Anda di halaman 1dari 46

HUKUM

LINGKUNGAN

KARTONO
KEDUDUKAN
HUKUM LINGKUNGAN

HUKUM

HUKUM HUKUM
PUBLIK PRIVAT

HUKUM LINGKUNGAN
(HK. FUNGSIONAL)
I. PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN

Ekologi, Ekosistem dan Daya Dukung Lingkungan

Ekologi:
o Etimologi : Oikos (rumah tangga) dan Logos (Ilmu)
o Digunakan pertamakali oleh Erns Haeckel (1854), ahli biologi dari
Jerman.
o Ilmu yang mempelajari mahluk hidup dalam rumah tangganya (ilmu
tentang rumah tangga mahluk hidup).
o Spesifik ekologi berusaha memahami hubungan timbal balik makhluk
hidup dengan lingkungannya.
o Konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem, yakni sistem timbal
balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya.
Ekosistem:
o Lingkungan terdiri dari makhluk hidup (biotic) dengan benda mati
(abiotic).
o Interaksi teratur antara makhluk hidup dengan benda mati dalam suatu
lingkungan tertentu disebut ekosistem.
o Pasal 1 angka 5 UU PPLH:
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
o Gangguan terhadap sub sistem dalam suatu ekosistem menimbulkan
gangguan terhadap ekosistem secara keseluruhan.
o Pada titik tertentu ada keterbatasan dan kemampuan ekosistem dalam
mendukung dan menanggulangi gangguan yang timbul untuk menjaga
keseimbangan keberlangsungan ekosistem.
o Batas kemampuan itu disebut sebagai daya dukung lingkungan.
Daya Dukung Lingkungan:
o Otto Soemarwoto:
Aspek Biofisik berhubungan dengaKeberlanjutan daya dukung
lingkungan ditentukan oleh dua faktor, yakni: Biofisik dan Sosial
Budaya-Ekonomi yang bertimbal balik.
o n proses ekologis sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman
jenis sumber daya genetik. Seperti hutan sebagai sistem pendukung
kehidupan melalui oksigen yang dihasilkan dari sistem fotosintesis.
o Aspek Sosial Budaya-Ekonomi berhubungan dengan perilaku dalam
upaya untuk mensejahterakan diri melalui aktvitas pembangunan.
o Aktivitas Sosial Budaya-Ekonomi manusia memunculkan relevansi
pengaturan hukum lingkungan dalam upaya mempertahankan daya
dukung lingkungan.
II. MASALAH LH & PENYELESAIANNYA

 Semula muncul di negara maju: AS, Jerman & Jepang sebagai akibat
perkembangan IPTEK
 Masalah LH di negara berkembang lebih kompleks (miskin & bodoh).
OKI, penyelesaiannya harus dilakukan secara:
o Multi disiplin
Medis, Teknik, Biologi, Kimia, Ekonomi, Hukum
o Lintas Disiplin
Hk. Administrasi, Pidana, Pajak, Perdata & Hk. Internasional
o Multi Sektoral
Perbankan, Kehutanan, Industri & Pertambangan dll
SIFAT & FUNGSI UU PPLH

o Masalah LH sangat luas mencakup:


o SDA Hayati, SDA Non Hayati, Sumber Daya Insani.
o Sulit diatur secara mendalam dalam satu UU
o UU PPLH menonjolkan dua segi, yi:
• UU PPLH hanya memberi aturan secara garis besar dalam
pokoknya saja, sedangkan aturan terinci diatur dalam aturan
pelaksana.
• UUPLH tidak mengatur LH menyeluruh, tetapi hanya segi
pengelolaannya saja.
CIRI-CIRI UU PPLH

 Simpel tetapi mencakup perkembangan ke depan


 Mengandung ketentuan pokok sebagai dasar pelaksana
 Mencakup semua segi LH agar dapat menjadi dasar pengaturan masing-
2 segi LH
UU PPLH MENJADI LANDASAN UNTUK MENILAI DAN
MENYESUAIKAN PERATURAN LINGKUNGAN
(SEKTORAL) YANG BERLAKU

