trait dan
ekspresi dari masing trait dipengaruhi oleh lebih dari satu
faktor biologis.
 Sangatlah sulit untuk mengintegrasikan seluruh
penemuan neurobiologis ini ke dalam 3 dimensional
model temperamen, karena resiko untuk terlalu
menyederhanakan neurobiologist yang sejauh kita kenal.
Keterkaitan antara biologi dan temperamen tampak
pada tabel di bawah ini
Tabel Keterkaitan antara biologi
dan kepribadian

 Amygdala adalah bagian dari sistem limbik primitif,


pusat dari respon emosional otak. Terutama
penting untuk emosi aversif yang dipelajari.
 Hemispheric lateralization adalah bagian frontal
hemisphere kanan yang dominan dihubungkan
dengan aktivasi emosi negative dan trait
kepribadian yang pemalu dan inhibisi; dominansi
bagian frontal hemisphere kiri dihubungkan dengan
aktivasi emosi positif dan trait kepribadian yang
berani dan disinhibisi.
Tabel Keterkaitan antara biologi
dan kepribadian
 Dopamine adalah neurotransmitter dihubungkan dengan
reward, reinforcement, kegembiraan. Dopamine pada level
tinggi dihubungkan dengan emosi positif, energetic, disinhibisi,
dan impulsivitas. Dopamine pada level yang rendah
dihubungkan dengan lesu, anxiety, dan “keadaan terdesak”
(constriction).
 Serotonin adalah neurotransmitter yang terlibat dalam mood,
iritabilitas, dan impulsivitas. Tingkat serotonin yang rendah
dihubungkan dengan depresi tapi juga dengan kekejaman dan
impulsivitas. Obat-obatan SSRIs (selective serotonin reuptake
inhibitors, seperti Prozac, Zoloft, Paxil) digunakan untuk
mengobati depresi, phobia dan gangguan obsesi-kompulsi.
Bagaimana mereka bekerja secara tepatnya tidaklah jelas.
Tabel Keterkaitan antara biologi
dan kepribadian
 Cortisol adalah hormon yang berhubungan dengan
stress yang dihasilkan oleh cortex adrenal yang
memfasilitasi reaksi terhadap ancaman. Walaupun
adaptif dalam hubungan dengan stress jangka pendek,
respon untuk jangka panjang, seperti stress kronis
dapat dihubungkan dengan depresi dan kehilangan
ingatan.
 Testosteron adalah hormone yang penting dalam
perkembangan ciri seks sekunder dan juga dikaitkan
dengan dominan, sifat kompetitif, dan agresi.

Sumber: Hamer & Copeland, 1998; Sapolsky, 1994; Zuckerman, 1995.


Plastisitas: Proses Biologis,
Sebab dan Akibat
 Terdapat kecenderungan untuk berpikir bahwa
proses biologis sebagai sesuatu yang tetap dan
menentukan kepribadian emosi dan tingkah
laku, sepertinya proses biologis adalah penyebab
dan kepribadian adalah akibat, dan sedikit ruang
untuk berubah.
 Namun terdapat bukti tentang plastisitas dalam
system; yaitu potensi untuk berubah dalam
system neurobiologis sebagai hasil dari
pengalaman.
Plastisitas: Proses Biologis,
Sebab dan Akibat
 Plastisitas dalam fungsi neurobiologis menjadi
jelas dalam hubungan neurotransmitter dan
hormon, seperti hubungan dua arah antara
testosterone dan agresi atau kompetitif.
Testosteron yang tinggi memudahkan agresi
yang lebih besar dan kompetitif, namun
kompetisi dan agresi juga membawa pada level
produksi yang tinggi dari testosterone.
back

Anda mungkin juga menyukai