P S I K O S OS I A L D A N BUDAYA D A L A M
KEPERAWATAN
WAT DIII. 09 B O B O T 2 S K S ( T = 2 )
KU R I KUL U M 2013
O le h :
Oleh
.............................................
Disajikan Pada
Proses Belajar Mengajar Semester I (SATU)
DIPLOMA III Jurusan Keperawatan
Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas petunjuk,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Modul Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang
menyebabkan arus komunikasi dan transportasi semakin meningkat dan hal tersebut sangat
berpotensi mempengaruhi kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Dampak dari
meningkatnya arus transportasi, dapat meningkatkan tingginya perpindahan penduduk dari desa
ke kota, dari kota ke kota yang lain bahkan dari satu negara ke negara yang lain. Selain itu
tingginya kunjungan turis asing dari satu negara ke negara yang lain, dapat berpotensi
membawa bibit penyakit seingga terjadinya penularan penyakit. Karena itu tidak jarang kita
melihat klien yang dirawat disetiap Rumah Sakit khususnya didaerah-daerah wisata tidak hanya
penduduk lokal/masyarakat Indonesia tetapi juga mereka yang berasal dari manca negara yang
notebene kebudayaan mereka sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat Indonesia.
Untuk itulah diperlukan materi psikososial dan budaya dalam keperawatan dimasukan
kedalam kurikulum pendidikan profesi Ners, agar mahasiswa dapat dibekali dengan ilmu dan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien berdasarkan pendekatan
psikososial dan budaya.
Modul ini berisi materi tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif transkultural,
diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya, aplikasi
transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan transkultural
dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Semoga Modul ini dapat membantu mahasiswa dan memberi inspirasi dalam
menerapkan penyusunan asuhan keperawatan dengan pendekatan konsep psikososial dan
budaya dari setiap klien yang dirawat di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dan semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa.
Penulis,
B. Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar.................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Standar kompetensi ..............................................................................................
Deskripsi Umum
Peta kedudukan modul ..........................................................................................
Petunjuk penggunaan modul .................................................................................
Glosarium ...........................................................................................................
BAB I : Psikososial dan budaya dalam keperawatan ………………………………. 1
C. Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kulian ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep
psikososial dalam praktik keperawatan, konsep antropologi kesehatan dan dapat
menerapkan keperawatan transkultural dalam membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan baik dan benar.
D. Deskripsi Umum
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif
transkultural, diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya,
aplikasi transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan
transkultural dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Proses belajar memberikan pangalaman pemahaman tentang psikososial dan budaya dalam
keperawatan melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, penugasan, jigsaw, round club, student facilitator.
G. Glosarium
...................................................................................................................
BAB I : PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
Konsep Diri Dan Kesehatan Spiritual
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep diri dan kesehatan spiritual mencakup
pengertian konsep diri, macam konsep diri, komponen konsep diri, pengertian
spiritual, dimensi spiritual, keterkaitan antara spiritual-kesehatan-sakit, factor yang
mempengaruhi spiritualitas, pasien yang membutuhkan dukungan spiritual, masalah
kebutuhan spiritual, macam-macam distress spiritual dan askep spiritual.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian konsep diri dan komponen konsep diri
b. Mampu menjelaskan pengertian spiritual
c. Mampu menjelaskan keterkiatan antara spiritual-kesehatan-sakit
d. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi spiritual
e. Mampu menjelaskan pasien yang membutuhkandukungan spiritual
f. Mampu menjelaskan masalah kebuthan spiritualdan macam-macam distres
g. Mampu menyusun askep spiritual
B. Penyajian
1. Uraian materi konsep diri
a. Pengertian konsep diri
Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005).
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberi kita
kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan hubungan
kita dengan orang lain (Potter & Perry, 2005)
b. Macam-macam konsep diri
Dua macam konsep diri adalah sebagai berikut :
1) konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis,
cenderung merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada
kompetensi.
2) konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara
dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan
perilaku tidak selalu disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.
3) Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.
Penerimaan keluarga
e. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga
Diri (Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari
maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak
anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan
mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari,
minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan
perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).
2) Ideal Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati
dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat,
berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya
negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau
tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri
akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat
mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya
sendiri.
3) Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial.
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi
pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan
hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.
4) Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda
dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya
konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,
respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri
Daftar Pustaka
Keliat, Budi Anna, Dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. 2005. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
2. Uraian Materi konsep spiritual
a. Pengertian spiritual
d) Mpy perasaan keterikatan dgn diri sendiri dan dengan Yg Maha Tinggi.
e) Stoll (1989)
b. Dimensi spiritual
Spiritualitas sbg konsep dua dimensi: dimensi VERTIKAL adalah hubungan dgn
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yg menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi HORIZONTAL adalah hubungan seseorang dgn diri sendiri, orang lain
dan dgn lingkungan.
Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan diit yg boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yg melarang
cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau
pengobatan.
2) Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya.
Dukungan ini sangat diperlukan untuk dpt menerima keadaan sakit yg dialami,
khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yg lama dgn
hasil yg blm pasti.
Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik keagamaan lainnya
sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yg juga merupakan suatu
perlindungan terhadap tubuh.
individu cenderung dpt menahan stress baik fisik maupun psikis yg luar biasa
karena mempunyai keyakinan yg kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua
proses penyembuhan yg memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa
semua upaya tersebut akan berhasil.
4) Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dgn
praktik kesehatan.
1) Pasien kesepian; Pasien dalam keadaan sepi dan tdk ada yg menemani akan
membutuhkan bantuan krn mereka merasakan tdk ada kekuatan selain kekuatan
tuhan, tdk ada yg menyertainya kecuali Tuhan.
2) pasien ketakutan dan cemas; adanya ketakutan dan kecemasan dpt menimbulkan
perasaan kacau, yg dpt membuat pasien membuutuhkan ketenangan pd dirinya,
dan ketenangan yg plg bsar adlh bersama tuhan.
3) pasien yg harus mengubah gaya hidup; pola gaya hidup dpt mengacaukan
keyakinan individu bila ke arah yg lbh buruk dan sebaliknya
Distress spiritual à suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam kepercyaan atau sistem nilai yg
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.
1) Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang
dicintai atau dari penderitaan yang berat
Pengkajian :
3) Bagaimana pasien
melaksanakan keyakinanya,
ada masalah?
Diagnosa Keperawatan :
Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari
seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
Batasan karakteristik
Faktor yg berhubungan
f. sakit terminal
g. penyakit2
h. nyeri
i. trauma/terluka
j. keguguran
k. amputasi
l. pembedahan/operasi
EVALUASI
Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah dan ansietas
Daftar Pustaka
i. Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi
Kesehatan, Cetakan Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
j. Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan
Transkultural,
Cetakan Pertama, Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
c. Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi
Kesehatan dalam Perspektif Ilmu Keperawatan”, Edisi I,
Pustaka Rihama, Yogyakarta.
d. Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Pendekatan Transkultural”, Edisi I, EGC, Jakarta
e. Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
f. Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
g. Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing :
Concepts,Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi konsep diri dan kesehatan spiritual
melalui buku-buku maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi konsep diri dan
kesehatan spiritual untuk di presentasikan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan pengertian konsep diri
b. Jelaskan macam-macam konsep diri, komponen konsep diri
c. Jelaskan pengertian konsep kesehatan spiritual
d. Jelaskan dimensi spiritual, keterkaitan spiritual-kesehatan dan sakit
e. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
KEGIATAN PEMEBELAJARAN 2 & 3
Konsep Seksual, Konsep Stres Adaptasi, Konsep Kehilangan, Kematian Dan Berduka
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep seksualitas mencakup : pengertian, sikap
terhadap seksualitas, respon seksual, kehamilan dan seksualitas, masalah yang
berhubungan dengan seksualitas, seksualitas dalam keperawatan, konsep stres adaptasi
mencakup : pengertian, manifestasi stress, factor yang mempengaruhi, adaptasi, proses
keperawatan stress management untuk perawat.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian seksualitas
b. Mampu menjelaskan respon seksual
c. Mampu menjelaskan kehamilan dan seksualitas
e. Mampu menjelaskan masalah yang berhubungan seksualitas
f. Mampu menjelaskan seksualitas dalam keperawatan
g. Mampu menjelaskan pengertian stres adaptasi
h. Mampu menjelaskan manifestasi stres
i. Mampu menjelaskan faktor penyebab stres
j. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi stres
k. Mampu menyusun proses keperawatan stres mamagement.
B. Penyajian
1. Uraian Materi Seksualitas
a. Pengertian seksualitas
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO
dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang
kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan
berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak
sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi
personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu
untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan
konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu
tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan
pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya
membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana
mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004)
2 aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya
alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan
perempuan
d. Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
b. Fungsi Seksualitas
1) Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya
keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia
sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini
adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak
dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2) Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan
atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.
3) Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara
bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini
adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat
keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus,
resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau
kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4) Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena
sebab lain (mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan),
kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.
5) Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara
umum dapat meningkatkan harga diri.
6) Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek
maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya
berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk
mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering
merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual,
menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses
menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus
menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga
merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
“berpacaran”.
7) Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita
adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini
paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak kasus
penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari
dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.
8) Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan
sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
9) Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan,
misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan
terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya
resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari
resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan dengan
persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang
seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.
10. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh
keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu
bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk
hidup bersama. ( Glasier: 2005 )
c. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,
mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi
yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya
misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang
diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak
adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai
bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN,
2006).
d. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
10) Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan
seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan,
Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur
sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu
dilarang.
11) Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air
besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya
tercapai.
12) Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.
13) Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan
adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas
tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
5) Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai
berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus
berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja
dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai
tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian
orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai
mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum
mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. (chandranita :2009)
Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual
a) Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan
penegasan identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi
perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga
sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
b) Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman
dalam pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman
barunya”. Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi
sangat penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila
pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya
mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan
maka akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
c) Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan
lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya
mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks
menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik dan
mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu
periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan
obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk
mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka
panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual
pihak wanita.
4) Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam
hubungan seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang halini tidak
menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan
intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan
mereka. Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan
memakan korban. Pada keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya
akan mudah menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua antusiasme
spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang
dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam
hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama
adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada
wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas
tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil
kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana
atau kesehatan reproduksi (Glasier: 2005)
e. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-
turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing
fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual
:
1) Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
a) Peningkatan ketegangan otot
b) Peningkatan denyut jantung
c) Perubahan warna kulit
d) Aliran darah ke daerah genital
e) Mulainya pelumasan Vagina
f) Testis membengkak dan skrotum mengencang
2) Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:
a) Fase kegembiraan meningkat
b) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c) Klitoris menjadi sangat sensitive
d) Testis naik ke dalam skrotum
e) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
f) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3) Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan
fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki
karakteristik seperti berikut:
a) Kontraksi otot tak sadar
b) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
d) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
e) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan
relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak
memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan
kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan
sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang
dari fase refraktori akan sering meningkat.
f. Dimensi seksualitas
Seksualitasmemiliki dimensi-dimensi.Dimensi-dimensi Seksualitasseperti
sosiokultural,dimensi agamadanetik,dimensi psikologisdandimensi biologis (Perry
& Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global
menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi
spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan
perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang,
tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa
seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai
dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan
ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan
norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan
menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana
seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan
hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
2) Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum
sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional
tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.
3) Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang
sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati
perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama
pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus
dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual
berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka
tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki dan
perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4) Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan
yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah
dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual.
Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali
saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan
perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami
pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan
karakteristik seks sekunder.
g. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1) Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya
sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh
banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat.
Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan
seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka
tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya.
Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk
itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya
sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu
kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-
laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak- anaknya mandi bersama
keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-
jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si
anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-
pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan
terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat
itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
2) Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini
dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup,
sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan
pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.
3) Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik
menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses
foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari
seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang
lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan
yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain
masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta.
Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga
buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan,
ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4) Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap
seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan
itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak
terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk
jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang
ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian
melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.
h. Membantu Kesulitan Seksual
Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga
dengan mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali
pasien benar-benar mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya,
makamasalah dan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke
dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin tidak tersedia informasi mengenai
respons seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah
diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa pasangan harus mencapai
orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami orgasme hanya
melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-
masing. Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman
mengenai perasaan-perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat
penting, karena cara tersebut dapat membuka jalan bagi pasangan untuk
menyelesaikan sendiri masalahnya. ( Glasier: 2005 )
d. ADAPTASI
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon
individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam
perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk
mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada
keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada
yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama
tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut.
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
1) Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara
fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang
menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman
pennyakit ketubuh manusia.
2) Adaptasi psikologi
Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a) LAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh:
seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut
kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah
sekitar yang terkena.
b) GAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat
menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses
penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat
e. Proses keperawatan stress managemen stress untuk perawat
Manajemen stress adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai
aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit.
Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan
keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang
dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.Untuk mencegah dan mengatasi stres
agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
3) Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak
berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi,
hindari makan dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan
tubuh.
2) Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena
dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh.
Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan
memperbaiki sel-sel yang rusak.
3) Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya
tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan
cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-
lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat
untuk memulihkan kebugaran.
4) Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan
kekebalan tubuh.
5) Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan
ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena
minuman keras banyak mengandung alkohol.
6) Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres.
Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan
tubuh terhadap stres.
7) Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat
menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat
dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta
melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat.
8) Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi
sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi
kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang
lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan
anti depresi.
9) Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang
dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
10) Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan
kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan
psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau
dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi
redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain
itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
11) Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis
mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus
sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang
dialami dapat diatasi.
12) Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi
apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan
melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang
seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses
perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi
terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh
suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis
dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan
proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di antaranya:
a) Sself regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang
sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak
normalan dalam tubuh.
c) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan
penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam
tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara
sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari
keadaan yang ada.
d) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
c) Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan
terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan
berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
m enderita sakit
terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres.
Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan
distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap
individunberespon terhadap kehilangan secara
berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin
menyebabkan distress lebih besar dibandingkan
kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan
disters emosional yang lebih besar dibanding
saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu
selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual
atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat
dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak
yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang
dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan
,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
5) L i m a k at eg o r i k e h i l an g a n
a) Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala
kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat,
dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut
terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
b) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan
lingkungan yang telah dikenal mencakup dari lingkungan yang
telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan
secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau
perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui
situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia
pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional,
contohnya mengalami cidera atau penyakit dan
kehilangan rumah akibat bencana alam.
c) Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-
anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan
rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan
bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan atau kematian.
d) Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian
tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan
anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata,
rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis
mencakupo kehilangan control kandung kemih atau usus,
mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi
fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri,
percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat
terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan
perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat
menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak
hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi
juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra
tubuh dan konsep diri.
e) Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-
detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase
presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien
atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis
diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan
penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan
serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat
pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase
terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan,
tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan
keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam
dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari
pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan
dari orang lain, dan dukungan adekuat.
6) Tahapan p r o s e s k eh i l a n ga n
a) Stressor internal atau eksternal – gangguan
dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif
terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – m am pu
beradaptasi dan merasa nyaman.
b) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri
( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
c) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan individuberfikir negatif– tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu –berperilaku konstruktif perbaikan mampu
beradaptasi dan merasa kenyamanan.
d) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individuberfikir negative tidak berdaya marah dan
berlaku agresif diekspresikan ke luar diri individu
berperilaku destruktif perasaan
bersalah ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan
terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal
meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon)
dan kompensasi yang positif (konstruktif).
7) K E M A T I A N
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak
untuk melihat dan atau mengalami kematian secara tiba-
tiba. Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan
tingkah laku seseorang terhadap kem atian.
pengalam an, pem aham an Selain kem atian
dipengaruhi
konsep oleh perkembangan kognitif dan lingkungan
juga
sosial budaya. Kebudayaan Jawa yang menjadi latar tumbuh
kembang anak menjadi penting untuk diperhatikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman anak
usia sekolah dan praremaja tentang kematian dengan
mengacu pada tujuh subkonsep kematian, yakni
irreversibility, cessation, inevitability, universability,
causality, unpredictability, dan personal mortality dari
Slaughter (2003). Penelitian dilakukan melalui pendekatan
kualitatif dengan metode wawancara yang dilakukan pada
tiga anak usia (6-7 tahun) dan 4 praremaja (10-11 tahun).
Hasil penelitian menunjukkan pemahaman konsep kematian
yang berbeda-beda pada ketiga subjek yang berusia 6-7
tahun. Dua subjek belum m em ahami subkonsep
unpredictability dan causality, sedangkan kelima subkonsep
lainnya sudah dipahami oleh anak. Satu subjek lainnya
hanya memahami subkonsep inevitability, universality, dan
personal mortality, sedangkan empat subkonsep lainnya
belum dipahami sama sekali. Secara um um ketiga subjek
belum mem aham i kematian sebagai fenomena biologis.
Partisipan yang berusia 10-11 tahun sudah memiliki ketujuh
subkonsep kematian walaupun belum bisa
mendeskripsikannya secara utuh. Hasil penelitian ini disoroti
dari teori kematian, teori perkembangan dan budaya Jawa.
Hasil penelitian ini berimplikasi pada teori perkembangan
konsep kematian pada anak, dan juga pada seberapa jauh
budaya Jawa memberikan kesempatan pada anak untuk
memiliki pemahaman yang utuh tentang kematian.
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari
perkembangan konsep tentang kematian. Usaha manusia
untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari
kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek
kedokteran telah membawa masalah baru dalam
euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan
seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa
konsep tentang mati yaitu :
a) Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya
jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa
mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru.
Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam
pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah
memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula
terhenti dapat dipulihkan kembali.
b) Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian
menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik
kembali.
c) Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ
berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak
telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini
menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat
diterima karena kenyataannya organ-organ masih
berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d) Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali
sadar dan melakukan interaksi social
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk
social, yaitu individu yang m em punyai kepribadian,
m enyadari kehidupannya, kem ampuan m engingat,
mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak
dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang
otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat
diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah
mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering
menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do
not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik
atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam
beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama
yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel,
karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan
mati kemudian.
7) B e r d u k a
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka
yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan
saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
a) Teori dari P r o s e s B e r d u k a
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.
(1) Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai
beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada
seseorang yang sedang berduka maupun menjelang
ajal.
(aFase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi
tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
(b)Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi,
dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
(cFase III (restitusi)\
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan
perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang
baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
(dFase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
(e)Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat m enerim a
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
(2) Teori K u b l e r - R o s s
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross
(1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
aPenyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-
apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa
telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak,
tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi
pada saya!” um um dilontarkan klien.
bKemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan.
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
cPenawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain.
(d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
(e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang m am p u
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.
(3) Teori M ar t o cc hi o
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan
yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan
tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi
dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi
respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.
(4) Teori R a n d o
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi
3 katagori:
(a) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak
percaya.
(b) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat
tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling
dalam dan dirasakan paling akut.
(c) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan
kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
Daftar Pustaka
a. Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
b. Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
c. Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam
Perspektif Ilmu Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
d. Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Transkultural”, Edisi I, EGC, Jakarta
e. Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
f. Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
g. Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing :
Concepts,Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi seksualitas, stres
adaptasi, kehilangan, kematian dan berduka melalui buku-buku maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi seksualitas, stres
adaptasi, kehilangan, kematian dan berduka dalam setiap kesempatan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan tentang respon seksual
b. Jelaskan masalah yang berhubungan denganseksualitas
c. Jelaskan manifestasi stres
d. Jelaskan faktor yang mempengaruhi stres
e. Jelaskan langkah-langkah proses keperawatan stres
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
BAB II : ANTROPOLGI KESEHATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4 & 5
Kebudayaan, Masyarakat Rumah Sakit Dan Kebudayaan
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep kebudayaan, masyarakat rumah sakit dan
kebudayaan meliputi pengertian kebudayaan, unsure-unsur kebudayaan, wujud dan
komponen budaya, hubungan antara unsure-unsur budaya, cara pandang terhadap
kebudayaan, .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian kebudayaan
b. Mampu menjelaskan unsur-unsur kebudayaan
c. Mampu membedakan komponen budaya
d. Mampu merinci hubungan antara unsur-unsur budaya
e. Mampu mengabstrasikan cara pandang kebudayaan
B. Penyajian
1. Uraian Materi
a. Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.[1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-
unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di
Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif"
di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya
dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan
nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
b. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan Dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
c. Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1) Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:
a) alat-alat teknologi
b) sistem ekonomi
c) keluarga
d) kekuasaan politik
2) Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b) organisasi ekonomi
c) alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d) organisasi kekuatan (politik)
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
GAGASAN, AKTIVITAS, DAN ARTEFAK.
1) Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
2) Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3) Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari
wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur
dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen,
menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari
suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan
nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek
berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk
dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social
masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita
tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan.
Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada
dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan,
bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai
dengan cara bagaimana berkomunikasi.
Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan
tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia
setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami
dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan
efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu
bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai
symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang
mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Bahasa
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah,
bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu
komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa
memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa
tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami
agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati
dari orang lain.
4) Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada
lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri
dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa
fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa
secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan
seni (sastra), mempelajari naskah- naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5) Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi
hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian
yang kompleks.
6) Sistem Kepercayaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan.
Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang
berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam
sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi
dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut: sebuah institusi dengan
keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan
menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap
yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen
atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam
sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga
memengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai
agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki
sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar
dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam
kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama,
adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai
sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan
dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi
berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah
kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun
banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan
Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama
Kristen di seluruh dunia.[7]
Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak memengaruhi
kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara.
Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]
Agama dan filsafat dari Timur
Agama tradisional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek
moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika.
Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam
kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.
Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan
rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah,
tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan
manusia itu sendiri.
"American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah
sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat.
Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa
memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. [9]
Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah
sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara"
("a light unto the nations"),[10] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada
sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan
gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja
biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu,
sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat
Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya.
Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan
orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama
Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan
untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat
dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada
tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
a. Tekanan kerja dalam masyarakat
b. Keefektifan komunikasi
c. Perubahan lingkungan alam.[11]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan
masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh,
berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan
kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah
sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju
kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut
dengan tribalisme.
Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Rijadi, S. (1994) Tantangan industri rumah sakit Indonesia 2020. Jurnal Administrasi
Rumah Sakit. Volume 2, No.2, 11-18.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi kebudayaan dan masyarakat Rumah
Sakit melalui buku-buku, internet maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi
kebudayaan, masyarakat Rumah Sakit disetiap kesempatan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan pengertian kebudayaan
b. Jelaskan unsur-unsur kebudayaan
c. Jelaskan kebudayaan Rumah Sakit
d. Jelaskan karakteristik kebudayaan Rumah Sakit
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang etiologi penyakit mencakup pengertian dan
konsep penyakit, konstruksi sosial mengenai penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian dan etiologi penyakit, konstruksi sosial mengenai
penyakit
b. Mampu menjelaskan persepsi sehat sakit
c. Mampu peran dan perilaku pasien
d. Mampu menjelaskan respon sakit/nyeri pasien
B. Penyajian
1. Uraian Materi
a. Pandangan social/budaya tentang penyakit
Dalam sosiologi terdapat perbedaan pandangan antara desease dan illness. Menurut
Conread dan Kern, disease adalah merupakan gejala fiisiologi yang mempengaruhi
tubuh. Sedangkan illness adalah gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi
disease. Masyarakat beranggapan bahwa penyakit merupakan produk dari budaya
(Geest)
Persepsi masyarakat tentang kejadian penyakit berbeda antara daerah yang satu
dengan lainnya, karena tergantung dari kebudayaan yang ada di masyarakat
tersebut. Hal ini dapat turun dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Contoh
persepsi masyarakat tentang penyakit Malaria. Masyarakat Papua; makanan
pokoknya adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa dan tidak jauh dari situ
ada hutam lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuan.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian dan
lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi,
menggigil dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuuh dengan cara meminta
ampun kepada penguasa hutan, kkemudian memetik daun daripohon tertentu yang
dapat dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan keseluruh tubuh penderita.
Pendapat lain bahwa penyakitadalah kutukan Allah, mahluk gaib, roh-roh jahat,
udara busuk, tanaman berbisa, binatang dan sebagainya.
Pandangan orang tentang criteria tubuh sehat atau sakit tidak selalu bersifat
obyektif, karena itu petugas kesehatan harus berusaha sedapat mungkin
menerappkan criteria medis secara obyektif berdasarkan gejala yang tampak guuna
mendiagnosa kondisi fisikk individu.
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu agar
memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
ppencegahan penyakit, perawatankebersihan diri, penjagaan kebugaran dan
makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yangmerasa dirinya
sehat meskipun secara medis belum tentu mereka sehat.
Tinkahlaku dan peranan seseorang merupakan suatu hal yang selalu mengikuti
kemanapun dalam setiap kejadian kehidupan, bahkan tingkah laku dan peranan
biasanya terjadi karena merupakan suatu respons terhadap keadaan tertentu.
Demikian pula kejadian sakit dan penyakit telah memicu respons tingkah laku dan
peran yang berbeda pada diri seseorang.
Mecahanic dan Volkhart(1961)mendefinisikan tingkah laku sakit sebagai suatu cara-
cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang
individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi
tubuh yang kurang baik.
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa peranan sakit dan peranan pasien. Seorang
dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, maka ia
harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan
atau memanggil dokter.
Namun demikian ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah
didefinisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tersebut tidak
dapat melakukan sebagaian atau seluruh peranana normalnya yang berarti
mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-
orang di sekelilinngnya, maka barulah dikatakn bahwa seseorang itu melakukan
peranan sakit.
Apabila kemudian dokter dihubungi dan si individu bertindak menurut instruksinya
maka peranan pasien itu menjadi kenyataan.
Tingkah laku sakit, peranana sakit dan peranana pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor Seperti Kelas sosial, suku bangsa, dan budaya yang berlaku di suatu
tempat.
Dalam mempelajari tingkah laku sakit, penting bagi kita untuk mengingat pesan Von
Mering, bahwa”studi yang mengenai makhluk manusia yang sakit berperan bahwa
setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam
aspek-aspek fisik, mental, aspek budaya dan aspek sosialnya. Untuk meringankan
penyakitnya, si sakit terlibat dalam rangkaian proses pemecahan masalah yang
bersifat internal maupun eksternal baik yang spesifik maupun yang non
spesifik”(Von Mering 1970:1972-273).
Pasien yang dirawat dengan keluhan sakit pada area perut kanan di IGD RS
PERSAHABATAN pada tanggal 8 Desember 1998. Pasien Manado ingin segera
ditangani secepatnya. Karena RS Persahabatan merupakan RS pemerintah yang
sarananya serba terbatas, maka sulit untuk memenuhi semua keinginan pasien.
Dari segi penampilan pasien dan keluarga nampak bagus dan rapi. Pasien juga
sering mengeluh dan mengerang-erang kesakitan serta memanggil-manggil
perawat untuk segera ditangani.
Penjelasan dari perawat sering diabaikan dan meminta penjelasan langsung dari
dokter. Setelah diberi penjelasan dari dokter, pasien malahan lebih sering
mengeluh dan menuntut penatalaksanaan secepatnya tanpa memperdulikan
proses penyakitnya dan prosedur penanganan karena keterbatasan alat dan
tenaga, tindakan tidak bisa dilakukan dengan segera. Keluarga pasien
menyatakan complain pada pelayanan yang diberikan dan pasien dengan suara
merintih meminta segera di pindahkan ke Rumah Sakit yang lebih memadai.
Perawat kemudian menyarankan rujukan ke RS swasta.
Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Manado merupakan tipe Public
Pain dimana mereka meminta perhatian yang berlebih dari perawat maupun
dokter serta menginginkan yang terbaik buat mereka.
3) Masyarakat Bali
Pasien di Rumah Sakit Sanglah Denpasar pada periode tahun 1995-1996 di
beberapa ruangan rawat inap.
Pasien Bali dalam menghadapi perawatan terhadap dirinya jarang meminta
perhatian lebih dari perawat atau dokter teteapi mereka akan sangat
berterimakasih bila diperhatikan secara sewajarnya. Kehidupan beragama yang
begitu kental membuat setiap pasien selalu meminta tempat untuk
menghanturkan sesajen di samping tempat tidurnya. Jika lupa atau terlambat,
mereka biasanya merasa tidak enak. Sesajen biasanya dihaturkan oleh keluarga
pasien untukm meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.Kebersamaan adat yang kental membuat Rumah Sakit terkadang dipenuhi
oleh sanak saudara dan anggota banjar (sejenis RW dengan ikatan yang kuat)
dari pasien yang bersangkutan. Kehadiran sanak saudara bagi pasien merupakan
suatu kebahagiaan dan kebanggaan karena disanalah kualitas hubungan si pasien
dengan masyarakat komunitasnya. Bila sedikit yang datang mengunjungi
malahan pasien akan sangat bersedih. Dan itu tentui akan menghambat proses
kesembuhan si pasien.
Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Bali merupakan tipe Private Pain
dimana mereka mempunyai perasaan berterimakasih yang sangat besar. Bila
pasien merasa puas akan pelayanan yang diberikan kepadanya, tidak jarang
pasien memberikan oleh-oleh atau hadiah kepada perawat atau dokter yang
menanganinya. Bahkan setelah pasien sembuh banyak pasien menjalin hubungan
yang lebih akrab dengan perawat atau dokter yang merawatnya
Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi nyeri
yang dirasakan dan cara mereka bereaksi terhadapnya. Faktor-faktor ini dapat
meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke).
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Kenyataannya, setiap orang mempunyai jaras nyeri
yang sama, atau dengan kata lain setiap orang menerima stimulus nyeri pada
intensitas yang sama. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional,
pengalaman nyeri masa lalu, sumber dan anti dari nyeri dan dasar pengetahuan
pasien. Ketika sesuatu menjelaskan seseorang sangat sensitif terhadap nyeri,
sesuatu ini merujuk kepada toleransi nyeri seseorang dimana seseorang dapat
menahan nyeri sebelum memperlihatkan reaksinya. Kemampuan untuk
mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan,
marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-
obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone &
Burke).
2) Kecemasan
Toleransi nyeri, titik di mana nyeri tidak dapat ditoleransi lagi, beragam diantara
individu. Toleransi nyeri menurun akibat keletihan, kecemasan, ketakutan akan
kematian, marah, ketidakberdayaan, isolasi sosial, perubahan dalarn identitas
peran, kehilangan kemandirian dan pengalarnan masa lalu (Smeltzer & Bare).
Kecemasan hampir selalu ada ketika nyeri diantisipasi atau dialami secara
langsung. Ia cenderung meningkatkan intensitas nyeri yang dialami. Ancaman
dari sesuatu yang tidak diketahui lebih mengganggu dan menghasilkan
kecemasan daripada ancaman dari sesuatu yang telah dipersiapkan. Studi telah
mengindikasikan bahwa pasien yang diberi pendidikan pra operasi tentang hasil
yang akan dirasakan pasca operasi tidak mencrima banyak obat-obatan untuk
nyeri dibandingkan orang yang mengalami prosedur operasi yang sama tetapi
tidak diberi pendidikan pra operasi. Nyeri menjadi lebih buruk ketika
kecemasan, ketegangan dan kelemahan muncul (Taylor & Le Mone).
Umumnya diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak
seluruhnya benar dalam semua keadaan. Namun, kecemasan yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri
(Smeltzer & Bare).
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien
menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan
saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone
& Burke).
Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus
rafe magnus dan lokus seruleus. Ia berperan dalam sistem analgetik otak.
Serotonin menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi
enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan . Jadi,dpresinaptik
dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan A sistem analgetika ini
dapat memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis
(Guyton).
Selain itu keberadaan endorfin dan enkefalin juga membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari
stimuli yang sama. Kadar endorfin beragam di antara individu, seperti halnya
faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu
dengan endorfin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri. Sama halnya a
ktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembentukan endorfin
dalarn sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bµ,re,).
3) Umur
Umur dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak
dilahirkan (Poerwadarminta). Menurut Ramadhan (2001), umur adalah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Umumnya lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses
penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Di lain
pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai
keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan
neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus
serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih
umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau
diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone &
Burke).
Menurut Giuffre, dkk. (1991), cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda
dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai
metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih
besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis
kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri
pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis
berkaitan dengan beberapa penyakita (misalnya diabetes), akan tetapi pada
individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Smeltzer &
Bare).
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung
mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan
karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan
normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena
mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang
nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan
pereda ketimbang didasarkan pada usia (Smeltzer & Bare).
4. Jenis Kelamin
Menurut Oakley (1972) jenis kelarnin (sex) merupakan perbedaan yang telah
dikodratkan Tuhan, oleh sebab itu, bersifat permanen. Perbedaan antara laki-laki
dan perempuan tidak sekadar bersifat biologis, akan tetapi juga dalam aspek
sosial kultural. Perbedaan secara sosial kultural antara laki-laki dan perempuan
merupakan dampak dari sebuah proses yang membentuk berbagai karakter sifat
gender. Perbedaan gender antara manusia berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan-
perbedaan gender disebabkan oleh berbagai faktor terutarna pembentukan,
sosialisasi, kemudian diperkuat dan dikonstruksi baik secara sosial kultural,
melalui ajaran keagamaan maupun negara (Ahyar & Anshari).
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.
Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang
berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan
dalam perbedaan jenis kelarnin (Noor).
Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda dapat belajar dengan
cepat untuk mengabaikan nyeri daripada mengeksploitasi nyeri untuk
rnemperoeh perhatian dan pelayanan dari anggota keluarga. Anak-anak mungkin
belajar bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mengekspresikan nyeri. Anak perempuan boleh pulang ke rumah sambil
menangis ketika lututnya terluka, sedangkan anak laki-laki diberitahu untuk
berani dan tidak menangis. Laki-laki dan perempuan dewasa mungkin berpegang
pada pengharapan gender ini sehubungan dengan komunikasi nyeri (Taylor & Le
Mone).
Dalam banyak budaya, laki-laki merupakan figur yang dominan. Dalam budaya
yang menganut paham ini, laki-laki membuat keputusan untuk anggota keluarga
lain seperti halnya untuk dirinya sendiri. Dalam budaya dimana laki-laki
merupakan figur dominan, maka perempuan cenderung untuk pasif. Dalam
keluarga Afrika-Amerika pada banyak keluarga caucasian, perempuan sering
menjadi figur yang dominan (Taylor & Le Mone).
Pengetahuan tentang anggota keluarga yang dominan sangat penting sebagai
bahan pertimbangan untuk rencana keperawatan. Jika anggota keluarga dominan
yang sakit maka kemungkinan anggota keluarga lain akan menjadi cemas dan
bingung. Jika anggota keluarga non dominan yang sakit, maka ia akan meminta
pertolongan secara verbal (Taylor & Le Mone).
Pada tahun 1995, Vallerand meninjau penelitian tentang nyeri pada wanita dan
mengusulkan implikasi untuk praktik klinik. Meskipun penelitian tidak
menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan
nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih
suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik
opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Taylor & Le Mone).
5. Sosial Budaya
Karena norma budaya mempengaruhi sebagian besar sikap, perilaku, dan nilai
keseharian kita, wajar jika dikatakan budaya mempengaruhi reaksi individu
terhadap nyeri. Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya mungkin
ditunjukkan oleh budaya yang lain (Taylor & Le Mane).
Menurut Zatzick dan Dimsdale (1990), budaya dan etniksitas mempunyai
pengaruh pada cara seseorang bereaksi terhadap nyeri (bagaimana nyeri
diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun,
budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Smeltzer & Bare).
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
kita untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan
mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalarn menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer & Bare).
6. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara
untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi
nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini
mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan
mengurangi persembahan mereka (Taylor & Le Mane).
8. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi etiologi penyakit, persepsi sehat sakit,
peran dan perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan etiologi penyakit, persepsi
sehat sakit, peran dan perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan pandangan masyarakat tentang etiologi penyakit
b. Jelaskan persepsi sehat sakit menurut menurut masyarakat
c. Jelaskan peran dan perilaku pasien ketika mereka sakit
d. Jelaskan bagaimana respon sakit/nyeri pasien
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
BAB III : TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN
PEMBELAJARAN 9-10
Globalisasi Dan Perspektif Transkultural, Diversity Dalam Masyarakat
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang globalisasi dan perspektif transkultural, diversity
dalam masyarakat berserta pengaruhinya baik positif maupun negative, alternative
dalam pemecahan masalah yang timbul dalam masyarakat multikultur.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan globalisasi dan perspektif transkultural
b. Mampu menjelaskan diversity dalam masyarakat
c. Mampu menjelaskan pengaruh diversity dalam masyarakat
d. Mampu menjelaskan alternative dalam pemecahan masalah yang timbul dalam
masyarakat multikultur
B. Penyajian
1. Uraian Materi Globalisasi dan perspektif transkultural
a. Keperawatan transkultural dan globalisasi dalam layanan kesehatan
Globalisasi menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang
disebabkan karena migrasi antar daerah dan negara menjadi lebih mudah.
Keperawatan transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan menjadi
konstituen penting dari perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten
secara budaya dalam praktek sehari-hari. Perawat yang kompeten dalam budaya
memiliki pengetahuan tentang budaya lain dan terampil dalam mengidentifikasi
pola-pola budaya tertentu sehingga dirumuskan rencana perawatan yang akan
membantu memenuhi tujuan yang telah ditetapkan untuk kesehatan pasien
(Gustafson, 2005).
Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, yang memiliki gambaran yang
khas tiap kelompok tertentu, mencakup pengetahuan, kepercayaan, adat dan
ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok tersebut.
Pada era globalisasi kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi dan informasi
telah semakin menghubungan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, dan dengan
sangat cepat dan kuat masuk ke seluruh bangsa-bangsa di dunia.
Dengan berbagai kemajuan tersebut, mobilitas penduduk dunia semakin meningkat,
dan informasi tentang berbagai hal di dunia dengan cepat mengglobal. Perubahan
tersebut membawa dampak terjadinya perubahan budaya pada penduduk dunia.
Penduduk dari kelompok sosiokultural yang berbeda akan mempunyai perbedaan
budaya, kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. Beberapa faktor tersebut secara
bermakna akan mempengaruhi cara individu berespon terhadap masalah
keperawatan, terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan terhadap keperawatan
itu sendiri.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan professional harus dapat mengetahui,
memahami dan bertindak dengan perspektif global bagaimana merawat pasien
dengan berbagai macam budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia saat
ini. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh pemberi pelayanan
kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin menjadi tidak
efektif. Adanya keragaman budaya akan menjadi jelas, bahwa perbedaan budaya
harus dipertimbangkan, dipahami dan dihargai dan pelayanan keperawatan yang
diberikan harus sesuai dengan budaya yang dimiliki. Leininger (2002),
beranggapan bahwa sangat penting memperhatikan keragaman budaya,
kepercayaan, nilai-nilai dan gaya hidup dalam penerapan asuhan keperawatan
kepada pasien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mengetahui situasi tertentu
dari makna budaya dan sosial yang dimiliki pasien dan menghindari memaksakan
sistem nilai yang dianut dan diyakini perawat ketika mempunyai pandangan yang
berbeda dengan pasien. Asuhan keperawatan perlu disesuaikan dengan nilai-nilai,
kepercayaan, cara hidup, dan budaya.
Asuhan keperawatan yang komprehensif secara budaya mengacu pada tindakan dan
keputusan kognitif yang diatur agar sesuai dengan gaya hidup, kepercayaan
dan nilai budaya seseorang, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi, untuk
memperoleh asuhan kesehatan yang berarti, menguntungkan dan memuaskan.
Tindakan dan keputusan yang diambil terdiri dari:
1) Mempertahankan asuhan budaya atau Culture Care Preservation/ Maintenance,
mengacu pada tindakan dan keputusan professional yang dapat membantu
pasien meningkatkan dan mempertahankan status kesehatannya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan.
2) Akomodasi dan negosiasi asuhan budaya atau Culture Care Accomodation
/Negotiation, mengacu pada tindakan dan keputusan professional yang akan
membantu seseorang dengan budaya tertentu beradaptasi untuk dapat
memperoleh hasil akhir kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan
3) Restrukturisasi dan pemolaan kembali asuhan keperawatan atau Culture Care
Repatterning/ Restructuring, mengacu pada tindakan dan keputusan
professional yang dapat membantu pasien mengatur kembali, mengubah, atau
memodifikasi gaya hidup mereka ke arah pola asuhan kesehatan yang baru,
berbeda dan lebih menguntungkan. Selain itu kepercayaan dan nilai budaya
pasien tetap dihormati dan dapat diperoleh gaya hidup yang lebih baik atau
lebih sehat
Asuhan keperawatan yang komprehensif secara budaya mengacu kepada
integrasi kompleks sikap, pengetahuan dan ketrampilan termasuk pengkajian,
pengambilan keputusan, penilaian, berpikir kritis dan evaluasi yang
memungkinkan perawat memberikan asuhan dengan cara yang peka secara bu
daya
b. Konsep dan prinsip dalam teori keperawatan transkultural
Keperawatan transkultural adalah area keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan,sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia,keprcayaan dan tindakan ( Leininger,2002 )
Konsep dalam keperawatan transkultural
1) Pengaruh positif
BIDANG POLITIK
Dapat menimbulkan integrasi nasional yang berdirikan Bhineka Tunggal Ika
BIDANG EKONOMI
Dapat menjadi asset nasional yang mendatangkan devisa Negara yang besar dan sekaligus
dapat meningkatkan kesejateraan rakyat
BIDANG SOSIAL
Dapat menjadi sarana untuk memajukan pergaulan antar kelompok sosialis dan suku bangsa
melalui pertukaran pelajar
BIDANG PARIWISATA
Menimbulkan daya tarik bagi wisatawan mancanegara
BIDANG BUDAYA
Dapat memperkaya khasanah kebudayaan bangsa
BIDANG INOVASI
Dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi masing-masing daerah atau suku bangsa
untuk lebih memajukan daerahnya.
2) Pengaruh Negatif
a) Konflik Bersifat Ideologis, tipe konflik social yang berlatar belakang
pembagian system nilai yang dianut dan dijadikan ideology dari berbagai
kesatuan social.
b) Konflik Bersifat Politis, tipe konflik social yang berlatar belakang
pembagian status kekuasan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas
adanya dalam masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, di dunia hanya 12 negara yang memiliki etnis
homogeny( moro etnis), yakni: Austria, Eslandia, Norwegia, Belanda,
Maroko, Swaziland, Portugal, Jerman, Denmark, Botswana, Somalia,
Jepang,
Berdasarkan Negara multi etnik lebih cenderung mengalami konflik
yang tidak ada habisnya, seperti India, bekas Yugoslavia, bekas
Belgia, Nigeria, Malaysia, dan lain-lain.
Indonesia sebagai Negara majemuk tidak lepas dari konflik yang
cenderung berhubungan dengan Suku, Agama, Ras, Adat Istiadat.
Seperti:
(a) Pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) Madiun 1948 dan Gerakan 30 September/ Partai Komunis
Indonesia (G30S/PKI) 1965.
(b) Pemberontakan Darul Islam Indonesia (DII)/
TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, dan
Kalimantan Selatan.
