Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN

KLIEN
HOSPITALISASI
Oleh Kelompok 1
Ahmad Rifa’I :P07120118044
Cindy Alvianty :P07120118055
Fajrin Safawi :P07120118063
Noor Fahridha :P07120118097
Radiah :P07120118005
Vina’ul Jannah :P07120118118
DEFINISI HOSPITALISASI
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian
yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena
perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi
perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry,
2005, hal : 665 ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang
dilakukan selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu
yang baru dan belum bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress yang bisa dialami oleh klien
maupun keluarga.
MACAM MACAM HOSPITALISASI
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh
Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
1. Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat
meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat
medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal. 
2. Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan
untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah
hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.
3. Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini
tidak memerlukan  persetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang
berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan
pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku
sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pengadilan
sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
4. Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah
bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan  atau
sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus
diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat
darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau
diubah menjadi status volunter.  
RENTANG RESPON HOSPITALISASI
Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku
yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap
perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut  :
1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan
karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan
perkambangannya
Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada
gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan  terjadi
stranger anxiety atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan
cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
Masa todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress
yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya : 
a)  Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya
dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b) Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c)  Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima perpisahan,
membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. 
Prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak
usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit
mengakibatkan anak kehilangan control terhadap dirinya. 
Masa sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain
atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
Masa remaja (12 – 18 tahun )
Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas
karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada
kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan
sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila
harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas
dirumah sakit membuat anak kehilangan control terhadap dirinya dan
bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit.
Reaksi yang sering muncul pada terhadap pembatasan aktivitas ini
adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya
atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan
( isolasi ).
RENTANG RESPON HOSPITALISASI
2. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Perasaan cemas dan takut 
Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu informasi tentang diagnosis
penyakit pasien. Rasa takut muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi
sakit yang terminal.
Perasaan sedih 
Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga mengetahui
bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk sembuh. Pada kondisi ini keluarga menunjukkan
perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan.
Perasaan frustrasi
Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta
tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga, baik dari keluarga maupun kerabat
MANFAAT HOSPITALISASI
Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :

1. Membantu perkembangan keluargadan pasien dengan cara memberi kesempatan keluarga mempelajari


reaksi pasien terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit.

2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi kesempatan pada
keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur,  penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.

3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada
pasienmengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan
yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan keluarga dan dorong terus untuk
meningkatkannya.

4. Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman sebaya atau teman
sekolah. Berikan kesempatan  padanya untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga
interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah sakit
klien dan keluarga mempunyai kelompok yang baru.

 
DAMPAK HOSPITALISASI
Privasi
Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat
pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di
rumah sakit klien kehilangan sebagian privasinya.
 Gaya Hidup 
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal
ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien.
Juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat
tentu berbeda aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah
seorang pejabat.
DAMPAK HOSPITALISASI
Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam
posisi ketergantungan. Artinya ia akan “pasrah” terhadap tindakan apa pun,yang dilakukan oleh petugas
kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit,akan
mengalami peruahan otonomi.
Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status
sosialnya. Jika ia seorang perawat,peran yang diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai
dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada individu,tetapi juga pada
keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
• Perubahan peran
• Masalah keuangan 
• Kesepian
MENGATASI DAMPAK HOSPITALISASI
Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau
mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan kontrol dan
mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan rasa nyeri 
Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan cara :
1) Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara
membolehkan mereka tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in).
2) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk melihat
pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.
3) Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat

Anda mungkin juga menyukai