Umbrella Provision
(Raamwet)
PRINSIP DASAR DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN
HUKUM LINGKUNGAN

o Hukum Lingkungan memberi dasar kebijakan bagi pengelolaan LH

o Hukum Lingkungan juga merupakan instrumen kebijaksanaan LH


o Tujuan kebijakan LH
MENGHASILKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA TERBENTUK LINGKUNGAN
YANG SEHAT UNTUK MANUSIA, TUMBUHAN, HEWAN DAN
BENDA YANG DAPAT BERFUNGSI UNTUK KEHIDUPAN
BERSAMA

o Pangkal tolak kebijakan tersebut dinyatakan dalam sejumlah


asas yang merupakan dasar kebijakan hukum lingkungan
PRINSIP PENANGGULANGAN PADA SUMBER
(Abatement at the Source Principle)

Memberi prioritas penanganan preventif . Lebih baik mencegah


pencemaran atau menangani pada sumbernya daripada membersihkan
pencemaran yang sudah terjadi
o Dalam Hukum lingkungan asas ini dinyatakan dalam kewajiban izin
terhadap aktivitas tertentu dengan persyaratan dan kewajiban.
o Izin dan syarat tersebut bertujuan mencegah pencemaran.
o Pasal 36 ayat (3) UUPPLH :
Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam
keputusan kelayakan (kegiatan yang wajib Amdal) dan rekomendasi
UKL-UPL (kegiatan yang wajib UKL-UPL)
PRINSIP SARANA PRAKTIS TERBAIK
(The Best Practicable Means Principle)

o Untuk mencegah/menanggulangi pencemaran hrs digunakan teknik yang


scr aktual paling efektif & sekaligus bagi pencemar dpt diterima secara
ekonomis.
o Asas ini wajib dipertimbangkan pada penerbitan izin.

Hanya dlm kasus ttt disyaratkan penggunaan asas sarana


teknis yg terbaik "the best technical means principle"
MISAL: pd kegiatan yang dpt menimbulkan bahaya gawat bagi
masyarakat.

Dalam hal prinsip di atas maka tidak dilihat biaya perusahaan, tetapi
harus digunakan sarana yang mempunyai efek “paling baik” terhadap
pengurangan pencemaran tapi secara “teknis” juga dapat diterapkan.
PRINSIP CEGAH TANGKAL (Stand Still Principle)

o Menghendaki agar kualitas LH dalam daerah yang telah bersih tidak


boleh menjadi lebih jelek, dan bahwa pencemaran dalam daerah yang
telah tercemar tidak boleh menjadi tambah cemar

ASAS INI PENTING ARTINYA BAGI KEBIJAKAN


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG
LINGKUNGAN (Pasal 17 ayat (2) UU PPLH)

o Dapat juga bahwa permohonan suatu izin ditolak karena kualitas LH


sudah demikian jelek sehingga daerah itu tidak boleh ada beban
tambahan dengan aktivitas baru.
o Dalam banyak hal prinsip ini banyak diakomodasi melalui penetapan
kebijakan tentang penataan ruang
PRINSIP PENCEMAR MEMBAYAR
(Polluter Pays Principle)

o Bertolak dari asumsi bahwa setiap orang yang mencemarkan bertanggungjawab


untuk menghilangkan pencemaran yang dilakukannya
o OKI, ia wajib membayar biaya utk menghilangkan.

ASAS INI MENJADI DASAR PUNGUTAN LH SEBAGAI


SALAH SATU INSTRUMEN EKONOMI

Exp: Dana Jaminan Pemulihan/Penanggulangan Pencemaran LH, Bantuan


Konservasi, Pajak dan Retrbusi LH (Ps. 43 ay 2 UU PPLH)

Dalam banyak hal, kesulitan dapat muncul dalam menentukan siapa


“pencemar”?
PRINSIP DIFFERENSIASI REGIONAL (Ps. 15 UU PPLH)

o Situasi Lingkungan Hidup berbeda menurut daerah dan lokasi masing-


masing
o Dituntut kebijakan yang ditujukan pada daerah itu.
• Penerapan asas ini dalam hukum lingkungan dapat dilihat pada
pengelolaan kualitas air daerah.
• Juga rencana zat buangan yang ditetapkan propinsi.
• Contoh : Pasal 20 PP No. 82 tahun 2001 tentang kewenangan
pemerintah, pemerintah provinsi/kabupaten untuk:
 menetapkan daya tampung pencemaran;
 identifikasi dan inventarisasi sumber pencemaran
 persyaratan pembuangan limbah air atu sumer air
 memantau kualitas pada sumber air
 faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air
PRINSIP BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK

Asas ini terutama dikehendaki untuk dinyatakan dalam perkara perdata

ASAS INI BERARTI BHW BARANG SIAPA YANG AKAN


MELAKUKAN KEGIATAN WAJIB MENUNJUKKAN BAHWA
KEGIATAN ITU TIDAK MERUGIKAN LH

Antara Lain:
Dapat ditemukan dalam laporan dampak LH yang diwajibkan apabila hendak
melakukan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi LH.
Exp: Kewajiban untuk audit LH (Ps. 50 – 51 UUPPLH,
Kewajiban laporan pemegang Izin Lingkungan (Ps. 53 ay 1 PP 27/2012)
HAK ATAS LH YANG BAIK DAN SEHAT

Pasal 65 UU :
o Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
o Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
o Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.
o Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
HAK ATAS LH YANG BAIK DAN SEHAT Lanjutan….

SEBAGAI HAK ASASI:


• Hak asasi Klasik: Menghendaki pemerintah untuk tidak mencampuri
hak setiap orang dalam menikmati haknya atas LH yang baik dan
sehat.
• Hak Asasi Sosial: Menghendaki agar pemerintah menggariskan
kebijakan agar hak setiap orang atas LH yang baik dan sehat dapat
terpenuhi.
INSTRUMEN PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN
KERUSAKAN LH (Pasal 14 UU PPLH)

1. Kajian LH Strategis;
2. Tata Ruang ;
3. Baku Mutu LH;
4. Kriteria Baku Kerusakan LH;
5. Amdal;
6. UKL-UPL;
7. Perizinan;
8. Instrumen Ekonomi LH;
9. Peraturan berbasis LH;
10. Anggaran berbasis LH;
11. Analisis Resiko LH;
12. Audit LH;
13. Instrumen lain sesuia ilmu pengetahuan;
1. Baku Mutu LH

 Salah satu sarana pencegahan pencemaran dan/atau LH


 Sebagai dasar penentuan terjadinya pencemaran LH
 Ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan/atau, unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur LH
(Pasal 1 angka 13)

Pencemaran (Ps 1 angka (14)

Pencemaran LH adalah masuk atau dimasukkannya MH, Zat, Energi


dan/atau komponen lain ke dalam LH oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui Baku Mutu LH yang telah ditetapkan
Prinsip Dasar:
o Setiap orang boleh untuk membuang limbah ke media LH dengan
syarat :
 Memenuhi BMLH, dan
 Mendapat izin dari menteri/gubernur/bupati/walikota

o Baku Mutu LH :
1. BM Air
2. BM Air Limbah
3. BM Air Laut
4. BM Udara Ambien
5. BM Emisi
6. BM Gangguan
7. BM Lain sesuaiperkembangan iptek
2. Kriteria Baku Mutu Kerusakan LH

 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas


perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh LH untuk dapat tetap melestarikan fungsinya
(Pasal 1 angka 15)
 Dasar untuk menentukan terjadinya kerusakan LH
 KBKL terdiri dari dua:
o KB Kerusakan Ekosistem.
o KB Kerusakan akibat perubahan iklim.

Kerusakan LH (Pasal 1 angka 17)


Perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik,
kimia, dan/atau hayati LH yang melampaui KBKL.
o KBK ekosistem meliputi:
• KBK tanah untuk produksi biomassa;
• KBK terumbu karang;
• KBKL berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
• KBK mangrove;
• KBK padang lamun;
• KBK gambut;
• KBK karst; dan/atau
• KBK ekosistem lain sesuai perkembangan IPTEK.
o KBK akibat perubahan iklim, paramater antara lain:
• kenaikan temperatur;
• kenaikan muka air laut;
• badai; dan/atau
• kekeringan.
3. Hukum Amdal dan UKL-UPL

 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap


LH wajib memiliki amdal (Pasal 22)
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib amdal wajib memiliki UKLUPL (Pasal 34)

 Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha


dan/atau kegiatan yang direncanakan pada LH yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 11)
 UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap LH
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
 Dokumen amdal/UKL-UPL merupakan penetapan keputusan.
Kaitan Amdal dan UKL-UPL dalam sistem Perizinan
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan (Pasal 36 UU PPLH)
 Izin diterbitkan berdasar keputusan kelayakan LH atau rekomendasi
UKL-UPL.
 Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL.
o Usaha atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib
membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan LH (SPPLH).
o Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib SPPLH
dilakukan berdasar kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting, dan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI

Pengawasan (Ps. 71 ayat 1):


Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengawasan (Ps. 72):


Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai wewenangnya wajib
melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap izin lingkungan.
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI

Pengawasan (Ps. 71 ayat 1):


 Pengawasan Umum (atas ketentuan per UU ngan)
 Pengawasan khusus (atas ketentuan individual izin)
Pengawasan Umum (Ps. 36 ayat 1):
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Pengawasan khusus (Ps. 36 ayat 3):
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam
keputusan kelayakan LH atau rekomendasi UKL-UPL.

Ps. 37 ayat (1):


Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai wewenangnya
wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan
izin tidak dilengkapi dengan Andal atau UKL-UPL.
Ps. 37 ayat (2):
Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:
(Pasal 36 ayat 4)
o Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung
cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
o Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; atau
o Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-
UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
TINDAK PIDANA LH (Material)
Pasal 98 (1) UU PPLH:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air
laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

TINDAK PIDANA LH (Formal)


Pasal 100 (1) UU PPLH:
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi,
atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.3.000.000.000-, (tiga miliar
rupiah).
Pasal 100 (2) UU PPLH:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dikenakan apabila sanksi administratif yang telah
dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
TINDAK PIDANA LH (Oleh Pejabat Administrasi)

Pasal 111 (1) UU PPLH:


Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 37 (1) UU PPLH:


Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila
permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
TINDAK PIDANA LH (Oleh Pejabat Administrasi)

Pasal 111 (2) UU PPLH:


Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi
dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp.3.000.000.000-, (tiga miliar rupiah).

Pasal 40 (1) UU PPLH:


Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
HUKUM AMDAL

Pasal 1 angka (11) UU PPLH


Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
KAITAN AMDAL/UKL-UPL DENGAN IZIN

AMDAL KELAYAKAN
IZIN
LINGKUNGAN
UKL/UPL REKOMENDAS
I

Kaitan Amdal dengan Izin


• AMDAL/UKL-UPL merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin lingkungan
• Izin yang diterbitkan wajib mencantumkan syarat &
kewajiban yang tercantum dalam tercantum dalam
Kelayakan LH dan Rekomendasi UKL/UPL
PENYELESAIAN SENGKETA LH

Pasal 1 angka 25 UU PPLH


Sengketa LH adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih
yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.

SENGKETA LH

SUBYEK SENGKETA SUMBER SENGKETA


pencemar/perusak LH pencemaran/perusakan
vs LH Potensial/Faktual
korban
PENYELESAIAN SENGKETA LH Lanjutan….

PENYELESAIAN
SENGKETA LH

DI LUAR PN MELALUI PN

 Pilihan penyelesaian bersifat bebas:


 Jika telah dipilih penyelesaian di luar PN maka PN baru
berwenang memeriksa apabila pilihan tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau kedua belah pihak
PENYELESAIAN SENGKETA LH DI LUAR
PENGADILAN (ps 85 – 86)

ISTILAH:
• Penyelesaian Sengketa LH diluar PN
• Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
• Extrajudicial Settlement of Disputes
• Alternative Dispute Resolution (ADR)

Timbul sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap


prosedur pengadilan yang:
• Konfrontatif;
• Rumit;
• Membuang waktu dan biaya mahal
PENYELESAIAN SENGKETA LH
DI LUAR PENGADILAN

Para Pihak
Sendiri Negosiasi
Wenang Ambil
DI LUAR PN Keputusan Arbitrase

Pihak III
Netral Mediasi

Tdk wenang Konsiliasi


ambil kept

Pmth Inquiry
PENYELESAIAN SENGKETA LH MELALUI PENGADILAN

MELALUI
PN

PMH Class Gugatan Pmth


(ps.90)
Ps. 87 Jo. 1365 BW Action (ps 91)

