Anda di halaman 1dari 16

Prinsip dan Etika dalam

Perawatan Paliatif
Disampaikan oleh: Neti Mustikawati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An
September, 2020
OUTLINE MATERI
1. Prinsip dan Etika Paliatif
2. Penyampaian Informasi
3. Kepatutan Terapi
4. Menahan dan Menghentikan Terapi Medik
5. Kematian Sebagai Proses Alamiah (Allow Natural Death)
1. Prinsip dan Etika Paliatif
Prinsip paliatif merupakan acuan dalam melaksanakan program paliatif pasien
kanker (Adaptasi WHO, 2007):
1.Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain.
2.Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai
proses normal.
3.Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian.
4.Mengintegrasikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
5. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin.
6. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa duka cita.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan
pasien dan keluarganya.
8. Menghindari tindakan yang sia sia.
9. Bersifat individual tergantung kebutuhan pasien.
• Etika berasal dari kata yunani kuno, yaitu ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan.
Oleh karena itu, etika dapat diartikan sebagai prinsip nilai-nilai luhur yang dipegang
sebagai komitmen bersama.
• Etika diperlukan untuk menghormati martabat setiap pasien dalam situasi apapun
termasuk kondisi akhir kehidupan serta dapat membantu pasien dan keluaga dalam
mengambil keputusan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
• Prinsip etika pada anak tidak berbeda dengan yang diterapkan pada orang dewasa.
• Prinsip-prinsip umum yang berlaku untuk semua situasi medis yang disepakati
dan perlu diketahui dalam pelayanan paliatif meliputi:
1. Autonomy (freedom of self determination)
Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang akan
dilakukan atau tidak dilakukan setelah mendapatkan informasi dari dokter
serta memahami informasi tersebut secara jelas. Pada pasien anak, autonomy
yaitu menentukan pilihan yang dapat mempengaruhi hidupnya. Jika usia anak
belum cukup maka keputusan tersebut diberikan kepada orang tua atau
walinya.
2. Beneficence (doing good)
Tindakan yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi pasien dengan
memperhatikan kenyamanan, kemandirian, kesejahteraan pasien dan keluarga,
serta sesuai keyakinan dan kepercayaannya.

3. Non-maleficence (doing no harm)


Tindakan yang dilakukan harus bertujuan untuk tidak mencederai atau
memperburuk keadaan kondisi yang ada.
4. Justice (fairness)
Memperlakukan semua pasien sama tanpa diskriminasi (tidak
membedakan ras, suku, agama, gender, dan status ekonomi).
Keempat prinsip tersebut harus diterapkan pada saat melakukan “inform
consent” sebelum melanjuntukan terapi. Demikian pula dengan prinsip etika
pada anak tidak berbeda dengan yang diterapkan pada orang dewasa.
2. Penyampaian Informasi (Disclosure)
• Penyampaian informasi merupakan pemberian informasi dari petugas kesehatan yang
berwenang kepada pasien dan keluarga tentang kondisi medis pasien.
• Penyampaian tersebut diberikan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Keinginan pasien untuk mengetahui atau tidak mengetahui kondisi sebenarnya.
2. Sejauh mana pasien ingin mengetahui kondisi yang sebenarnya.
3. Kesiapan pasien untuk menerima informasi berkaitan dengan kondisi yang
sebenarnya.
• Dalam hal pasien tidak menginginkan untuk mengetahui kondisi yang
sebenarnya, perlu menunjuk wakil dirinya yang dapat menerima informasi
tersebut.
• Dalam hal ini wakil yang ditunjuk dapat berasal dari keluarga maupun
orang terdekat pasien yang dapat mengambil keputusan untuk pasien jika
diperlukan.
• Pada beberapa kasus seringkali ada dilema etika dalam hal penyampaian
informasi kepada pasien. Tidak memberitahu pasien berarti memenuhi
keinginan keluarga yang takut pasien tidak dapat menerima kondisinya
(do good) atau menghalangi pasien untuk mengetahui kondisi sebenarnya
dan untuk dapat membuat persiapan dalam menghadapi kondisi tersebut
(do
harm).
3. Kepatutan Terapi
• Yang dimaksud kepatutan terapi pada pasien paliatif, missal pada kasus
kanker adalah suatu pertimbangan medis dan efisiensi biaya (cost
effective) terutama pada penyakit yang terminal.
• Terapi berlebihan yang bertujuan memperpanjang hidup secara progresif
tidak memberikan manfaat berarti justru menambah penderitaan pasien.
• Pertimbangan ini tergantung pada situasi klinis medis, kompleks dan
sulitnya masalah, serta penilaian yang dilakukan berulang.
4. Menahan dan Menghentikan Terapi Medik
(TO WITH HOLD AND WITHDRAW = CURING VERSUS CARING)

• Setiap pasien memiliki kekhususan dalam menerima upaya perawatan paliatif.


Penilaian dan keputusan harus dilakukan secara seksama dan individual. Oleh karena
itu perlu dinilai kondisi pasien berdasarkan :
1. Kondisi fisiologi sistem organ
2. Ketergantungan pada terapi
3. Derajat kesadaran
4. Pilihan untuk sedasi dan analgesi
5. Keterlibatan keluarga dan orang-orang yang dicintai.
• Dalam kondisi khusus di rumah sakit pada pasien dengan kondisi terminal yang
menggunakan alat bantu napas, diharapkan tim medis dapat menjelaskan manfaat
dan kerugian melanjutkan penggunaan alat bantu napas pada kondisi tersebut.
• Bila keluarga memilih untuk menghentikan alat bantu tersebut, maka persetujuan
tertulis (formulir inform concent) dan pelepasan alat dilakukan oleh petugas medis
dengan didampingi keluarga. Selain itu, perlu dilakukan penilaian obat-obat yang
digunakan pasien secara berkala berdasarkan kebutuhan pasien.
5. Kematian Sebagai Proses Alamiah
(Allow Natural Death)
• Bila tim paliatif dan keluarga bersepakat bahwa kematian adalah proses alamiah,
maka tindakan medis diberikan secara proporsional yaitu hanya tindakan yang
bertujuan untuk mencapai kondisi terbebas dari penderitaan, damai dan bermartabat
(comfort, peace and dignity).
• Misalnya dengan tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan tindakan invasif
lainnya seperti pemakaian alat bantu pernapasan pada pasien kanker di masa akhir
kehidupannya dengan risiko yang telah dijelaskan sebelumnya.
• Hal ini tentunya diputuskan setelah dilakukan diskusi dengan keluarga dan pasien
ketika masih memiliki kemampuan kognitif untuk mengambil keputusan.
Daftar Pustaka
• KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 20... Panduan Asuhan Keperawatan Paliatif
Di Rumah. Jakarta.
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016.Modul TOT Paliatif Kanker Bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai