Anda di halaman 1dari 26

PANCASILA: DASAR NEGARA

KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA

o Ada beberapa terminologi harus dipahami:


A. Pengertian Pancasiala dan Dasar Negara;
B. Alasan Pancasila: Dasar Negara;
C. Proses Pembentukan Pancasila: Dasar Negara;
D. Kedudukan dan Fungsi Pancasila Dasar Negara;
E. Bagaimana Pelaksanaan Pancasila Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia?.
A. Pengertian Pancasila Dasar Negara.
 Istilah Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, terdiri dari dua
suku kata: ‘Panca’ artinya 5 (lima); ‘sila’ berarti azas atau dasar.
Pancasila berarti “azas atau dasar yang terdiri dari 5 (lima) hal”.
 Kelima azas itu: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang
adil dan beradab; Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Kelima azas itu merupakan kesatuan “sistem nilai” yang bersifat
“mutlak”, sehingga tidak dapat pisah-pisah antara satu dengan
yang lain.
 Dasar Negara: azas atau landasan untuk meyelenggarakan seluruh
kegiatan dalam suatu negara, baik di pusat maupun di daerah.
(Drs. H. Kaelan, MS.)
 Maka seluruh aktivitas yang berlangsung di dalam negara
Republik Indonesia, harus sesuai dengan azas/dasarnya, yaitu
Pancasila.
 Pancasila Dasar Negara alias falsafah negara (Philosofische
gronslag) , memuat “nilai-nilai” bersifat “abstrak” dan ‘umum’.
Pancasila, menjadi dasar ‘nilai’ dan ‘norma’ untuk mengatur
penyelenggaraan negara; sehingga merupakan ‘azas kerokhanian’
dan “sumber dari segala hukum dan tertib hukum” negara.
 Azas kerokhanian: Pancasila merupakan “suasana kebatinan” atau
‘cita-cita’ hukum negara. Pancasila menjadi sumber nilai, jadi
norma dan kaidah moral bagi hukum di negara Republik
Indonesia.
 Sumber segala hukum: Pancasila (Pembukaan UUD’45) yang
dijilmakan/dijabarkan menjadi “pokok-pokok pikiran” atau ‘roh’
(suasana kebatinan) dari UUD’45, dan dikonkritkan dalam pasal-
pasalnya; harus menjadi “jiwa” dan “spirit” bagi seluruh produk
hukum di bawahnya. (Drs. H. Kaelan, MS.)
 Sumber tertib hukum: semua produk hukum di bawahnya
(UUD’45) dan seterusnya “tidak boleh bertentangan” dengan
UUD’45 (batang tubuh). Bila terjadi tolak belakang (dikotomi)
antara produk hukum, maka produk hukum yang berada di
bawahnya harus “gugur demi hukum” guna menjamin “kepastian
hukum”.
 Negara: organisasi, yang di dalamnya terdapat unsur ‘lembaga atau
institusi negara’ dan “warga negara”.
 Lembaga/institusi negara: meliputi lembaga-lembaga negara
(UUD’45 dan UU), institusi pemerintah, institusiswasta (non
pemerintah); Organisasi masyarakat, organisasi politik, organisasi
profesi, dan organisasi lainnya lagi.
 Warga negara: mencakup para penyelenggara negara (Aparatur
negara), penyelenggara pemerintahan (aparatur pemerintah)
pengelola swasta dan pegawai swasta, pengurus organisasi
masyarakat, organisasi politik, organisasi profesi, berikut anggota-
anggotanya.
 Pancasila sebagai dasar negara: pancasila menjadi landasan
untuk seluruh aktivitas atau kegiatan penyelenggaraan negara
yang dilakukan lembaga negara dan warga negara.