(c) Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
(d) Konflik Sambas, konflik Sampit (Suku Dayak melawan
transmigran Suku Madura di Kalimantan), Konflik Ambon
(Konflik agama), Konflik Kupang, Konflik Poso, dan lain-lain.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi globalisasi dan
perspektif transkultural
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi globalisasi dan
perspektif transkultural
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan globalisasi dan perspektif transkultural
b. Jelaskan diversity dalam masyarakat
c. Jelaskan pengaruh-pengaruh diversity dalam masyarakat
d. Jelaskan alternatif pemecahan masalah yang Timbul dalam Masyarakat Multikultural
e. Jelaskan Pengembangan Sikap Kritis, Sikap Toleransi, dan Empati Sosial dalam
Kehidupan Masyarakat Multikultural
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 11-12
Teori Culture Care Leininger
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang sejarah teori cultura care Leininger, pengertian,
asumsi dasar, konsep teori dan paradigma keperawatan.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian culture care
b. Mampu menjelaskan asumsi dasar
c. Mampu menjelaskan konsep teori culture care
d. Mampu menjelaskan paradigma keperawatan
B. Penyajian
1. Uraian Materi
Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup,ia
terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing. Teori
dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami
perbedaan budaya dalam perawatan, manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah
menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas
untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan
pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang
perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong
dirinya selama 4 dekade.
b. Pengertian
“Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada
manusia” (Leininger, 2002).
c. Asumsi dasar
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a) Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien
dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
b) Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.
c) Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi culture care Leininger
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan culture care
Leininger
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan sejarah culture care Leininger
b. Jelaskan pengertian culture care
c. Jelaskan asumsi dasar teori culture care
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 13
Pengkajian Budaya
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang pengkajian keperawatan kepada pasien berbasis
budaya dengan menggunakan model matahari terbit, kelebihan dan kelemahan teori
model matahari terbit/Leininger theory Sun Rise Model
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian pengkajian budaya
b. Mampu menjelaskan tujuh komponen pengkajian menurut model matahari terbit
c. Mampu menjelaskan kelebihan dan kelemahan konsep model matahari terbit
B. Penyajian
1. Uraian Materi Pengkajian Budaya
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(sunrise model) seperti yang terlihat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan
bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Madeleine M. Leininger
Culture Care Diversity and Universality
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger
adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan
profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien
atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga
masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien.
Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam
pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
b) Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada "Sunrise Model" yaitu :
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
latar
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga intervensi
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
diagnosa
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
3) Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat.
4) Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan
dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a) Cultural care preservation/maintenance
(1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
(2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
(3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Cultural care accomodation/negotiation
(1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
(2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
(3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
c) Cultual care repartening/reconstruction
(1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya.
(2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
(3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
(4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
b) Kelemahan :
(1) Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri
dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam
konseptual model lainnya.
(2) Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam
mengatasi masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model
teori lainnya.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi pengkajian kepada pasien berbasis
budaya dengan menggunakan pendekatan model matahari terbit
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi
pengkajian keperawatan kepada pasien berbasis budaya untuk dipresentasikan
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan pengkajian budaya menggunakan model matahari terbit
b. Jelaskan tujuh pedoman pengkajian budaya menurut model matahari terbit
c. Jelaskan trategi tindakan keperawatan menurut Leininger
2. Lembar Kejra Mahasiswa .
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 14
Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang perawatan kehamilan dan kelahiran, perawatan
dan pengasuhan anak, kebudayaan dan perawatan pada Lanjut usia, perawatan
sebelum dan sesudah meninggal, kepercayan dan pengobatan kuno .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan perawatan kehamilan dan kelahiran menurut aspek budaya
b. Mampu menjelaskan perawatan dan pengasuhan anak
c. Mampu menjelaskan kebudayaan dan perawatan Lansia
d. Mampu menjelaskan perawatan sebelum dan sesudah meninggal
e. Mampu menjelaskan kepercayaan dan pengobatan kuno
B. Penyajian
1. Uraian Materi Konsep Penerapan Kultur Dalam Daur HidupManusia
. Konsep Penerapan Kultur Dalam Daur HidupManusia terdiri dari :
a. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam
suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993).
Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang
kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus
dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi
misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat
setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti
rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan
membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam
proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan
lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan
menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat
besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda,
serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh masyarakat yang sering menitik
beratkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kelahiran dan
kehamilan adalah orang jawa yang didalam adat dan istiadat mereka terdapat
berbgai upacara adat yang rinci untuk untuk menyambut kelahiran bayi seperti
upaca mintonin procotan dan brokahan .
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi
penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono
dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan
tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang
disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun
harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki
karena sifat sakralnya
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam.
Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang
diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang
guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya
merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja,
namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor”
dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses
mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di
tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun
bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan
itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini
berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan
budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta
perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang
memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam pengkajian budaya yang akurat dan konprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural. Organisasi social,
agama, dan kepercayaan serta pola komunikasi . Semua Budaya mempunyai
deminsi lampau, sekarang, dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat
memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitive
terhadap warisan budaya keluarganya.
1) Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat
jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat
melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap
sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan
yang disebut “two persons system”.
2) Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik
atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
4) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam sosialisasinya
anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang
diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan
penghargaan dari lingkungannya.
4) Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya
sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan,tapi
sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan
dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan
dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak
terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai
perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak
pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan
kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping dengan
membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga
harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan.
Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat
sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif
dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam
proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik
(misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian
yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau
gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan
anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak
terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya
pegasuhan dan perawatan anak.
c. Pada Lansia
Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia
Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu
masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera
mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah
mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan
kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan
baru tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh.
Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat
dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat
terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara
modern dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal
dari lain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat .
ini tidak akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari
kebudayaan mereka dan menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan
sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar.
Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan
dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan
mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru yang sebelumnya
tidak mereka terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka dapat
memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk
melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang
lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila
pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti
mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya
dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu
penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya
waktu mereka akan berfikir dan menerima.
d. Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan
kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti
werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan
yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan
tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada
waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti
(Depkes, 1993 1b).
e. Pada saat sebelum meninggal dan setelah Meninggal
Sebelum meninggal
Penerapan konsep kultur pada pasien yang menjelang ajal biannya mempunyai
cara yang berbeda-beda setiap agama misalngan membnya pada Agama Islam
bianya mendatangkan ustad untuk mendoakkan pasien agar bisa
menenangkankan perasaan pasien dibasanya dilakukan dengan mebacaka Ayat-
Ayat suci. Begitupun agama-agama lain biasan ketika ada anggota keluarga
mereka pada keadaan menjelang ajal mereka cenderum memanggil tukah
pemuka agama masing-masing untuk menenagkan anggota keluraga mereka
sehingga bisa meninggal dengan tenang ataupuun jika terdapat muzizat keluarga
mereka dpat bertahan hidup , Namun untuk agama hindu biasannya hal itu
jarang dilakukan karena ketika ada terdapat anggota keluraga yang berda dalam
keadaan menjelang ajal biasannya hanya dilakukan doa di pura / tempat suci dan
menhaturkan sesajen berupa canang, atau banten ke tempat suci . atau ketika jika
terdapat anggota kelurga yang berada dalam keadaan mencelang ajal biasannya
dipercikkan tirta.( airsuci yang di dapat di tempat suci )
Ketika pasien sudah meninggal
Ketika pasien sudah meninggal maka akan dikakukan perawatan jenazah secara
umum prosedur perawatan jenazah di Rumah sakit untuk setiap pasien dengan
latar belakang budaya yang berbeda sama namun terdapat sedikit perbedaan
dalam mengikatkan tangan pasien . selain perawatan jenazah yang terdapat
sedikit perbeddan hal lain yang juga menjadi perbedaan adalah upacara
pemakaman jenazah . cotohnya pada Agama Hindu upacara pemakaman jenazah
cenderum dilakukan dengan cara pembakaran, namun tidak jarang masyarakat
Hindu yang melakukan upacara penguburan terlebih dalu sebelum dilaksanakan
upacara pengabenan hal ini dilakukan karena nimnimnya waktu untuk
mempersiapkan sesajen, karena adnya permitaan khusus dari almarhum ketika
sebelum meningga atau karena hal tersebut merupakan suatu tradisi di daerah
tertentu.
f. Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan
Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat
sederhana , pengetahuan tradisional . Dalam masyarakat tradisional , sistem
pengobatan tradisional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara
yang sama seperti mempelajari pranata social umumnya dan bahwa praktek
pengobatan asli ( tradisional ) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang
berlaku mengenai sebab akibat. Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan
(sehat – sakit) menurut budaya-budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah :
a) Budaya Jawa
Menurut orang Jawa, “sehat “ adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan
batin . Bahkan , semua itu berakar pada batin . Jika “ batin karep ragu nututi
“artinya batin berkehendak, raga / badan akan mengikuti. Sehat dalam konteks
raga berarti “ waras “ . Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan
sosialnya sehari-hari, misalnya bekerja di ladang, sawah, selalu gairah bekerja,
gairah hidup, kondisii inilah yang dikatakan sehat. Dan ukuran sehat untuk anak-
anak adalah apabila kemauannya untuk makan tetap banyak dan selalu bergairah
main.
Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada dua konsep , yaitu konsep
personalistik dan konsep naluralistik. Dalam konsep personalistik, penyakit
disebabkan oleh makhluk supernatural ( makhluk gaib, dewa ), makhluk yang
bukan manusia ( hantu, roh leluhur, roh jahat ) dan manusia ( tukang sihir ,
tukang tenung ). Penyakit ini disebut “ora lumrah“ atau “ora sabaene“ ( tidak
wajar / tidak biasa ). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara
gaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi
personalistik jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kebendhu, kewalat, kebulisan,
keluban, keguna-guna, atau digawe wong, kampiran bangsa lelembut dan lain
sebagainya . Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “wong tuo“.
Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam
mengobati penyakit melalui “Japa Mantera “ , yakni doa yang diberikan oleh
dukun kepada pasien. Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang
mempunyai nama dan fungsi masing-masing :
(2) Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang sakit
terkilir, patah tulang, jatuh atau salah urat.
(3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna atau “
digawa uwong “..
(4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
Berdasarkan hari dimulainya sakit juga dapat ditentukan tentang jenis- jenis
penyakit sebagaimana diuraikan dalam Kitab Primbon Betal jemur Adam
makna, yang dibuat sebagai berikut :
Selain hari-hari biasa, Budaya Jawa juga memiliki hari-hari yang disebut
hari pasaran dengan urutan : Pon, Wage, kliwon, legi, pahing. Budaya jawa
beranggapan bahwa nama yang “berat“ bisa mendatangkan sial. Pendapat
yang lain mengatakan “nama yang buruk” akan mempengaruhi aktivitas
pribadi dan sosial pemilik nama itu. Dan juga kebiasaan bagi orang jawa
yakni jika ada salah satu pihak keluarga atau sanak saudara yang sakit ,
maka untuk menjenguknya biasanya mereka mengumpulkan dulu semua
saudaranya dan bersama-sama mengunjungi saudaranya yang sakit tersebut.
Karena dalam budaya Jawa dikenal prinsip “mangan ora mangan, seng
penting kumpul“
b) Budaya Sunda
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja , tetapi juga bersifat
sosial budaya . Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat Jawa Barat
( orang sunda ) adalah muriang untuk demam , nyerisirah untuk sakit kepala ,
yohgoy untuk batuk dan salesma untuk pilek / flu. Penyebab sakit umumnya
karena lingkungan , kecuali batuk juga karena kuman . Pencegahan sakit
umumnya dengan menghindari penyebabnya. Pengobatan sakit umumnya
menggunakan obat yang terdapat di warung obat yang ada di desa tersebut ,
sebagian kecil menggunakan obat tradisional . Pengobatan sendiri sifatnya
sementara , yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat ke puskesmas
atau mantri.
Menurut orang sunda , orang sehat adalah mereka yang makan terasa enak
walaupun dengan lauk seadanya, dapat tidur nyenyak dan tidak ada yang
dikeluhkan , sedangkan sakit adalah apabila badan terasa sakit , panas atau
makan terasa pahit, kalau anak kecil sakit biasanya rewel, sering menangis,
dan serba salah / gelisah. Dalam bahasa sunda orang sehat
disebut cageur, sedangkan orang sakit disebut gering. Ada beberapa
perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat. Orang disebut sakit ringan
apabila masih dapat berjalan kaki, masih dapat bekerja, masih dapat
makan-minum dan dapat sembuh dengan minum obat atau obat tradisional
yang dibeli di warung. Orang disebut sakit berat, apabila badan terasa
lemas, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit tidur, berat badan
menurun, harus berobat ke dokter / puskesmas, apabila menjalani rawat
inap memerlukan biaya mahal.
Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan fisik
penderita melakukan kegiatan sehari-hari , dan sumber pengobatan yang
digunakan. Berikut beberapa contoh sakit dengan penyebab , pencegahan
dan pengobatan sendiri. :
a) Sakit Kepala
b) Sakit Demam
c) Keluhan Batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut,
batuk biasa (bahasa sunda = fohgoy), dan batuk yang terus menerus
dengan suaranya melengking (bahasa sunda = batuk bangkong ) dengan
gejala tenggorokan gatal , terkadang hidung rapet , dan kepala sakit ) .
Penyebab batuk TBC adalah karena orang tersebut menderita penyakit
TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah
menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi salah
satu makanan, makanan basi, masuk angin, makan makanan yang
digoreng dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak makanan /
keselek . Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar
jangan kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan
minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan, atau
menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan
obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt
minum obat tradisional yaitu air perasan jeruk nipis dicampur kecap,
daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau
rebusan jahe dengan gula merah.
d) Sakit Pilek
e) Sakit Panas
c) Budaya Batak
Arti “sakit“ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya
berbaring , dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional, atau ada
juga yang membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “orang
pintar“. Dalam kehidupan sehari – hari orang batak, segala sesuatunya
termasuk mengenai pengobatan jaman dahulu, untuk mengetahui bagaimana
cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh
dari mara bahaya. Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah, ada juga
beberapa tipe spesifik penyakit supernatural, yaitu :
1) Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah melakukan
perbuatan yang tidak baik ( mis : mengintip ). Cara mengatasinya agar
matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.
3) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim misalnya seorang bapak
menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak
ditepati. Karena janji tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi sakit.
4) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut
dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam
pergaulan masyarakat.
(3) Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri, biji lada putih dan
iris jorango
(4) Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat
melahirkan yang diresap dari bangun-bangun, daging ayam, kemiri
dan kelapa.
Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung.
Obat dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang
mana langsung di praktikkan dengan penelitian alami dan hamper
seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan
sehari – hari.
(1) Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara
pengobatannya dengan menggunakan belau.
(2) Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam )
biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan
selimut / kain yang tebal
d) Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka.
Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Damianus Wera bukan
dokter, buta huruf, tak makan sekolah, tapi buka praktik layaknya dokter
professional. Dia melakukan operasi hanya menggunakan pisau. Menurut
Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien.
Pertama, jenis penyakit nonmedis atau santet / guna – guna . Biasanya tubuh
korban dirusak dengan paku, silet, lidi, kawat, beling, jarum, benang kusut.
Kedua, penyakit medis seperti jantung koroner, batu ginjal, tumor , kanker,
dll. Dami mengangkat penyakit ini dengan operasi dan juga sedot darah
melalui selang . Ketiga, sakit psikologis misalnya : banyak utang, stress, sulit
hamil, dll. Dami mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang
sehat. Sebaliknya, pikiran yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru
memicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia.
Dami di datangi ayahnya yang sudah meninggal dan dikasih gelang. Dan saat
dia bermimpi ia akan di di karuniai penyembuhan . Pagi-pagi ia menemukan
pisau di bawah bantal. Pisau itu untuk mengoprasi orang sakit. Dami
mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit :
2) Air putih : Pasien diminta membawa air putih dalam botol 1, 5 liter .
Setelah didoakan, pasien minum di rumah masing-masing. Kalau mau
habis, tambahkan dengan air yang baru.
3) Kapsul ajaib : Pasien diminta minum kapsul ajaib seperti obat biasa.
5) Suntik : Jarum suntik diperoleh dengan cara muntah. Cairan atau obat
diperoleh lewat doa tertentu.
7) Operasi / bedah : Operasi atau bedah bisa untuk penyakit medis maupun
non medis.
Di samping itu, orang flores juga percaya adanya sejenis kain yang
berwarna hitam yang dipercaya dapat menyembuhkan orang yang sakit
panas / demam tinggi yaitu dengan cara di selubungkan atau ditutupkan di
seluruh tubuhnya hingga tidak ada yang kelihatan lagi, dan biarkan orang
yang sakit panas tersebut hingga ia merasa nyaman dan pansanya
berkurang.
Bawang merah dipercaya untuk mengobati batuk, yakni dengan cara
dihancurkan (dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain, kemudian
ditempelkan di tenggorokan. Cara ini baik diterapkan pada waktu sebelum
tidur malam.
Daun sirih untuk mengobati orang yang mimisan, yaitu dengan digulung
kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah. Daun
papaya yang masih muda digunakan untuk menghentikan keluarnya darah
dari bagian tubuh yang luka, yaitu dengan dikunyah sampai halus
kemudian ditempelkan di bagian yang luka tersebut. Pengaruh
Kepercayaan, Agama dan Aliran Lain, Jinis Kelamin dan Masalah Analisis
b) Jenis Kelamin
c) Masalah Analisis
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi aplikasi transkuktural nursing
sepanjang daur kehidupan manusia mencakup perawatan kehamilan dan kelahiran,
perawatan dan asuhan pada anak, perawatan pada lansia, perawatan sebelum dan
sesudah meninggal, kepercayaan dan pengobatan kuno
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi aplikasi transkuktural
nursing sepanjang daur kehidupan manusia baik melalui buku-buku maupun melalui
internet.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan perawatan kehamilan dan kelahiran berdasarkan padangan budaya
b. Jelaskan perawatan pada anak, dan lansia berdasarkan pandangan budaya
c. Jelaskan beberapa pengobatan kuno yang masih digunakan/diterapkan
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 15
Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang alpikasi keperawatan transkultural dalam
berbagai masalah kesehatan pasien mencakup pengertian transkultural nursing, tujuan
keperawatan transkultural, hubungan model dan paradigm, hubungan model dengan
konsep caring, konsep utama teori transkultural, mitos-mitos yang berkaitan dengan
kesehatan .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian keperawatan transkultural
b. Mampu menjelaskan tujuan keperawatan transkultural
c. Mampu menjelaskan hubungan model Leininger dengan konsep caring
d. Mampu menjelaskan mitos yang berkaitan dengan kesehatan
B. Penyajian
12 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah
suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang
harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang
klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
14 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap
ini harus mengkaji faktor- faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
15 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya
adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap
baik atau buruk. Norma- norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
16 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995).
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
17 Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan
sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
25 Tugas Individu Buat Proses Asuhan Keperawatan pada Fenomena Kasus Ny. D
Selamat Berkerja, Sukses Selalu dengan kerja keras
Kompetensi Budaya
Adalah seperangkat perilaku ,sikap, dan kebijaksanaan yang bersifat saling
melengkapi dalam satu system kehidupan sehingga memungkinkan untuk berinteraksi
secara efektif dalam satu kerangka yang saling berhubungan antar budaya di dunia (Cross
,T.et al, 1998 ).
Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi lintas budaya dapat menjadi perhatian
khusus.Ini merupakan sebagai cirri khas dari setiap orang menurut bahasa yang
digunakan dengan perhatian pola kata tertentu.
MITOS
Fakta Di Lapangan :
Masih banyak ditemukan dan bahkan di lapangan khususnya masyarakat pedesaan
masih mempercayainya. Kegiatan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang yang
terdahulu. Tempat yang mereka pakai dahulunya terletak pada daerah yang dimana disitu
merupakan bagian terpenting akan terkabulnya kenginan mereka. Intinya kegiatan yang
dilakukan ini bisa merupakan wujud ungkapan rasa syukur,penghormatan maupun bentuk
rasa berbagi dengan sesame yang ditujukan untuk Tuhan.Memakan makanan yang berasal
dari sesaji tersebut merupakan bentuk rasa penghormatan pada yang Kuasa dan juga bisa
mendoakan akan apa yang kita inginkan.
Teori
Dilihat dari bentuk yang dihidangakn berupa nasi,sayur-sayuran,ayam,dll.yang menjdai
inti permasalahannya adalah pembagian ayamnya dari yang masih utuh menjadi bagian
kecil-kecil,bila orang yang membagikan tidak tahu akan makna bersih maka akan
terabaikan kebersihan dari kuman ayam tersebut.Selain itu ada juga bagaimana proses
memasaknya untuk ayam tersebut,terkadang ayam ada bagian yang belum mencapai
tingkat kematangan dan itu akan berpengaruh pada proses pencernaan dan keamanan
mengkonsumsi makanan tersebut. Kandungan daging ayam sesungguhnya banyak
mengandung protein dan nutrisi nutrisi lain didalamnya yang berguna untuk keperluan
tubuh.Sayur-sayuran juga diperlukan tubuh untuk proses pencernaan seperti bayam yang
banyak mengandung serat berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme.
Opini
Kepercayaan yang timbul sejak zaman dahulu sudah sangat melekat dan kental akan
budaya yang tiap tahun diadakan akan sulit dihilangkan karena akan menjadi cirri khas
pada daerah itu.Mereka beranggapan barang siapa menghilangkan budaya ini dampaknya
sangat bervariasi, bisa dikucilkan masyarakat karena dianggap tidak menghargai para
pendahulunya, dan yang paling fatal bisa diusir dari lingkungan.
Fakta Di Lapangan
Sekarang ini dilhat dari kesadaran masyarakat tentang kesehatan sudah sangat
berkembang.Banyak anak kecil yang sudah lulus tingkat sekolah dasar maupun yang
masih menempuhnya sudah dilakukan khitan atau sirkumsisi.Faktor yang mempengaruhi
keinginan untuk dikhitan biasnya berasal dari anak itu sendiri malu pada teman- teamanya
maupun dari orang tua yang mendesak untuk dilakukanya khitan.Di daerah sudah ada alat
yang mumpuni untuk melakukan proses sirkumsisi secara modern.Agenda yang
dilakukan institusi kesehatan biasanya yang sering kita dengar Khitanan masal dan ini
sangat membantu bagi keluarga yang tidak mampu untuk mengkhitankan anaknya.
Teori
Dari segi agama islam sangat dianjurkan untuk diilakukan sirkumsisi atau khitan
dengan tujuan memberikan kesehatan pada umatnya.Ini merupakan tanda sudah baligh
bila sudah di khitan atau sirkumsisi. Dahulunya untuk melakukan khitan atau sirkumsisi
masih sangat sederhana dan masih menggunakan metode yang classic.Untuk
penyembuhanya sendiri bisa berbulan setelah dilakukan sirkumsisi atau khitan.Obat yang
digunakan masih sangat terbatas selain itu di daerah desa juga sangat terbatas petugas
kesehatanya.Tapi sekarang dengan kemajuan tekhnologi diharapkan bisa terlaksana proses
sirkumsi yang lebih maju dan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat.Sirkumsisi atau
khitan adalah memotong sebagian dari alat kelamin dari pria untuk menjaga kebersihan
dari alat kelamin pria.Ini bisa dibuktikan dengan urin yang keluar bila belum khitan atau
sirkumsisi akan sebagian tertinggal,selanjutnya akan mengendap dan bahayanya bila
terjdai hhubungan intim akan membahayakan bagi si wanita karena sperma yang keluaar
bersama dengan endapan tadi akan memyebabkan kanker rahim.
Opini
Dilakukan khitan atau sirkumsisi dapat mempercepat proses pendewasaan dari postur
tubuh biasanya dengan tanda jakun yang membesar,suara yang terlihat besar, dan tentunya
bertambahnya tinggi dan berat badan.Setelah dikhitan akan merasa lega karena sudah
melaksanakan tugas dari rosul.untuk syarat sahnya sholat salah satunya juga sirkumsisi
atau khitan ini bila kita sebagai imam.
Fakta Di Lapangan
Ibu hamil itu boleh makan pisang, nanas, mentimun itu kan bisa menyebabkan
keputihanbahkan masyarakat sekitar saya berpendapat bahwa nanas bisa menyebabkan
keguguran,apakah semua itu benar?????
Sewaktu ibu hamil,jika suami memotong ayam, apakah anak yang akan lahir cacat? Fakta
dari mitos diatas tidak akan terjadi kecacatan pada bayi yang dilahirkan,jika bayi yang
lahir cacat bukan dari mitos tersebut,kerena cacat itu bisa dari faktor kelainan genetiknya.
Teori
Jadi mengkonsumsi pisang , nanas, mentimun justru disarankann karena kaya akan
vitamin C dan serat yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan melancarkan proses
pembuangan sisa-sisa pencernaan. Untuk kehamilan itu untuk memenuhi nutrisi untuk
menjaga perkembangan janin menjadi baik.
Kehamilan seseorang tidak bisa ditentukan dengan kelahiran yang normal maupun
tidak,tapi secara medis untuk kelahiran yang tak normal banyak berbagai faktor yang
mempengaruhi salah satunya adalah kelainan gen pembawa dari ayah maupun ibu ini
sangat berpengaruh bagi kelahirannya.
Opini
Ibu hamil rentan akan masalah yang bisa ditimbulkan.Sebisa mungkin perhanan akan
kondisi sehat sangat kuat dengan dukungan keluarga,suami dan teman-taman.budaya di
mana dia tinggal sangatlah berpengaruh bagi perkembangan kehamilannya.keyakinan
inilah yang dipegang untuk menjaga,merawat, melindungi kehamilan si ibu.Nilai-
nilai,norma,adat masih dipegang kuat.
Menurut pendapat kami tentang mitos diatas tersebut itu hanya keyakinan seseorang
atau kelompok,karena belum tentu setiap desa atau kota menpunyai mitos yang
sama.karena belum tentu mitos itu akan jadi kenyataan,memang kadang-kadang ada ibu
hamil anaknya lahir dalam kondisi tidak normal(cacat), misalnya makan buah yang
menjadi pantangan ibu hamil anaknya lahir cacat itu hanya bertepatan saja,dibalik semua
itu mungkin ada kelainan pada saat bayi masih dalam kandungan.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi alpikasi keperawatan transkultural
dalam berbagai masalah kesehatan pasien baik melalui buku-buku, jurnal maupun
internet
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi aplikasi keperawatan
transkuktural dalam bebbagai masalah kesehatan pasien untuk dipresentasikan.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan perawatan pengertian kepperawatan transkultural
b. Jelaskan tujuan keperawatan transkultural
c. Jelaskan hubungan model dan paradigma
d. Jelaskan mitos-mitos yang berkaitan dengan kesehatan.
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%