Anda di halaman 1dari 21

Bab V

ANALISIS KEGIATAN
IDENTIFIKASI MASALAH
ANALISIS DATA PRIMER DAN SEKUNDER

Identifikasi masalah dilakukan dengan Indept


interview pada 5 keluarga dengan ODGJ, dokter
puskesmas, dan pemegang program kesehatan jiwa
Puskesmas Simpur
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Faktor pengetahuan keluarga terhadap kesehatan jiwa
a) Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa

“Apa yang anda ketahui tentang gangguan jiwa?”

“Gangguan pikiran, mikirnya aneh-aneh ini lah dok” (R1)


“Ya, jiwanya terganggu. Jadi gila” (R3).
“Ngga ngerti juga saya dok, kayanya keganggu gara-gara ngga kuat ngilmu itu” (R5)

responden terkait pengetahuan tentang gangguan jiwa, belum ada yang


dapat menyebutkan dengan tepat apa itu definisi gangguan jiwa
b) Pengetahuan keluarga tentang penyebab gangguan jiwa

“Mengapa seseorang dapat mengalami gangguan jiwa?”

“Kayanya gara-gara dicerai suami pertama, terus anak saya diperkosa sama tukang parkir”
(R1)
“Ya inimah bapaknya juga, keturunan...ini lagi di rawat di kurungan nyawa, terus di bully
temen-temennya” (R3)

sebagian responden menyebutkan dengan benar bahwa gangguan jiwa


dapat disebabkan oleh faktor keturunan, mendapatkan pengalaman traumatis
sebelumnya dan konsumsi obat-obatan napza namun responden tidak begitu
yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya
c) Pengetahuan keluarga tentang cara mempertahankan kesehatan jiwa

“Menurut anda bagaimana cara mempertahankan kesehatan jiwa?”

“Ya anak saya katanya harus berobat teratur ya dok, dikasih tau obatnya ngga boleh putus
ke puskesmas” (RI)
“Saya ngga terlalu paham sih, bingung juga saya”( R2
“Jangan ngobat kaya bapak” (R4)

responden sebagian sudah mengerti cara untuk mempertahankan


kesehatan jiwa adalah dengan rutin minum obat dari puskes dan menghindari
obat-obatan terlarang. Namun masih ada responden yang belum paham
d) Pengetahuan masyarakat tentang ciri-ciri orang yang mengalami gangguan
jiwa

“Bagaimana menurut anda ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa?”

“Ini dok, suka marah-marah tiba-tiba, ngerusak dinding ini di tonjok sama dia, pengennya aneh-
aneh jadi youtuberlah pengen kaya, pokonya ngomongnya jadi ngaco, dulu engga” (R1)
“Itu ibu suka nangis sendiri, ngunci kamar, marah-marah, ngamuk,ini rumah ancur gara-gara ibu
ngamuk, adik-adik semua tidurnya sama saya disebelah, bener-bener kaya orang lain kalau lagi
kambuh” (R2)

responden masih kurang memahami keberagaman dari ciri-ciri orang yang


menderita sakit jiwa
2. Faktor dukungan keluarga dan masyarakat terhadap orang dengan
gangguan jiwa
a) Dukungan keluarga terhadap ODGJ

“Bagaimana perasaan keluarga dalam mendampingi pasien selama


pengobatan? Apakah keluarga merasa direpotkan dengan pengobatan yang
pasien jalani?”

“Ya gimana ya dok, kalau dibilang repot saya kan bapaknya di kurungan nyawa, anak saya
yang pertama kaya gini, yang kedua juga mulai kaya kakanya, jadi saya sendirian, tapi saya
usahain mereka berobat, perasaan saya si awal-awal khawatir, sedih juga” (R3)
“Saya bingung, repot ngga repot, adik saya ini kan masih kecil-kecil, ibu kaya gini ya lumayan
repot dok, kalau ngamuk saya takut juga ga berani deket” (R2)

Dukungan keluarga terhadap ODGJ dirasa sudah cukup baik karena


keluarga tidak merasa direpotkan
Penilaian terhadap dukungan keluarga juga ditanyakan kepada penderita:

“Bagaimana perasaan anda mengenai dukungan yang diberikan keluarga


selama ini terkait kondisi anda?”