B. Alasan/Landasan Pancasila: Dasar Negara.
 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, mempunyai
beberapa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
1. Alasan yuridis: ditetapkannya Undang-Undang Dasar
Negara Tahun 1945 dalam sidang PPKI tanggal 18
Agustus 1945; ‘secara hukum formal’ Pancasila menjadi
dasar negara. Tertulis secara jelas dalam Pembukaan
UUD’45 alinea ke empat bahwa: “.....susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia.....” (UUD
NKRI 1945, 2006)
2. Alasan histori: jauh hari sebelum negara Indonesia terbentuk
(belum merdeka), para Faunding Father (pendiri negara) telah
memikirkan secara cermat dan mendalam, mendiskusikan dan
memperdebatkan dengan matang mengenai ‘apa dasar negara
kelak’ jika negara Indonesia merdeka (terbentuk). Curah
pikiran, diskursus, dan perdebatan berlangsung dalam forum,
sidang BPUPKI, Panitia sembilan, dan sidang PPKI. Di forum
sidang BPUPKI pertama, secara kusus membahas tentang
“Rancangan Dasar Negara”, dan di usulkan “Pancasila”
sebagai ‘nama dasar negara’. Artinya secara formal, Pancasila
dibuat hanya untuk menjadi dasar negara; bukan yang lain-lain
(Idiologi, Pandangan hidup dst).
3. Alasan filosofis: pancasila hakekatnya merupakan “sistem
nilai” bersifat ‘universal’ dan ‘umum’. Value yang terkandung
didalamnya diyakini mempunyai makna kebaikan dan
kebenaran sangat tinggi (luhur) bagi harkat dan martabat
manusia. Bersifat universal, karena nilai
pancasila (sila 1 dan 2) kebaikan dan kebenarannya “tidak
terbatas ruang dan waktu”. Bersifat umum, nilai-nilai pancasila (sila
3, 4, dan 5) kebaikan dan kebenarannya sudah ‘tidak terbantahkan’
oleh siapapun juga terutama manusia atau ‘masyarakat Indonesia’.
4. Alasan kultural: nilai-nilai yang ada di dalam pancasila sudah
beabad-abad lamanya menjadi “kebudayaan” dan “sistem
religi” (keyakinan) masyarakat indonesia (nusantara kala itu).
Value tersebut telah ‘mengkristal’ dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga menjilma menjadi pandangan hidup. Nilai-nilai itu
berfungsi sebagai “wawasan, pemahaman, orientasi dan
petunjuk arah” bagi masyarakat dalam menghadapi segala
persoalan nyata dalam kehidupan yang dilalui.
 Empat alasan di atas sekurang-kurang dapat disebut sebagai
landasan, mengapa pancasila harus pahami, dihayati, dan
diaplikasikan secara nyata sebagai “Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.
C.Proses Pembentukan Pancasila: Dasar Negara.

o Pancasila dasar negara tidak muncul tiba-tiba. Melalui proses


perdebatan panjang dalam forum sidang BPUPKI dan PPKI
seperti berikut.
 Sidang BPUPKI Pertema (29 Mei-1 Juni 45).
Dalam sidang ini membahas “Rancangan Dasar Negara”.
Ada 3 (tiga) tokoh yang menyampaikan pandangannya
mengenai dasar negara, yaitu: Mr. Muh. Yamin (29 Mei 45);
Prof. Soepomo (31 Mei 45); dan Ir. Soekarno (1 Juni 34).
A. Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945).
Usulan calon dasar negara Indonesia:
1. Peri Kebangsaan,
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhana,
4. Peri Kerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C.
Kebijaksanaan).
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan sosial).
B. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945).
Mengusulkan tentang “teori negara” sebagai berikut.
1) Teori negara perseorangan (Individualis) yang diajarkan
Thomas Hobbes, JJ Rousseau, Herbert Spencer, dan HJ.
Laski (A. 17 M). Negara: masyarakat hukum (legal society)
yang disusun atas kontrak antara seluruh individu (contract
social). Paham ini banyak dianut di Eropa dan Amerika.
2) Paham negara kelas (Class theory) atau teori “golongan”,
diajarkan Marx, Engels dan Lenin (A. 18 M). Negara: alat
suatu golongan (klasse) untuk menindas klasse (golongan)
lain. Negara kapitalis: alat kaum borjuis untuk menindas
kaum buruh. Marxis menganjarkan kaum buruh untuk
meraih kekuasaan agar dapat ganti menindas kaum borju.
3) Paham negara Integralistik, diajarkan Spinoza, Adam
Muller, Hegel (A. 19). Negara bukan untuk menjamin
perseorangan atau golongan, tapi menjamin kepentingan
masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara:
susunan masyarakat yang integral, semua golongan,
semua bagian, anggotanya saling berhubungan erat satu
sama lainnya sebagai kesatuan organis. Menurut paham
ini yang terpenting dalam negara: “penghidupan bangsa
seluruhnya”. (Paham ini yang disepakati).
C. Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
Dalam pidatonya tanpa teks, Ir. Soekarno mengusulkan
calon dasar negara terdiri dari ‘lima prinsip’ seperti berikut.
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia);
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan);
3. Mufakat (demokrasi);
4. Kesejahteraan sosial;
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan).
Kelima prinsip tersebut diusulkan agar diberi nama “Pancasila”.
 Sidang BPUPKI kedua (10-16 Juli 1945).
 Diumumkan penambahan 6 anggota BPUPKI: Abdul
Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Soeja Hamidjojo,
Muhammad Noor, Besar, Abdul Kaffar.
 Dilaporkan telah dibentuk panitia kecil terdiri dari 9 orang
diketuai Ir. Soekarno. Panitia sembilan melakukan
pertemuan-pertemuan dengan anggota BPUPKI, yang
menghasilkan “rancangan Preambul/Pembukaan Hukum
Dasar” yang terkenal sebagai “Piagam Jakarta” atau
‘Jakarta Carter’ (22 Juni 1945).
 Yang harus disusun BPUPKI: Undang-Undang Dasar,
bukan hukum dasar (Prof. Dr. Soepomo).
 Memutuskan bentuk negara: Republik melaui cara
Pemungutan suara (10 Juli 1945).
 Menentukan luas wilayah negara (11 Juli 1945):
a. Hindia Belanda dulu (19 suara);
b. Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara (Borneo
Inggris); Irian Timur; Timor Portugis, dan
pulau-pulau sekitar (39 suara);
c. Hindia Belanda, Malaya (6 suara).
 Membentu panitia:
1. Panitia perancang Undang-Undang Dasar (Ir.
Soekarno);
2. Panitia ekonomi dan keuangan (Drs. Moh.
Hatta);
3. Panitia pembelaan tanah air (Abikusno
Tjokrosoejoso).
 14 Juli, panitia perancang Undang-Undang Dasar
melaporkan bahwa UUD terdiri 3 bagian:
a. Pernyataan Indonesia merdeka yang berupa
dakwaan di muka duani atas penjajahan Belanda;
b. Pembukaan yang di dalamnya terkandung dasar
negara Pancasila; dan
c. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar.
 Sidang PPKI.
Sidang pertama (18 Agustus 1945) memutuskan:
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden pertama.
3. Menetapkan berdirinya Komite Indonesia Pusat
sebagai badan musyawarah darurat.
D. Kedudukan dan Fungsi Pancasila Dasar
Negara.
 Dalam perspektif bangsa Indonesia, Pancasila sebagai
objek kajian ilmiah memiliki “kedudukan dan fungsi”
bermacam-macam. Implikasinya ‘arti dan fungsi’
Pancasilapun seringkali dipahami berberda-beda pula
oleh masyarakat Indonesia.
 Kedudukan dan fungsi pancasila yang paling utama
(sentral) adalah sebagai “Dasar Negara”.