Strict Hak Gugat


Liability (Ps 88) OLH (ps 92)
GUGATAN BERDASAR PS. 87 Jo 1365 & 1865 BW
(Liability Based On Fault – Schuld Aansprakelijkheid)

Pasal 87 UU PPLH
SETIAP PMH berupa pencemaran dan/atau perusakan LH yang
menimbulkan kerugian pada ORANG LAIN/LH mewajibkan
penanggung jawab usaha/kegiatan untuk membayar gantirugi
dan/atau melakukan tindakan tertentu

Unsur PMH
terikat Pasal 1865 BW
Pasal 1365 BW
ASAS TANGGUNG JAWAB MUTLAK – Ps. 88
(Strict Liability – Risico Aansprakelijkheid)

Ps 88 UU PPLH
Setiap orang yang tindakan/usaha/kegiatan:
• Menggunakan B-3;
• Menghasilkan/mengelola B-3, dan/atau;
• Menimbulkan ancaman serius terhadap LH;
Bertanggungjawab secara mutlak atas kerugian yang terjadi
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Penjelasan:
Pembayaran ganti rugi ditetapkan sampai batas
tertentu jika ada: Asuransi atau dana LH
ASAS TANGGUNG JAWAB MUTLAK Lanjutan..

Kecuali jika tergugat (pencemar) dapat membuktikan


pencemaran terjadi karena:
• Bencana alam/peperangan;
• keadaan terpaksa;
• pencemaran/perusakan disebabkan pihak ketiga

Asas Tanggungjawab Mutlak Juga Dianut Dalam:


• UU 5/1983 ttg ZEEI (ps 11)
• Kepres 18/1978 tentang Pengesahan CLC’69
• Kepres 19/1978 pengsh Fund Convention 1971
• UU 10/1997 ttg Ketenaganukliran (ps 28 jo ps 33 ay 1)
GUGATAN OLEH PEMERINTAH – Ps. 90
(Actio Popularis)

Instansi pemerintah dan pemda yang bertanggung jawab di


bidang LH berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan
tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan LH yang
mengakibatkan kerugian LH

Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup”
adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran
dan/atau kerusakan LH yang bukan merupakan hak
milik privat.
GUGATAN OLEH PEMERINTAH Lanjutan…

Gugatan perdata oleh pemerintah dilakukan apabila:


Sarana hukum administrasi tidak memadai karena sarana
hukum administratif tidak mencakup kerugian materiil

Dalam hal gugatan dilakukan oleh pemerintah, jaksa


dapat menjadi kuasa negara dengan surat kuasa khusus
GUGATAN KELOMPOK – Pasal 91
(Gugatan Perwakilan - Class Action)

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok


untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan
masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan LH.

Syarat :
• kesamaan fakta atau peristiwa;
• kesamaan dasar hukum
• kesamaan jenis tuntutan
GUGATAN KELOMPOK Lanjutan…

Sifat Dan Tujuan:


 adalah gugatan perdata;
 diajukan sejumlah orang sebagai wakil kelas (Class
Representative) yang mewakili kepentingan mereka juga
mewakili kepentingan orang lain dalam jumlah yang
banyak (Class Members);
 Untuk menghindari gugatan yang berulang-ulang

Prosedur:
 Preliminary certification test;
 Wakil dari masing-masing kelompok;
 Opt in dan opt out;
 Tidak perlu kuasa dari class member;
HAK GUGAT ORGANISASI LH – Ps. 92
(Ius Standi – Legal Action)

Tujuan:
Untuk kepentingan Pelestarian LH
Pembatasan:
• Terbatas untuk melakukan tindakan tertentu;
• tanpa gugatan gantirugi;
• kecuali biaya riil.

Syarat OLH:
• Bentuk Badan Hukum;
• Penegasan tujuan Pelestarian LH dalam AD/ART
• Melaksanakan kegiatan sesuai AD/ART 2 Tahun
HAK GUGAT ORGANISASI LH Lanjutan..

Landasan Filosofis:
LH sebagai subyek hukum tidak dapat dijadikan milik orang/
kelompok orang/negara, maka LH perlu “kuasa” tersendiri
untuk kepentingan pelestarian dan kepentingan publik
melalui OLH

Anda mungkin juga menyukai