“Ya merasa terbantu, merasa diperhatikan” (P2)


“Terimakasih saya keluarga udah mau ngurusin dulu saya suka marah-marah, ngerasa di
bantu sama semua keluarga di bawa
berobat” (P5)

semua pasien sudah merasakan dukungan keluarga terhadap ODGJ dirasa


sudah cukup baik
b) Dukungan masyarakat terhadap ODGJ

“menurut nada, bagaimana dukungan masyarakat selama ini terkait


keluarga anda yang mengalami gangguan jiwa?”

“Ibu ke kurungan nyawa pertama kali karena tetangga sini pada takut dok, ibu suka ngamuk
sama nangis-nangis tapi abis itu yaudah,awal dibawa sama warga sama pa RT, pulang dari
sana masih pada takut, tapi saya sama adik-adik sering dikasih makan sama tetanngga”
(R2)
“Anak saya ini, semua sudah tau lah dok gangguan, tetangga ya paling ngebecandain,
kadang ada juga yang ngasih jajan kalau mau jajan, tapi kadang katanya ada yang bikin
kesel karena ngeledek jadi dia siram air” (R1)

dukungan masyarakat terhadap ODGJ masih kurang. karena masih ada


yang menjadikan ODGJ sebagai bahan ejekan
3. Faktor kemudahan akses pelayanan kesehatan

“Bagaimana pendapat anda dengan sistem yang ada sekarang untuk mendapatkan
pengobatan gangguan jiwa?”

“Ya awalnya ngga kemana-mana, tapi didatengin sama ibu puskes, ibu kader, sama dokter
laki-laki itu terus dikasih obat katanya biar tenangan, terus dipesenin obatnya harus habis,
kalau habis ke puskes aja katanya ada di puskes” (R1)
“Ke puskesmas bisa kata ibu puskes, jadi ini rutin ngambil obat disana, kalau bapaknya
langsung saya bawa ke RS di kurungan nyawa malem-malem ke IGD nya” (R3)

keluarga pasien masih belum cukup memahami akses pengobatan bagi penderita
gangguan jiwa. Karena beberpa pasien dibawa ke fasilitas pengobatan setelah
gaduh gelisah. Sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa pengobatan
bisa dilakukan terlebih dahulu di puskesmas
“Bagaimana pendapat anda dengan sistem yang ada sekarang untuk
mendapatkan pengobatan gangguan jiwa?”

“Ya terbantu, sudah bisa ambil obat di puskes, saya ngga jauhjauh” (R1)
“saya merasa terbantu, anak saya sudah di datengin kerumah kadang dianterin
obatnya”(R5)

“Bagaimana perasaan anda terkait bantuan yang diberikan oleh Puskesmas


dalam membantu pasien untuk mendapatkan pengobatan?”

“Ya puas, ambil obat bisa di puskes, puskes sama ibu puskes juga tau kondisi anak sama
suami saya, ibu kader ini juga” (R3)
“Merasa terbantu dok, ini dikunjungin gini” (R4)

responden sudah cukup terbantu dengan pelayanan puskesmas terhadap


ODGJ.
4. Faktor kepatuhan pengobatan pada ODGJ

“Apakah anda mau mendapatkan pengobatan terkait kondisi saat ini? Jika tidak,
kenapa?”
Mau dok, saya mau sembuh biar bisa ngurus anak-anak saya” (P2)
“Mau saya,kalau diobatin mudah-mudahan saya sembuh” (P4)

“Bagaimana selama ini anda minum obat?”


“Saya setiap hari, tapi kadang kalo telat ngambil obat ya engga minum” (P3)
“Oh iya saya minum tiap hari, obat yang kemarin”(P4)

masih ada pasien yang tidak rutin berobat namun semua responden mengatakan
masih ingin melanjutkan pengobatan
5. Faktor pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan jiwa di
wilayah puskesmas rawat inap simpur

“Apa saja program kesehatan jiwa yang ada di Puskesmas


Rawat Inap Simpur?”
“Bagaimana Pencapaian program-program tersebut?”
“Apa saja penyulit dalam pelaksanaan program kesehatan jiwa?”

Dari hasil wawancara dengan dokter puskesmas dan pemegang program,


puskesmas rawat inap simpur memiliki 2 program yang berhubungan dengan
kesehatan jiwa. Program tersebut belum mencapai target karena adanya
beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain: kurangnya edukasi keluarga,
stigma masyarakat yang salah terhadap ODGJ dan kurangnya promosi yang
dilakukan pihak puskesmas
Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Kesehatan
Rendahnya pengetahuan
Kurang dukungan keluarga
masyarakat tentang Stigma masyarakat yang Ketidaktahuan masyarakat
terhadap pasien gangguan
gangguan jiwa dan cara masih buruk terhadap mengenai alur pelayanan
jiwa untuk rutin minum
mempertahankan penderita gangguan jiwa. untuk kesehatan jiwa.
obat
kesehatan jiwa.

Minimnya partisipasi
Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam Kurangnya media promosi Cakupan promosi
kader puskesmas tentang mengikuti program kesehatan tentang kesehatan belum
gangguan jiwa penyuluhan yang kesehatan jiwa menyeluruh
diselenggarakan

Kurangnya ketelitian Kurangnya advokasi Kurang aktifnya kader Belum tersedianya


dalam pendataan alamat dengan pemerintah dan kesehatan jiwa dalam komunitas kesehatan jiwa
pasien untuk home visit tokoh masyarakat sekitar melaksanakan tugasnya di masyarakat

Kurangnya advokasi
Kurang aktifnya kader
dengan pemerintah dan
kesehatan jiwa dalam
tokoh masyarakat
melaksanakan tugasnya
setempat
Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Kesehatan
Prioritas Penyebab
Masalah Kesehatan
Komunitas
Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas

Setelah ditentukan
prioritas masalah,
langkah selanjutnya
adalah penyusunan
upaya atau alternatif
pemecahan masalah
(tabel di samping).
Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas
Ditentukan prioritas dari 3 cara pemecahan
masalah tersebut.

Poin tertinggi (25)


Upaya pembentukan “Komunitas Munyai Jiwo”.
• Yaitu komunitas peduli ODGJ yang terdiri dari
masyarakat, kader, ketua RT/RW, lurah maupun
anggota keluarga ODGJ itu sendiri.
• Mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan
ODGJ di lingkungan sekitarnya.
• Diharapkan dapat dilakukan sosialisasi mengenai
kesehatan jiwa terhadap masyarakat sekitar serta
pendekatan sosial ke ODGJ secara langsung
sehingga dapat mengubah stigma masyarakat.
• Diharapkan dapat membantu menjalankan
program-program kesehatan jiwa dari pemerintah.

M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan); I = Jalan Keluar Terpilih


Importance (pentingnya jalan keluar); V = Vulnerability (sensitivitas jalan
keluar); C = Cost (efisiens ijalan keluar)
Advokasi
Upaya pendekatan terhadap orang
yang dianggap mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan suatu program

Kepada Kepala Kelurahan


01 • Dengan upaya meningkatkan kededulian masyarakat terhadap ODGJ serta
melaksanakan penyuluhan mengenai kesehatan jiwa yang berkerjasama
dengan kader dan Puskesmas Rawat Inap Simpur.
• Hal ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit kesehatan jiwa.

Kepala Puskesmas Rawat Inap Simpur (dr. Liskha Sari Sandiaty, M.kes)
02 Melakukan pembentukan suatu komunitas peduli ODGJ bernama “Komunitas
Munyai Jiwo” yang terdiri dari masyarakat, kader, pimpinan desa maupun
keluarga ODGJ sendiri serta perizinan untuk terlaksananya kegiatan penyuluhan
kesehatan jiwa di daerah wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur.

Anda mungkin juga menyukai