 Namun secara yuridis formal, kedudukan dan fungsi
Pancasila:
1. Dasar Negara.
o Artinya sebagai landasan penyelenggaraan negara di
pusat dan daerah; landasan setiap instansi pemerintah maupun
suwasta, landasan segenap produk hukum di Indonesia dan
landasan bagi warga negara.
o “Kedudukan” Pancasila sebagai ‘Dasar Negara’ dan “fungsi”-
nya sebagai ‘landasan operasional negara’ ini tertuang secara
jelas dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
o Dalam kedudukannya sebagai Dasar Negara, secara yuridis
Pancasila berfungsi sebagai “Fundamental Norm”. Artinya
bahwa, Pancasila yang esensinya adalah “sistem nilai” (kesatuan
nilai) merupakan “norma hukum” yang bersifat fundamental
bagi negara Republik Indonesia. Sehingga nilai-nilai Pancasila
harus menjadi “roh” atau ‘jiwa dan spirit” setiap produk hukum
yang berlaku di Indonesia.
o Dengan demikian di Indonesia tidak boleh terjadi, jika suatu
produk hukum dibuat dengan semangat, jiwa, dan roh yang
berbeda apalagi bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Pandangan Hidup Bangsa dan Negara Indonesia.
 Sebagai pandangan hidup, artinya nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi, “orientasi, petunjuk arah, dan cita-
cita” bangsa dan negara republik Indonesia yang akan
direalisasikan dalam kehidupan yang konkrit.
 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan hidup, berada pada
posisi yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara Repiblik
Indonesia, yaitu sebagai “Cita-cita” hidup yang ideal. (Tap.
MPRS No. XX/1966)
 Fungsinya: sebagai orientasi atau petunjuk arah kemana dan
bagaimana cara bertindak, berperilaku ketika berinteraksi
dengan sesama masyarakat, sesama bangsa, antar bangsa dan
antar negara; agar tetap fokus dalam mewujukan cita-cita
idealnya. Dengan orientasi/petunjuk arah itu maka bangsa
Indonesia tidak mudah tergelincir dari line, dan tidak mudah
terombang ambing oleh keadaan yang menerpa perjalanan
hidupnya.
3. Idiologi Bangsa dan Negara.
• Artinya merupakan kumpulan ide-ide, gagasan-gagasan,
pemikiran-pemikiran mendasar, yang menyeluruh dan sistematis
sebagai pedoman untuk mengatur tingkah laku sekelompok
orang/manusia dalam berbagai bidang kehidupan. (Drs. H.
Kaelan, MS.)
• Kedudukan Idiologi sangat tinggi, yaitu sebagai ‘azas’ bagi
masyarakat/bangsa yang meyakini idiologi tersebut. Baik dalam
berfikir, dalam gagasan, ide-ide; bahkan dalam bersikap dan
bertindak disegenap sektor kehidupan. Bahkan tidak jarang
idiologi berfungsi sebagai “dogtrin”.
• Fungsinya sebagai pedoman hidup di berbagai bidang kehidupan
bagi masyarakat atau bangsa penganutnya. (Tap
MPRS/XX/1966)
• Pancasila sebagai kumpulan ide, gagasan, pemikiran mendasar,
bukanlah hasil dari perseorangan. Melainkan “karya kolektiv”
bangsa Indonesia, yang disebut sebagai para “Faunding Father”.
E. Bagaimana Pelaksanaan Pancasila Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia?.

 Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang,


Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dikatakan sudah cukup
tua usia, yaitu 75 tahun. Akan tetapi jika dilihat historinya dalam
melaksanakan “Pancasila sebagai dasar negara”, dapat dikatakan
masih jauh dari garis yang oleh masyarakat umum disebut benar.
 Pancasila telah di “reduksi” untuk kepentingan tertentu penguasa,
sehingga tidak diterjemahkan atau diartikan sebagaimana
seharusnya. (Drs. H. Kaelan, MS dalam Pendidikan Pancasila).
 Pancasila sebagai dasar negara yang telah ditetapkan dalam
Pembukaan UUD’45 alinea 4 sejak tanggal 18 Agustus 1945,
Pelaksanaannya hingga sekarang dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Masa Awal Kemerdekaan.
 Pada masa ini kondisi sosial politik bangsa Indonesia masih
labil dan terus bergejolak. pengaruh politik internasional
juga belum sepenuhnya mendukung kemerdekaan
Indonesia. Implikasinya pada “pengabaian/penyimpangan”
terhadap dasar negara Pancasila.
 Bahkan pernah mempraktikan azas “liberalisme” dalam
pemerintahan Indonesia, dan menjadi negara federal dengan
konstitusi RIS di tahun 1949-1950.
 Paham “liberalisme” masih terus mendominasi pada
ketatanegaraan Indonesia, hingga kembali menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950, di bulan Agustus,
tanggal 17; dengan konstitusi Undang-Undang Dasar
Sementara.
 Ketidak jelasan arah ini di akhiri dengan “Dekrit Presiden”
5 Juli 1959; yang inti ketetapannya:
1. Membubarkan konstituante;
2. Memberlakukan lagi Undan-Undang Dasar 1945,
sebagai konstitusi negara;
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara, dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
2. Masa Orde Lama.
 Meskipun memberlakukan UUD’45 sebagai konstitusi
dan Pancasila sebagai dasar negara, namun dalam
praktik ketatanegaraan banyak dipengaruhi oleh
“idiologi komunis” (Drs. H. Kaelan, MS).
 Dikukuhkan idiologi “nasakom” dan dogtrin negara
dalam kondisi “revolusi permanen”. Presiden
(Soekarno) sebagai kepala negara dan pemimpin besar
revolusi, sehingga masa jabatannya “seumur hidup”.
 Demokrasi Indonesia tidak didasarkan pada Pancasila (sila ke
empat), melainkan ke arah “demokrasi terpimpin”. Wewenang
Presiden melebihi batas konstitusi, dan membubarkan DPR hasil
pemilu tahun 1955, karena DPR tidak menjetujui Rancangan
Pendapatan dan Belanja Negara. Pimpinan lembaga tertinggi dan
tinggi negara di jadikan menteri negara (anggota kabinet).
 Puncak dari penyimpangan dasar negara, terjadi gejolak
“Tritura” (tiga tuntutan rakyat): Bubarkan PKI, bersihkan
kabinet dari unsur PKI, Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gerakan itu dimotori dan dipelopori kaum Pemuda, pelajar dan
mahasiswa yang didukung rakyat Indonesia.
3. Masa Orde Baru.
 Setelah pemberontakan PKI tahun 1965 berhasil diredam oleh
Soeharto, pemimpin orde baru ini bertekat untuk mempelopori
pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 secara “murni dan konsekuwen”. Inilah
slogan orde baru kala itu.
 Kondisi bangsa Indonesia kala itu sedang bergejolak. DPRGR
mengeluarkan ‘resolusi’ agar MPRS mengadakan sidang
istimewa, meminta pertanggungjawaban Presiden. Pada Maret
1967 MPRS melakukan sidang istimewa, memutuskan:
1. Memberhentika Ir. Soekarno sebagai Presiden.
2. Mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
 Pada awal kepemimpinan Soeharto, bangsa Indonesia
merasakan benar adanya perubahan dan peningkatan di
berbagai bidang kehidupan. Terutama dengan program-
program pembangunan yang di susun dalam GBHN dan
jabarkan dengan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun). (Drs. H. Kaelan, MS).
 Lambat laun program itu bergeser arah. Bukan lagi untuk
kepentingan rakyat melainkan untuk “kekuasaan”. Ambisi
kekuasan orde baru menjalar ke keluruh sendi kehidupan,
sehingga menjadi “otoriter”. Pancasila dan UUD’45
ditafsirkan secara manipulatif demi “legitimasi kekuasaan”.
 Manipulasi tafsir Pancasila dan UUD’45 guna mendapatkan
legitimasi kekuasaan Orde Baru, dikemas secara formal dan
dituangkan dalam ketetapan MPR dan Undang-Undang.
Contoh: Tap. MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4; UU No
5/1975 dan UU No 2/1985 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD; UU No 3/1975 jo UU No 3/1985 tentang
Partai Politik dan Golongan Karya. (Drs. H. Kaelan, MS).
 Kekuasan politik orde baru di bawah Soeharta makin tidak
terkontrol. Korupsi, Kolusi, Nepotisme semakin nyata dalam
praktik kenegaraan. Ketika terjadi krisis ekonomi di
Indonesia (di Asia Tenggara) lalu berkembang menjadi krisis
kepercayaan dan krisis politik, yang berujung lengsernya
Presiden Soeharto di tahun 1998 bulan Mei tanggal 21.
 Prof. Dr. Bj. Habibie kala itu sebagai Wakil Presiden,
menggantikan Soeharto sebagai Presiden Republik
Indonesia. Masa pemerintahan Bj. Habibie sangat singkat,
maka disebut masa transisi.
4. Era Reformasi.
 Ketika kehidupan masyarakat semakin sulit akibat krisis
ekonomi dunia dan prakti kenegaraan semakin terasa aroma
KKN-nya. Munculah gerakan masyarakat yang dipelopori
oleh “generasi muda” terutama “mahasiswa” di tahun 1998.
Sebagai suatu “gerakan moral” yang memiliki kekuatan luar
biasa, menuntut adanya “Reformasi” di segala bidang
terutama di bidang “politik, ekonomi, dan hukum”.
 Secara harafiah “reformasi” merupakan akronim dari kata
“Re: kembali”, dan “Formasi: susunan atau tatanan”. Jadi
reformasi: tuntutan untuk kembali kepada susunan/tatanan
yang sebenarnya. Yang dimaksut “tatanan sebenarnya” ialah
yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
 Hasil awal “reformasi”: Soeharto turun dari jabatannya
sebagai Presiden, pada tanggal 21 Mei 1998. Digantikan oleh
Prof. Dr. Bj. Habibie yang waktu itu sebagai Wakil Presiden.
 Pelaksanaan reformasi politik dengan menggunakan mekanisme
peraturan perundang-undangan. Maka dari itu diidentifikasi pula
bahwa, salah satu faktor pendorong penyimpangan orde baru
juga disebabkan oleh adanya beberapa pasal dalam UUD’45
dapat diinterpretasikan secara ganda (multi interpretable).
Sehingga muncul dorongan untuk melakukan “amandemen”
terhadap pasal-pasal dalam UUD’45.
 Berbagai produk hukum hasil reformasi diantaranya: UU No
2/1999 tentang Partai Politik; UU No 3/1999 tentang Pemilu;
UU No 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPRD; UU No 25/1999 tentang Pemerintahan Daerah; UU No
26/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan
Pusat dan Daerah; UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan Bebas dari KKN; dan
menyelenggarakan Pemilu tahun 1999 menghasilkan MPR,
DPR, dan DPRD; dan melakukan “amandemen UUD’45” yang
pertama tahun 1999, kedua tahun 2000, ketiga 2001, dan
keempat tahun 2002.
 Hingga sekarang, keberhasilan reformasi masih dalam
pendapat yang terbelah dua; pro dan kontra. Bagi yang pro
penguasa, dengan berbagai dalih dan argumentasi akan
mengklim sudah dalam jalur yang tepat. Sedang yang
kontra, ada yang menyebut “reformasi kebablasan”,
kehilangan arah, bahkan “reformasi penguasaan”.
 Di bidang pendidikan saja pernah mata pelajaran
Pendidikan Pancasila terpinggirkan dalam kurikulum,
terutama di perguruan tinggi.
 Mengenai Pancasila dasar negara, tetap direduksi untuk
kepentingan penguasa. Pembentukan BPIP (Badan
Penyangga Idiologi Pancasila) boleh ditafsirkan sebagai
pertanda reduksi terhadap Pancasila Dasar Negara. Jika
tidak, mestinya yang dibentuk adalah “Badan Penguatan
Dasar Negara” alias BPDN.

Terima Kasih = JoWo=

Anda mungkin juga menyukai